Keberanian Pagi itu di pedesan Kaliurang udara tampak sejuk dan embun pagi mulai pupus. Pada hari pahlawan 10 November tahun dimana kita mengingat perjuangan para pahlawan Indonesia. Ibu Malino sedang bersiap-siap untuk mengikuti upacara. Sewaktu dia keluar dari kamarnya, tiba-tiba dia melihat anak-anaknya menangis sembari memegang pakaian. Dia terkaget dan bertanyabertanya dalam benaknya, Mengapa anak-anak ku menangis? Ada apa dengan mereka? Ternyata, anak-anaknya memegang erat pakaian dinas suaminya, yaitu bapak Malino salah satu pejuang Indonesia yang tidak memikirkan nyawanya demi membela bangsa dan negara, tanah air Indonesia. Selain itu, bapak Malino adalah ayah sekaligus suami yang baik yang patut di contoh. Tiba-tiba ibu Malino teringat perjuangan suaminya dahulu bersama prajurit-prajurit lainnya yang sangat berat. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya. Bapak Malino mempunyai tugas dari komandan pasukan pejuang Indonesia di Kaliurang untuk mengintai tempat peristirahatan para penjajah. Tetapi tempat itu sangat rawan. Dengan berat hati Malino pun harus berpisah dengan keluarganya yang sangat dia cintai. Ini adalah keputusan yang sangat berat bagi bapak Malino dan keluarganya. Komandan berkata bahwa ia ingin sekali agar bapak Malino mejadi prajurit di pasukan mereka walaupun dia belum sah menjadi seorang prajurit, tapi ternyata dia adalah orang yang paling berani dari semua prajurit. Pagi hari keluarga Malino sarapan bersama-sama dengan keluarganya seperti biasa. Setelah sarapan, anak-anaknya pergi ke sekolah dan ibu Malino pergi berbelanja di pasar. Bapak Malino sendiri di rumah. Oleh karena itu, ia pergi ke rumah orang tuanya. Rumah orang tuanya tidak terlalu jauh dari rumah bapak Malino. Ibunda bapak Malino sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Kematian ibunya membuat kesedihan yang sangat mendalam
bagi bapak Malino, sehingga membuatnya enggan untuk berkunjung ke rumah orang tuanya selama 2 tahun, dan tidak berbicara dengan bapaknya hingga sekarang. Sesampainya di rumah orang tua bapak Malino. Bapak! Ini Malino pak! Ya, ampun Malino sudah lama kau tidak berkunjung ke rumah ini! Pak, saya ragu-ragu untuk mengikuti misi pak, Wah, misi apa nih Malino? Misi pergi ke tempat peristirahatan Belanda, jawab Malino Pak, ingin saya buatkan teh? Oh, tidak usah Malino saya bisa sendiri, Malino, keputusan misi ini ada di tanganmu jadi bapak akan mendukung apa yang kamu akan pilih, Kalau dipikir-pikir pak, saya ingin ikut untuk membantu negara kita! Iya Malino, itu pekerjaan yang mulia sekali! Pak, ini sudah hampir jam 5 saya pulang dulu ya! Oh, iya Malino, semoga kamu bisa memilih yang terbaik yah! Bapak Malino pun berpelukan dengan bapaknya dan pergi pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, istrinya pun sudah menunggunya. Bapak habis dari mana? Dari rumah bapak Bapak nanti malam kita makan bersama-sama dengan anak-anak, mau tidak? Pasti! Kita jarang sekali begitu! Ibu sudah tau akan masak apa untuk nanti malam kok pak. Wah, pasti enak nih! Yah, lihat saja nanti!
Perbincangan tersebut dilanjutkan di dapur, sekalian bapak Malino membantu istrinya membuat makanan untuk makan malam nanti. Pada malam hari, bapak Malino dan keluarganya makan bersama-sama. Sementara mereka berbincang-bincang sambil makan bersama, bapak Malino sudah memutuskan bahwa dia akan pergi dan ikut misi yang ditugaskan kepadanya secara diam-diam tanpa diketahui oleh keluarganya. keesokan pagi, tepatnya pada jam 5 bapak Malino bangun dan siap-siap untuk pergi. Tetapi sebelum pergi dia membuat surat untuk keluarga yang sangat dia cintai. Kepada Keluargaku, Ibu, semoga kamu bisa menjadi yang terbaik untuk anak-anak kita! Adi, Ayu, kalian harus menjadi anak yang baik kepada orang lain dan mencapai cita-cita kalian! Bapak tahu pesan ini sangat singkat. Namun, Bapak harus pergi cepat-cepat untuk melakukan misi bagi bangsa dan negara kita! Tuhan Memberkati kalian! Bapak Kalian, Malino Dia pun cepat-cepat pergi untuk melakukan misinya. Di perjalanan menuju ke tempat pertemuannya, Malino memikirkan tentang keluarganya yang dia tinggalkan di rumah. Sesampainya di tempat perkumpulan yang tidak jauh dari rumahnya. Semua prajurit pun segera berangkat. Di dalam perjalanan menuju Kaliurang yang memakan waktu cukup lama, hampir di sepanjang perjalanan terdengar suara tembakan-tembakan yang sangat besar. kadang-kadang membuat mereka merasa takut juga. Tetapi karena mereka mempunyai semangat untuk membela negara Indonesia supaya merdeka maka pasukan bapak Malino tidak menghiraukan rasa takut tersebut. Bapak Malino dan prajurit lainnya sangat repot membawa semua senjata berat. Di perjalanannya pun bapak Malino tidak lupa berdoa untuk keselamatan keluarga dan pasukannya.
Di perjalanannya terkadang terdengar suara-suara aneh yang membuat pasukan itu sangat takut dan perjalanan mereka harus melewati hutan. Walaupun perjalanannya tidak jauh, kira kira 1 jam saja prajurit itu merasa sudah 4 jam menuju tempat itu! Semua prajurit sangat hati-hati untuk tidak membuat suara, karena hutan itu telah diawasi oleh prajurit Belanda. Satu jam berlalu dan prajurit-prajurit itu sampai di tempat yang dituju, sementara itu di rumah bapak Malino, ibu Malino bangun dan terkejut melihat ada surat di sampingnya. Ia cepatcepat membaca suratnya dan memberitahukannya kepada anak-anaknya. Dia menangis karena kepergian suaminya tersebut. Ibu Malino pun mengatakan kepada anak-anaknya bahwa bapak mereka pergi bagi kepentingan negara kita! Anak-anaknya menuruti apa yang ibu Malino katakan tetapi walaupun demikian terkadang anaknya tidak mau makan atau tidak menuruti ibu Malino. Setiap kali disuruh oleh ibu Malino, anak-anaknya hanya diam. Suatu hari ibu Malino mengajak kedua anaknya berkumpul dan bercerita mengapa mereka sekarang sering tidak taat kepada ibu Malino. Mereka mengatakan bahwa bapaknya pergi tanpa memberitahu kepada mereka. Ibu Malino menjelaskan mengapa kita harus mendukung dia dan jangan menjadi orang yg tidak penurut hanya karena kepergian bapak mereka. Oleh karena mereka sebenarnya adalah anak-anak yang penurut, mereka mengerti mengapa mereka tidak boleh begitu. Sementara, bapak Malino dan para prajurit sedang merasakan ketakutan yang luar biasa dalam menjaga diri supaya keberadaan mereka tidak diketahui Belanda. Oleh karena itu Bapak Malino selalu berdoa dan berdoa untuk keselamatan prajurit yang ikut. Bapak Malino selalu diam dan tidak mengatakan satu kata sama sekali. Tiba tiba... DOR! Suara tembakan dan suara tangisan kecil dari salah satu prajurit yang terkena tembakan dari salah satu prajurit Belanda. Prajurit yang berdekatan dengan prajurit yang terkena tembakan itu mulai membantunya. DOR! suara tembakan dari salah satu prajurit Belanda. Semua prajurit pun mulai
takut, tetapi mereka tetap diam. Salah satu prajurit pun tertangkap dan prajurit Belanda tahu bahwa prajurit indonesia menyelidiki mereka! Sebuah perang yang tidak terlalu besar mulai! Walaupun dapat dikatakan sebagai orang yang awam dalam berperang, bapak Malino tidak gentar dan merasa takut untuk mengangkat senjata bahkan seringkali ia berada dalam barisan terdepan dalam pertempuran. Dia bukanlah orang yang penting di dalam pasukan, tetapi dia memiliki tanggung jawab yang besar bagi keselamatan prajurit yang lain. Suasana peperangan semakin sengit. Jumlah prajurit Indonesia sudah semakin sedikit yang dapat berperang karena sudah banyak pasukan yang terluka dan ada pula yang mati dan ditambah pula dengan persediaan persenjataan yang semakin menipis. Keadaan demikian tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada jalan keluar yang dilakukan untuk bisa tetap bertahan. Dengan penuh kearifan, bapak Malino mengusulkan agar pasukan dipecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok adalah pasukan yang harus bertahan di tempat pertempuran dan bertugas untuk sebanyak mungkin menghabisi prajurit Belanda, sementara kelompok yang lain harus pergi meninggalkan tempat pertempuran guna mencari bantuan dan tambahan senjata serta menyelamatkan para prajurit yang terluka. Bapak Malino memutuskan untuk tetap bertahan dalam pertempuran dan berjuang sekuat tenaga memimpin pasukan yang tersisa untuk menghabisi prajurit Belanda, sementara Komandan berada di kelompok yang lain. Hal yang luar biasa terjadi bagi kelompok bapak Malino. Satu demi satu prajurit Belanda gugur berserakan, kekuatan kini diambil alih oleh bapak Malino dan prajurit Indonesia. Gedung yang digunakan sebagai tempat persembunyian Belanda dapat dikuasai oleh mereka. Kegembiraan besar meliputi bapak Malino dan prajurit Indonesia. Namun tanpa disadari, seorang prajurit Belanda yang masih hidup berdiri di antara mereka dan mengaktifkan sebuah granat, sehingga... Beberapa hari setelah perang itu terjadi, Kaliurang mencapai kemerdekaan. Tidak dijajah oleh Belanda lagi. Ibu Malino dan keluarganya pun sangat senang, tetapi dia tidak melihat bapak Malino pulang. Semua prajurit pulang ke rumah masing-masing kecuali bapak Malino. Semua pun
khawatir. Sampai seorang prajurit mengatakan bahwa bapak Malino meninggal karena perang itu. Ibu Malino dan anak-anaknya menangis karena bapak mereka sudah tiada. Namun mereka patut berbangga karena memiliki suami dan bapak yang pemberani. Oleh: Vanessa 7.1