PANDUAN BIOTILIK. UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang. Arah aliran air.

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN BIOTILIK. UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang. Arah aliran air 1.

ecoton Jl. Raya Bambe 115 Driyorejo Gresik Telepon (031) website : www. gardabrantas.com

BIOTILIK METODE PEMANTAUAN KESEHATAN SUNGAI PARTISIPATIF. Daru Setyo Rini, SSi., MSi.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

STUDI KUALITAS AIR SUNGAI BONE DENGAN METODE BIOMONITORING (Suatu Penelitian Deskriptif yang Dilakukan di Sungai Bone)

LAMPIRAN. Sampel Air

Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR

BIOASSESSMENT KUALITAS AIR SUNGAI REJOSO DI KECAMATAN REJOSO PASURUAN DENGAN MAKROINVERTEBRATA

KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN WISATA AIR TERJUN IRONGGOLO KEDIRI JAWA TIMUR DENGAN KERAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR SKRIPSI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENGUKURAN TINGKAT PENCEMARAN SUMBER MATA AIR YANG TERDAPAT DI KOTA KEDIRI MENGGUNAKAN PARAMETER ORGANISME MAKROZOOBENTOS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGUNAAN KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI METRO, MALANG, JAWA TIMUR ABDUL MANAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Bencana Baru di Kali Porong

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) Makroinvertebrata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keanekaragaman serangga Ephemeroptera, Plecoptera, dan Trichoptera sebagai bioindikator kualitas perairan di Sungai Jangkok, Nusa Tenggara Barat

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

ANALYSIS OF SUBAYANG RIVER QUALITY BASED ON BIOTILIC INDEX AS ENRICHMENT OF AQUATIC ECOLOGY MODULE

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 ANALISA PENYEBAB BANJIR DAN NORMALISASI SUNGAI UNUS KOTA MATARAM

3.1 Metode Identifikasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BIOTA AKUATIK* PENDAHULUAN

Sumber : geosetia.blogspot.com Gambar 3.1 Morfologi Sungai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

Pemberdayaan Lingkungan untuk kita semua. By. M. Abror, SP, MM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

Diah Ari Dwitawati, Biomonitoring kualitas air...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KUNDUR BERDASARKAN MAKROZOOBENTOS MELALUI PENDEKATAN BIOTIC INDEX DAN BIOTILIK

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DI SUB DAS CILIWUNG HULU

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB V RENCANA PENANGANAN

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

Transkripsi:

PANDUAN BIOTILIK UNTUK PEMANTAUAN KESEHATAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Selamatkan Sungai Kita Sekarang BIOTILIK berasal dari kata Bio yang berarti biota, dan Tilik berarti mengamati dengan teliti, sehingga BIOTILIK merupakan sinonim dengan istilah biomonitoring. BIOTILIK juga merupakan singkatan dari BIOta TIdak bertulang belakang Indikator Kualitas air. BIOTILIK adalah metode pemantauan kesehatan sungai dengan bioindikator makroinvertebrata bentos, misalnya capung, udang, siput, dan cacing. BIOTILIK telah diterapkan di DAS Brantas untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda, agar berpartisipasi menjaga kelestarian ekosistem sungai. Sungai adalah ekosistem daratan yang paling kritis karena tingginya tekanan lingkungan akibat kerusakan daerah resapan air dan bantaran sungai serta eksploitasi sumber daya alam di daerah aliran sungai (DAS) yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Hasil pemantauan BIOTILIK dapat memberikan petunjuk adanya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai, sehingga dapat dirumuskan upaya penanggulangan yang dibutuhkan. Setiap warga negara berkewajiban menjaga kelestarian sungai, sehingga partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk pemulihan kerusakan ekosistem sungai. Sungai dan pohon di bantaran sungai adalah satu kesatuan yang harus dipertahankan, bahkan surga digambarkan memiliki sungai yang mengalir di bawah naungan pepohonan. Sungai adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga untuk memelihara kelangsungan kehidupan, karena sungai adalah sumber air, dan air adalah sumber kehidupan. Pemantauan BIOTILIK sebaiknya dilakukan saat musim kemarau saat debit air sungai stabil dan tidak ada banjir. Komponen pemeriksaan BIOTILIK terdiri dari kondisi habitat dan makroinvertebrata. Prosedur pemeriksaan kesehatan habitat sungai serta pemantauan BIOTILIK diuraikan sebagai berikut. I. Habitat Sungai dan Bantarannya Parameter pemeriksaan habitat meliputi kondisi substrat dasar sungai, vegetasi bantaran tepi sungai, sedimentasi, modifikasi sungai, dan adanya aktivitas manusia di sekitar sungai. Pengamatan habitat dilakukan dalam jarak pandang 100 meter dan menggambarkan kondisi umum dalam radius 100 meter lapang pandang habitat yang diamati. Hasil pengamatan dicatat dalam Tabel 1. Tingkat kesehatan habitat ditentukan berdasarkan tabel berikut. II. Rata-rata Skor Sisi Kiri Sisi Kiri Kate gori 1,0 1,6 A 1,7 2,3 B 2,4 3,0 C Sisi Kanan Tingkat Kesehatan Habitat Sehat, menyediakan kondisi habitat sangat beragam dan sangat stabil untuk mendukung kehidupan biota Habitat Cukup Sehat, menyediakan habitat cukup bervariasi dan cukup stabil untuk mendukung kehidupan biota Habitat Tidak Sehat, menyediakan habitat tidak bervariasi dan tidak stabil untuk mendukung kehidupan biota Makroinvertebrata Prosedur pemeriksaan makroinvertebrata diuraikan sebagai berikut. 1. Parameter pemantauan makroinverterbrata adalah keragaman jenis famili, keragaman jenis EPT, Persentase kelimpahan EPT, Indeks Pencemaran BIOTILIK. 2. Tentukan lokasi sungai yang akan diperiksa, hindari bagian sungai yang curam, berarus sangat deras dan berbatu besar karena dapat membahayakan keselamatan Petugas Pemantau Sungai. Penentuan lokasi titik pengambilan sampel dilakukan seperti dalam gambar, dan boleh menentukan titik sampel pada sisi kebalikannya. 3 2 Arah aliran air 3 1 2 Sisi Kanan 3. Pengambilan sampel dimulai dari titik 1 (paling hilir) dengan teknik kicking atau jabbing selama 1 menit, kemudian lanjutkan ke titik 2 dan 3 ke arah hulu sungai. 1 Arah aliran air Lakukan pengambilan sampel dengan kombinasi teknik kicking dan jabbing pada bagian tepi sungai yang tidak terlalu deras, tidak dalam dan ditumbuhi tanaman air. Masing-masing titik sebaiknya memiliki kondisi substrat dasar dan jenis vegetasi yang berbeda untuk mendapatkan beragam jenis hewan BIOTILIK. 4. Teknik kicking dilakukan di sungai dangkal, Petugas Pemantau Sungai masuk ke dalam sungai meletakkan jaring di depan dengan mulut jaring menghadap arah hulu atau datangnya aliran air, kemudian mengaduk-aduk substrat di depan jaring selama 1 menit dengan menggerakkan kaki memutar selama 1 menit untuk merangsang hewan yang bersembunyi di dasar sungai agar keluar dan terhanyut masuk ke dalam jaring. 5. Teknik jabbing dilakukan di tepi sungai dangkal atau dalam dengan cara meletakkan jaring di permukaan dasar sungai, kemudian bergerak maju ke arah hulu atau sumber datangnya air sambil menyapukan jaring hingga menyentuh permukaan dasar sungai, terutama di bawah tanaman air. 6. Setelah melakukan kicking atau jabbing dalam waktu yang ditentukan, angkat jaring ke atas permukaan air dan celupkan kantong jaring beberapa kali ke dalam air hingga air yang keluar dari kantong jaring menjadi bening dan tidak berlumpur. Lumpur dalam sampel akan menghambat proses sortasi dan identifikasi makroinvertebrata. 7. Tuangkan sampel dari kantong jaring ke dalam nampan plastik dan siramkan sedikit air untuk membersihkan sisa sampel dalam jaring dan memudahkan pengambilan makroinvertebrata dari substrat dalam sampel. Lakukan sortasi dengan cara mengambil hewan yang bergerak di dalam nampan plastik dan masukkan dalam kotak bersekat sesuai dengan jenisnya. Ikan, berudu katak dan serangga darat tidak termasuk dalam BIOTILIK, lepaskan kembali ke sungai jika ditemukan dalam sampel. Usahakan untuk mengambil seluruh hewan BIOTILIK dalam sampel, terutama makroinvertebrata yang berukuran kecil serta kelompok serangga Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera (EPT), karena EPT adalah serangga yang sensitif terhadap penurunan kualitas air. 8. Jumlah hewan minimal yang diambil dari sungai yang dipantau adalah 100 ekor hewan. Jika dalam 3 kali pengambilan sampel jumlah hewan yang didapatkan kurang dari 100 ekor, maka perlu dilakukan pengambilan sampel tambahan dan catat total jumlah pengambilan sampel yang dilakukan. 9. Lakukan identifikasi makroinvertebrata menggunakan Lembar Panduan Identifikasi BIOTILIK, hitung jumlah individu dari masing-masing jenis famili dan catat jumlah

dan skor BIOTILIK dari masing-masing jenis dalam tabel berikut ini. 10. Semakin tinggi keragaman jenis dan persentase serangga EPT mengindikasikan semakin baik tingkat kesehatan sungai. Indeks BIOTILIK mengindikasikan tingkat pencemaran organik di perairan sungai, ditentukan menggunakan Tabel Kesehatan Sungai dengan BIOTILIK. 11. Hasil identifikasi dan penghitungan jumlah individu dari setiap famili makroinvertebrata dalam sampel dituliskan dalam Tabel 2 PEMERIKSAAN BIOTILIK. Parameter Tabel Penilaian Kualitas Air Sungai dengan BIOTILIK Kategori (Skor) A (4) B (3) C (2) Tidak Tercemar Tercemar Tercemar Ringan Sedang D (1) Tercemar Berat Keragaman Jenis Famili >13 10-13 7-9 <7 Keragaman Jenis EPT >7 3-7 1-2 0 % Kelimpahan EPT >41% 16-40% 1 15% 0 % Indeks BIOTILIK 1,0 1,7 1,8 2,5 2,6 3,2 3,3 4,0 Total Skor Skor Rata-Rata (Total Skor / 4) SKOR Penilaian TABEL 1. PEMERIKSAAN KESEHATAN HABITAT SUNGAI No PARAMETER KATEGORI dan SKOR Baik ( 3 ) Cukup ( 2 ) Buruk ( 1 ) SKOR 1. Tutupan substrat di zona litoral (tepi sungai) Lebih dari 50% substrat terdiri dari kombinasi pasir dan batu beragam ukuran, sesuai untuk koloni invertebrata dan diatom; terdapat potongan kayu yang lapuk di dalam air dan campuran substrat batuan stabil 10-50% substrat terdiri dari kombinasi batu dan batu beragam ukuran; beberapa bagian substrat terganggu, tergerus atau dipindahkan dari sungai >90% substrat didominasi oleh pasir atau lumpur; sebagian besar substrat tergerus atau dipindahkan dari sungai, habitat untuk koloni invertebrata dan diatom sangat sedikit 2. Substrat tepi sungai yang terpendam lumpur sedimentasi <25% batuan terpendam atau tertutupi lumpur halus; batuan dapat diangkat dengan mudah dari dasar sungai 25-75% substrat terpendam dalam lumpur halus; batuan harus ditarik untuk mengangkatnya dari dasar sungai lebih dari 75% substrat terpendam dalam lumpur halus; batuan harus dicongkel untuk mengangkatnya dari dasar sungai 3. Apakah ada modifikasi aliran sungai? Di bagian hulu tidak ada bendungan atau penyudetan aliran sungai, kalaupun ada skalanya kecil; lebar sungai dan jumlah substrat sungai yang tidak tergenang air saat musim hujan dan kemarau tidak terlalu kontras air menutupi 25-75% penampang sungai dan substrat batuan air berriak (riffle) adalah bagian yang tidak tergenang air sungai Sangat sedikit air yang mengisi saluran, kebanyakan berupa genangan air tenang 4. Apakah ada perubahan aliran karena pengerukan atau pelurusan? Tidak ada pelurusan atau pengerukan batu dan pasir sungai Pelurusan cukup luas, 20-50% sungai diplengseng; pengerukan material dasar sungai mengganggu 10% habitat dasar sungai Tebing sungai dibatasi plengsengan beton, lebih dari 50% bagian sungai diplengseng; pengerukan material dasar sungai mengganggu lebih dari 10% habitat dasar sungai 5. Bagaimana stabilitas tebing sungai sebelah KIRI? Tebing sungai stabil; bekas erosi atau tebing longsor tidak ada atau sangat sedikit; kurang daru 30% tebing sungai mengalami erosi Kurang stabil; 30-60% tebing terdapat bagian mengalami erosi, tebing sungai kemungkinan besar mengalami erosi tinggi pada musim hujan Tidak stabil; banyak bagian tebing sungai yang mengalami erosi, tebing yang terkikis terlihat pada bagian sungai yang lurus dan berkelok, bekas gerusan membentuk cekungan tebing, 60-100% tebing sungai memiliki bekas erosi 6. Bagaimana stabilitas tebing sungai sebelah KANAN? Lihat no.3 Lihat no.3 Lihat no.3 7. Berapa lebar vegetasi sempadan sungai sebelah KIRI lebar sempadan sungai >15 meter; aktivitas manusia tidak berdampak nyata pada sempadan sungai alami lebar sempadan sungai 6-15 meter; aktivitas manusia berdampak pada sempadan sungai lebar sempadan sungai < 6 meter, tidak ada atau sedikit sekali tumbuhan alami di sempadan sungai karena tingginya aktivitas manusia

No PARAMETER KATEGORI dan SKOR Baik ( 3 ) Cukup ( 2 ) Buruk ( 1 ) SKOR 8. Berapa lebar vegetasi sempadan sungai sebelah KANAN Lihat no.7 Lihat no.7 Lihat no.7 9. Apa saja aktivitas manusia di sekitar sungai dan berapa besar dampaknya? Sangat sedikit aktivitas di sekitar sungai dan sempadan sungai; tidak ada atau sedikit aktivitas pertanian, penggembalaan ternak, pengambilan vegetasi untuk pakan ternak, penambangan pasir dan batu, pembuangan limbah cair, pembuangan sampah, aktivitas perkapalan, dll Cukup banyak aktivitas manusia di sungai dan sempadan sungai; <5% sungai dan bantaran sungai rusak karena dampak aktivitas pertanian, peternakan, pembuangan limbah, penambangan pasir dan batu, pembuangan sampah, perkapalan, dll Sangat banyak aktivitas manusia di sungai dan sempadan sungai; >5% sungai dan bantaran sungai rusak karena dampak aktivitas pertanian, peternakan, pembuangan limbah, penambangan pasir dan batu, pembuangan sampah, perkapalan, dll 10. Apakah ada aktivitas manusia pada radius 2-10 km di bagian hulu lokasi pengamatan? Sedikit aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan ke wilayah hilir; seperti adanya penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll. Cukup banyak aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan ke wilayah hilir; kurang dari 5% kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll. Sangat Banyak aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan ke wilayah hilir; lebih dari 5% kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll. Jumlah Skor RATA-RATA SKOR KESEHATAN HABITAT (Jumlah Skor / 10) Sumber : V.H. Resh, D.H. 2010 Biomonitoring Methods for the Lower Mekong Basin TABEL 2. PEMERIKSAAN BIOTILIK No. Nama Famili Skor BIOTILIK (ti) EPT Jumlah Individu (ni) ti x ni Keterangan Non EPT Subtotal EPT (n EPT) Subtotal Non-EPT JUMLAH N = X = Persentase Kelimpahan EPT (n EPT / N) INDEKS BIOTILIK (X/N)

LEMBAR PANDUAN IDENTIFIKASI BIOTILIK KELOMPOK EPT 1. Ephemerellidae (4) 2. Leptophlebidae A (4) 3. Leptophlebidae B (4) 4. Leptophlebidae C (4) 5. Prosopistomatidae (4) 6. Polymitarcyidae (4) 7. Heptagenidae A (3) 8. Heptagenidae B (3) 9. Baetidae A (3) 10. Baetidae B (3) 11. Baetidae C (3) 12. Baetidae D (3) 13. Caenidae (2) 14. Nemouridae (4) 15. Chloroperlidae (4) 16. Perlidae (4) 17. Limnephilidae (4) 18. Leptoceridae (3) 19. Goeridae (4) 20. Polycentropodidae (3) 21. Psychomyiidae (4) 22. Hydropsychidae (3) 23. Philopotamidae (4) 24. Rhyacophilidae (4) KELOMPOK NON EPT 25. Coenagrionidae A (2) 26. Coenagrionidae B (2) 27. Agriidae (3) 28. Libellulidae (3)

29. Corduliidae A (3) 30. Cordulidae B (3) 31. Corduliidae C (3) 32. Platycnemididae (3) 33. Amphipterygidae (4) 34. Chlorocyphidae (4) 35. Gomphidae A (4) 36. Gomphidae B (4) 37. Lampyridae larva (3) 38. Gyrinidae - larva (3) 39. Noteridae larva (3) 40. Hydrophilidae Larva (3) 41. Scirtidae (3) 42. Noteridae (3) 43. Dytiscidae (3) 44. Gyrinidae (3) 45. Hydrophilidae (3) 46. Naucoridae (3) 47. Corixidae A (3) 48. Corixidae B (3) 49. Mesovellidae (3) 50. Vellidae (3) 51. Nepidae (2) 52. Hydrometridae (2) 53. Gerridae (2) 54. Pyralidae (3) 55. Noctuidae (3) 56. Scyomizidae (3) 57. Simuliidae (2) 58. Tipulidae A (3) 59. Tipulidae B (3) 60. Tipulidae C (3)

61. Tipulidae D (3) 62. Tabanidae (3) 63. Athericidae (3) 64. Stratiomyidae (2) 65. Tanideridae (4) 66. Chironomidae merah (1) 67. Chironomidae putih (2) 68. Cirolanidae (3) 69. Atyidae (2) 70. Palaemonidae (3) 71. Palaemonidae (3) 72. Hymenosomathidae A (3) 73. Hymenosomathidae B (3) 74. Parathelphusidae A (2) 75. Parathelphusidae B (2) 76. Viviparidae (2) 77. Planorbidae (2) 78. Lymnaeidae (2) 79. Phisidae (2) 80. Ancylidae (2) 81. Thiaridae A (2) 82. Thiaridae B (2) 83. Thiaridae C (2) 84. Pleuroceridae (2) 85. Buccinidae (2) 86. Unionidae (2) 87. Corbiculidae (2) 88. Sphaeridae (3) 89. Dugesiidae (2) 90. Erpobdellidae (1) 91. Tubificidae (1) 92. Gordiidae (2) PERHATIAN : Angka di dalam kurung adalah Skor BIOTILIK untuk penilaian kualitas air sungai. BIOTILIK dikelompokkan berdasarkan warna: BIRU sensitif pencemaran; HIJAU cukup sensitif; MERAH toleran pencemaran dan ABU-ABU sangat toleran pencemaran. Pilih spesimen yang berukuran paling besar, amati ciri khusus yang dimiliki, bentuk dan warna bagian kepala, ekor, kaki atau jumlah ruas tubuhnya. Jika membutuhkan bantuan identifikasi BIOTILIK dapat menghubungi facebook Ecoton, email: ecoton@ecoton.or.id, Telp. 031 8986227 ECOTON 2013