PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PENDUDUK 1961 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1963 TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1970 TENTANG PELAKSANAAN SENSUS PENDUDUK 1971 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1979 TENTANG PELAKSANAAN SENSUS PENDUDUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1973 TENTANG PELAKSANAAN SENSUS PERTANIAN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SENSUS EKONOMI Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1985 Tanggal 10 Juni 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG SENSUS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1985 TENTANG SENSUS EKONOMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG SENSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1964 TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PERINDUSTRIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1982 TENTANG IRIGASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BADAN PUSAT STATISTIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 TENTANG SENSUS PERTANIAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 51 TAHUN 1999 (51/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHASILAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1962 TENTANG BANK PEMBANGUNAN SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG URUSAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005

PP 51/1999, PENYELENGGARAAN STATISTIK. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan adanya perbedaan penafsiran beberapa ketentuan dalam

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1962 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG URUSAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAHUN : 2006 NOMOR : 01

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2006 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR SERI 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 34 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan tentang kedudukan keuangan Ketua, Wakil Ketua dan anggota M.P.R.S.

PEMERINTAH DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tanggal 7 September 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 21 TAHUN 1960 (21/1960)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG PEMBATASAN KEGIATAN PEGAWAI NEGERI DALAM USAHA SWASTA

UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG PERUNTUKAN DAN PENGGUNAAN TANAH ANCOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN STATISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 36 TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1981 TENTANG PERAWATAN, TUNJANGAN CACAD, DAN UANG DUKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PP 24/2004, KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1960 TENTANG PENGUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1957 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1981 TENTANG PENYEMPURNAAN ORGANISASI BADAN KOORDINASI INTELIJEN NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI D ================================================================

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG

-1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

P E R A T U R A N D A E R A H

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PENDUDUK 1961 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu mengadakan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sensus penduduk pada tahun 1961; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar; 2. Pasal 3, 4, 6 dan 7 Undang-undang Nomor 6 tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 105) tentang Sensus; 3. Pasal 14 ayat (2) Penentuan Presiden Nomor 6 tahun 1959 (disempurnakan) (Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 129); 4. Surat Dewan Pengawas Keuangan tanggal 6 Januari 1953 Nomor B. 52/53 tentang pertanggungan jawab para bendaharawan dan pengurus keuangan; Mendengar: Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 22 Nopember 1960; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PENDUDUK 1961 BAB I JENIS DAN CARA PENYELENGGARAAN SENSUS PENDUDUK Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: a. Sensus ialah sensus penduduk tahun 1961. b. Petugas ialah mereka yang mendapat surat pengangkatan sebagai petugas sensus. Mereka itu antara lain yang mengerjakan pencacahan, pengawasan dan pemeriksaan. 1 / 10

(1). Sensus penduduk terdiri atas: Pasal 2 a. Pendaftaran pertama dalam daftar pertanyaan sensus dari orang-orang yang akan dihitung dengan jalan mengunjungi rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tempat-tempat kediaman lainnya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti tercantum dalam daftar pertanyaan yang dilakukan oleh pencacah dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari (pencacahan pertama atau "periode"). b. Kunjungan ulangan segenap rumah, bangunan, tempat kediaman lainnya untuk mencocokkan/membetulkan jumlah jiwa yang telah terdaftar dalam daftar pertanyaan sensus yang telah diisi pada waktu pencacahan pertama atau mencacah mereka yang belum dicacah sama sekali, pada waktu yang akan ditetapkan (pencacahan terakhir atau "moment"). c. Pendaftaran semua orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tetap, yang dijalankan pada hari pencacahan terakhir sesudah jam 24.00 waktu setempat. (2). Kepala Biro Pusat Statistik dapat menetapkan daerah-daerah dimana tidak akan diadakan pencacahan terakhir sehabisnya pencacahan pertama setelah merundingkan hal ini dengan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 3 (1). Sebelum sensus yang sebenarnya dijalankan, maka dilakukan persiapan-persiapan berupa pemberian nomor pada rumah- rumah, bangunan-bangunan dan tempat-tempat kediaman lainnya, pendaftaran rumah tangga dan pengumpulan keterangan-keterangan yang berguna sebagai rangka penyelidikan sensus penduduk dan sensus-sensus lainnya. (2). Sesudahnya pencacahan terakhir, jika dianggap perlu oleh Kepala Biro Pusat Statistik, dapat diadakan pendaftaran ulangan kecil-kecilan (sampling) sebagai penelitian dan penyempurnaan terhadap kwalitet dari hasil-hasil. Pasal 4 (1). Waktu sensus meliputi jangka waktu satu bulan dimulai pada hari pertama dan berakhir pada malam hari terakhir dari bulan itu. (2). Kepala Biro Pusat Statistik menentukan untuk tiap-tiap daerah waktu dimulai pencacahan dengan mengeluarkan suatu instruksi. Pasal 5 Dalam sensus penduduk ini dicacah semua orang yang bertempat tinggal di Indonesia dan pada waktu diadakan sensus penduduk ada di Indonesia. Pasal 6 Didaerah daerah yang tidak aman atau karena sebab-sebab yang lain tidak mungkin dapat diadakan sensus yang lengkap, Kepala Biro Pusat Statistik dapat mengadakan sensus yang sederhana atau mengadakan suatu taksiran setelah merundingkan hal ini dengan Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 7 2 / 10

Jenis dan banyaknya pertanyaan yang akan dimasukkan ke dalam daftar pertanyaan sensus ditentukan oleh Kepala Biro Pusat Statistik. Pasal 8 Kebebasan yang dimaksud dalam pasal 6 Undang-undang Sensus 1960 kepada para petugas sensus diatur lebih lanjut sebagai berikut: (1). Para petugas hanya berwenang melakukan tugasnya di wilayah yang pada pengangkatannya ditetapkan sebagai wilayah kerjanya serta hanya selama jangka waktu yang ditentukan sebagai waktu sensus. Tugas ini terdiri dari: a. memberi nomor pada rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tempat-tempat kediaman lainnya; b. mendaftar rumah tangga dengan jumlah anggotanya dan mengajukan pertanyaan sebagai tercantum dalam daftar pertanyaan; c. tugas-tugas lain mengenai sensus yang khusus yang diperintahkan kepadanya secara tertulis. (2). Kebebasan bagi petugas-petugas sensus hanya berlaku dari jam 06.00 sampai jam 22.00 waktu setempat dan pada hari penghabisan sensus dari jam 06.00 sampai jam 05.00 hari berikutnya waktu setempat. Pasal 9 Kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang dan badan oleh pasal 7 Undang-undang Sensus 1960 yakni memberikan bantuan dalam arti yang seluas-luasnya adalah: (1). memberikan ijin kepada petugas sensus untuk memasuki halaman, penataran tanah pertanian, perkebunan dan tanah-tanah perusahaan lainnya, demikian pula masuk ke dalam alat-alat pengangkutan yang terletak di dalam daerah kerja petugas yang bersangkutan; (2). memberikan ijin kepada petugas sensus untuk memberikan nomor kepada rumah-rumah, bangunanbangunan dan tempat-tempat kediaman lainnya bagi keperluan sensus; (3). memberi jawaban yang sebenar-benarnya sepanjang diketahuinya tentang pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam daftar pertanyaan; a. dalam hal rumah tangga biasa, kepala rumah tangga atau wakilnya wajib memberi keterangan mengenai dirinya sendiri, anggota rumah tangganya dan orang-orang lain yang menginap di rumahnya; b. dalam hal rumah-rumah lainnya (hotel, losmen, penjara, rumah-rumah lembaga atau panti-panti sosial) pengurus rumah demikian wajib memberi keterangan tentang penghuni-penghuninya dan orang-orang lain yang menginap di situ. (4). Pengurus rumah-rumah sebagaimana termaksud pada ayat (3) huruf b di atas dan pengurus alat-alat pengangkutan sebagai termaksud pada ayat (1) pasal ini baik swasta maupun Pemerintah menyediakan tenaganya, atau menyuruh bawahannya menyediakan tenaganya guna melakukan pencacahan, bila diperlukan. BAB II STATUS DAN ORGANISASI Pasal 10 3 / 10

(1). Kepala Biro Pusat Statistik didampingi oleh sebuah panitia kerja interdepartemental yang memberikan nasihat-nasihat teknis kepada Biro Pusat Statistik, menyusun selengkapnya rencana kerja serta aturanaturannya mengenai pelaksanaan sensus penduduk mulai di daerah tingkat I sampai ke desa atau daerah yang setingkat dengan itu. (2). Untuk menghadapi tugas ini pada Biro Pusat Statistik dibentuk bagian Sensus Penduduk. (3). Kepala Biro Pusat Statistik memberikan instruksi dan pedoman-pedoman tentang cara dan waktu tiap-tiap macam pekerjaan sensus penduduk harus dilakukan. (4). Pengolahan hasil sensus serta publikasi dari hasil itu diatur oleh Kepala Biro Statistik. Pasal 11 (1). Kepala Biro Statistik membentuk Kantor-kantor sensus di tiap-tiap Daerah tingkat I dan tingkat II dan daerah Kecamatan yang wilayah-wilayah kerjanya meliputi wilayah daerah-daerah tersebut masingmasing kecuali jika ditentukan lain oleh Kepala Biro Statistik. (2). Gubernur Kepala Daerah mengatur segala sesuatu yang perlu agar supaya sensus penduduk di daerahnya terlaksana sebaik- baiknya dan atas nama Menteri Pertama menunjuk pegawai-pegawai bawahannya atau mengangkat pegawai baru dan tenaga lepas untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan kantor termaksud pada ayat (1) pasal ini. (3). Kepala dan pegawai desa atau daerah yang setingkat dengan itu, ikut serta dalam pelaksanaan sensus penduduk. (4). Pekerjaan pencacahan dilakukan oleh pencacah dan pemeriksaan di bawah pengawasan kepala desa atau daerah yang setingkat dengan itu. (5). Pejabat-pejabat sensus di daerah melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan oleh Kepala Biro Pusat Statistik. Dalam hal keadaan setempat menghendaki, Gubernur Kepala Daerah dapat menyimpang dari instruksi itu dengan persetujuan Kepala Biro Pusat Statistik. BAB III APARATUR Pasal 12 Biro Pusat Statistik menetapkan formasi dari pada masing-masing kantor termaksud pada pasal 11 ayat (1) dan jumlah pencacahan dan pemeriksa termaksud pada pasal 11 ayat (4). Pasal 13 Pegawai-pegawai termaksud pada pasal 11 ayat (1) adalah: a. Pegawai lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah yang ditugaskan. b. Pegawai lingkungan Departemen Dalam negeri dan Otonomi, Daerah yang merangkap. c. Pegawai baru dan d. Tenaga lepas. 4 / 10

Pasal 14 Gubernur Kepala Daerah, Presiden dan Bupati/Walikota Kepala Daerah atas nama Menteri Pertama dapat mengangkat pegawai baru dan tenaga lepas yang dimaksud dalam pasal 13 huruf c dan d untuk pelaksanaan sensus penduduk dalam daerahnya masing-masing sepanjang termasuk kewenangannya. Pasal 15 Pencacah dan pemeriksa termaksud pada pasal 11 ayat (4) diangkat dan diberhentikan oleh Camat atau pejabat yang setingkat dengan itu atas nama Gubernur Kepala Daerah. Pencacah dan pemeriksa adalah tenaga lepas. Pasal 16 BAB IV PEMBIAYAAN Pasal 17 (1). Biaya pegawai kecuali yang tersebut dalam pasal 18, ongkos kantor, pembelian inventaris, ongkos latihan, ongkos perjalanan, dan pengeluaran lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan sensus penduduk, dibebankan pada anggaran belanja Pemerintah Agung dan Badan-badan Pemerintah Tertinggi i.c. Biro Pusat Statistik. (2). Dalam pengeluaran lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan sensus penduduk termasuk juga honorarium, premi, uang duka, uang tunjangan dan sebagainya yang jumlahnya dan kepada siapa diberikan, ditetapkan oleh Kepala Biro Pusat Statistik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan umumnya yang berlaku. (3). Kepala petugas sensus bukan pegawai Negeri/pegawai Daerah dan yang merupakan tenaga lepas untuk waktu pendek yang meninggal dunia dalam dan karena melakukan pekerjaan jabatannya diberikan uang duka/penghibur pada janda/ahli warisnya yang besarnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk pegawai negeri. Pasal 18 Gaji dan tunjangan umum bagi pegawai Negeri termasuk pada pasal 13 huruf a dan b, masih tetap dibebankan kepada anggaran belanja instansi yang mengangkatnya sebagai pegawai Negeri/Daerah Otonom. Pasal 19 Menteri Pertama mengeluarkan surat putusan otorisasi dan anggaran belanja Biro Pusat Statistik untuk keperluan sensus kepada Gubernur Kepala Daerah yang bertanggung jawab penuh mengenai segenap pengeluaran biaya bertalian dengan sensus di daerahnya; dalam hal ini Gubernur Kepala Daerah mengangkat seorang pegawai Kantor Gubernur yang ditunjuk/ditugaskan sebagai Kepala Kantor Sensus sebagai bendaharawan untuk Kantor Sensus di Daerah tingkat I dan menunjuk Bupati/Walikota Kepala Daerah sebagai bendaharawan untuk daerahnya masing-masing. 5 / 10

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang perlu diatur lebih lanjut guna melaksanakan sensus penduduk yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur oleh Kepala Biro Pusat Statistik. Hal-hal yang bertalian dengan organisasi sensus di daerah dan status pegawainya ditetapkan bersama oleh Kepala Biro Pusat Statistik dan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 21 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 14 Desember 1960. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUKARNO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 14 Desember 1960. PEJABAT SEKRETARIS NEGARA, Ttd. SANTOSO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 NOMOR 159 6 / 10

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN SENSUS PENDUDUK TAHUN 1961 UMUM Meskipun pekerjaan pencacahan penduduk sebenarnya hanya berlangsung selama lebih kurang satu bulan tetapi karena akan meliputi jumlah penduduk yang mendekati 100 juta jiwa yang tersebar di wilayah yang luas sekali maka usaha ini menghendaki suatu organisasi yang besar serta diatur rapih. Sensus merupakan suatu rangkaian pekerjaan yang lengkap dan satu sama lain tali-temali yang harus direncanakan jauh di muka agar urutan-urutannya dengan tak terputus dapat dilaksanakan, karena itu perlu diatur selain luasnya isi sensus, juga bagaimana aparatur sensus bekerja, hubungan antara pusat usaha sensus dengan badan-badan di daerah dan keuangannya. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 2 Mengingat bahwa tujuan sensus penduduk ialah memperoleh keterangan dari segenap penduduk demikian rupa hingga tidak ada yang terlupakan atau terhitung lebih dari satu kali, maka perlu diadakan cara yang tepat. Karena itu obyek sensus perlu dibedakan dalam 3 golongan yang masing-masing menghendaki "approach" tersendiri. Cara yang diuraikan di bawah a dimaksudkan mencacah orang-orang yang selama masa sensus tinggal di rumah tempat kediamannya (normal residence). Cara yang diuraikan di bawah b dimaksudkan untuk mendekatkan hasil sensus pada keadaan yang sebenarnya dengan memperhitungkan penambahan karena kelahiran dan pengurangan karena kematian yang terjadi sesudah pengunjungan pertama. Pula sebagai suatu check apakah dirumahrumah yang telah dikunjungi pada "periodetelling" tidak ada tamu yang belum pernah dicacah di tempat kediamannya. Cara diuraikan di bawah c dimaksudkan untuk mencacah orang-orang yang gelandangan. Didaerah-daerah yang keadaan perhubungan sulit, keadaan keamanan belum mengizinkan dan sebagainya maka "momenttelling" tidak dapat dijalankan. Pasal 3 7 / 10

Pasal 4 Jangka waktu mengadakan sensus perlu diambil sesingkat mungkin dengan tidak mengurangi kwalitet hasilnya. Atas dasar letak perumahannya dan keadaan perhubungan, diadakan perbedaan antara daerah-daerah yang dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dan daerah-daerah yang memerlukan waktu yang lebih panjang lagi. Karena itu ada daerah-daerah yang mulai mencacah setengah bulan lebih dahulu dari yang lain, tetapi seluruh daerah harus mengakhiri sensusnya pada satu hari yang bersamaan. Pasal 5 Penentuan obyek sensus ini didasarkan kepada tujuan sensus. Perlu kita ketahui jumlah dan sifat-sifatnya (susunan umur, kelamin, perkawinan, bahasa, keagamaan. pekerjaan dan sebagainya) dari (a) warga negara Indonesia, dan (b) warga negara asing yang terhitung sampai akhir waktu sensus telah 3 bulan tinggal di Indonesia. Warga negara Indonesia yang berada di luar negeri tidak mungkin dicacah secara umum dan keterangan tentang jumlah dan sifat-sifatnya dapat diperoleh dengan jalan lain. Mengenai penyelenggaraan sensus penduduk di tempat perwakilan negara asing dan terhadap anggotaanggotanya diadakan pembicaraan lebih dulu oleh Kepala Biro Pusat Statistik dengan Departemen Luar Negeri. Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Untuk mencegah penyalahgunaan dari wewenang untuk mengunjungi bangunan-bangunan. rumah-rumah dan tempat-tempat kediaman lainnya maka perlu diadakan batas-batas kebebasan bagi petugas. Daerah dimana masing-masing petugas berwenang melakukan pekerjaannya ditentukan secara tertulis, macam pekerjaan yang ia lakukan tidak boleh menyimpang dari apa yang tercantum dalam buku instruksi atau instruksi khusus. dan waktu melakukan pekerjaannya pula dibatasi, satu dan lainnya untuk menjaga dilanggarnya adatistiadat, ketatasusilaan dan ketertiban umum. Pasal 9 Kewajiban memberi bantuan dalam melaksanakan sensus adalah tiga macam, ialah: 1. memberi ijin kepada petugas sensus untuk memasuki halaman. penataran. tanah pertanian. perkebunan dan tanah perusahaan lainnya serta memberi nomor sensus pada rumah-rumah bangunan-bangunan yang termasuk kekuasaannya: 2. memberi jawatan yang sebenar-benarnya atas pertanyaan-pertanyaan petugas sensus, 3. menyediakan tenaganya untuk diserahi pekerjaan pencacah, bila diminta oleh seorang pejabat yang 8 / 10

ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah untuk mengatur penyelenggaraan sensus. Kewajiban memberi keterangan yang diperlukan bagi sensus diletakkan kepada kepala rumah tangga, pengurus rumah-rumah lain dari pada rumah tanggal biasa. Jika ia berhalangan maka salah seorang anggota lainnya dapat menjawabnya pertanyaan-pertanyaan sensus. Memilih pencacah sebaiknya mengambil seseorang dari lingkungan itu sendiri, maka dalam hal hotel, asrama, penjara, rumah sakit, rumah-rumah lembaga atau rumah-rumah sosial lain-lain ditilik dari sudut praktis harus dapat mengangkat salah seorang petugas dari lingkungan itu juga. Karenanya perlu ada kesediaan dari pihak pengurus atau bawahannya dari rumah-rumah demikian untuk memberi bantuan yang diperlukan. Pasal 10 Untuk menjaga terpeliharanya keseragaman dalam pelaksanaan sensus di berbagai daerah maka teknik dan cara-caranya ditentukan oleh Biro Pusat Statistik dan daerah-daerah tinggal melaksanakannya sesuai dengan ancer-ancer instruksi umum. Mengingat pertimbangan praktis maka pimpinan penyelenggaraan sensus penduduk di daerah diserahkan kepada Kepala Daerah tingkat I dan tingkat II dengan penjabat-penjabat bawahannya. Dengan pegawai dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dimaksudkan baik pegawai negeri maupun pegawai Daerah Otonom. Pasal 11 Pasal 12 Formasi pegawai kantor sensus di daerah ditetapkan oleh Biro Pusat Statistik dengan memperhatikan keadaan keuangan dan keadaan setempat. Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pencacah dan pemeriksa sedapat mungkin diambil dari orang-orang dalam lingkungan sensus itu sendiri, setelah mereka mendapat latihan dalam pencacahan terlebih dahulu dan ternyata memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Biro Pusat Statistik. Sebagai tenaga lepas mereka hanya dipekerjakan untuk waktu tertentu selama tenaga mereka diperlukan untuk pekerjaan di luar (field-operation) dan pada akhir masa sensus, mereka dibebaskan. 9 / 10

Pasal 16 Pencacah dan pemeriksa sedapat mungkin diambil dari orang-orang dalam lingkungan sensus itu sendiri, setelah mereka mendapat latihan dalam pencacahan terlebih dahulu dan ternyata memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Biro Pusat Statistik. Sebagai tenaga lepas mereka hanya dipekerjakan untuk waktu tertentu selama tenaga mereka diperlukan untuk pekerjaan di luar (field-operation) dan pada akhir masa sensus, mereka dibebaskan. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 NOMOR 2107 10 / 10