PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 27 TAHUN 1959 (27/1959) TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI A

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1951 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENJUALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 56 TAHUN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR: 5 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 55 TAHUN 2001

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR: 4 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 1 Tanggal : Seri : A Nomor : 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 T E N T A N G P A J A K R E S T O R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1998

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DAN KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perda No. 2/2001 tentang Penetapan Sisa Perhitungan APBD Kabupaten Magelang Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DI KABUPATEN CILACAP

BUPATI GIANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 18 TAHUN 2010 SERI : B NOMOR : 1

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1959 TENTANG PAJAK HASIL BUMI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 17 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA KTP DAN AKTE CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2004 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIIK NOMOR 07 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IJIN OPERASIONAL KENDARAAN TIDAK BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 27 TAHUN 1959 (27/1959) TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa berhubung dengan keadaan keuangan Negara dewasa ini menganggap perlu mengadakan suatu pemungutan pajak atas penyerahan kendaraan bermotor; b. bahwa karena keadaan yang memaksa pungutan tersebut perlu dengan segera diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Mengingat: Pasal 23 ayat (2) juncto pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar; Mendengar: Menteri Keuangan; Menetapkan: Memutuskan: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Pasal 1. Dengan nama Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dipungut pajak atas penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik yang dilakukan di Indonesia. Pasal 2. Yang dimaksud dengan: kendaraan bermotor: ialah semua kendaraan beroda dua atau lebih yang digunakan untuk mengangkat orang atau barang, yang digerakkan oleh motor yang menggunakan sebagai bahan pembakar bensin, minyak tanah, campuran bensin dengan minyak lain, arang atau minyak lainnya; menyerahkan: penyerahan dalam hak milik sebagai akibat perjanjian yang dua fihak atau perbuatan atau keadaan; mobil mewah: ialah pengertian mobil mewah menurut peraturan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan; sepeda motor: kendaraan bermotor beroda dua dengan isi cilinder lebih dari 50 cc; sepeda kumbang: kendaraan bermotor beroda dua dengan isi cilinder 50 cc, atau kurang.

Pasal 3. Dibebaskan dari pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor ialah: A.penyerahan dalam hak milik dari: a.sepeda kumbang; b.semua kendaraan bermotor yang dimasukkan sendiri dari luar negeri atau dibeli langsung dari importir. B.a.penyerahan kendaraan bermotor kepada Negara dan Daerah- daerah Otonomi; b.penyerahan kendaraan bermotor kepada wakil diplomatik, konsuler dan wakil lain dari negara asing; c.penyerahan kendaraan bermotor kepada wakil organisasi international yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pasal 4. Pajak berjumlah lima perseratus dan untuk mobil-mobil mewah sepuluh perseratus, dihitung dari jumlah yang ditentukan bedasarkan pasal 5. Pasal 5. (1)Bea balik nama kendaraan bermotor terhutang; a.dalam hal penjualan dari harga penjualan; b.dalam hal tukar-menukar baik jika diminta tambahan maupun jika tidak diminta tambahan dari nilai penjualan kendaraan bermotor; c.dalam hal hibah dari nilai penjualan dari kendaraan bermotor yang dihibahkan; d.dalam hal pemasukan dalam persekutuan, perseroan atau perkumpulan, dari nilai penjualan dari kendaraan bermotor yang dimasukkan; pengurangan dari bagian, untuk mana yang memasukkan turut berhak dalam kendaraan bermotor itu, tidak dilakukan; e.dalam semua hal lainnya dari nilai penjualan dari kendaraan bermotor. (2)Apabila harga penjualan atau nilai penjualan yang diberitahukan menurut pendapat Kepala Inspeksi Keuangan yang bersangkutan oleh yang menerima penyerahan tidak sesuai dengan harga penjualan pada pasar bebas maka Kepala Inspeksi Keuangan dapat menyimpang dari harga penjualan atau nilai penjualan yang diberitahukan kepadanya dan dapat menetapkan suatu harga penjualan atau nilai penjualan berdasarkan keteranganketerangan yang ada padanya yang dianggap sesuai dengan harga sesungguhnya, dan jumlah itu dipakai sebagai dasar penghitungan bea. (3)Kepala Inspeksi Keuangan dapat mewajibkan yang menyerahkan kendaraan bermotor, guna keperluan penetapan harga penjualan atau nilai penjualan, untuk memperlihatkan kepadanya atau

kepada seorang yang ditunjuk olehnya kendaraan bermotor yang bersangkutan. Pasal 6. (1)Badan atau orang yang menerima penyerahan kendaraan bermotor atau ahli-warisnya wajib: a.dalam waktu dua minggu terhitung dari saat menerima penyerahan meminta surat kuasa untuk menyetor bea balik nama kendaraan bermotor, kepada Kepala Inspeksi Keuangan, dalam wilayah mana ia bertempat tinggal; b.menyerahkan dan memberitahukan segala keterangan yang diperlukan untuk menetapkan jumlah yang dipakai dasar pengenaan pajak. (2)Apabila kewajiban yang disebut dalam ayat (1) tidak dipenuhi pada waktunya, maka bea yang terhutang ditambah dengan seratus persen. (3)Kepala Jawatan Pajak berwenang mengurangkan atau membatalkan tambahan termaksud dalam ayat berdasarkan kelalaian atau kekhilafan yang dapat dimaafkan. Pasal 7. Pemberitahuan yang disebut pada pasal 5 harus memuat: a.nama dan alamat lengkap baik dari yang menyerahkan maupun dari yang menerima penyerahan kendaraan bermotor; b.tanggal penyerahan, c.jenis, merk dan tahun pembikinan kendaraan bermotor; d.dasar atas mana penyerahan dilakukan; c.harga penjualan dan atau nilai penjualan. Pasal 8. (1)Bea balik nama kendaraan bermotor terhutang oleh yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. (2)Juga turut bertanggung terhadap pembayaran bea balik nama kendaraan bermotor ialah pihak yang menyerahkan kendaraan bermotor itu: Pasal 9. Surat kuasa menyetor yang dikeluarkan oleh inspeksi Keuangan memuat: 1.nama orang yang menerima penyerahan; 2.nama, merk, tahun pembikinan kendaraan bermotor yang menjadi dasar pemungutan pajak; 3.jumlah bea, tambahan yang harus dibayar; 4.saat pada mana pembayaran selambat-lambatnya harus dilakukan.

Pasal 10. (1)Pembayaran bea balik nama harus dilakukan dalam jangka waktu satu bulan terhitung dari tanggal surat kuasa untuk menyetor yang dikeluarkan oleh Inspeksi Keuangan yang bersangkutan. (2)Apabila bea tidak dilunasi dalam waktu yang ditentukan pada ayat (1) dikenakan denda sebesar jumlah bea yang terhutang. (3)Kepala Jawatan Pajak, atas permohonan tertulis dari yang berkepentingan berwenang mengurangi atau membebaskan denda dimaksud pada ayat (2), bila terdapat alasan untuk itu. Pasal 11. Kepala Inspeksi Keuangan yang bersangkutan dapat memperpanjang jangka waktu yang dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) dengan waktu satu bulan, apabila untuk itu oleh yang berkepentingan diajukan permohonan pada waktunya sebelum jangka waktu itu lampau dan menurut pertimbangan Kepala Inspeksi Keuangan tersebut terdapat alasan. Pasal 12. (1)Penguasaan kendaraan bermotor oleh orang atau badan yang bukan pemiliknya untuk jangka waktu lebih dari satu tahun dianggap sebagai penyerahan dalam hal milik pada saat lampaunya waktu satu tahun dihitung sejak saat penguasaan, kecuali jika penguasaan itu adalah akibat dari perjanjian sewa-menyewa, atau jika penguasaan itu sebagai akibat jabatannya. (2)Terhadap ketentuan pada ayat (1), ketentuan-ketentuan peraturan ini diberlakukan sesuai, kecuali pasal 13. Pasal 13. (1)Pejabat yang bertugas mengadakan balik nama kendaraan bermotor, dilarang untuk menyerahkan balik nama sesuatu kendaraan bermotor, atau memberi catatan tentang adanya penyerahan kendaraan bermotor, sebelum kepadanya diserahkan bukti-bukti bahwa bea balik nama kendaraan bermotor, beserta dendanya, kalau ada, lebih dilunasi, atau diserahkan suatu surat keterangan Kepala Inspeksi Keuangan dalam mana ternyata bahwa penyerahan kendaraan bermotor itu bebas dari bea balik nama kendaraan bermotor. (2)Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan tercantum pada ayat (1) dihukum dengan denda uang paling banyak seribu rupiah. Pasal 14. (1)Bila yang menerima penyerahan tidak setuju dengan jumlah yang

dipakai dasar pengenaan bea, ia dapat mengajukan permohonan supaya nilai jual kendaraan bermotor ditetapkan oleh suatu komisi taksasi. (2)Komisi terdiri dari dua tiga orang: a.seorang pegawai Inspeksi Keuangan yang ditunjuk oleh Kepala Inspeksi Keuangan setempat; b.seorang dari polisi lalu lintas di tempat kedudukan Inspeksi Keuangan yang ditunjuk oleh kepala polisi bagian lalu lintas setempat; c.seorang dari Jawatan Perjalanan ditempat kedudukan Inspeksi Keuangan ditunjuk oleh Kepala Kantor Perjalanan setempat. Penunjukan oleh masing-masing kepala dimaksud dalam ayat (1)dilakukan untuk masa setahun takwim. (3)Komisi taksasi berkumpul dan melakukan tugasnya setiap waktu dianggap perlu, dan adakan panggilan-panggilan. (4)Salah seorang dari mereka atas persetujuan bersama menjabat sebagai ketua komisi. (5)Dari setiap penaksiran dibuat risalah yang memuat tanggal dilakukan penaksiran, merek, tahun pembuatan, nomor polisi, dari kendaraan bermotor yang ditaksir harga jualnya, jumlah harga taksiran yang akhirnya diterima sebagai harga yang akan dipakai dasar perhitungan pajak tanda-tanda dari anggotaanggota komisi penaksiran. (6)Jika antara ketiga anggota tidak dapat persesuaian faham maka sebagai harga taksiran diambil 1/3 dari jumlah taksiran mereka bersama. (7)Taksiran komisi mengikat dan tidak dapat diganggu-gugat. (8)Jika jumlah taksiran dari komisi lebih rendah dari pada dasar yang digunakan untuk penetapan pajaknya, pajak dikurangkan sesuai. Jika taksiran komisi melebihi jumlah yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak lebih dari 10%, maka dikenakan tambahan pajak dari selisihnya. Dalam hal selisihnya tidak lebih dari 10% tidak dikenakan tambahan pajak. (9)Biaya penaksiran menjadi tanggungan orang yang meminta penaksiran sesuai dengan peraturan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk maksud itu. Pasal 15. (1)Untuk bea balik nama kendaraan bermotor Kas Negara mempunyai hak utama terhadap semua barang penanggung pajak yang disebut pada pasal 7.

(2)Hak utama yang diberikan pada ayat (1) mendahului segala hak lainnya, kecuali terhadap piutang tersebut dalam pasal 1139 No. 1 dan 4 dan pasal 1149 No. 1 Kitab Undang-undang Hukum Sipil serta pasal 80 dan pasal 81 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, terhadap ikatan panen dan terhadap hak gadai dan hipotek yang diatur oleh ketentuan-ketentuan Kitab Undangundang Hukum Sipil, yang diadakan sebelum saat pajak terhitung atau dalam hal diadakannya setelah saat itu, sepanjang untuk itu diberikan suatu surat keterangan dimaksud pada ayat (5). (3)Terhadap tanah yang dimiliki menurut hukum adat, maka hak utama yang diberikan pada ayat (1) tidak mendahului ikatan kredit yang diadakan sebelum saat bea terhutang, atau dalam hal diadakannya setelahnya saat itu, sepanjang untuk itu diberikan suatu keterangan seperti dimaksud pada ayat (5). Terhadap tanah dan barang yang digadaikan menurut hukum adat, maka hak utama negara tidak mendahului hak pemegang gadai atas pembayaran uang gadai. (4)Hak utama hilang dua tahun setelah tanggal surat kuasa untuk menyetor atau jika dalam waktu itu diberitahukan surat paksa untuk membayar, dua tahun setelah diberitahukannya akta tuntutan yang terakhir. Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, maka waktu itu karena hukum diperpanjang dengan waktu penundaan. (5)Sebelum atau sesudah diadakan hipotek dalam artikata Kitab Undang-undang Hukum Sipil, maka pemberi hipotek dapat minta suatu surat keterangan, bahwa hipotek itu mendahului hak utama diberikan pada ayat (1). Surat keterangan diminta pada Kepala Inspeksi Keuangan. Kepala Inspeksi Keuangan memberikan surat keterangan tersebut jika tidak ada bea yang berhak mendahului hipotek atau menurut pendapatnya ada jaminan bahwa bea yang berhak mendahului hipotek tersebut akan dilunasi. Dalam surat keterangan itu disebutkan tahun-tahun yang berkenaan. Dalam hal surat keterangan tidak berikan maka pemberi hipotek dapat mengajukan keberatannya kepada Kepala Jawatan Pajak yang akan menyuruh memberikan surat keterangan tersebut, jika menurut pendapatnya ada alasan untuk itu. Terhadap ikatan kredit maka ketentuan ini berlaku sesuai. Pasal 16. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat disebut sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 1960. Pasal 17. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan untuk pertama kali dilakukan terhadap penyerahan kendaraan bermotor yang dilakukan sesudah tanggal 31 Desember 1959.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 1959, Menteri Muda Kehakiman, ttd. SAHARDJO. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 1959. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. ttd. SOEKARNO. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 27 TAHUN 1959 tentang BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR. UMUM. Pada dewasa ini ternyata bahwa harga penjualan atau-nilai penjualan kendaraan bermotor tidak lebih rendah dari pada harga penjualan atau nilai penjualan barang tak gerak, pula barangbarang ini berdasarkan gejala yang dapat dilihat dalam masyarakat banyak digunakan sebagai suatu spekulasi obyek oleh banyak pedagang-pedagang kendaraan bermotor. Bertalian dengan maksud Pemerintah untuk mengadakan efficiency dalam bidang pemajakan berhubung dengan tindakantindakan moneter dalam rangka politik Pemerintah, maka tidak akan berkelbihan jika atas penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik dipungut bea balik nama seperti halnya dengan perjanjian penyerahan harta tak gerak. Dalam mengenakan pajak maka diadakan pembagian dalam dua golongan. Golongan kesatu ialah golongan kendaraan bermotor yang dianggap mewah, dan golongan kedua ialah kendaraan bermotor yang dianggap tidak mewah. Untuk mobil mewah dikenakan pajak sebesar 10% dari harga atau nilai jualnya, dan untuk kendaraan bermotor biasa dikenakan pajak sebesar 5%. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1.

Yang dikenakan pajak ialah penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik. Pembuatan Undang-undang tidak bermaksud mengenakan penyerahan kendaraan bermotor tidak dalam hak milik, tetapi yang diserahkan karena suatu perjanjian sewa-menyewa atau pinjam-meminjam (lihat pasal 12). Untuk menghindarkan pengenaan bea balik nama, mungkin oleh pihak-pihak yang berkepentingan dikonstruir suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan ini. Untuk mencegah perbuatan yang sedemikian, maka untuk penguasaan kendaraan bermotor, agar tidak dapat digunakan sebagai dalam penyelundupan pajak, perlu diberi batasan. Dan untuk itu pembuat Undang-undang menganggap perlu memberi suatu fiksi, dimana penguasaan kendaraan bermotor untuk waktu lebih dari satu tahun, dianggap sebagai penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik (pasal 12). Pasal 2. Dalam pasal ini diberikan difinisi mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan ini. Selanjutnya tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pasal 3. Dalam pasal ini diberikan pembebasan pengenaan pajak. Pembebasan yang dibawah (A) dimaksudkan pembebasan mengenai obyeknya, yakni bahwa sepeda kumbang, dan kendaraan bermotor yang dibawa sendiri dari luar negeri tidak dikenakan pajak ini. Dibawah (B) diberikan pembebasan pajak kepada subyek pajak. Jika subyek pajak, dalam hal ini orang atau badan yang menerima penyerahan, adalah Negara atau Daerah-daerah Otonoom, maka pajak tidak dikenakan. Alasan dari pengecualian ini ialah bahwa badan Pemerintah (pusat atau daerah) mengadakan pembelian itu tidak untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk kepentingan bersama, yaitu kepentingan Negara. Dan pula tidak sewajarnya bahwa Negara membayar pajak kepada diri sendiri. Pembebasan terhadap wakil diplomatic dan badan-badan internasional didasarkan kepada kebiasaan yang berlaku dalam bidang hukum internasional dan pula berdasarkan peraturan mengenai kekebalan anggota-anggota dari U.N.O. beserta Undang-undang khususnya. Pasal 4. Apa yang dimaksudkan dengan mobil mewah telah dijelaskan dalam pasal Stationwagon sebagaimana dikeluarkan asli oleh pabrikpabriknya, jikalau mempunyai isi cilinder 2.000 cc atau lebih dimaksudkan dalam golongan mobil mewah, walaupun dapat memuat lebih dari 6 orang. Sebaliknya Stationwagon yang carosserienya dibuat di Indonesia tidak termasuk mobil mewah dan untuk bea dikenakan 5%. Pasal 5. Dalam pasal ini ditentukan dasar yang dipakai untuk

penghitungan bea balik nama yang terhutang. Dalam ayat (2) oleh Undang-undang diberikan wewenang kepada Kepala Inspeksi Keuangan untuk menyimpang dari jumlah yang diberitahukan oleh yang menerima penyerahan untuk menghitung jumlah bea yang terhutang, jika menurut pendapat Kepala Inspeksi Keuangan jumlah yang diberitahukan tidak sesuai dengan harga yang sebenarnya pada saat penyerahan. Kepala Inspeksi Keuangan untuk maksud itu berhak meminta segala keterangan dari siapapun juga yang diperlukan guna menetapkan harga jual kendaraan yang bersangkutan dengan saksama. Dalam praktek hal ini tidak akan menemui kesulitan karena dalam hal demikian wajib pajak akan dipanggil oleh Kepala Inspeksi Keuangan dan diberitahukan bahwa jumlah yang diberitahukan tidak dapat disetujui. Dan soal ini dapat diselesaikan dengan jalan persetujuan wajib pajak dan Kepala Inspeksi Keuangan. Bila tidak dapat dicapai persesuaian maka Kepala Inspeksi Keuangan berhak menetapkan bea balik nama berdasarkan harga jual yang ia taksir, akan tetapi hal ini tidak mengurangi hak dari wajib pajak untuk meminta diadakan penaksiran oleh suatu komisi penilaian (lihat pasal 14). Pasal 6. Orang yang menerima penyerahan kendaraan bermotor kewajiban untuk dalam tempo 2 minggu setelah penyerahan terjadi melaporkan hal ini kepada Inspeksi Keuangan dalam wilayah ia bertempat tinggal. Terlambat memasukkan pemberitahuan ini akan mengakibatkan dikenakan denda. Dalam hal kelambatan disebabkan oleh kekhilafan atau kelalaian yang dapat dimaafkan, denda dapat dikurangi atau dibebaskan oleh Kepala Jawatan Pajak. Untuk hal itu dengan sendirinya oleh Kepala Inspeksi yang bersangkutan diajukan suatu usul penyelesaian. Cukup jelas. Pasal 7. Pasal 8. Bea balik nama menjadi beban orang yang menerima penyerahan. Dalam hal orang menerima penyerahan kendaran bermotor tidak mampu membayar biaya, maka orang yang menyerahkan kendaraan tersebut dapat pula dipertanggung-jawabkan. Soal ini tak akan mengalami suatu kesulitan. Karena pertama-tama orang yang menerima penyerahan akan ditagih dan bila perlu juga dengan jalan penyitaan kendaraan bermotornya. Pasal 9. Pasal ini memuat hal yang perlu dibuat dalam surat kuasa untuk menyetor. Pasal 10. Denda dikenakan bila bea balik nama tidak disetujui pada waktu yang ditentukan. Perlu diperhatikan disini bahwa denda

disini dihitung dari jumlah yang harus dibayar berdasarkan pasal 6 ayat (2), jadi dalam itu termasuk juga tambahan-tambahan yang mungkin dikenakan karena tidak dimasukan surat pemberitauan pada waktunya. Pasal 11. Kemungkinan untuk memberi perpanjangan waktu pembayaran letak ditangan Kepala Ispeksi Keuangan dan wewenang ini hanya akan dilakukan bila sungguh terdapat alasan untuk itu. Pasal 12. Pasal ini merupakan suatu fiksi dan perlu dicantumkan untuk mencegah kemungkinan diadakan penyelundupan pajak. Bila pasal ini tidak ada maka untuk menghindarkan pengenaan pajak mungkin diadakan suatu perjanjian pinjam-meminjam untuk jangka waktu yang lama yang sebenarnya adalah penyerahan kendaraan bermotor dalam hak milik. Untuk penyerahan dimaksud dalam pasal ini berlaku juga ketentuan dalam peraturan ini. Pasal 13. Dalam pasal ini diatur larangan terhadap petugas yang berwenang mengadakan balik nama kendaraan bermotor, untuk melakukan balik nama jika syarat-syarat formil belum dipenuhi. Jika mereka toh melakukan balik nama dengan tidak mengindahkan ketentuan pasal ini maka mereka akan dikenakan hukuman denda. Pasal 14. Bila orang yang menerima penyerahan tidak menyetujui jumlah yang dikirankan oleh Kepala Inspeksi Keuangan ia berhak untuk meminta penaksiran kepada suatu komisi penaksiran. Bagaimana penaksiran dilakukan dijelaskan dalam pasal ini dan tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Biaya penaksiran dibebankan kepada orang yang meminta penaksiran. Pasal 15. Hak utama dari Kas Negara diatur dalam pasal ini dan dalam garis besarnya adalah sama dengan ketentuan dalam lain-lain Undang-undang Pajak. Pasal 16. Cukup jelas. Pasal 17. Cukup jelas. Termasuk Lembaran-Negara No. 144 tahun 1959. Diketahui:

Menteri Muda Kehakiman, ttd. SAHARDJO. -------------------------------- CATATAN Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber: LN 1959/144; TLN NO. 1911