Christopher A.P, S. Ked

dokumen-dokumen yang mirip
SELAYANG PANDANG PENYAKIT-PENYAKIT YANG DITULARKAN OLEH NYAMUK DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 Oleh : Akhmad Hasan Huda, SKM. MSi.

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 356/MENKES/PER/IV/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 265/MENKES/SK/III/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I (sesuai dengan PERMENKES No.356/MENKES/PER/IV/2008)

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN MARET TAHUN 2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

a. Ketatausahaan b. Kekarantinaan dan surveillance epidemiologi c. Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah d. Pengendalian resiko lingkungan

No Nama Jabatan HK H S I A Ct DL Ket

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA MUARA PADANG BULAN MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I (sesuai dengan PERMENKES No.356/MENKES/PER/IV/2008)

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN APRIL 2017

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II PROBOLINGGO TAHUN 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nyamuk sebagai vektor

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

LAPORAN KEGIATAN PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN JUMANTIK ( JURU PEMANTAU JENTIK ) WILAYAH KERJA KKP KELAS II MATARAM TAHUN 2016

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN FEBRUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN MARET 2016

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN OKTOBER 2016

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN NOVEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

PENINGKATKAN KEMANDIRIAN DASA WISMA KELURAHAN SEKARAN DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JUNI 2016

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA SIKAKAP BULAN JANUARI 2017

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

STUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO. Tri Puji Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak berkembang nyamuk Aedes. kepadatan penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang optimal dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. misalnya akibat gigitan nyamuk dapat menyebabkan dermatitis, alergika dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

Transkripsi:

Author : Christopher A.P, S. Ked Editor : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pelabuhan laut dan udara merupakan pintu gerbang lalu-lintas barang, orang dan alat transportasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan meningkatnya arus pariwisata, perdagangan, migrasi dan teknologi maka kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui alat transportasi semakin besar. Penularan penyakit dapat disebabkan oleh binatang maupun vektor pembawa penyakit yang terbawa oleh alat transportasi maupun oleh vektor yang telah ada di pelabuhan laut atau udara. 1 Serangga yang termasuk vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat, pinjal, kecoa, dan tungau. 1 Salah satu tugas pokok dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dalam mencegah masuk-keluarnya penyakit dari atau ke luar negeri adalah melalui Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) di pelabuhan dan alat transportasi. Upaya ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit serta meminimalisasi dampak resiko lingkungan terhadap masyarakat.usaha-usaha pengendalian PRL di pelabuhan meliputi sanitasi lingkungan dan pemberantasan vektor dan binatang penular penyakit. Salah satu kegiatan dalam pemberantasan vektor yaitu pengendalian nyamuk yang meliputi survey jentik dan nyamuk dewasa, identifikasi jentik dan nyamuk dewasa, pemberantasan jentik dan nyamuk dewasa, diseminasi informasi hasil pengendalian. 1 Daerah-daerah wilayah KKP yang harus bebas dari infestasi A.aegypty yaitu: 1 1. Bandar udara: daerah di dalam lingkungan perimeter pelabuhan udara, yakni daerah pelabuhan di dalam suatu lingkungan dimana terdapat bangunanbangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung-gedung terminal dan transit, gudang) dan tempat parker pesawat terbang. 2. Pelabuhan laut: tempat kapal berlabuh dan sekitarnya dimana terdapat bangunan-bangunan untuk kegiatan pelabuhan. Untuk mempertahankan agar daerah di dalam perimeter bebas A.aegypti maka perlu diadakan usaha-usaha 1

pengendalian secara aktif di daerah perimeter dan daerah buffer (protective area) di sekitar perimeter sejauh sekurang-kurangnya 400 m. Di daerah tersebut indeks A.aegypti (House Index) harus dipertahankan hingga < 1%. Penyakit-penyakit yang bersumber nyamuk (PBN) antara lain malaria, demam berdarah, chikungunya, yellow fever, filariasis limfatik (kaki gajah), dan Japanese encephalitis (radang otak Jepang). Dengan mudahnya transportasi antara Afrika yang merupakan daerah endemik penyakit yellow fever dan Indonesia, maka potensi penularan penyakit yellow fever semakin besar. Saat ini, pakar taksonomi mengidentifikasi sebanyak 3.453 sepesies nyamuk dan sebagian kecil spesies di antaranya berdampak terhadap kesehatan manusia. Akibat yang ditimbulkan nyamuk pun bermacam-macam, mulai dari gangguan kenyamanan sewaktu istirahat, dermatitis alergika akibat gigitan nyamuk, kejengkelan karena kebisingan suara terbangnya yang dekat telinga serta rasa nyeri akibat gigitannya, sampai ke dampak kesehatan nyata yaitu kejadian kesakitan dan kematian pada penderitanya karena terinfeksi oleh kuman penyakit yang ditularkannya. 2 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kejadian PBN antara lain mobilitas penduduk serta perilaku manusia yang kadang-kadang secara sengaja atau tidak sengaja menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan lingkungan yang merupakan tempat berkembangbiaknya nyamuk, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah kasus penyakitpenyakit yang ditularkan oleh nyamuk. 2 Angka kematian akibat penyakit nyamuk khususnya demam berdarah, menempati nomor urut keenam (53,98%) dari angka kematian penyakit lainnya setelah kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan penyakit malaria menduduki peringkat keempat dari penyakit menahun lainnya. Berdasarkan data pengamatan penyakit menular yang dikumpulkan KKP Pekanbaru dari 6 puskesmas yang berdekatan dengan area Wilayah Kerja KKP baik Bandara SSK II maupun Pelabuhan Laut selama tahun 2007, didapatkan jumlah kasus DBD sebanyak 50 kasus, dengan jumlah kematian 0 kasus. Berdasarkan latar belakang di atas serta masih tingginya angka kasus DBD yang 2 2

ditemukan maka penulis mepunyai keinginan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk berkala di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 3 1.2 Tujuan Kegiatan 1.2.1Tujuan Umum Untuk mengoptimalkan pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Teridentifikasinya penyebab masalah kurang optimalnya pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 2. Analisis masalah-masalah kurang optimalnya pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 3. Mencari strategi pemecahan masalah terkait kurang optimalnya pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vektor Vektor penyakit adalah serangga atau arthropoda penyebar penyakit. Yang termasuk ke dalam vektor antara lain nyamuk, lalat, kecoa, tikus dan pinjal. 4 Pada kegiatan ini yang menjadi vektor penyakit adalah nyamuk. 2.2 Daur Hidup Nyamuk Nyamuk merupkan serangga yang mengalami metamorfosis lengkap, terdiri dari empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk memerlukan darah untuk proses pematangan telurnya. Beberapa spesies nyamuk menghisap darah terutama di malam hari seperti nyamuk Culex dan Anopheles, spesies lainnya terutama siang hari (pagi sampai sore) misalnya nyamuk A.agypty. 2 Aktivitas menggigit ada yang dilakukan di luar rumah dan di dalam rumah. Dua sampai tiga hari setelah menghisap darah nyamuk mulai bertelur. Nyamuk Aedes meletakkan telurnya satu persatu pada dinding tempat perindukan yang gelap, basah dan lembab, misalnya bak mandi, tempayan, ban bekas, tonggak bambu. Nyamuk Mansonia meletakkan telurnya secara berkelompok di permukaan bawah tanaman air. Di air, dua hari kemudian telur menetas menjadi jentik-jentik (larva) yang kecil, mengalami pergantian kulit empat kali sebelum menjadi pupa. Beberapa hari kemudian (5 sampai 7 hari) tergantung temperatur, kelembaban dan ketersedian makanan, jentik nyamuk berubah menjadi pupa. Pupa merupakan stadium tidak makan dan kira-kira dua hari kemudian berubah menjadi nyamuk. Angka kematian akibat penyakit nyamuk ini. 2 4

2.3 Jenis-Jenis Nyamuk dan Larva 2.3.1 Nyamuk Aedes Ciri-ciri larva nyamuk Aedes adalah: 1. Kepala : antena dipenuhi bulu yang sangat halus 2. Thorax : dekat pangkal berkas rambut di sissi dada terdapat duri yang melengkung 3. Abdomen : Ruas kedelapan terdapat sebaris gigi sisir berbentuk khas. 4. Terdapat sebaris comb scale yang terdiri dari 8-12 anak sisi. (1.a) (1.b) Gambar 1. Nyamuk A.egypty 5 2.3.2 Nyamuk Anopheles (2.a) (2.b) Gambar 2. Nyamuk Anophele 5 5

2.3.3 Nyamuk culex Gambar 3. nyamuk Culex 5 ) 2.4 Penyakit-Penyakit yang Ditularkan Nyamuk 1. Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk A.aegypti atau A. albopictus, yang ditandai demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, gelisah, nyeri ulu hati, disertai bintik perdarahan di kulit, kadang mimisan, muntah darah, bahklan dapat berakibat kematian. 6 2. Malaria Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit jenis Plasmodium ditandai demam berkala, menggigil dan berkeringat, yang ditularkan oleh nyamuk genus Anopheles, juga penyakit ini dapat berakibat kematian. Pada saat ini nyamuk penular (vektor) malaria di Indonesia yang ditemukan sebanyak 19 spesies dari genus Anopheles, sedangkan di Jawa. 6 3. Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria, yang mengakibatkan gejala akut dan kronis (kaki membesar seperti kaki gajah) yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, di Indonesia telah ditemukan sebanyak 27 jenis nyamuk dari genus Culex, Anopheles, Aedes dan Mansonia. 6 4. Chikungunya Chikungunya adalah penyakit menular sejenis demam disertai nyeri otot yang bersifat epidemik dan endemik yang disebabkan oleh Alvavirus yang 6

ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk yaitu A.Aegypti, A.albopictus, Culex fatigans dan Mansonia sp. Meskipun penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, namun dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat di persendiantubuh bahkan seperti kelumpuhan dan dapat berlangsung selama dua bulan. 6 5. Encephalitis Salah satu jenis penyakit Encephalitis adalah Jepenese Encephalitis (JE). Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk genus Culex. Untuk Japenese encephalitis berdasarkan penelitian di Jakarta tahun 1981-1982 sebagai penularnya adalah nyamuk Culex tritaeniorhyncus. Yaitu sejenis nyamuk Culex yang berkembang di daerah sekitar kandang ternak babi, sapi dan di sekitar sawah/parit dll. 6 2.5 Pengendalian dan Pemberantasan Nyamuk dan Larva Nyamuk 2.5.1 Pengendalian dan Pemberantasan Nyamuk dan Larva Nyamuk A.Aegypti a. Persyaratan teknis A.aegypti baik stadium larva maupun stadium dewasa tidak terdapat di daerrah perimeter. House index A.aegypty di daerah buffer <1% dan populasi nyamuk di lingkungan pelabuhan ditekan serendah mungkin. Kapal laut dan peasawat udara harus bebas dari nyamuk. 3 b. Survey A.aegypti stadium larva adalah untuk menentukan daerah infestasi di daerahpelabuhan, sebelum melakukan pengamatan stadium larva harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 3 1) Pemetaan daerah perimeter dan buffer area yang meliputi letak bangunan, jalan, tempat kapal berlabuh dan lainnya yang dianggap perlu. 2) Membagi daerah pengawasan untuk memudahkan pengawasan dan pemberantasan secara intensif. 3) Persiapkan alat-alat untuk survey larva. 4) Bila ditemukan kontainer positif jentik, ambil1 ekor jentik dari tiap kontainer 7

kemudian masukkan ke dalam botol yang telah diberi label. 5) Bila ditemukan larva dengan jenis berbeda, pilihlah larva larva secara visusal jenis Aedes dengan mengenal cirri-cirinya yaitu warnanya agak keabu-abuan, bergerak lamban, gerakan membentuk huruf S, dan bila terkena cahaya senter larva akan bergerak aktif. 6) Tulislah semua bangunan dan kontainer yang diperiksa baik positif maupun negative larva ke dalam formulir. 7) Lakukan identifikasi larva 8) Hitunglah indeks A.aegypti dengan rumus: House Index (HI) = Jumlah rumah yang ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksa Container index (CI) = Jumlah container yang positif jentik x 100% Jumlah container yang diperiksa Breteau index (BI) = Jumlah container yang positif x 100% 100 rumah yang diperiksa 9) Jika HI di pelabuhan mencapai 1% atau angka kepadatan (density figure) buffer area di atas 5 (B.I indeks > 50) maka harus dilakukan pemberantasan, karena besar sekali kemungkinan transmisi penyakit demam kuning. Sedangkan di daerah yang memilki density figure 1 (BI < 5), kemungkinan transmisi demam kuning dianggap sangat kecil. c. Survei A. Aegypti stadium dewasa, yaitu untuk menentukan kepadatan nyamuk A.aegypti betina dewasa 3 1) Landing/Bitting Collection Landing/bitting collection pada manusia adalah cara yang sensitif untuk mendeteksi lokasi dengan infestasi nyamuk rendah, namun membutuhkan tenaga yang intensif. Penyebaran nyamuk dewasa tidak jauh, maka keberadaan nyamuk merupakan indikator terdapatnya habitat jentik yang tidak jauh juga. Untuk menentukan kepadatan namuk dewasa dapat digunakan landing rate atau bitting rate. Bitting rate adalah jumlah A.aegypti betina yang tertangkap per orang per jam. Jika bitting rate 8

hasilnya nol, penelitian diulang sampai 3 kali, dan jika bitting rate mencapai r (sama dengan density figure 1) di daerah perimeter dan atau 2,5 buffer area, segera dilakukan pemberantasan. 2) Resting Collection Kegiatan resting collection dilakukan pada tempat peristirahatan nyamuk dewasa. Metode penangkapan nyamuk dewasa dengan menggunakan aspirator mulut atau aspirator bertenaga baterai. 3) Identifikasi nyamuk betina dewasa Identifikasi nyamuk A.aegypti betina dewasa berdasarkan cirri-cirinya antara lain: Tarsi dillingkari garis putih pada bagian proksimal. Menosotum berwarna tua/gelap dengan variasi putih perak. Probosis pada jenis betina polos tanpa gelang-gelang serta lebih panjang daripada palpi. 2.2.5.2 Pengendalian dan Pemberantasan Nyamuk dan Larva Nyamuk Anopheles a. Survei Anopheles Sp. stadium larva Pengamatan Anopheles stadium larva dikhususkan di daerah tanaman berair yang diperkirakan menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles. Langkahlangkahnya antara lain: 3 - Penangkapan nyamuk Anopheles pada genangan air. - Larva diambil menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam botol yang telah diberi label - Pengisian formulir - Larva dimatikan dan diawetkan - Identifikasi larva genus Anopheles - Menghitung density per dipper/cidukan, yaitu jumlah tiap spesies larva yang ditangkap per jumlah cidukan b. Penangkapan Anopheles stadium dewasa dengan umpan orang (human bait) Hasil tangkapan nyamuk Anopheles dihitung, kemudian dari hasil tangkapan tersebut dihitung MBR (Main Bait Rate) pada kegiatan in door human bait 9

serta MHD (Man Hour Density) pada kegiatan penangkapan di kandang dan sekitarnya dengan rumus: MHD = Jumlah tiap jenis nyamuk tertangkap Jumlah jam kerja x jumlah kolektor MHD = Jumlah tiap jenis nyamuk tertangkap Jumlah jam kerja x jumlah kolektor Density (D) = Jumlah tiap nyamuk Jumlah rumah yang diperiksa Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kasus demam beradarah dengue di wilayah kerja Puskesmas meliputi penyelidikan epidemiologi (PE) yaitu pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaaan jentik di rumah penderita/tersangka dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter (di rumah penderita dan 20 rumah sekitarnya) serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Dari hasil PE bila ditemukan penderita DBD lain atau ada jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas > 3 orang maka dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai 3 M Plus, tindakan larvasidasi, pengasapan/fogging focus. Apabila tidak ditemukan maka hanya melakukan penyuluhan dan kegiatan 3M Plus. Dalam hal pemberantasan vektor, langkah kegiatannya meliputi Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan cara 3 M Plus dan pemeriksaan jentik berkala (PJB) tiap 3 bulan sekali tiap desa/kelurahan endemis pada 100rumah/bangunan dipilih secara acak (random sampling) yang merupakan evaluasi hasil kegiatan PSN DBD yang telah dilakukan masyarakat. Kegiatan in harus ditunjung dengan pelaksanaan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan tentang penyakit demam berdarah dengue serta kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara aktif yaitu melalui supervisi dan secara pasif melalui laporan hasil kegiatan. 7 Upaya intervensi nyamuk antara lain: 3 1) Intervensi lingkungan Modifikasi lingkungan yaitu upaya pengelolaan lingkungan yang meliputi perubahan fisik yang bersifat permanen terhadap lahan, benda air, dan 10

tanaman yang bertujuan mencegah, menghilangkan, atau mengurangi habitat perkembangbiakan vektor tanpa menurunkan kualitas hidup manusia. Manipulasi lingkungan yaitu suatu upaya pengelolaan lingkungan yang meliputi kegiatan perencanaan untuk mengubah kondisi nyang bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan bagi perkembangan vektor. Mengupayakan perubahan perilaku dan tempat tinggal manusia, yaitu sebagai usaha untuk megurangi kontak antara manusia dan vektor. 2) Intervensi biologis Intervensi biologis adalah suatu upaya untuk mengurangi populasi vektor dengan memanfaatkan organisme hidup atau produknya yang biasa disebut sebagai agen biologis untuk pengendalian vektor seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, predator ikan pemakan jentik. 3) Intervensi kimiawi Intervensi kimiawi adalah suatu upaya untuk mengurangi populasi vektor dengan menggunakan pestida, larvasida dll. 11

BAB III OPTIMALISASI KEGIATAN PEMERIKSAAN JENTIK BERKALA DI WILAYAH KERJA PELABUHAN KAMPUNG DALAM PEKANBARU - 3.1 Kegiatan Optimalisasi Metode yang digunakan dalam upaya optimalisasi ini adalah metode Plan, Do, Check, and Action (PDCA cycle) yang didasari atas masalah yang dihadapi (problem-faced) ke arah penyelesaian masalah (problem solving).: 14 3.1.1 Plan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) adalah Unit Pelaksana Teknis dilingkungan Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. KKP dipimpin oleh Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Dibantu oleh Kasubbag TU, Kasi Karantina, Surveilens Epidemiologi (SE) dan Upaya kesehatan, Kasi Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL). Tetapi untuk KKP Pekanbaru SE belum ada. Kantor Kesehatan Pelabuhan Melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensi wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas. Tugas pokok dan fungsi KKP antara lain: 1. Pelaksana kekarantinaan Pelaksanaannya disesuaikan dengan International Health Regulations dan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yakni: UU No 1 tentang Karantina Laut dan UU No.2 tentang Karantina Udara. 2. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh KKP tidak lagi terbatas mengenai Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), tetapi juga penyakit tidak menular, seperti penyakit degeneratif, karena fungsi KKP mulai 12

berkembang menjadi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL). 3. Pelaksana pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan dan lintas batas darat Negara. 4. Pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular potensi wabah. 5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi dan kimia. Misalnya: pelaksanaan pengamanan terhadap bahaya terorisme yang menggunakan senjata nuklir, biologi dan kimia. 6. Simpul jejaring survailans epidemiologi regional, nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas internasional. 7. Fasilitasi, advokasi kesiap-siagaan dan penanggulangan KLB dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk kesehatan haji. 8. Pelaksanaan, fasilitasi, advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas barat negara. 9. Pelaksana pemberian sertifikat obat, makanan, kosmetik. dan alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) eksport, dan pengawasan dokumen kesehatan OMKABA import. 10. Pelaksana pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya. 11. Pelaksana pemberian pelayanan kesehatan di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas barat negara. 12. Pelaksanaan jaringan informasi dan teknologi bidang kesehatan di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas barat negara. 13. Pelaksana jejaring kerja dan kemitraan bidang di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas barat negara. 14. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian resiko lingkungan dan surveilans kesehatan pelabuhan 15. Pelaksana pelatihan teknis bidang kesehatan di lingkungan bandara, pelabuhan, dan lintas batas negara. 16. Pelaksana ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP. 13

Saat ini KKP Pekanbaru merupakan KKP kelas II. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356/Menkes/per/iv/2008 pasal 23 tentang organisasi dan tata kerja kantor kesehatan pelabuhan, KKP Kelas II terdiri dari: a. Sub bagian Tata Usaha; b. Seksi Pengendalian Karantina dan SE; c. Seksi PRL; d. Seksi Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah; e. Instalasi; f. Wilayah Kerja; g. Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas seksi PRL berdasarkan pasal 27 Kepmenkes tersebut antara lain melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan, dan koordinasi pelaksanaan pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pembinaan sanitasi lingkungan, jejaring kerja, kemitraan, kajian dan pengembangan teknologi serta pelatihan teknis bidang pengendalian risiko lingkungan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara. Seksi PRL mempunyai program-program sebagai berikut : 1. Pemeriksaan dan pengawasan air 2. Pemeriksaan dan pengawasan makanan 3. Pemeriksaan dan pengawasan gedung, bangunan dan perusahaan 4. Pemeriksaan dan pengawasan kapal Sanitasi lingkungan 5. Survey larva aedes aegypti 6. Survey kepadatan lalat 7. Survey nyamuk malam 8. Pemasangan perangkap tikus Program pengendalian vektor 9. Abatisasi 10. Fogging Program pemberantasan 11. Kemitraan 14

Seksi PRL KKP Pekanbaru terdiri atas 12 petugas, yaitu satu orang Kepala seksi PRL dan 11 petugas, dimana satu petugas bertanggungjawab atas satu program PRL. Kegiatan Plan dimulai pada bulan Desember 2008 yaitu melalui kegiatan observasi, wawancara dan pengambilan data sekunder. Observasi dilaksanakan melalui pendekatan program pada unit kerja PRL KKP Pekanbaru. Setelah itu dilakukan wawancara dengan petugas kesehatan di bidang PRL serta mengambil data mengenai pelaksanaan kegiatan PRL KKP Pekanbaru dari awal bulan Januari 2008 hingga Oktober 2008. Hasil observasi dan wawancara kemudian didiskusikan dengan pembimbing untuk menentukan permasalahan dalam kegiatan pemeriksaaan jentik berkala untuk dilakukan perbaikan. 3.1.2 Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah dilakukan dengan cara : 1. Observasi langsung kegiatan pemeriksaan jentik 2. Wawancara dengan staf di unit kerja PRL KKP Pekanbaru serta dengan masyarakat di daerah buffer dan perimeter Pelabuhan Kampung Dalam Pekanbaru. 3. Data sekunder mengenai profil laporan kegiatan Unit Kerja PRL KKP Pekanbaru mengenai kegiatan pemeriksaan jentik berkala, khususnya di wilayah kerja Pelabuhan Kampung Dalam. Berikut ini adalah beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi pada program PRL KKP Pekanbaru. Tabel 3.1 Masalah yang ditemukan pada program PRL KKP Pekanbaru. No Aspek yang dinilai Masalah Evidence Based 1 Pemeriksaan dan Kegiatan berjalan Dari wawancara dengan Pengawasan air dengan baik setiap petugas PRL, kegiatan bulannya, tetapi hanya pemeriksaan dan pemeriksaan makroskopis serta pengawasan air dilakukan secara rutin tiap bulan, dari pemeriksaan secara hsil pemeriksaan kimia air kimia saja. Tidak hampir 90% dalam batas dilakukan pemeriksaan normal, namun biologis pemeriksaan mikrobiologis tidak dapat dilakukan karena membutuhkan alat 15

2 Pengawasan gedung bangunan dan perusahaan (Sanitasi lingkungan) 3 Pemeriksaan dan pengawasan makanan 4 Survei larva/jentik nyamuk 5 Pemeriksaan nyamuk malam hari Kegiatan berjalan dengan baik setiap bulannya. Umumnya sanitasi gedung/bangunan pelabuhan cukup baik dan tidak ada masalah yang berarti. Kegiatan berjalan dengan baik setiap bulannya. Namun masih banyak lalat ditemukan di beberapa restauran yang diperiksa serta para penyedia makanan tidak menggunakan sarung tangan serta penutup kepala. Masih banyak terdapat jentik nyamuk pada beberapa rumah. Pemeriksaan tidak dilakukan pada seluruh rumah yang berada di daerah perimeter dan buffer pelabuhan. Masih banyak terdapat nyamuk baik di dalam dan di luar rumah. Pemeriksaan nyamuk malam hari dilakukan hanya 3 jam yaitu mulai pukul 19.00 hingga 22.00. khusus dan harganya cukup mahal. Dari data laporan hasil kegiatan PRL: 90% air pada rumah yang diperiksa secara kimia dalam batas normal Dari wawancara dengan petugas PRL, kegiatan dilaksanakan setiap bulannya. Umumnya sanitasi gedung/ bangunan pelabuhan cukup baik dan tidak ada masalah yang berarti. Dari data laporan hasil kegiatan PRL: 90% gedung yang diperiksa smemiliki sanitasi yang baik Dari wawancara dengan petugas PRL, kegiatan dilaksanakan setiap bulannya. Lalat ditemukan di beberapa restauran yang diperiksa serta para penyedia makanan tidak menggunakan sarung tangan serta penutup kepala. Berdasarkan observasi langsung di lapangan, masih banyak terdapat jentik nyamuk pada beberapa rumah serta pemeriksaan tidak dilakukan pada seluruh rumah yang berada di daerah perimeter dan buffer pelabuhan. Berdasarkan observasi langsung di lapangan, masih banyak nyamuk baik di dalam/luar rumah. Bedasarkan wawancara dengan petugas PRL, prosedur untuk survei nyamuk malam dilakukan 16

6 Survei kepadatan lalat Masih banyak terdapat lalat baik di dalam dan di luar rumah mulai pukul 18 sore hingga esok hari pukul 07.00 pagi Berdasarkan observasi langsung di lapangan, masih banyak terdapat lalat di dalam/ luar rumah. 3.1.3 Penentuan Prioritas Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut, ditetapkan satu prioritas masalah yang dipilih berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan seleksi. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan sistem seleksi yang menggunakan dua unsur, yaitu kriteria (urgensi/kepentingan, solusi, kemampuan anggota mengubah, dan biaya) dan skor (nilai 1, 2, dan 3). 1. Urgensi / kepentingan a. Nilai 1 tidak penting b. Nilai 2 penting c. Nilai 3 sangat penting 2. Solusi a. Nilai 1 tidak mudah b. Nilai 2 mudah c. Nilai 3 sangat mudah 3. Kemampuan anggota mengubah a. Nilai 1 tidak mudah b. Nilai 2 mudah c. Nilai 3 sangat mudah 4. Biaya a. Nilai 1 tinggi b. Nilai 2 sedang c. Nilai 3 rendah Kriteria dan skor ditetapkan berdasarkan kesepakatan penulis. Total skor dari masing-masing kriteria merupakan penentu prioritas masalah, yaitu masalah dengan total paling tinggi sebagai ranking pertama dalam dan menjadi prioritas masalah untuk dicari penyelesaian masalahnya. 17

Tabel 3.2 Penilaian prioritas masalah pada unit kerja PRL KKP Pekanbaru. No Kriteria masalah 1 Kurang optimalnya Pemeriksaan dan Pengawasan air 2 Kurang optimalnya Pemeriksaan dan pengawasan gedung bangunan 3 Kurang optimalnya Pemeriksaan dan pengawasan makanan 3 Kurang optimalnya pengendalian vektor nyamuk (termasuk jentik nyamuk) 4 Kurang optimalnya pengendalian vektor lalat Urgensi Solusi Kemampuan untuk mengubah Biaya Total Rank 2 1 1 1 2 IV 1 1 1 1 1 V 2 2 2 2 16 III 3 3 3 2 54 I 2 3 3 2 36 II 3.1.4 Analisis Penyebab Masalah Setelah ditetapkan prioritas masalah berdasarkan sistem seleksi di atas, dilakukan analisis penyebab masalah dari berbagai aspek, yaitu man, material, market, dan methode yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan data sekunder. Berikut adalah penyebab-penyebab kurang optimalnya program pengendalian vektor nyamuk pada unit kerja PRL KKP Pekanbaru. 18

Tabel 3.3. Analisis Penyebab Masalah No Masalah 1 Kurang optimalnya program pengendalian vektor nyamuk Penyebab timbulnya masalah Man Kurangnya petugas kesehatan pada dua unit kerja PRL Evidence Based Observasi Hanya ada satu petugas yang bertanggung jawab pada seksi PRL pemeriksaan nyamuk malam hari, dan satu penangungjawab pemeriksaan jentik. Jumlah petugas yang turun pada pemeriksan nyamuk malam 4 orang, sehingga pemeriksaan naymuk malam tidak dapat dilakukan hingga pagi hari Material Tidak ada flipchart, media penyuluhan dan brosur DBD, malaria dan penyakit lain yang ditularkan nyamuk Methode Pemeriksaan nyamuk malam hari tidak sesuai prosedur Kurangnya koordinasi Observasi Tidak ditemukan flipchart, media penyuluhan, dan brosur DBD malaria dan penyakit lain yang ditularkan nyamuk Observasi Pemeriksaan nyamuk dimulai dari jam 19.00 sampai jam 22.00, seharusnya dimulai dari pukl 18.00 hingga pukul 06.00 Wawancara 19

antara KKP Puskesmas RS DKK masyarakat dalam sistem pelaporan dan penanggulangan DBD. Kurang terjalin kerjasama antara KKP-Puskesmas- DKK dalam pengendalian vektor nyamuk. Foging dilakukan oleh KKP dan DKK secara tersendiri tanpa melaui koordinasi terlebih dahulu. Tidak jelas siapa yang menjadi penangguang jawab jika terjadi kasus DBD,apakah KKP atau Puskesmas setempat Wawancara Banyak masyarakat yang menolak saat rumahnya akan diperiksa Observasi Masih banyak masyarakat yang tidak mau rumahnya diperiksa Market Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit yang ditimbulkan nyamuk serta cara pencegahannya. Masih banyak masyarakat yang menolak Wawancara: Biaya operasional untuk program kegiatan pengendalian vektor nyamuk masih terbatas 20

rumahnya diperiksa petugas Money Masih terbatasnya dana untuk pengendalian vektor nyamuk 21

Berikut ini merupakan hubungan keempat faktor penyebab masalah yang ditampilkan dalam bentuk Fishbone Ishikawa. MATERIAL MAN Petugas kurang Kurangnya pengetahuan masyarakat Flipchart, media penyuluhan, brosur tidak ada Kurangnya koordinasi Puskesmas RS DKK masyarakat Program Pengendalian vektor nyamuk belum optimal MARKET Pelaksanaan tidak sesuai prosedur Kurangnya dana operasional METHODE MONEY Gambar 4. Fishbone analysis Ishikawa 22

3.2 Definisi Operasional Berikut ini adalah definisi operasional dari beberapa istilah yang digunakan dalam kegiatan optimalisasi pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja KKP Pekanbaru. 1. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) adalah Unit Pelaksana Teknis dilingkungan Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2. Vektor penyakit adalah serangga atau arthropoda penyebar penyakit. Yang termasuk ke dalam vektor antara lain nyamuk, lalat, kecoa, tikus dan pinjal. Pada kegiatan ini yang menjadi vektor penyakit adalah nyamuk. 3. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk A.aegypti atau A. albopictus, yang ditandai demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, gelisah, nyeri ulu hati, disertai bintik perdarahan di kulit, kadang mimisan, muntah darah, bahklan dapat berakibat kematian. 4. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit jenis Plasmodium ditandai demam berkala, menggigil dan berkeringat, yang ditularkan oleh nyamuk genus Anopheles. 5. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filarial. 6. Chikungunya adalah penyakit menular sejenis demam disertai nyeri otot yang bersifat yang disebabkan oleh Alvavirus yang ditularkan oleh beberapa jenis nyamuk yaitu A.Aegypti, A.albopictus, Culex fatigans dan Mansonia sp. 7. Encephalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat. 23

3.1.5. Alternatif Pemecahan Masalah Langkah selanjutnya setelah analisis penyebab masalah adalah penetapan alternatif pemecahan masalah untuk mendapatkan solusi terbaik dalam optimalisasi pengendalian vektor nyamuk di wilayah kerja Pelabuhan Kampung Dalam Tabel 3.4. Alternatif Pemecahan Masalah Masalah Penyebab Masalah Alternatif pemecahan masalah Tujuan Sasaran Tempat Pelaksana kegiatan Waktu Kriteria keberhasilan Pengen dalian vektor nyamuk di Jumlah Petugas bagian PRL kurang Merekomendasikan agar dilakukakan penambahan petugas Petugas untuk kegiatan pengendalian vektor nyamuk cukup Kepala Dinas KKP KKP Dokter muda KKS Desember 2008 Penambahan jumlah petugas wilayah kerja Pelabuhan Kampung Dalam Tidak ada flipchart, media penyuluhan dan brosur DBD, malaria dan penyakit lain yang ditularkan nyamuk Membuat flipchart, media penyuluhan dan brosur Tersedianya flipchart, media penyuluhan dan brosur DBD Seksi PRL KKP Dokter muda KKS Desember 2008 Tersedia flipchart penyuluhan dan brosur DBD 0

Pemeriksaan nyamuk malam hari tidak sesuai prosedur Menyarankan agar pemeriksaan nyamuk malam hari sesuai prosedur Hasil pemeriksaan nyamuk malam hari lebih bermakna Seksi PRL Pelabuhan Kampung Dalam Dokter muda KKS Desember 2008 Pemeriksaan nyamuk malam hari sesuai prosedur Kurangnya koordinasi antara KKP Puskesmas RS DKK masyarakat dalam sistem pelaporan dan penanggulangan DBD Menyarankan agar terbina koordinasi antara KKP Puskesmas RS DKK masyarakat dalam pelaporan penanggulangan DBD. sistem dan Pelaksanaan kgiatan tidak tumpang tindih KKP Puskesmas DKK KKP Dokter muda KKS Desember 2008 Adanya koordinasi yang baik antara KKP Puskesmas DKK Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit yang ditimbulkan nyamuk serta cara pencegahannya. Memberikan penyuluhan, menyebarkan brosur Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat Masyarakat kampung dalam Pelabuhan Kampung Dalam Dokter muda KKS Desember 2008 Menurunkan kasus penyakit yang disebabkan nyamuk 1

Masih banyak masyarakat yang menolak rumahnya diperiksa petugas Memberikan penjelasan mengenai tujuan pemeriksaan Masyarakat mengerti tujuan dilakukakan pemeriksaan Masyarakat Kampung Dalam Pelabuhan Kampung Dalam Dokter muda KKS Desember 2008 Masyarakat bersedia rumahnya diperiksa Masih terbatasnya dana untuk pengendalian vektor nyamuk Menambah alokasi dana Terlaksana kegiatan Kepala dinas KKP KKP Dokter muda KKS Desember 2008 Kegiatan operasional dapat terlaksana 2

DAFTAR PUSTAKA 1. Petunjuk Teknis Pengendalian Resiko Lingkungan. Kantor Kesehatan Pelabuhan. 42-58 2. Studi Kasus. Waspadai Penyakit Bersumber Nyamuk http://www.ajago.blogspot.htm [diakses Desember 2008] 3. Buku Laporan Kegiatan Pengendalian Resiko Lingkungan Tahun 2007 4. Ririh Y dan Anny V. Hubungan Kondisi Lingkungan Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di Daerah Endemis DBD Surabaya. http://www.journal.unair.ac.id/filerpdf/kesling- 1-2-08.pdf.id [diakses Desember 2008] 5. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.arbovirus.health.nsw.go v.au/areas/arbovirus/mosquit/photos/aedes_aegypti_larvae2.jpg&imgrefurl [diakses Desember 2008] 6. Penyakit-Penyakit yang Ditularkan Nyamuk. http://www.dinkesjatim.go.id go.id/images/datainfo/200501031458-selpandnyamuk.pdf [diakses Desember 2008] 7. Depkes RI. Kesehatan dan Indonesia sehat 2010. www.depkes.go.id [diakses Desember 2008] 0