PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 134 TAHUN 2007 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 126 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BERITA DAERAH KOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJASAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA KENDARI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, DAN PENGEMIS

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemeri

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAMBI NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KORBAN PASUNG PSIKOTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG BUPATI PATI,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PASUNG DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PUSAT PELAYANAN TERPADU DAN RUMAH AMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

Transkripsi:

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 134 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN SOSIAL TERHADAP KORBAN TINDAK KEKERASAN DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa tindakan kekerasan merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang harus dicegah, oleh karena itu Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta wajib memberikan rasa aman dan tenteram dari segala bentuk kekerasan terhadap orang kelompok, atau keluarga dari tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan. sebagai upaya pencegahan terhadap tindakan kekerasan, perlu menetapkan peraturan Gubernur tentang Penanggulangan Sosiai Terhadap Korban Tindak Kekerasan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Mengingat - : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convenlicn Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment cr Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan martabat manusia; 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerinthan Daerah Kabupaten/Kota; 10. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 11. Keputusan Gubernur Nomor 13 Tahun 2002 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 12. Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 13. Keputusan Gubernur Nomor 66 Tahun 2004 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Satuan Perlindungan Masyarakat di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENANGGULANGAN SOSIAL TERHADAP KORBAN TINDAK KEKERASAN DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

3. Sekretaris Daerah, yang selanjutnya disebut Sekda, adalah Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut Dinas Bintal dan Kesos adalah Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Kepala Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahtaraan Sosial yang selanjutnya disebut Kepala Dinas Binta! dan Kesos adalah Kepala Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 8. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 9. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 10. Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adalah Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 11. Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adalah Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 12. Biro Administrasi Kesejahteraan Masyarakat, selanjutnya disebut Biro Kesmas, adalah Biro Administrasi Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 13. Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Masyarakat, selanjutnya disebut Kepala Biro Kesmas, adalah Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 14. Panti Sosial Perlindungan adalah panti yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi korban tindak kekerasan, dan orang terlantar. 15. Korban Tindak kekerasan adalah orang perseorangan, keluarga atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, pemerkosaan dan kekerasan dari pihak manapun, sehingga mengakibatkan penderitaan atau fungsi sosialnya terganggu.

16. Penanggulangan sosial adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mencegah terjadinya kekerasan atau melakukan pelayanan atau pemerkosaan sebagai akibat dari tindakan kekerasan terhadap orang, kelompok, atau keluarga, melindungi korban kekerasan, serta menindak pelaku kekerasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 17. Tindakan kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, kelompok atau keluarga, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik/mental/sosial, pemerkosaan, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum atau bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, sehingga berdampak trauma psikososial bagi korban. 18. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 19. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 20. Orang terlantar adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat yang mengalami kehabisan bekal perjalanan sebelum mencapai tujuan perjalanannya atau tersesat dan/atau mengalami kecelakaan/perawatan dan/atau meninggal dunia yang memerlukan bantuan sosial. 21. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penanggulangan sosial terhadap korban tindakan kekerasan dilaksanakan berdasarkan asas : a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. non diskriminasi; dan d. perlindungan korban.

Pasal 3 Penanggulangan sosial terhadap korban tindak kekerasan bertujuan : a. mencegah segala bentuk tindak kekerasan; b. melindungi korban kekerasan; dan c. menanggulangi dan mengurangi masalah sosial yang diderita korban tindak kekerasan. BAB III KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan tindakan kekerasan dan bantuan perlindungan terhadap korban tindak kekerasan. (2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah diketahui sendiri oleh aparat/pejabat Dinas Bintal dan Kesos, atau adanya laporan dari Pasal 5 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Pemerintah Daerah : a. merumuskan kebijakan tentang penanggulangan sosial dan pencegahan tindak kekerasan dan pemberian bantuan perlindungan; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang tindak kekerasan; c. menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang tindak kekerasan; dan d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan serta menetapkan standar pelayanan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Bintal dan Kesos dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainnya. Pasal 6 Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, Dinas Bintal dan Kesos dapat melakukan upaya :

a. Penyediaan tempat penampungan pada panti-panti Dinas Bintal dan Kesos; b. Penyediaan petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan; c. Penyediaan petugas dari Dinas Bintal dan Kesos; d. Penyediaan petugas pembimbing rohani dari Kantor Wilayah Departemen Agama dan Badan Pembinaan Rohani; dan e. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak lain yang mudah diakses oleh korban. Pasal 7 Untuk menyelenggarakan upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kepala Dinas Bintal dan Kesos dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya. Pasal 8 Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya tindak kekerasan wajib melakukan upaya sesuai dengan kemampuannya untuk : a. mencegah berlangsungnya tindak kekerasan; b. memberikan perlindungan kepada korban; c. memberikan pertolongan darurat; d. membantu untuk menyampaikan dan/atau mengantarkan korban tindak kekerasan kepada Kepala Dinas Bintal dan Kesos; dan e. menginformasikan kepada Kepolisian atas kejadian tindak kekerasan. BAB IV BANTUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK KEKERASAN Bagian Kesatu Bantuan Perlindungan di Jalan Pasal 9 Petugas Dinas Tramtib dan Linmas yang mengetahui adanya korban tindak kekerasan dengan segera untuk : a. Mengamankan, mencatat dan menyampa kan informasi kejadian tindak kekerasan kepada Kepala Dinas Bintal dan Kesos.

b. Apabila diperlukan dan dalam keadaan kondisi fisik korban yang gawat darurat dan perlu segera penanganan medis, mengantarkan ke rumah sakit. Baik Rumah Sakit Pemerintah atau Rumah Sakit swasta. c. Menginformasikan kepada kepolisian atas tindak kekerasan yang dialami oleh korban tindak kekerasan. Bagian Kedua Bantuan Perlindungan Oleh Dinas Bintal dan Kesos Pasal 10 Petugas Dinas Bintal dan Kesos atau Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya memberikan perlindungan terhadap korban tindak kekerasan berupa : a. menjemput korban tindak kekerasan di lokasi tempat kejadian tindak kekerasan setelah menerima informasi dari Dinas Tramtib dan Linmas, masyarakat atau pihak lainnya untuk menerima perlindungan dan bantuan yang diperlukan oleh korban tindak kekerasan ke rumah sakit atau puskesmas; b. menjemput orang terlantar korban tindak kekerasan yang dinyatakan sehat oleh dokter dari rumah sakit yang bersangkutan ke panti binaan Dinas Bintal dan Kesos; c. perawatan/pemeliharaan selama masa hamil kepada korban akibat pemerkosaan pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos bagi orang terlantar d. membantu mengurus akta kelahiran anak dari korban pemerkosaan, dan persyaratannya yang diperlukan antara lain : 1) surat keterangan dari kepolisian yang menerangkan bahwa korban benar-benar mengalami pemerkosaan; 2. surat keterangan dari rumah sakit yang menerangkan bahwa pasien adalah korban tindak kekerasan dan benar-benar telah melahirkan di rumah sakit yang bersangkutan. e. perawatan/pemeliharaan kesehatan, makanan, pakaian yang layak bagi bayi yang lahir hasil dari pemerkosaan pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos bagi orang terlantar. f. perawatan/pemeliharaan kepada korban yang menderita gangguan kejiwaan/gangguan psikologis pada panti bagi orang terlantar; g- bimbingan rohani dan psikhiater untuk korban tindak kekerasan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d;

h. pemberian bantuan sandang dan pangan pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos bagi orang terlantar; i. mengantarkan korban tindak kekerasan ke rumah sakit yang diperlukan selama masa perawatan/pemeliharaan kesehatan secara rutin bagi orang terlantar yang ada pada panti Dinas Bintal dan Kesos; j. melaporkan kepada kepolisian atas kejadian tindak kekerasan kepada aparat kepolisian dalam hal belum adanya laporan dari pihak manapun; k. memberikan bantuan advokasi kepada korban atau mendampingi korban selama masa pemeriksaan atau penyidikan dari aparat kepolisian bagi orang terlantar pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos; I. memberikan bantuan advokasi kepada korban sebelum menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, yakni membacakan hal-hal yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan untuk didengar dan diperhatikan oleh korban, secara keseluruhan, lengkap dan utuh bagi orang terlantar yang ada pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos; dan m. dalam hal adanya kendala untuk memberikan bantuan advokasi kepada korban, petugas Dinas Bintal dan Kesos dapat berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Biro Hukum, bagi orang terlantar yang ada pada panti binaan Dinas Bintal dan Kesos. Pasal 11 Kepala Dinas Bintal dan Kesos bertanggungjawab atas penyantunan, rehabilitasi sosial dan penyaluran kembali ke masyarakat atas eks penderita psikotik. Pasal 12 (1) Petugas Dinas Bintal dan Kesos atau Petugas Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya wajib memberikan kemudahan pelayanan kepada korban tindak kekerasan yang ingin pulang ke daerah asal berupa : a. membelikan tiket transportasi untuk pulang ke daerah asal; b. menyerahkan tiket, surat keterangan perjalanan, studi kasus dari orang terlantar korban tindak kekerasan yang bersangkutan kepada petugas jasa transportasi; dan c. memberi bekal uang makan dan uang saku dalam perjalanan kepaida orang terlantar yang bersangkutan. (2) Petugas yang melaksanakan tugas pemulangan ke daerah asal orang terlantar korban tindak kekerasan, harus diberikan surat tugas dari Kepala Dinas Bintal dan Kesos atau Kepala Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya.

Pasal 13 Petugas Dinas Bintal dan Kesos atau Petugas Sudin Bintal dan Kesos Kotamadya dalam memberikan pelayanan kepada korban tindak kekerasan wajib melakukan kegiatan administrasi pada panti-panti, yang meliputi : a. mengadakan identifikasi dan registrasi; b. memberikan motivasi dan menentukan jenis bantuan; dan c. membuat studi kasus yang ditandatangani. Pasal 14 (1) Apabila orang terlantar korban tindak kekerasan yang telah sehat dan benar-benar pulih meminta untuk dipulangkan ke daerah asal, Kepala Dinas Bintal dan Kesos atau Kepala Suku Dinas Bintal dan Kesos harus memberikan tiket transportasi dengan harga kelas ekonomi untuk semua jenis transportasi dalam satu kali perjalanan untuk wilayah Pulau Jawa. (2) Apabila orang terlantar korban tindak kekerasan yang telah sehat dan benar-benar pulih meminta untuk dipulangkan ke daerah asal, Kepala Dinas Bintal dan Kesos atau Kepala Suku Dinas Bintal dan Kesos harus memberikan tiket transportasi dengan harga kelas ekonomi untuk semua jenis transportasi dalam satu kali perjalanan untuk wilayah di luar Pulau Jawa. (3) Besarnya uang makan dan uang Suku Dinas dalam perjalanan ke daerah asal atau daerah tujuan sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan Gubernur ini. Pasal 15 Petugas Dinas Bintal dan Kesos dan/atau Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya membuat surat keterangan perjalanan yang ditandatangani Kepala Dinas Bintal dan Kesos atau Kepala Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya untuk tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Pasal 16 (1) Honorarium bagi petugas Dinas Bintal dan Kesos yang melakukan pengurusan, perawatan/pemeliharaan dan pembinaan dan pemulangan ke daerah asal terhadap orang terlantar korban tindak kekerasan meliputi transpor dan uang makan. (2) Honorarium petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD pada Pos Anggaran Dinas Bintal dan Kesos.

Pasal 17 Seluruh kegiatan pelayanan dan bantuan sosial pemulangan ke daerah asal dari orang terlantar korban tindak kekerasan harus dibuat pertanggungjawaban oleh Kepala Dinas Bintal dan Kesos atau Kepala Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya dengan didukung bukti-bukti administratif berupa : a. fotokopi studi kasus; b. fotokopi surat keterangan perjalanan; c. fotokopi surat keterangan dari Kepolisian; d. fotokopi surat tanda terima penyerahan orang terlantar dari petugas jasa transportasi; dan e. fotokopi surat tanda terima uang makan dan uang saku perjalanan dari orang terlantar yang bersangkutan. Pasal 18 Dalam memberikan pelayanan kepada korban tindak kekerasan, Bintal dan Kesos harus : Dinas a. melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban; b. mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat penampungan; c. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak Kepolisian, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Pasal 19 Dalam memberikan pelayanan, Dinas Bintal dan Kesos, dapat: a. menginformasikan kepada korban akan haknya untuk menunjuk seorang atau beberapa orang petugas sebagai pendamping selama masa perawatan/pemeliharaan kesehatan; b. memberikan rasa aman kepada korban tindak kekerasan; c. menjamin kebutuhan makanan selama masa perawatan/pemeliharaan dan bimbingan rohani.

Pasal 20 Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c harus memberikan nasihat yang bersifat keagamaan sesuai dengan agama yang dianut oleh korban tindak kekerasan untuk menguatkan iman dan takwa kepada korban. Pasal 21 Untuk mendukung penanganan korban tindak kekerasan, selain menjadikan panti dan rehabilitasi sosial sebagai tempat pemulihan, pelayanan, Dinas Bintal dan Kesos harus membentuk pusat trauma (Trauma Center). Bagian Ketiga Bantuan Perlindungan Pelayanan Kesehatan Pasal 22 (1) Korban tindak kekerasan yang mengalami sakit dan/atau luka-luka dapat diberikan pelayanan kesehatan. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Puskesmas, RSUD dan rumah sakit lain yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan berupa pemeriksaan, pengobatan dan pelayanan kesehatan. Pasal 23 Kepala Dinas Kesehatan memberikan bantuan pelayanan kesehatan terhadap korban tindak kekerasan dalam bentuk : a. Pelayanan kesehatan, apabila mengalami luka-luka, dan sakit akibat penganiayaan di rumah sakit Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provisni DKI Jakarta; b. Pelayanan Kesehatan kehamilan akibat pemerkosaan, di rumah sakit Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provisni DKI Jakarta; c. Pelayanan Kesehatan kepada anak yang lahir hasil dari pemerkosaan, khususnya selama masa balita, bagi orang terlantar.

Pasal 24 (1) Rumah Sakit Jiwa Jakarta berkewajiban menerima dan memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban tindak kekerasan, yang dikirim oleh Dinas Bintal dan Kesos atau Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya, serta Dinas Kesehatan. (2) Apabila pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Jakarta dianggap cukup dan dinyatakan oleh surat keterangan dokter telah sembuh, Rumah Sakit Jiwa Jakarta menyerahkan orang tersebut ke Panti Laras I Cengkareng Barat dan Panti Laras II Cipayung, dengan terlebih dahulu mendapat surat pengantar dari Kepala Dinas Bintal dan Kesos. Pasal 25 (1) Setiap rumah sakit pemerintah atau swasta dan Puskesmas berkewajiban menerima dan memberikan pelayanan, baik pertolongan, pemeriksaan dan/atau perawatan terhadap pasien korban tindak kekerasan. (2) Apabila pelayanan kesehatan terhadap pasien korban tindak kekerasan dianggap cukup dan tidak memerlukan tindakan medis lebih lanjut, maka orang tersebut oleh rumah sakit yang bersangkutan dapat diserahkan kepada Dinas Bintal dan Kesos untuk diberikan bantuan dan perlindungan yang dibutuhkan dan ditangani sesuai dengan jenis dan tingkat masalah sosialnya. (3) Apabila pelayanan kesehatan belum dianggap cukup dan masih memerlukan perawatan dan tindakan medis lainnya tetap dirawat di rumah sakit bersangkutan kecuali: a. bagi pasien korban tindak kekerasan berstatus gawat darurat uji tidak dapat diatasi dari rumah sakit ditempat perawatan pertama, oleh rumah sakit bersangkutan dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo; b. bagi korban tindak kekerasan yang menderita sakit gangguan jiwa (psikotik), oleh rumah sakit yang bersangkutan dikirim ke Rumah Sakit Jiwa Jakarta; c. bagi pasien penderita sakit TBC Paru-paru oleh rumah sakit yang bersangkutan dikirim ke RSUP Persahabatan; d. bagi pasien penderita penyakit kronis lainnya akan dirawat di tempat perawatan khusus yang pengaturannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Pasal 26 Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban tindak kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 rumah sakit harus :

a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya. b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan fotokopi visum et repertum dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. i Bagian Keempat Bantuan Perlindungan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pasal 27 (1) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil wajib memberikan perlindungan terhadap korban tindak kekerasan dalam bentuk pengurusan dan penerbitan akta kelahiran anak yang lahir hasil dari pemerkosaan korban tindak kekerasan, dengan melampirkan persyaratan : a. surat keterangan kelahiran dari rumah sakit; b. surat laporan kelahiran dari Kelurahan: c. fotokopi K K/KTP; d. surat peryataan bahwa anak tersebut lahir diluar perkawinan, jika korban perkosaan tersebut tidak menikah. (2) Pengurusan dan penerbitan akta kelahiran sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dikenakan pungutan biaya apapun. BAB V PEMULIHAN KORBAN Pasal 28 Dalam hal korban memerlukan perawatan, Dinas Bintal dan Kesos dan Dinas Kesehatan wajib : a. memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban; dan b. memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban. Pasal 29 ; Dalam rangka pemulihan terhadap korban, Dinas Bintal dan Kesos dapat bekerja sama dengan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani.

BAB VI PEMAKAMAN KORBAN TINDAK KEKERASAN Pasal 30 (1) Setiap korban tindak kekerasan yang wafat harus dimakamkan oleh Kantor Pelayanan Pemakaman berupa pengurusan jenazah meliputi memandikan, mengkafani, menyembahyangkan, menyediakan tempat pemakaman, pengangkutan dan penguburan jenazah. (2) Pengurusan pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diberikan kepada korban tindak kekerasan dalam hal : a. orang terlantar korban tindak kekerasan yang langsung wafat di jalanan, taman, pasar atau ditempat-tempat umum lainnya yang ditemukan oleh masyarakat, pengurus RT/RW, polisi atau instansi pemerintah; b. orang terlantar korban tindak kekerasan yang wafat ditempat pantipanti sosial antara lain Panti Werdha, Panti Laras, Panti Penyantunan Pengemis, Panti Usaha Mulya Cengkareng, Pantipanti Sosial dan Panti-panti lainnya yang sejenis, setelah adanya laporan dari petugas Dinas Bintal dan Kesos; dan c. orang terlantar korban tindak kekerasan yang meninggal di rumah sakit, setelah adanya laporan dari rumah sakit kepada Kantor Pelayanan Pemakaman. (3) Pengurusan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dikenakan pungutan biaya apapun. Pasal 31 Pelayanan pengurusan jenazah bagi orang terlantar korban tindak kekerasan yang wafat diberikan oleh Kantor Pelayanan Pemakaman dilakukan dengan ketentuan : a. bagi orang terlantar korban tindak kekerasan yang wafat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a setelah mendapat: 1) surat keterangan kepolisian; 2) surat hasil pemeriksaan visum et repertum dari rumah sakit yang menyatakan bahwa orang terlantar tersebut telah wafat. b. bagi pr#ig terlantar korban tindak kekerasan yang wafat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b, harus :

1) mendapat pemeriksaan di tempat, dan surat keterangan kematian dari Puskesmas. 2) surat keterangan kematian dari Lurah. c. bagi orang terlantar korban tindak kekerasan yang wafat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c harus mendapat: 1) surat keterangan kematian dari rumah sakit; 2) Surat keterangan kematian dari Lurah setempat. Pasal 32 (1) Kantor Pelayanan Pemakaman yang menerima laporan dan hasil pemeriksaan ditempat kejadian wafatnya orang terlantar dari Pos Polisi/Kantor Kepolisian setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a segera melakukan tindakan pengurusan dan mengangkut jenazah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk memperoleh surat keterangan visum et repertum. (2) Setelah diterbitkan surat keterangan visum et repertum dan surat keterangan kematian dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Kantor Pelayanan Pemakaman melakukan pengurusan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). '. Pasal 33 (1) Besarnya honorarium petugas pengurus jenazah meliputi transpor dan uang makan. (2) Honorarium petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk memandikan, mengkafani, menyembahyangkan, menyediakan tempat pemakaman, pengangkutan dan penguburan jenazah. (3) Honorarium petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dibebankan pada APBD pada Pos Anggaran Kantor Pelayanan Pemakaman. Pasal 34 Seluruh kegiatan pelayanan pengurusan jenazah bagi orang terlantar yang wafat harus dibuat pertanggungjawaban oleh Kepala Kantor Pelayanan Pemakaman atau dengan didukung bukti-bukti administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB VII SOSIALISASI Pasal 35 (1) Dinas Bintal dan Kesos harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap upaya penanggulangan dan pencegahan tindak kekerasan melalui: a. media cetak, media elektronik. b. seminar, lokakarya dan sejenisnya. (2) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas Bintal dan Kesos dan Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya harus melakukan sosialisasi kepada korban tindak kekerasan mengenai hak-hak korban tindak kekerasan setelah kondisi fisiknya pulih dan sehat. BAB VIII PELAPORAN Pasal 36 (1) Dinas Bintal dan Kesos berkewajiban membuat laporan yang memuat pelaksanaan pembinaan, pelayanan bagi korban tindak kekerasan. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggaran kegiatan sosialisasi kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; b. identitas korban tindak kekerasan, yakni nama, umur, tempat tanggal lahir, asal daerah korban, status nikah, agama, pekerjaan, nama suami/istri, nama anak, nama orang tua, pekerjaan, dan lainlainnya; c. maksud kedatangan ke Jakarta; d. uraian kejadian tindak kekerasan; e. jenis luka, sakit dan/atau penderitaan yang dialami; f. jenis pembinaan, pelayanan, pengurusan, selama dalam panti, dan nama panti tempat pembinaan yang diperoleh oleh korban; g. jenis pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang bersangkutan, dan jenis perawatan/pemeliharaan kesehatan yang diperoleh oleh korban;

h. hasil-hasil pembinaan, perawatan/pemeliharaan dan perkembangan korban tindak kekerasan selama berada dalam panti binaan Dinas Bintal dan Kesos; i. permasalahan, kendala atau hambatan yang dialami oleh petugas Dinas Bintal dan Kesos dan Suku Dinas Bintal dan Kesos Kotamadya, serta petugas panti. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setelah terhimpunnya laporan dari Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Kantor Pelayanan Pemakaman. Pasal 37 (1) Dinas Kesehatan berkewajiban membuat laporan yang memuat pelaksanaan pelayanan kesehatan korban tindak kekerasan. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. identitas korban tindak kekerasan, yakni nama, umur, tempat tanggal lahir, asal daerah korban, status nikah, agama, pekerjaan, nama suami/istri, nama anak, nama orang tua, pekerjaan, dan lainlainnya. b. jenis luka, sakit dan/atau penderitaan yang dialami. c. jenis pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang bersangkutan, dan jenis perawatan/pemeliharaan kesehatan yang diperoleh oleh korban. d. hasil-hasil pelayanan kesehatan dan perkembangan korban tindak kekerasan selama berada dalam penanganan Dinas Kesehatan atau rumah sakit yang bersangkutan; dan e. permasalahan, kendala atau hambatan yang dialami oleh petugas Dinas Kesehatan, serta petugas kesehatan di rumah sakit. Pasal 38 Dinas kependudukan dan Catatan Sipil berkewajiban membuat laporan yang memuat: a. jumlah akta kelahiran yang diterbitkan untuk anak dari korban pemerkosaan; b. nama, dan tempat lahir anak dari korban pemerkosaan; c. nama, agama, pekerjaan, alamat dari korban pemerkosaan; d. permasalahan, kendala atau hambatan yang dialami oleh petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Pasal 39 Kantor Pelayanan Pemakaman membuat laporan yang memuat: a. jumlah korban tindak kekerasan yang meninggal; b. tempat pemakaman korban tindak kekerasan; c. identitas korban tindak kekerasan; dan d. Permasalahan, kendala atau hambatan yang dialami oleh petugas Dinas Kesehatan, serta petugas kesehatan di Rumah Sakit. Pasal 40 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 34 harus disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernur dengan tembusan Sekda dan Biro Kesmas. (2) Khusus untuk Dinas Kesehatan, Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, dan Kantor Pelayanan Pemakaman selain menyampaikan Laporan kepada Sekda dan Biro Kesmas juga harus menyampaikan kepada Kepala Dinas Bintal dan Kesos. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 41 (1) Biaya pelayanan, pembinaan pemulihan selama korban tindak kekerasan bagi orang terlantar oleh Dinas Bintal dan Kesos atau Sudin Bintal dan Kesos serta biaya sosialisasi dibebankan pada APBD pada pos anggaran Dinas Bintal dan Kesos. (2) Biaya pelayanan kesehatan oleh Dinas Kesehatan dibebankan pada APBD pada pos anggaran Dinas Kesehatan. (3) Biaya pengurusan jenazah dan pemakaman oleh Kantor Pelayanan Pemakaman dibebankan pada APBD pada Pos anggaran Kantor Pelayanan Pemakaman. (4) Biaya pengurusan dan penerbitan akta kelahiran anak dari korban tindak kekerasan dibebankan pada APBD pada Pos Anggaran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

(5) Biaya pengamanan/penertiban pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh Dinas Tramtib dan Linmas dibebankan pada APBD pada Pos Anggaran Dinas Tramtib dan Linmas. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.