BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

KATA PENGANTAR P E D O M A N

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

Persyaratan Teknis jalan

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

STUDI KENYAMANAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR BARAT ZAINUL ARIFIN

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 STUDI LITERATUR

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PELAYANAN PEDESTRIAN PADA JALAN URIP SUMOHARJO PANGLIMA SUDIRMAN SURABAYA TUGAS AKHIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Niniek Anggriani YAYASAN HUMANIORA PENERBIT. iii

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

Spesifikasi geometri teluk bus

Analisa Perhitungan Level Of Service Fasilitas Pedestrian Menggunakan Prototipe Gainesville, Pada Ruas Jalan Margonda, Depok

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Pengertian pedestrian berasal dari kata pedestres pedestris yaitu orang yang

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

1. Manajemen Pejalan Kaki

STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

ELEMEN ELEMEN PELENGKAP JALUR PEDESTRIAN TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

Djoko Sulistiono, Amalia Firdaus M, Sulchan Arifin Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

Ruang Pejalan Kaki yang Nyaman untuk Kawasan Perkotaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PELAYANAN FASILITAS PEJALAN KAKI (Studi Kasus : Jalan Urip Sumoharjo Yogyakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

Transkripsi:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki (Pedestrian) Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki. Maka pedestrian dalam hal ini memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan kaki. Atau secara harfiah, pedestrian berarti person walking in the street, yang berarti orang yang berjalan di jalan. Hal yang lain dikemukakan oleh Lynch adalah path merupakan jalur-jalur yang mana pengguna biasanya, kadang-kadang atau secara potensial dilalui. 2.1.1 Defenisi Pejalan kaki (Pedestrian) Pengertian pejalan kaki berasal dari kata pedestres pedestris yaitu orang yang berjalan kaki (Dody Darmawan, dari Liza Maneli, Skripsi; Pedestrian dan Jalur Pedestrian). Berikut merupakan beberapa pengertian dasar mengenai pejalan kaki, yaitu : Menurut Wikipedia, pejalan kaki adalah orang yang berjalan dilintasan pejalan kaki baik di pinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun dalam menyebrang jalan. Menurut Listianto (2006) pejalan kaki sebagai istilah aktif adalah orang/manusia yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke 7

tempat tujuan tanpa menggunakan alat lain, kecuali mungkin penutup/ alas kaki dan tongkat yang tidak bersifat mekanis. Dapat diambil kesimpulan bahwa pejalan kaki merupakan orang yang melakukan kegiatan berjalan baik dimana pun mereka berjalan. 2.1.2 Jenis Pejalan Kaki Rubenstein (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat jenis pejalan kaki menurut sarana perjalananya, yaitu : Pejalan kaki penuh (berjalan kaki penuh dari tempat asal sampai tempat tujuan), Pejalan kaki pemakai kendaraan umum (berjalan kaki dari tempat asal ke tempat pemberhentian kendaraan umum), Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan umum (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat permberhentian kendaraan umum) dan Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh (berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan pribadi sampai tempat tujuan). 2.1.3 Karateristik Pejalan Kaki Menurut Khisty prinsip analisis arus pejalan kaki adalah hubungan kecepatan, tingkat arus dan kepadatan. Definisi dari istilah yang sering digunakan adalah : Kecepatan pejalan kaki (Pedestrian Speed) didefinisikan sebagai ratarata kecepatan berjalan pejalan kaki. Dinyatakan dalam satuan meter per menit (m/mnt). 8

Arus rata-rata pejalan kaki (Pedestrian Flow Rate) didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang melewati sebuah titik dalam satuan waktu. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per 15 menit (Ped/15 mnt). Titik yang dimaksud disini adalah menunjukkan garis tegak lurus terhadap sisi lebar trotoar atau jalur pejalan kaki. Tingkat arus rata-rata (Unit Widht Flow) didefinisikan sebagai arus rata-rata pejalan kaki untuk satu unit lebar efektif. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per menit per meter (Ped/mnt/m). Grup (Platoon) didefinisikan sebagai jumlah pejalan kaki yang berjalan bersama dalam satu grup, umumnya dengan tanpa sengaja. Kepadatan pejalan kaki (Pedestrian Density) didefinisikan sebagai jumlah rata-rata area jalan atau area antrian. Dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per meter persegi (Ped/m 2 ). Ruang pejalan kaki (Pedestrian Space) didefinisikan sebagai area rata-rata yang dibutuhkan tiap pejalan kaki yang merupakan kebalikan dari kepadatan. Dinyatakan dalam satuan meter persegi per pejalan kaki (m 2 /Ped). 2.1.4 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Pada penelitian yang dilakukan oleh Federal Highway Administration University Course menghasilkan karateristik pejalan kaki yang berhubungan dengan kebutuhan ruang yang dibutuhkan oleh pejalan kaki. Adapun kebutuhan ruang didasarkan ada body ellipse dengan ukuran tebal 50 cm 9

(19,7 inci) dan lebar 59,9 cm 60 cm (23,6 inci) ketika seseorang berdiri tegak, sehingga total luas untuk seseorang ketika berdiri tegak ialah 0,3 m 2 seperti yang tampak pada gambar 2.1. Gambar 2.1 syarat minimum ruang ketika seseorang berdiri tegak. Sumber : literatur review Highway Capacity Manual. Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook menyatakan bahwa ruang rata-rata yang diperlukan untuk dua pejalan kaki yang berdampingan atau melewati satu sama lain (berlawanan arah) adalah 1,4 m dengan daerah bebas yang memadai di kedua sisi. Dapat dilihat pada gambar 2.2. 10

Gambar 2.2 Ukuran ruang untuk pejalan kaki Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook Lebar minimum yang paling nyaman untuk melayani 2 (dua) pejalan kaki baik berjalan berdampingan atau yang melewati satu sama lain adalah 1,8 m. ruang tambahan diperlukan selebar 2,7 3,9 m untuk,mengakomodir situasi dimana tiga atau lebih pejalan kaki berjalan secara bersama-sama (berdampingan). Dalam buku panduan Pedestrian Facilities Guidebook juga menyatakan ruang bebas berjalan oleh pejalan kaki tergantung pada tujuan pejalan kaki tersebut. Adapun tujuan berjalan kaki berjalan kaki menurut buku panduan terbagi atas : berjalan kaki menghadiri acara publik (pesta, seminar dan sebagainya), berjalan kaki untuk berbelanja, berjalan kaki untuk aktivitas 11

normal (aktivitas sehari-hari) dan berjalan kaki untuk kesenangan (jalanjalan). Adapun ruang bebas yang telah di tentukan dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut. Gambar 2.3 Ruang bebas yang dibutuhkan pejalan kaki. Sumber : Pedestrian Facilities Guidebook 2.2 Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Sidewalks) Tempat yang disediakan bagi pejalan kaki termasuk didalamnya bagi kaum penyandang cacat atau different ability di sebut jalur pejalan kaki atau pedestrian sidewalks. Jalur pejalan kaki atau lebih dikenal dengan istilah trotoar berasal dari bahasa Perancis Trotoire yang berarti jalan kecil selebar 1,5 2 meter, memanjang sepanjang jalan umum, jalan besar atau jalan raya. Dalam keputusan menteri perhubungan yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, dan lebar sesuai dengan kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang melalui atau 12

yang menggunakan trotoar tersebut, yang memiliki ruang bebas di atasnya sekurang-kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar. Menurut Shirvani (1985) jalur pejalan kaki (trotoar) merupakan elemen perancangan kota yang penting, yaitu membentuk keterhubungan antar aktivitas pada suatu lokasi. Jalur pejalan kaki merupakan subsistem linkage dari jalur suatu kota. Jalur pejalan kaki akan semakin penting bila pejalan kaki adalah sebagai pengguna utama jalur tersebut bukan kendaraan bermotor atau hal lainnya. Menurut Darmawan (2003), menyatakan pejalan kaki juga merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena tidak hanya berorientasi pada keindahan, tetapi juga masalah kenyamanan dengan di dukung oleh kegiatan lain yang memperkuat kehidupan ruang kota. 2.2.1 Defenisi Jalur Pejalan Kaki Menurut Carr, Stephen, et. all (1992), jalur pejalan kaki (pedestrian sidewalks) adalah bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), jalur pejalan kaki adalah sebuah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat berupa trotoar, penyebrangan sebidang, dan penyebrangan tidak sebidang. 13

Menurut Iswanto (2006), jalur pejalan kaki merupakan suatu ruang publik dimana pada jalur tersebut juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat. Dapat diambil kesimpulan bahwa jalur pejalan kaki merupakan jalur yang diperuntukkan bagi pejalan kaki termasuk kaum penyandang cacat untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain dimana juga merupakan suatu bentuk pelayanan yang ditujukan sebagai kepada pejalan kaki. 2.2.2 Ketentuan Umum Jalur Pejalan Kaki Jalur Pejalan Kaki dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai ketentuan umum seperti : (1) Lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar dan aman, (2) Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, (3) Lengkap dengan fasilitas-fasilitasnya termasuk bagi penyandang cacat dan (4) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras, tidak licin dan terbebas dari genangan air (disarankan lengkap dengan peneduh). 2.2.3 Fungsi Jalur Pejalan Kaki Fungsi jalur pejalan kaki adalah antara lain : (1) sebagai pemisah pejalan kaki dengan jalur kendaraan, (2) sebagai jalur pejalan kaki yang berperan dalam menghubungkan antar tempat fungsional dengan tempat fungsional lainnya, (3) sebagai tempat transit, dan (4) sebagai wadah pergerakan pejalan kaki dalam berbagai aktivitas. 14

2.2.4 Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Pedoman Dinas Penataan Ruang Nasional, tipologi ruang bagi pejalan kaki di bedakan menjadi : 1. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (sidewalk) Merupakan bagian dari sistem jalur pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan milik bangunan. Gambar 2.4 Perspektif Sidewalk Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Gambar 2.5 Tampak atas dan Potongan Sidewalk Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 15

2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade) ialah ruang pejalan kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan badan air. Gambar 2.6 Perspektif Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Gambar 2.7 Tampak atas dan Potongan Promenade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 3. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komersial/Perkantoran (Arcade) ialah ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah satu atau kedua sisinya. 16

Gambar 2.8 Pespektif Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Gambar 2.9 Tampak atas dan Potongan Arcade Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 4. Ruang Pejalan Kaki di RTH (Green Pathway) terletak diantara ruang terbuka hijau dan merupakan pembatas di antara ruang hijau dengan ruang sirkulasi pejalan kaki. 17

Gambar 2.10 Perspektif Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Gambar 2.11 Tampak atas dan Potongan Green Pathway Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 5. Ruang Pejalan Kaki Di bawah Tanah (Underground) adalah jalur khusus pejalan kaki yang berada di bawah permukaan tanah. Gambar 2.12 Perspektif Underground Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 18

Gambar 2.13 Tampak atas dan Potongan Underground Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Ruang pejalan kaki dibawah tanah ini harus terhubung dengan tempattempat penyeberangan bagi pejalan kaki di bawah tanah. Penyeberangan ini harus mampu dilihat dengan tepat untuk dapat melewatinya dan memiliki penerangan yang cukup. 6. Ruang Pejalan Kaki di Atas Permukaan Tanah (Elevated). Gambar 2.14 Perspektif Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 19

Gambar 2.15 Denah Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional Gambar 2.16 Potongan Elevated Sumber : Dinas Penataan Ruang Nasional 2.2.5 Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki Menurut Departemen Pekerjaan Umum, kriteria desain secara teknik untuk jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut : 1. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adaah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergerak tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki menjadi 150 cm. 20

2. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W) dipakai rumus sebagai berikut: l = V/35 + 1.5 Keterangan : V = volume pejalan kaki (orang/menit/meter) ; l = lebar jalur pejalan kaki. 3. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture). 4. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi dengan perlengkapan jalan dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No. Jenis perlengkapan jalan Lebar Tambahan (cm) 1 Kursi roda 100 120 2 Tiang lampu penerang 75 100 3 Tiang lampu lalu lintas 100 120 4 Rambu lalu lintas 75 100 5 Kotak surat 100 120 6 Keranjang sampah 100 7 Tanaman peneduh 60 120 8 Pot bunga 150 Sumber : Departeman Pekerjaan Umum 21

5. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras (dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran) dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas. 6. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang 7%. 2.2.6 Fasilitas Jalur Pejalan Kaki Menurut Dinas Pekerjaan Umum, Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut : (a) Trotoar, (b) Penyebrangan : Penyebrangan Sebidang (Zebra cross dan Pelican cross) dan Penyebrangan Tak Sebidang (Jembatan Penyebrangan dan Terowongan) dan (c) Non trotoar. a. Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat dalam Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar (1991), yaitu: Dari segi penempatan, trotoar dapat di buat sejajar dengan jalan dan terletak pada ruang manfaat jalan (Rumaja). Pada keadaan tertentu trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan karena topografi setempat atau karena adanya pertemuan dengan fasilitas lain. Trotoar dapat juga terletak di ruang milik jalan. Sebuah jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila terdapat tempat-tempat di sepanjang jalan tersebut yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas. Adapun tempat-tempat tersebut antara lain : perumahan/sekolah, 22

pusat perbelanjaan, terminal bis, pusat perkantoran, pusat hiburan, pusat kegiatan sosial dan daerah-daerah industri. Dimensi trotoar, dalam perencanaan trotoar yang perlu diperhatikan adalah kebebasan kecepatan berjalan untuk mendahului pejalan kaki lainnya dan juga kebebasan waktu berpapasan dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas (lebar), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar disarankan untuk direncanakan sesuai dengan tingkat pelayanan trotoar / Level Of Service. Ruang bebas trotoar, persyaratan ruang bebas trotoar adalah : (1). Kebebasan vertikan paling rendah ialah 2.50 m dan kedalaman minimum sebesar 1.00 m dari permukaan trotoar; (2). Kebebasan samping minimum 0,3 m harus diberikan bila ada penghalang tetap. 23

Gambar 17 Ruang Bebas Trotoar Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar b. Penyebrangan, menurut Dinas Pekerjaan Umum, fasilitas penyebrangan terdiri dari : 1) Penyebrangan Sebidang : Zebra Cross dipasang pada kawasan arus lalu lintas yang cepat dan arus pejalan kaki yang relatif rendah dan lokasinya mempunyai jarak pandang yang cukup. Pelikan Cross dipasang pada lokasi-lokasi dengan kecepatan arus lalu lintas dan arus penyeberang tinggi 24

dengan jarak penempatan minimal 300 m dari persimpangan. 2) Penyebrangan Tak Sebidang Jembatan Penyeberangan disarankan memenuhi ketentuan: bila terdapat fasilitas penyebrangan sebidang yang mengganggu lalu lintas dan pada ruas jalan dimana arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi. Terowongan disarankan memenuhi persyaratan perletakkan : Bila fasilitas penyeberangan lain tidak memungkinkan untuk dipakai, apabila kondisi lahannya memungkinkan untuk dibangunnya terowongan dan apabila arus lalu lintas dan arus pejalan kaki tinggi. c. Non Trotoar, disarankan memenuhi syarat-syarat seperti elevasinya harus sama atau bentuk pertemuannya harus dibuat sedemikan rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. persyaratan lebar disarankan mengikuti perencanaan Level Of Service. 2.2.8 Pengembangan Zona Pejalan Kaki di Pusat Kota Berdasarkan Dinas Tata Ruang Nasional, kawasan pusat kota adalah kawasan yang mengakomodir volume pejalan kaki yang lebih besar dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan kaki di area ini dapat berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam dan terdiri dari berbagai zona yang dapat dimanfaatkan antara lain: zona bagian depan gedung, zona bagi 25

pejalan kaki, zona bagi tanaman/perabotan jalan, dan zona untuk pinggiran jalan. Gambar 2.18 Ilustrasi Zona Pedestrian di Pusat Kota (Bisnis) Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional a. Zona Bagian Depan Gedung merupakan area antara dinding gedung dan pejalan kaki. Jarak minimum penempatan jalur setidaknya berjarak 0,6 meter dari sisi gedung atau tergantung pada penggunaan area ini. Ruang bagian depan dapat dimanfaatkan sebagai ruang tambahan. Bagi tuna netra pengguna tongkat dapat menggunakan suara dari gedung yang berdekatan sebagai orientasi atau dapat berjalan dengan jarak antara 0,3 meter hingga 1,2 meter dari bangunan. b. Zona Penggunaan bagi Pejalan Kaki adalah area dari koridor sisi jalan yang secara khusus digunakan untuk area pejalan kaki dan penyandang cacat sehingga area ini harus dibebaskan dari seluruh rintangan. Berukuran 1,8-3,0 m / lebih luas untuk memenuhi tingkat pelayanan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Zona yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor adalah 1,2 m dan jalan arteri dan jalan utama 1,8 m. Ruang tambahan 26

untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter x 2,4 meter. c. Zona Tanaman / Perabot Jalan berfungsi sebagai zona penahan antara zona lalu-lintas dengan zona pejalan kaki dan sebagai penyangga dan tempat untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan. d. Zona Pinggir Jalan merupakan bagian integral dari jalan dan sistim saluran air, dan juga berfungsi sebagai pembatas antara zona lalu-lintas dengan zona tanaman/perabot jalan atau zona pejalan kaki tersebut. 2.3 Defenisi Kenyamanan Menurut Weisman (1981), kenyamanan adalah suatu keadaan lingkungan yang memberi rasa yang sesuai dengan panca indra dan antropemetry disertai fasilitas yang sesuai dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan dimensi tubuh manusia serta karakter fisiologis laninya dan sanggup berhubungan dengan berbagai kegiatan manusia yang berbeda-beda dan mikro lingkungan. Menurut Hakim (2002), kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, suara, bunyi, cahaya, atau lainnya. Kenyamanan dapat pula diartikan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. (Albert Rutlegde, Anatomy of Park) 27

Dapat diambil kesimpulan bahwa, kenyamanan ialah suatu keadaan yang memperlihatkan penggunaan ruang yang sesuai dengan keinginan sehingga memberikan rasa puas dan nikmat baik secara fisik maupun non fisik. 2.3.1 Faktor-Faktor Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki Jalur pedestrian harus memiliki rasa aman dan nyaman terhadap pejalan kaki, keamanan disini dapat berupa batasan-batasan dengan jalan yang berupa peninggian trotoar, menggunakan pagar pohon, dan menggunakan street furniture. Kenyaman terjadi setelah ditangkap menurut panca indera. Ukuran penting kenyamanan menurut Unterman (1984) adalah tingkat kenyamanan (comfort level) dan kapasitas sistem ruang pejalan kaki. Menurut Weisman (1981) tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas berjalan dapat dicapai apabila jalur pedestrian tersebut lancar dan bebas hambatan, selain itu jalur pedestrian harus lebar agar dapat menampung arus lalu lintas pejalan kaki dari dua arah. Adapun untuk menunjang kenyamanan pejalan kaki di jalur pedestrian adalah adanya fasilitas pada jalur pejalan kaki. 2.3.2 Standar Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki/Trotoar Menurut Dinas Penaatan Ruang Nasional dan buku Khisty (2003), dijelaskan tingkat pelayanan jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat 28

teknis dan umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Tingkat pelayanan (level of service/los) trotoar dikelompokkan menjadi 6 kriteria. Dapat di lihat pada tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Keterangan Pembagian LOS LOS Ruang (m 2 /ped) Laju Arus (ped/mnt/m) Kecepatan (m/mnt) A 5,6 16 > 78 B 3,7 5,6 16-23 > 75,6 78 C 2,2 3,7 23 33 > 73,2 75,6 D 1,4 2,2 33 50 > 68,4 73,2 E 0,74 1,4 50 77 > 45,6 68,4 F 0,74 Beragam 45,6 Sumber : Khisty (2003) Keterangan : 1. LOS A Jalur pejalan kaki seluas 5,6 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki 16 pedestrian/menit/meter. Pada ruang pejalan kaki dengan LOS A orang dapat berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki. 29

Gambar 2.19 Ilustrasi LOS A Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 2. LOS B Jalur pejalan kaki seluas 3,7 5,6 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki 16 23 pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, ruang pejalan kaki masih nyaman untuk dilewati dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya. Gambar 2.20 Ilustrasi Gambar LOS B Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 30

3. LOS C Jalur pejalan kaki seluas 2,2 3,7 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki 23 33 pedestrian/menit/meter. Pada LOS C, ruang pejalan kaki masih memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan normal tetapi relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki. Gambar 2.21 Ilustrasi Gambar LOS C Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 4. LOS D Jalur pejalan kaki seluas 1,4 2,2 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki 33 50 pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, ruang pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan dengan arus normal harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. LOS D masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki. 31

Gambar 2.22 Ilustrasi Gambar LOS D Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 5. LOS E Jalur pejalan kaki seluas 0,74 1,4 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki 50 77 pedestrian/menit/meter. Pada LOS E, setiap pejalan kaki akan memiliki kecepatan yang sama, karena banyaknya pejalan kaki yang ada. Berbalik arah, atau berhenti akan memberikan dampak pada arus secara langsung. Pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan ini mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari kapasitas rencana ruang pejalan kaki. Gambar 2.23 Ilustrasi Gambar LOS E Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional 32

6. LOS F Jalur pejalan kaki seluas 0,74 m 2 /pedestrian, besar arus pejalan kaki beragam pedestrian/menit/meter. Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan para pejalan kaki yang searah ataupun berlawanan. Untuk berbalik arah atau berhenti tidak mungkin dilakukan. Karakter ruang pejalan kaki ini lebih kearah berjalan sangat pelan dan mengantri. LOS F ini merupakan tingkat pelayanan yang sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki. Gambar 2.24 Ilustrasi Gambar LOS F Sumber : Dinas Tata Ruang Nasional Dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan pembagian tingkat pelayanan pejalan kaki (level of service), tingkat/level minumim yang masih termasuk dalam kategori nyaman adalah LOS D. Sedangkan LOS E dan LOS F sudah masuk ke dalam kategori tidak nyaman untuk dilalui pejalan kaki dikarenakan ketidaksesuaian antara volume pejalan kaki dengan lebar jalur pejalan kaki yang disediakan. 33