BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemahaman tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI BIMBINGAN SOSIAL DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL. Richah Sofiyanti dan Heri Saptadi Ismanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai banyak pulau serta keragaman

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. mencitrakan (to describe), menerangkan sifat bumi, serta menganalisa gejalagejala

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Muhammad Idris Ramulya, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 10 PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI. Muhammad Arif Budiman S

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara dan mengeluarkan pendapat dengan bahasa asing, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

STATUS HUKUM ISTERI DARI PERKAWINAN SIRI YANG DICERAIKAN MELALUI SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) DITINJAU DARI HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

Lingkungan Mahasiswa

Karaktersitik individu memang memiliki peran terhadap produktivitas. Hal ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PERNIKAHAN DINI DI SMAN 1 BANGUNTAPAN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Transkripsi:

103 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemahaman tentang norma-norma pernikahan dengan subjek penelitian sebanyak 25 siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kudus dapat ditingkatkan melalui layanan orientasi. Pada penelitian ini, peneliti melalukan upaya peningkatan pemahaman tentang norma-norma pernikahan melalui penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK) yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus (siklus I dan siklus II) dengan masing-masing siklus 3 kali pertanuan. Masing-masing pelaksanaan I siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 5.1 Pembahasan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Pra Siklus Pembahasan hasil pada pra siklus sebelum dilaksanakannya layanan orientasi dengan media audiovisual, berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru BK, peneliti mendapati siswa yang pemahaman tentang norma-norma pernikahan masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya siswa yang berpakaian ketat dan hubungan dengan lawan jenis belum dibatasi. Banyak siswa yang belum memahami tentang norma-norma pernikahan. Dari data observasi dan wawancara ditemukan permasalahan yang dialami siswa yaitu: Pemahaman pengertian norma-norma pernikahan, Pemahaman syarat-syarat pernikahan, Dampak berhubungan diluar nikah, Menjaga hubungan dengan lawan jenis, Menghindari pernikahan diusia muda, Mengetahui tujuan dari pernikahan. 103

104 5.2 Pembahasan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I dan Siklus II Pembahasan hasil tindakan pada siklus I setelah melaksanakan layanan orientasi selama 3 kali pertemuan menghasilkan siswa yang memahami tentang norma-norma pernikahan dengan skor kategori cukup. Pada pertemuan 1 terdapat 36,64% masuk dalam kategori kurang (K). Pada pertemuan 2 terdapat 39,6% masuk dalam kategori kurang (K). Pada pertemuan 3 terdapat 52,8% masuk dalam kategori cukup (C). Selain itu dalam pelaksanaan layanan orientasi juga banyak terdapat hambatan-hambatan yang ditinjau dari penilaian kolabolator terhadap tindakan peneliti dalam melaksanakan layanan orientasi. Hambatan-hambatan tersebut antara lain peneliti kurang mampu menguasai dan mengkondisikan siswa dalam kelas, peneliti terlihat belum begitu tegas dalam memberikan peringatan kepada siswa yang tidak memperhatikan materi yang telah disampaikan saat proses layanan berlangsung pada beberapa pertemuan di siklus I, peneliti sedikit canggung dan kurang percaya diri dalam menyampaikan materi layanan. Masih rendahnya pemahaman tentang norma-norma pernikahan tersebut menginformasikan bahwa dalam proses pelaksanaan layanan orientasi masih ada kekurangan yang harus diperbaiki. Hubungan siswa dengan lawan jenis masih belum bisa dibatasi. Tanpa adanya ikatan pernikahan dalam sebuah hubungan berpacaran itu sama juga dengan zina. Hal tersebut sesuai dengan pendapat ( Zaid dan Salamah, 2003: 11) Tidak dapat dipungkiri aktifitas pacaran yang paling minimal saja mungkin saling pandang dengan pandangan tidak biasa, telah melanggar aturan menahan pandangan, yakni pandangan bersyahwat selain kepada isteri atau suami dan pandangan kepada aurat. Apa lagi dengan tata

105 pergaulan amburadul saat ini, dengan gencarnya propaganda kebebasan, free sex, free love, zinapun menjadi biasa. Perencanaan kegiatan sebagai upaya perbaikan dari siklus I yang akan dilaksanakan pada siklus II adalah sebagai berikut: peneliti lebih mempersiapkan lagi materi yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga apabila ada persiapan yang lebih matang, maka peneliti akan lebih percaya diri untuk menyampaikan materi kepada siswa. 10 indikator yang menjadi tolak ukur siswa dalam meningkatkan pemahaman tentang norma-norma pernikahan. Indikator tersebut meliputi: 1. Pemahaman tentang pengertian norma-norma Pada aspek pemahaman tentang pengertian norma-norma, tindakan layanan orientasi dengan media audio visual memberi dampak peningkatan pemahaman norma-norma pernikahan hal ini dapat terbukti dari hasil tindakan pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada hasil observasi pra siklus terdapat 14 siswa masuk kategori kurang (K) dan 11 siswa masuk kategori sangat kurang (SK). Pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 9 siswa tergolong kategori cukup (C), 14 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 2 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 10 siswa tergolong kategori cukup (C), 14 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 1 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 16 siswa tergolong kategori cukup (C), 9 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 2 siswa tergolong kategori baik (B), 15 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 8 siswa tergolong kategori kurang (K).

106 Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 6 siswa tergolong kategori baik (B), 16 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 3 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 1 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 11 siswa tergolong kategori baik (B), dan 13 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa sudah mendengarkan saat diberi layanan. 2. Pemahaman tentang pengertian pernikahan Pada aspek pemahaman tentang pengertian pernikahan, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 6 siswa tergolong kategori cukup (C), 13 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 6 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 8 siswa tergolong kategori cukup (C), 12 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 5 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 15 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 1 siswa tergolong kategori baik (B), 17 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 7 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 16 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 5 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 4 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 7 siswa tergolong kategori baik (B), dan 14 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa memperhatikan saat diberi layanan.

107 3. Pergaulan siswa dengan lawan jenis Pada aspek pergaulan siswa dengan lawan jenis, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 1 siswa tergolong kategori cukup (C), 14 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 10 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 3 siswa tergolong kategori cukup (C), 15 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 7 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 9 siswa tergolong kategori cukup (C), 15 siswa tergolong kategori kurang (K), 1 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 3 siswa tergolong kategori baik (B), 10 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 12 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 6 siswa tergolong kategori baik (B), 12 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 7 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 5 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 8 siswa tergolong kategori baik (B), dan 12 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa aktif bertanya saat diberikan layanan. 4. Memahami syarat pernikahan Pada aspek memahami syarat pernikahan, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 5 siswa tergolong kategori cukup (C), 12 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 8 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 5 siswa tergolong kategori cukup (C), 11 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 9 siswa tergolong

108 kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 15 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 2 siswa tergolong kategori baik (B), 14 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 9 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 15 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 6 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 2 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 8 siswa tergolong kategori baik (B), dan 15 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa mampu berpendapat saat diberi layanan. 5. Mengetahui dampak berhubungan diluar nikah Pada aspek mengetahui dampak berhubungan diluar nikah, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 1 siswa tergolong kategori cukup (C), 11 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 13 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori cukup (C), 11 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 10 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 14 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K), 1 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 2 siswa tergolong kategori baik (B), 14 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 9 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 17 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 4 siswa tergolong kategori

109 kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 3 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 6 siswa tergolong kategori baik (B), dan 16 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti. 6. Menghindari pernikahan diusia muda Pada aspek menghindari pernikahan diusia muda, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 4 siswa tergolong kategori cukup (C), 15 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 6 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 6 siswa tergolong kategori cukup (C), 15 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 4 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 15 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 1 siswa tergolong kategori baik (B), 16 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 8 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 19 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 2 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 2 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 8 siswa tergolong kategori baik (B), dan 15 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan terjadi hubungan timbal balik antara siswa dengan peneliti. 7. Tujuan pernikahan Pada aspek tujuan pernikahan, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 2 siswa tergolong kategori cukup (C), 12 siswa tergolong kategori kurang

110 (K), dan 11 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 3 siswa tergolong kategori cukup (C), 12 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 10 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 15 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 2 siswa tergolong kategori baik (B), 15 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 8 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 15 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 6 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 1 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 8 siswa tergolong kategori baik (B), dan 16 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa mencatat materi yang diberikan oleh peneliti. 8. Tips menjaga hubungan agar harmonis Pada aspek tips menjaga hubungan agar harmonis, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 4 siswa tergolong kategori cukup (C), 14 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 7 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 7 siswa tergolong kategori cukup (C), 15 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 3 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 15 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 1 siswa tergolong kategori baik (B), 17 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 7 siswa tergolong kategori kurang (K).

111 Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 2 siswa tergolong kategori baik (B), 19 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 4 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 2 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 6 siswa tergolong kategori baik (B), dan 17 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa mampu menjelaskan kembali materi yang telah diberikan peneliti. 9. Memahami hak dan kewajiban dalam pernikahan Pada aspek memahami hak dan kewajiban dalam pernikahan, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 4 siswa tergolong kategori cukup (C), 11 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 10 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 6 siswa tergolong kategori cukup (C), 10 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 9 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 17 siswa tergolong kategori cukup (C), 8 siswa tergolong kategori kurang (K). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 3 siswa tergolong kategori baik (B), 18 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 4 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 6 siswa tergolong kategori baik (B), 16 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 3 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 4 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 12 siswa tergolong kategori baik (B), dan 9 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa antusias saat peneliti akan memberikan materi layanan.

112 10. Mampu bertanggung jawab dalam pernikahan Pada aspek Mampu bertanggung jawab dalam pernikahan, pada observasi siklus I pertemuan pertama terdapat 20 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 5 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 4 siswa tergolong kategori cukup (C), 17 siswa tergolong kategori kurang (K), dan 4 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 21 siswa tergolong kategori cukup (C), 3 siswa tergolong kategori kurang (K), 1 siswa tergolong kategori sangat kurang (SK). Pada siklus II pertemuan pertama terdapat 4 siswa tergolong kategori baik (B), 20 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 1 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan kedua terdapat 11 siswa tergolong kategori baik (B), 13 siswa tergolong kategori cukup (C), dan 1 siswa tergolong kategori kurang (K). Terjadi peningkatan pada pertemuan ketiga terdapat 5 siswa tergolong kategori sangat baik (SB), 16 siswa tergolong kategori baik (B), dan 4 siswa tergolong kategori cukup (C). Hal ini dikarenakan siswa mampu mengevaluasi kembali materi yang diberikan oleh peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari pelaksanaan layanan orientasi untuk membantu meningkatkan pemahaman tentang norma-norma pernikahan terjadi peningkatan. Meningkatnya pemahaman tentang norma-norma pernikahan siswa tersebut menginformasikan bahwa dalam proses pelaksanaan layanan orientasi peneliti sudah dapat memberikan umpan balik kepada siswa dalam layanan orientasi pada siklus II sehingga siswa sudah memahami tentang norma-

113 norma atau aturan-aturan dalam sebuah pernikahan karena pernikahan merupakan ikatan antara laki-laki dan perempuan secara sah berdasarkan undang-undang. Hal ini sesuai menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan yaitu: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penilaian kolabolator terhadap peneliti dalam melaksanakan layanan orientasi siklus II selama 3 kali pertemuan adalah sebagai berikut: peneliti mampu menguasai dan mengkondisikan siswa dalam kelas, peneliti memberikan bantuan kepada siswa yang belum memahami materi, peneliti sudah percaya diri saat memberikan layanan. Hasil observasi kolabolator terhadap peneliti dalam melaksanakan layanan orientasi pada siklus II adalah pada pertemuan 1 sebesar 34 dengan kategori baik (B), pada pertemuan 2 sebesar 38 dengan kategori baik (B), pada pertemuan 3 sebesar 43 dengan kategori sangat baik (SB). Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut peneliti melaksanakan kerjasama dengan kolaborator (guru pembimbing) kelas XI SMA PGRI 1 Kudus sebagai konsultan, sehingga kesulitan yang peneliti hadapi dapat diselesaikan bersama-sama. Terbatasnya waktu penelitian peneliti memanfaatkan seefektif mungkin agar materi layanan orientasi dapat disampaikan kepada siswa. Keterbatasan referensi di perpustakaan peneliti melengkapi dengan mengakses dari internet.

114 Alasan peniliti meneliti tentang meningkatkan pemahaman tentang normanorma pernikahan karena layanan orientasi dengan media audio visual memungkinkan siswa secara bersama-sama atau memperoleh suatu informasiinformasi yang berkenaan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran serta siswa pasti akan memasuki lingkungan baru yaitu dalam pernikahan nantinya. Sebab pemahaman tentang norma-norma pernikahan merupakan suatu aspek yang penting pada individu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Sukiman, 2011: 96) Layanan orientasi adalah membantu mengantarkan individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru. Melalui layanan ini individu mempraktikan berbagai kesempatan untuk memahami dan mampu melakukan kontak secara konstruktif dengan berbagai elemen suasana baru tersebut. (Sanjaya, 2008: 211)Media audiovisual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat seperti: rekaman video, berbagai ukuran film, slide, suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab kedua mengandung unsur jenis media yang pertama dan kedua. Layanan orientasi dengan media audio visual dijadikan sebagai salah satu metode dalam PTBK ini. Dengan diselenggarakannya layanan orientasi dengan media audio visual diharapkan siswa dapat meningkatkan pemahaman tentang normanorma pernikahan sehingga siswa tidak melakukan hubungan dengan lawan jenis diluar pernikahan.

115 Alasan meneliti tentang meningatkan pemahaman tentang norma-norma pernikahan juga di dukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang relevan, hasil penelitian empiric yang relevan (mendukung penelitian) yaitu: Euis Farida (2010) terkait dengan Model Bimbingan Kelompok untuk Membantu Siswa Mempersiapkan Diri Menghadapi Pernikahan dan Berkeluarga Berdasarkan Pendekatan Perkembangan, diperoleh kesimpulan bahwa siswa SMAN Kota Bandung memiliki kesiapan untuk menikah dan berkeluarga berada pada kriteria rendah dan sedang. Mereka merasa enggan membicarakan masalah menikah dan berkeluarga, karena belum memikirkan masalah tersebut yang dinilaimasih jauh untuk dilakukan. Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan orientasi dengan media audio visual dapat meningkatkan pemahaman tentang norma-norma pernikahan siswa kelas XI SMA PGRI 1 Kudus.