KEBIJAKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PELAKU KEJAHATAN TERHADAP HARTA BENDA ( STUDI KASUS TERHADAP RECIDIVIS )

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORBAN PRANK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana. Dengan lahirnya konsepsi baru dalam hukum pidana modern,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

Transkripsi:

KEBIJAKAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH PELAKU KEJAHATAN TERHADAP HARTA BENDA ( STUDI KASUS TERHADAP RECIDIVIS ) Dian Puspita Evariani Eko Soponyono*), Sularto Abstrak Penegakan hukum yang mengutamakan kepastian hukum merupakan pandangan legisme yang berlebihan, menjadi kendala masuknya asas-asas hukum dan nilai (keadilan) yang hendak ditegakkan oleh hukum ke dalam putusan pengadilan. Penegakan hukum yang mengabaikan nilai keadilan dapat mempengaruhi citra hukum dan penegakkan hukum di mata masyarakat. Kebijakan hakim mengenai pertanggungjawaban pidana dalam menjatuhkan putusan terhadap recidivis di PN Semarangapakah sesuai dengan aturan dalam KUHP yang mengatur tentang recidive atau justru melihat suatu kasus tersebut dengan berdasarkan kebijakan lainnya. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kebijakan pertanggungjawaban pidana oleh hakim terhadap recidivis di masa kini dan bagaimanakah pengaturannya di masa mendatang. Skripsi ini membahas pertama, kebijakan-kebijakan pertanggungjawaban pidana oleh pelaku kejahatan terhadap harta benda khususnya pencurian yang berhubungan dengan recidivis dalam pengaturan KUHP. Kedua, mengenai pengaturan pelaku pengulangan dalam Konsep KUHP 2012. Kata kunci : Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana, Recidivis *)Supervisor Insurers Journal 1

Abstract Law enforcement is a legal certainty that promotes excessive legisme view, a constraint entry legal principles and values (justice) who want to uphold the law in court. Law enforcement to ignore the value of justice can affect the image of the legal and law enforcement in the public eye. Policies regarding the criminal responsibility of judges in decisions on PN Semarang what recidivis in accordance with the rules of the Penal Code governing recidive or even seen a case with more discretion. The problem is how the policy of criminal responsibility by judge recidivis in the present and how the settings in the future. This thesis first discusses the policies of criminal responsibility by perpetrators of crimes against property especially recidivis theft relating to the setting of the Criminal Code. Second, the concept of repetition in settings offender Criminal Code of 2012. Keywords: Criminal Liability Policy, Recidivis 2

I. PENDAHULUAN Delik khusus kejahatan terhadap harta benda karena sesuai dengan hasil wawancara dan pra penelitian penulis di Kapolrestabes Semarang dan Pengadilan Negeri Semarang, data kriminal murni dan kejahatan terhadap Harta Kekayaan lebih banyak dan umum seperti pencurian, curanmor, perampokan, pemerasan, dan penggelapan daripada kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan yang dikategorikan kejahatan terhadap Nyawa, Tubuh serta Kesehatan perbandingan antara (1:10)yang dimana tindak pidana tersebut dapat digolongkan sebagai tindak pidana formil. Di masyarakat wilayah Semarang berbagai kasus pencurian ( pasal 362, 363, 365 KUHP ) banyak terjadi karena beberapa faktor yang memicu terjadinya pencurian, meliputi : kebutuhan uang dalam jumlah yang besar dan mendesak, menumpuk utang utang sehingga nekat dan sengaja mencuri barang berharga milik orang lain dan sebagainya yang dimana hasil dari mencuri tersebut 3 dijual kembali dan menghasilkan uang. Pemerasan juga terjadi di wilayah kota Semarang, merumusi pasal 365 KUHP, yang berbunyi : barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa orang lain, baik untuk menyerahkan sesuatu benda yang keseluruhan atau sebagian adalah kepunyaan orang lain atau yang dipaksa, ataupun untuk membuat suatu pinjaman atau meniadakan piutang, maka ia karena salah telah melakukan pemerasan, dihukum dengan hukuman penjara selama lamanya sembilan tahun. Banyak pelakunya ialah dari preman di jalan yang sambil mabuk mabukan. Serta penggelapan yang merumusi pasal 372 KUHP yang juga sudah sering dipersidangkan di Pengadilan Negeri Semarang. Mengenai kebijakan yang penulis maksud ialah kebijakan pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan mengenai kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan oleh pelaku Recidiv. Dalam mengkaji bagaimanajika kemudian penegakan hukum sebagai

penyelenggara peradilan menjadi barometer suatu rezim yang berkuasa, melalui praktik pengadilan, penilaian masyarakat pada umumnya akan memberi kesan apakah rezim otoriter atau rezim yang korup. Idealnya dalam mengambil putusan terhadap suatu perkara hakim mempertimbangkan 4 ( empat ) elemen, yaitu aspek filosofis, asasasas hukum, aturan hukum positif dan budaya masyarakat hukum. Penegakkan hukum yang mengutamakan kepastian hukum merupakan pandangan legisme yang berlebihan, menjadi kendala masuknya asas-asas hukum dan nilai (keadilan ) yang hendak ditegakkan oleh hukum ke dalam putusan pengadilan. Penegakkan hukum yang mengabaikan nilai keadilan dapat menjauhkan cita rasa keadilan masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi citra hukum dan penegakkan hukum di mata masyarakat. 1 Atas dasar inilah, penulis menetapkan judul Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana Oleh Pelaku Kejahatan Terhadap Harta 1 ibid, hlm. 2 4

Benda (Studi Kasus Terhadap Recidivis). II. METODE Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan hukum ini adalah metode pendekatan yuridis normatif2, yaitu penelitian hukum yang menekankan pada penelaahan dokumendokumen hukum dan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan pokok permasalahan mengenai tanggung jawab negara atas kerugian yang di timbulkan oleh benda antariksa. Dianalisis dengan metode deskriptif analitis,yaitu studi untuk memberikan gambaran atau menganalisis permasalahan, kemudian menganalisis data yang ada. 2 Soekanto, Soerjono dan Sri Marmudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 13-14 5

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kendala yang dihadapi dalam kebijakan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku pencurian yang dilakukan oleh Recidivis Dari hasil penelitian awal di Polrestabes Semarang sampai masuk perkaranya di Pengadilan Negeri Semarang, bahwa ditemukan suatu data yang kurang valid mengenai pelaku recidive oleh penyidik. Kelemahan-kelemahan penyidik saat memeriksa dan meminta keteranganketerangan dari tersangka juga tidak jelas dan seperti menghilang. Penyidik tidak lengkap dalam meminta keterangan tentang perkara yang ditangani, seperti tidak ditanyakan mengenai apakah tersangka pernah melakukan tindak pidana sebelumnya, hal ini terkait untuk mengetahui apakah tersangka dapat disebut sebagai seorang recidivis atau tidak. Apabila hal tersebut sudah ditanyakan dan tersangka pernah dijatuhi oleh hakim putusan tetap, penyidik kurang dalam menanyakan berapa lama ia dijatuhi 6

hukuman pidana penjaranya, padahal untuk memutus dan menyebut tersangka tersebut sebagai first offenders atau justru recidivis itu dilihat pertama kali adalah dari tahap penyidikan oleh polisi. Sedangkan apabila polisi tidak menyertakan hal- hal tersebut dalam Berita Acara Pidana nya (BAP) pada waktu masuk di peradilan dan disidangkan maka hakim tidak tahu mengenai terdakwa dan tidak terkuak dalam pertimbangan hakim tersebut saat menjatuhi hukuman pidana padanya. Pertanggungjawaban pidana dari pelaku recidive ini menurut hakim Pengadilan Semarang tidak melihat berdasar fakta secara keseluruhan dari data yang diperoleh, jelas pelaku recidive itu memenuhi rumusan delik seperti; bersifat melawan hukum, pelaku recidive melakukan tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 363 KUHP jelas dapat dijatuhi pidana dan bersifat delik dolus (kesengajaan), hakim memastikan ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku recidive tersebut karena berdasarkan keadaan jiwa (batin) pelaku saat persidangan berlangsung dengan perbuatan 7

pidana pencurian yang menimbulkan celaan dan alasan lain bahwa pelaku ini pernah melakukan tindak pidana yang sama dan ia mengerti tentang perbuatan yang dilakukan tersebut berupa kejahatan. Hal tersebut cukup dalam pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan putusannya terhadap recidive, bahwa pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya dengan sebuah kebijakan menambah sepertiga hukuman penjara dari pidana pokok. Namun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Semarang tidak ada pemberatan sepertiga dalam kebijakannya menjatuhi hukuman pidana penjara terhadap para recidivis tersebut. Dalam kebijakan pertanggungjawaban pidana hakim melihat sisi lain yang dipandang oleh masyarakat luas mengenai pribadi dari pelaku recidive pada saat tahap penyidikan dan penahanan oleh kepolisian, bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi suatu hakim untuk membuat kebijakan baru mengenai peraturan pada perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku recidive. 8

B. Perumusan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Recidive Dalam Konsep KUHP 2012 Dalam buku kesatu Konsep KUHP 2012 dalam pasal-pasal yang mengatur tentang pertanggungjawaban pidana, pencurian dan tentang pengulangan atau recidivis, yaitu: a. Pasal 31 Paragraf 8 Bagian Umum Buku Kesatu KUHP Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan tindak pidana karena melaksanakan peraturan perundangundangan. b. Pasal 32 Tidak dipidana setiap orang yang melakukan tindak pidana karena melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang. c. Pasal 33 Tidak dipidana setiap orang yang melakukan tindak pidana karena keadaan darurat. d. Pasal 34 Tidak dipidana setiap orang yang terpaksa melakukan tindak pidana karena pembelaan terhadap serangan 9

seketika atau ancaman serangan segera yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan, harta benda sendiri atau orang lain. e. Pasal 35 Termasuk alasan pembenar ialah tidak adanya sifat melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2). f. Pasal 36 Bagian Umum Buku Kesatu Konsep KUHP Pertanggungjawaban pidana ialah ditemukannya celaan yang obyektif yang ada pada tindak pidana dan secara subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. g. Pasal 37 : Kesalahan 1) Tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana tanpa kesalahan. 2) Kesalahan terdiri dari kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan, kealpaan 10 dan tidak ada alasan pemaaf. h. Pasal 38 1) Bagi tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan. 2) Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, setiap orang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain. i. Pasal 39 : Kesengajaan dan Kealpaan 1) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan jika orang tersebut melakukan tindak pidana dengan sengaja atau karena kealpaan. 2) Perbuatan yang dapat dipidana adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, kecuali

peraturan perundangundangan menentukan secara tegas bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dengan kealpaan dapat dipidana. 3) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan terhadap akibat tindak pidana tertent yang oleh undang-undang diperberat ancaman pidananya, jika ia sepenuhnya mengetahui kemungkinan terjadinya kemungkinan tersebut atau sekurang-kurangnya ada kealpaan. j. Pasal 40 : Kemampuan Bertanggung Jawab Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa, atau retardasi mental, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenakan tindakan. k. Pasal 41 Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana 11

kurang dapat dipertanggungjawabkan karena menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau retardasi mental, pidananya dapat dikurangi atau dikenakan tindakan. l. Pasal 42 : Alasan Pemaaf 1. Tidak dipidana, jika seseorang tidak mengetahui atau sesat mengenai keadaan yang merupakan unsur tindak pidana atau berkeyakinan bahwa perbuatannya tidak merupakan suatu tindak pidana kecuali ketidaktahuan, kesesatan atau keyakinannya itu patut dipersalahkan kepadanya. 2. Jika seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) patut dipersalahkan atau dipidana, maka maksimum pidananya dikurangi dan tidak melebihi ½ (satu perdua) dari maksimum pidana untuk tindak pidana yang dilakukan. 12

Apabila diterapkan, pertanggungjawaban pidana oleh pelaku recidive pada penelitian ini terkandung makna bahwa pelaku recidive telah terbukti melakukan tindak pidana dengan alat dan barang bukti yang ada yaitu terhadap harta kejahatan benda khususnya pencurian. Pelaku recidive ini melakukan perbuatannya dengan pemberatan, ia sudah pernah melakukan tindak pidana pencurian dan sudah dipidana penjara oleh pengadilan sebelumnya. Pelaku melakukan perbuatan pidana termasuk unsur bersifat melawan hukum dan merumusi delik dolus/kesengajaan dengan melihat batin jiwa pelaku recidivebenar- benar dalam keadaan sehat jasmani tersebut bahwa tidak ada alasan pembenar pula sehingga secara utuh dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya. IV. KESIMPULAN Dalam kebijakan hakim mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku recidiv memenuhi rumusan delik kesengajaan dan unsur perbuatan melawan hukum, dapat dicela, sehingga mempengaruhi 13 hakim dalam menjatuhkan vonis hukuman pidana penjara yang dapat diperberat kepada pelaku recidive. Pada hasil penelitian, hakim Pengadilan Negeri Semarang memutus dan menjatuhi hukuman pidana penjara lebih ringan kepada pelaku recidive, tidak sepenuhnya penambahan sepertiga atau penambahan lebih berat dari hukuman pidana pokok dan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Karena beberapa faktor dan bahan pertimbangan oleh hakim dalam memutus perkara sesuai undang-undang Kekuasaan Kehakiman dan faktor-faktor non hukum lainnya pada hakim. V. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abidin, Zainal. 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika. Ariesteus, Syprianus. 2007. Eksaminasi Terhadap Putusan Hakim Sebagai Partisipasi Publik. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI.

Kharami, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lamintang, P.A.F. 2009. Delik-delik Khusus Kejahatan Terhaddap Harta Kekayaan. Jakarta: Sinar Grafika. -------------------------, 1984. Dasardasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Sinar Baru. Nawawi Arief, Barda 1998. Teoriteori Kebijakan Pidana. Jakarta : Grafindo Persada. ---------------, 2009. Hukum Pidana Lanjut. Semarang : Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. ---------------, 2010. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prasetyo, Teguh. 2010. Hukum Pidana I. Jakarta : Rajawali Pers. Prodjodikoro, Wirjono. 2009. Asasasas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: PT. Refika Aditama. Rahardjo, Satjipto. 1980. Manfaat Telaah Sosial Terhadap Hukum. Bandung : Alumni. Rahardjo, Satjipto. 1997. Rekayasa Hukum Dalam Kasus Korupsi. Jakarta: Harian Kompas 3 Februari. Soekanto, Soerjono. 1991. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Soedarto. Tabrani. 1999. Hakim dan Profesinya. Jakarta : Jurnal Penelitian Hukum APHI De Jure. ----------, 2003. Laporan Penelitian Tentang Kebebasa Hakim Dalam Memutus Perkara. Jakarta : BPHN Departemen Hukum dan HAM RI. B. Peraturan Perundang- Undangan - KUHP - Undang Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman C. Majalah Rahardjo, Satjipto. 1993. Harian Kompas, 4 Januari. 14