PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 148 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1990 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 64 Tahun : 2016

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 23 TAHUN 1998 TENTANG

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 18/MEN/2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1994 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH R A N C A N G A N PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR :...TAHUN... TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 3 0.? TJLHUN 200o

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Keputusan Presiden No. 101 Tahun 2001 Tentang : Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

NOMOR : 6 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 23 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2003

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 1994 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2001 TENTANG

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 4 PERATURAAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

Keputusan Kepala Bapedal No. 19 Tahun 1999 Tentang : Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Wilayah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN S U M E D A N G NOMOR 18 TAHUN 1999 SERI D.13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN S U M E D A N G NOMOR 3 TAHUN 1999

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

Transkripsi:

Lampiran I : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004 Tentang : Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. Tanggal : September 2004 PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH A. Dasar Pertimbangan. 1. Pemanfaatan sumber daya alam harus dijamin keberlanjutannya tidak hanya untuk kebutuhan generasi saat ini tetapi juga generasi yang akan datang dengan menggunakan pendekatan prinsip kehati-hatian (Pre-cautionary principles) karena mencegah lebih mudah apabila dibandingkan dengan menanggulangi. Untuk itu dalam pemanfaatan sumber daya alam harus dilaksanakan secara serasi dengan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang akan memberikan daya dukung dan daya tampung bagi keberlanjutan pembangunan sebagaimana hasil KTT Johannesburg, dimana Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk secara aktif menjalankan pembangunan disertai kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian secara kelembagaan, Indonesia juga harus memiliki lembaga yang memadai untuk mewadahi kepentingan pencapaian komitmen tersebut baik di tingkat nasional maupun lokal. 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah meletakkan kerangka landasan bagi bidang lingkungan hidup merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Peletakan otonomi daerah di bidang lingkungan hidup tersebut perlu dicermati sebagai peluang untuk mempertegas komitmen Pemerintah Daerah dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerahnya. Konsekuensi dari komitmen tersebut adalah dalam pemanfaatan sumber daya alam yang harus diarahkan guna memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan/kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestariannya. Dengan demikian otonomi daerah di bidang lingkungan hidup memberikan konsekuensi berupa kewajiban dan tanggung jawab bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kewenangan bidang lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pelaksanaan mandat peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang menyatakan antara lain bahwa Komisi AMDAL dan UKL/UPL, pejabat pengawas lingkungan hidup daerah, penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup daerah, perizinan pembuangan air limbah ke sumber air, pemanfaatan air 1

limbah untuk aplikasi pada tanah, dan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan atau pengendalian dampak lingkungan hidup daerah. 4. Pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah jo Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Dalam Negeri Nomor:01/SKB/M.PAN/4/2003 dan Nomor:17 Tahun 2003 tanggal 24 April 2003 masih menimbulkan berbagai interpretasi, sehingga penataan kelembagaan lingkungan hidup di daerah menghasilkan bentuk yang beraneka ragam, antara lain Badan, Dinas, Kantor dan sebagainya, bahkan ada diantaranya yang digabung dengan bidang lain sehingga kurang kondusif untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup di daerah. 5. Pembentukan lembaga lingkungan hidup daerah sebaiknya tidak semata-mata hanya didasarkan pada hasil penilaian sesuai kriteria faktor teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003, melainkan perlu dipertimbangkan berbagai aspek yang telah dikemukakan di atas, disamping melakukan kajian secara mendalam dan pertimbangan secara komprehensif dengan tetap mempertimbangkan pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah. Hal ini sangat diperlukan karena pembentukan lembaga lingkungan daerah yang hanya didasarkan pada hasil penilaian sesuai kriteria faktor teknis tersebut dapat diasumsikan bahwa keberadaannya baru diperlukan jika kondisi lingkungan hidup di daerah telah mengalami pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Hal ini bertentangan dengan penggunaan prinsip kehati-hatian (Pre-cautionary Principle) dalam pengelolaan lingkungan hidup. 6. Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, maka sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam membentuk atau menata kembali kelembagaan lingkungan hidup daerah, Menteri Negara Lingkungan Hidup berwenang menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. B. Bentuk Kelembagaan. Dalam membentuk kelembagaan yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup daerah, perlu dilakukan pengkajian dan pertimbangan secara komperhensif. Hal ini penting karena keberadaannya akan menjadi penyeimbang dalam mendorong peningkatan ekonomi disatu pihak dan ketersediaan sumber daya alam di lain pihak. Kegiatan pembangunan tidak dapat berkelanjutan tanpa didukung oleh ketersediaan sumber daya alam dan keberlangsungan fungsi lingkungan hidup guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mengingat penting dan strategisnya keberadaan lembaga lingkungan hidup daerah, maka di setiap Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota wajib untuk dibentuk lembaga yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup. Bentuk lembaga tersebut hendaknya dapat mengintegrasikan tiga pilar pembangunan 2

berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan) sebagai satu pendekatan pembangunan yang tidak terpisah-pisah, mampu mewadahi partisipasi dan aspirasi pemangku kepentingan serta mampu melaksanakan peran penegakan hukum secara efektif. Disamping itu, lembaga lingkungan hidup daerah harus efektif dan mampu bertindak efisien serta memiliki kredibilitas di mata publik, sehingga dalam pembinaan personel lembaga ini dituntut untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi. Oleh karena itu, elemen-elemen tata pemerintahan yang baik seperti transparansi, partisipasi dan akuntabilitas perlu menjadi dasar bagi pengembangan kelembagaan lingkungan hidup daerah. Mengingat permasalahan lingkungan hidup bersifat multi dimensi maka diperlukan bentuk lembaga yang mampu mengkoordinasikan dan mensinergiskan pelaku pembangunan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat). Bentuk lembaga yang sesuai dengan tuntutan tersebut adalah Badan atau Dinas yang tidak digabungkan dengan bidang lain seperti pemanfaat sumber daya alam. Perlu dihindari adanya benturan tugas pokok dan fungsi antara bidang lingkungan hidup dengan bidang lain untuk mencegah konflik kepentingan yang dapat berakibat pada dikesampingkannya pertimbangan bidang lingkungan hidup. Sebagai contoh Dinas Lingkungan Hidup digabung dengan Dinas Pertambangan menjadi Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan. C. Nomenklatur Kelembagaan. Nomenklatur lembaga yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota saat ini pada umumnya Pengendalian Dampak Lingkungan yang terkandung di dalamnya unsur pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan. Nomenklatur tersebut sejalan dengan Kriteria Faktor Teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yaitu Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan. Nomenklatur seperti itu tidak menjamin dilaksanakannya tugas dan fungsi di luar pengendalian dampak lingkungan, seperti penataan ruang dan pelestarian/konservasi. Kriteria Faktor Teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003 pada dasarnya hanya merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota antara lain bidang lingkungan hidup. Dalam UU. Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain Untuk menyelenggarakan kewenangan bidang lingkungan hidup tersebut, Pemerintah Daerah wajib melakukan pengelolaan lingkungan hidup yaitu upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, 3

pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 1997). Dalam definisi tersebut mengandung 2 (dua) esensial yaitu pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup. Mengingat PP. Nomor 8 Tahun 2003 dari segi tata urutan peraturan perundangundangan tingkatannya lebih rendah dibandingkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, maka harus dipahami bahwa pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan kewenangan bidang lingkungan hidup. Oleh karena itu, meskipun lembaga lingkungan hidup daerah nomenklaturnya menggunakan...pengendalian Dampak Lingkungan Hidup atau...lingkungan Hidup atau...pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup tetapi yang terpenting dalam uraian tugas dan fungsinya harus mencakup pengelolaan lingkungan hidup secara keseluruhan yang di dalamnya meliputi pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup. Disamping itu, nomenklatur struktur organisasi pada setiap jenjang jabatan struktural harus didasarkan pada karakteristik (tipologi) dan permasalahan lingkungan hidup daerah. Misalnya suatu daerah dengan karakteristik pesisir dan laut, maka dalam nomenklatur struktur organisasi harus terdapat unit Pengendalian Pencemaran dan atau Kerusakan Pesisir Laut. Untuk itu, identifikasi masalah lingkungan hidup di daerah sangat diperlukan, disamping untuk menentukan bentuk organisasi, juga dapat digunakan sebagai bahan penyusunan nomenklatur pada struktur organisasi setiap jenjang jabatan struktural dan penyusunan program pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup daerah. D. Kualifikasi Pimpinan. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga lingkungan hidup daerah, keberadaan sumber daya manusia lingkungan hidup menjadi penting. Dalam merencanakan dan menentukan pimpinan pada lembaga lingkungan hidup daerah, Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan persyaratan teknis yang memadai agar yang bersangkutan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup di daerah. Untuk itu, perlu diperhatikan jenis, sifat dan beban pekerjaan serta perlu dipertimbangkan kesesuaian antara dasar pengetahuan dan pendidikan yang bersangkutan dengan rencana pelaksanaan tugas dan beban kerja. Dalam pengisian formasi pada lembaga lingkungan hidup daerah, persyaratan utama yang perlu menjadi dasar untuk dapat menempatkan seseorang pada level pimpinan harus dipertimbangkan persyaratan administratif dan kualifikasi teknis akademis. Persyaratan administratif untuk pengangkatan pimpinan lembaga lingkungan hidup daerah mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian yang berlaku. Sedangkan kualifikasi teknis akademis untuk pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Provinsi ditetapkan sebagai berikut: 4

a. Berpendidikan minimal Sarjana dengan latar belakang pendidikan lingkungan; atau; b. Berpendidikan minimal Sarjana dan mempunyai sertifikat pendidikan dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup terpadu yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup; c. Kualifikasi teknis lainnya sesuai dengan karakteristik dan kondisi permasalahan lingkungan hidup di Daerah Provinsi. Kualifikasi teknis akademis untuk pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Kabupaten dan Daerah Kota berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: a. Berpendidikan minimal Diploma III atau sederajad dengan latar belakang pendidikan lingkungan; atau b. Berpendidikan minimal Diploma III atau sederajad dan mempunyai sertifikat pendidikan dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup terpadu yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup; c. Kualifikasi teknis lainnya sesuai dengan karakteristik dan kondisi permasalahan lingkungan hidup di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Di samping kualifikasi teknis akademis, pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota harus memenuhi kualifikasi karakteristik yang meliputi: kepemimpinan, motivasi, dan integritas. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Salinan sesuai dengan aslinya Deputi I MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim,MPA,MSM. Hoetomo, MPA 5