Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. pelayanannya dilakukan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI PRAKTIK APOTEKER BERTANGGUNG JAWAB DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN MENUJU APOTEKER YANG BERMARTABAT

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Definisi kesehatan menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 adalah

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

(dalam) layanan primer

HASIL DISKUSI TERKAIT KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Oleh. Dr.Lili Irawati,M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan utama bagi setiap penduduk yang hidup

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan yaitu setiap orang

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PENCEGAHAN FRAUD DALAM PELAKSANAAN JKN KOMISI VIII

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. padat modal dan padat teknologi, disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Pelayanan Gigi & Prothesa Gigi Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2015

panduan praktis Penjaminan di Wilayah Tidak Ada Faskes Penuhi Syarat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2015 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

KOMUNIKASI DATA ELEKTRONIK PROGRAM JAMKESTA DIY. amkesos

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.2 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

2017, No Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 200

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. (Permenkes No.56 th 2014)

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

LAPORAN KEMAJUAN. Ketua : Dr. rer.nat. I.M.A.G Wirasuta,M.Si.,Apt.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERAN IAI DALAM PEMBERIAN REKOMENDASI IJIN PRAKTEK DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMER 31 TAHUN 2016

Transkripsi:

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI Disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengelola Obat Apotek & Rumah Sakit di Kota Yogyakarta 10 Mei 2016 Nurul Falah Eddy Pariang, Apoteker

1 PERUNDANG-UNDANGAN PERUNDANG-UNDANGAN

Amanat UUD 1945 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28H (1) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. (Pasal 34 (1)) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. (Pasal 34(3)) 3

UU Kesehatan No.36/2009 Pasal 4 Setiap orang berhak atas Kesehatan Pasal 5 1.Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan 2.Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

UU Kesehatan No.36/2009 Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

UU Kesehatan No. 36/2009 Pasal 108 Ayat (1) Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6

Penjelasan Pasal 108 Ayat (1) UU No.36/2009 Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian* dan kewenangannya**. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Amar Putusan MK : Atas Judicial Review Pasal 108 Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat,... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien;

Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat,... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien;

Penjelasan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Penjelasan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya; Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

INTERPRETASI PASAL 108 UU 36/2009 Liability Praktik Kefarmasian sesuai Undang Undang 36/2009 Liability Kompetensi Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi Farmasi Sertifikat Kompetensi Apoteker Keahlian* Kecukupan Pengalaman Praktik Produk Profesi yg dilayankan secara karakteristik Pembuatan, Pengendalian Mutu, Pengamanan, Pengadaan, Penyimpanan, Pendistribusian Obat, Pelayanan obat atas Resep Dokter,, Pelayanan Informasi Obat, Bahan Obat, dan Obat Tradisional HARUS Dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian Kewenangan** Pengakuan oleh Sistem Negara melalui Registrasi (STRA) Lisensi Praktik (SIP/SIK) SPO Praktik Kefarmasian dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien; 11

IMPLIKASI UU 36/09 DAN PP 51/09 FORMAT PELAYANAN FARMASI SAAT INI PROSES FARMASI DALAM PELAYANAN PASIEN, BERBASIS KOMODITI OBAT MEKANISME PELAYANAN PASIEN BERBASIS TRANSAKSI JUAL-BELI OBAT, BUKAN PELAYANAN KESEHATAN DIMENSI OBAT ADALAH BARANG DAGANGAN TANPA LIABILITY PELAYANAN PASIEN HARUS MENERIMA DAN MEMBAYAR HARGA OBAT YG DITAGIHKAN NON TRANSPARANSI UMUMNYA TANPA SOP UMUMNYA TANPA JASA PROFESI

2 ERA JKN ERA JKN

UU No.40 Th 2004 ttg Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal 23) 1. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan Penelenggara Jaminan Sosial. 2. Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 3. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memberikan Kompensasi. 4. Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.

UU No.40 Th 2004 ttg Sistem Jaminan Sosial Nasional (Penjelasan Pasal 23) Ayat (1) Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Ayat (3) Kompensasi yang diberikan pada peserta dapat dalam bentuk uang tunai, sesuai dengan hak peserta. Ayat (4) Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya (kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

RESTRUKTURISASI PELAYANAN KESEHATAN Sistem Kesehatan di Provinsi TIDAK TERSTRUKTUR TERSTRUKTUR Tertiary Tertiary Secondary Pelayanan Kesehatan Primer Primary Care Rujukan - Kewenangan Self Care Sumber : Professor Dr Syed Mohamed Aljunid, Pada Seminar SJSN Di Bidakara, 4 April 2013 17

Referral Health System Sumber : Professor Dr Syed Mohamed Aljunid, Pada Seminar SJSN Di Bidakara, 4 April 2013 18

Permenkes 59/2014 STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. 2. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Permenkes 59/2014 STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN Pasal 1 3. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Pasal 2 Tarif pelayanan kesehatan pada FKTP meliputi: a. Tarif Kapitasi; dan b. Tarif Non Kapitasi.