PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010

dokumen-dokumen yang mirip
2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru

TATA CARA PELAKSANAAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL YANG DIBIAYAI OLEH SADAN USAHA

TATA CARA PENGGUNAAN DANA BERGULIR PADA BADAN LAYANAN UMUM-BADAN PENGATUR JALAN TOL UNTUK PENGADAAN TANAH JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM


MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum da

1 of 9 21/12/ :39

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum; MEMUTUSKAN:

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

2 b. bahwa Badan Layanan Umum bidang Pendanaan Sekretariat Badan Pengatur Jalan Tol telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406/KMK.0

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN PENGUSAHAAN JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengusahaan. Pengadaan. Jalan Tol. Pedoman.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

2015, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diatur dalam suatu Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V E R S I P U B L I K

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambah

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11/PRT/M/2006 TENTANG

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 23/KPPU-Pat/VIII/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

1 of 5 21/12/ :18

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

2 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 c. bahwa Menteri Pekerjaan Umum melalui Surat Nomor: HK Mn/364 tanggal 7 Juni 2013, telah mengajukan usulan penyempurnaan nomenklatur dan tari

2016, No MIGAS/Kom/2016 tanggal 26 September 2016 menyepakati untuk mengganti Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 12/P/BP

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KEUANGAN PT. PLN (Persero)

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENERUSAN PENGUSAHAAN JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 23 ayat (4) dan Pasal II ayat (I) huruf a, b, c, d, dan e Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol; Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009; -1-

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 295/PRT/M/2005 tentang Badan Pengantar Jalan Tol sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2008; 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2006 tentang Tata Cara Penggunaan Dana Badan Usaha untuk Pengadaan Tanah Jalan Tol; 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2006 tentang Pedoman Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4/PRT/M/2007 tentang Tata Cara Penggunaan Dana Bergulir pada BLU-BPJT; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum; 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dukungan Pemerintah Terhadap Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol yang Dibiayai oleh Badan Usaha. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENERUSAN PENGUSAHAAN JALAN TOL -2-

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang di maksud dengan : 1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 2. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum. 3. Badan Pengatur jalan Tol yang selanjutnya disebut BPJT adalah Badan Pengatur jalan Tol yang dibentuk, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. 4. Badan Usaha adalah badan usaha yang mempunyai kemampuan,baik secara sendirisendiri maupun secara bermitra/bekerjasama, yang telah ditetapkan sebagai pemenang pelelangan pengusahaan jalan tol. 5. Badan Usaha Jalan Tol yang selanjutnya disebut BUJT adalah badan hukuk perseroan terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang pengusahaan Jalan Tol sesuai ketentuan dalam dokumen lelang pengusahaan Jalan Tol, khusus untuk menandatangani dan melaksanakan PPJT. 6. Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol yang selanjutnya disebut PPJT adalah perjanjian antara Kepala BPJT yang ditugaskan oleh Menteri atas nama Pemerintah dan Badan Usaha Jalan Tol untuk melaksanakan pengusahaan Jalan Tol. 7. Biaya Investasi adalah keseluruhan biaya investasi jalan tol yang terdiri atas biaya pengadaan tanah, biaya konstruksi dan biaya lainnya dalam rangka pengusahaan jalan tol, sebagaimana terdapat dalam rencana usaha Jalan Tol. 8. Pemenuhan Pembiayaan (Finanace Closure) adalah telah ditandatanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai seluruh proyek jalan tol yang sebagian pinjamannya telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi, sesuai dengan ketentuan dalam PPJT. 9. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal ataupun non fiskal yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri Keuangan sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan kelayakan finansial proyek jalan tol. 10. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Usaha melalui skema pembagian risiko untuk proyek jalan tol sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.01/2006. 11. Dukungan Pengadaan Tanah (Land Capping) adalah dukungan Pemerintah terhadap Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol yang dibiayai oleh Badan Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2008 tanggal 28 Juli 2008. 12. Dana Tanah Bergulir adalah dana yang dikelola oleh BLU-BPJT yang merupakan dana bergulir untuk membiayai ganti rugi tanah jalan tol dan selanjutnya dikembalikan oleh BUJT sesuai perjanjian atara BLU-BPJT dan BUJT. -3-

13. Surat Dukungan adalah surat pernyataan berupa komitmen dari lembaga keuangan atau perbankan yang menyatakan kesanggupan akan memberikan atau meneruskan pinjaman kepada BUJT. 14. Pengalihan Saham adalah perubahan pemegang saham dan/atau susunan pemegang saham. 15. Kompensasi Kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum yang selanjutnya disebut Kompensasi adalah Dukungan berupa penyesuaian tarif awal, dan/atau masa konsesi, dan/atau perubahan lingkup. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol ini dimaksudkan untuk memberi acuan dalam melaksanakan evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol melalui proses yang adil, terbuka, transparan dan bertanggung gugat. (2) Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian BUJT yang memenuhi persyaratan dan kelayakan proyek guna kelangsungan pengusahaan jalan tol. Pasal 3 Lingkup Peraturan Menteri ini meliputi : a. Evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol untuk ruas-ruas jalan tol sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan satu kesatuan dengan Peraturan Menteri ini, dengan kondisi : 1. Telah ditetapkan Badan Usaha, namun PPJT belum ditandatangani oleh BUJT dengan mengacu kepada Dokumen Lelang; 2. PPJT telah ditandatangani oleh BUJT, namun BUJT belum memperoleh Pemenuhan Pembiayaan sesuai ketentuan PPJT; atau 3. PPJT telah ditandatangani oleh BUJT dan telah mencapai Pemenuhan Pembiayaan, namun pengadaan tanah belum selesai dilaksanakan dengan mengacu kepada PPJT. b. Evaluasi Pengalihan Saham untuk ruas-ruas sebagaimana pada huruf a dan ruas-ruas jalan tol selain pada huruf a yang telah menandatangani PPJT. BAB III EVALUASI PENERUSAN PENGUSAHAAN JALAN TOL Pasal 4-4-

(1) Sebelum dilakukannya evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol, BUJT/Badan Usaha harus terlebih dahulu menandatangani Berita Acara persetujuan pelaksanaan evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol sebagaimana terdapat dalam Lampiran 2 yang merupakan satu kesatuan dengan Peraturan Menteri ini. (2) Apabila sampai dengan 14 (empat belas) hari setelah penyampaian Berita Acara, BUJT/Badan Usaha tidak menandatangani Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka BUJT/Badan Usaha berkewajiban untuk meneruskan pengusahaan jalan tol sesuai dengan ketentuan dalam PPJT atau Dokumen Lelang pegusahaan jalan tol. (3) Dalam hal BUJT/Badan Usaha telah menandatangani Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, maka paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah penandatanganan Berita Acara tersebut, BUJT/Badan Usaha berkewajiban untuk menyediakan seluruh datadata yang diperlukan untuk dilakukannya evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol. Pasal 5 (1) Sebelum dilakukan evaluasi, disusun prioritas evaluasi dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Pemenuhan ketentuan dalam PPJT berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan; b. Kesesuaian dengan prioritas dan kebijakan Pemerintah, yaitu prioritas pertama adalah penyelesaian Jalan Tol Trans Jawa dari Jakarta hingga Surabaya pada tahun 2014; c. Kesiapan BUJT dalam memenuhi syarat-syarat untuk melanjutkan proyek; d. Kesatuan Sistem Jaringan Jalan; e. Ketersediaan Dana Tanah Bergulir dan Land Capping; dan f. Ketersediaan tanah sekurang-kurangnya satu seksi dalam waktu 12 (dua belas) bulan yang dapat diperpanjang selama 12 (dua belas) bulan. (2) Berdasarkan prioritas evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol yang meliputi : a. Evaluasi kemampuan keuangan BUJT; dan b. Evaluasi kelayakan finansial proyek jalan tol. Pasal 6 (1) Evaluasi kemampuan keuangan BUJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilakukan dengan memperhatikan unsur : a. Pendanaan dan kinerja Badan Usaha atau BUJT dan/tau pemegang saham BUJT berdasarkan laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan Publik; dan b. Perjanjian kredit dan/atau surat keterangan dari calon kreditur yang menyatakan kesediaan calon kreditur untuk memberikan pinjaman sesuai dengan ketentuan dalam PPJT atau dokumen lelang pengusahaan jalan tol. (2) Untuk memenuhi kemampuan keuangan BUJT dalam pengusahaan Jalan Tol, BUJT dapat mengajukan usulan Pengalihan Saham BUJT paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak penandatanganan Berita Acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. -5-

(3) Dalam hal BUJT tidak mengajukan usulan Pengalihan Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dilakukan evaluasi terhadap kemampuan BUJT dan pemegang saham yang ada. (4) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan kemampuan pendanaan yang ditunjukkan oleh akumulasi kas bebas (laba bersih dan penyusutan) dari BUJT dan/atau pemegang sahamnya yang menunjukkan kemampuan keuangan yang siap diinvestasikan dalam proyek jalan tol. (5) Kinerja BUJT dan/atau pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada : a. Rasio Likuiditas yang emrupakan kemampuan likuiditas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang terdiri dari : 1) Quick Ratio yang merupakan rasio antara selisih aktiva Lancar dan Persediaan dengan Kewajiban Lancar. 2) Current Ratio yang merupakan rasio antara Aktiva Lancar dengan Kewajiban Lancar. b. Raiso Solvabilitas yang emrupakan kemampuan likuiitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang yang terdiri dari : 1) Debt Ratio yang merupakan rasio debt dengan Total Aset. 2) Debt Equity Ratio yang merupakan rasio antara debt dengan Total Ekuitas. (6) Dalam melakukan evaluasi kemampuan keuangan BUJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan klarifikasi kepada pihak terkait untuk mendapatkan data dan informasi. Pasal 7 (1) BUJT/Badan usaha dinyatakan mempunyai kemampuan keuangan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Akumulasi kas bebas (laba bersih dan penyusutan) dari BUJT dan/atau pemegang sahamnya yang siap diinvestasikan dalam proyek jalan tol dalam 3 (tiga) tahun terakhir lebih besar atau sama dengan kebutuhan ekuitas; b. Laporan keuangan BUJT memperlihatkan inerja keuangan terakhir yang menunjukkan telah terpenuhinya dana untuk pemenuhan ekuitas paling sedikit sebesar keputusan pembiayaan per Seksi; c. Laporan keuangan pemegang saham memperlihatkan kinerja keuangan yang baik selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu rasio likuiditas yang mrningkat dari tahun ke tahun dan rasio solvabilitas yang menurun dari tahun ke tahun; dan d. Memperoleh dukungan pembiayaan dengan menunjukkan perjanjian kredit dan/atau surat keterangan dari calon kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b. (2) Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan BUJT atau Badan Usaha tidak mempunyai kemampuan keuangan yang mencukupi, maka Menteri dapat mengakhiri PPJT atau mencabut keputusan penetapan pemenang lelalang pengusahaan jalan tol. -6-

Pasal 8 (1) Evaluasi kelayakan finansial proyek jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b mengacu ketentuan dan parameter yang ada pada Dokumen Lelang atau PPJT dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Tersedianya Dana Tanah Bergulir dan Land Capping; b. Jadwal pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi; c. Biaya investasi yang telah disesuaikan; dan d. Proyeksi pendapatan. (2) Proyek dinyatakan layak apabila nilai kelayakan finansial proyek paling kurang sebesar 4% (empat persen) diatas rata-rata suku bunga pinjaman bank pemerintah. (3) Menteri dapat memberikan Jaminan Pemerintah berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan. (4) Untuk meningkatkan kelayakan proyek, Menteri dapat memberikan Kompensasi. (5) Apabila evaluasi berdasarkan kondisi saat ini dan pemberian Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilakukan tetapi belum diperoleh tingkat kelayakan finansial proyek yang memadai, maka Pemerintah berdasarkan usulan Menteri dapat memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk penyediaan tanah dan/atau konstruksi hingga kelayakan proyek sebesar 4% (empat persen) diatas rata-rata suku bunga pinjaman bank pemerintah dengan memperhatikan prioritas proyek dan ketersediaan APBN. (6) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) akan diberikan dalam jangka waktu paling alam 3 (tiga) bulan sejak permohonan dukungan dari Menteri kepada Menteri Keuangan. (7) Apabila dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tersedia atau tidak mencukupi, maka Menteri dapat menetapkan proyek tetap dilanjutkan apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 menunjukkan BUJT mampu, BUJT menyatakan sanggup meneruskan pengusahaan jalan tol sesuai dengan tingkat kelayakan yang ada, dan BUJT mendapatkan Surat Dukungan yang menegaskan komitmen dari lembaga keuangan atau perbankan untuk tetap memberikan atau meneruskan pinjaman kepada BUJT dengan kondisi tingkat kelayakan yang ada. (8) Dalam hal syarat penetapan penerusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak terpenuhi, maka Menteri dapat mengakhiri PPJT atau mencabut keputusan penetapan pemenang lelang pengusahaan jalan tol. Pasal 9 (1) Bedasarkan hasil evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, maka masing-masing proyek akan dikelompokkan menjadi : a. Kelompok A, yaitu proyek jalan tol yang layak untuk diteruskan termasuk dengan tambahan Kompensasi serta BUJT mempunyai kemampuan keuangan untuk melaksanakan pengusahaan Jalan Tol termasuk dengan Pengalihan Saham; b. Kelompok B, yaitu proyek jalan tol yang layak untuk diteruskan setelah mendapat tambahan Kompensasi dan Dukungan Pemerintah, serta BUJT mempunyai kemampuan keuangan untuk melaksanakan pengusahaan Jalan Tol termasuk dengan Pengalihan Saham; atau -7-

c. Kelompok C, yaitu proyek jalan tol yang tidak layak untuk diteruskan walaupun telah mendapat tambahan Kompensasi dan Dukungan Pemerintah atau BUJT tidak mempunyai kemampuan keuangan untuk melaksanakan pengusahaan Jalan Tol walaupun dengan Pengalihan Saham. (2) Terhadap proyek yang termasuk Kelompok A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan amandemen PPJT berdasarkan parameter investasi yang baru paling lama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya hasil evaluasi atau ruas jalan tol yang bersangkutan. (3) Terhadap proyek yang termasuk Kelompok C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, maka Menteri dapat mengakhiri PPJT atau mencabut surat keputusan penetapan pemenang lelang pengusahaan jalan tol. Pasal 10 (1) Menteri menetapkan status penerusan pengusahaan jalan tol dengan mempertimbangkan rekomendasi BPJT. (2) Selama proses evaluasi berlagsung, BUJT tetap berkewajiban untuk melaksanakan pengusahaan jalan tol sesuai dengan ketentuan dalam PPJT dan dokumen lelang, dan tidak menunda jadwal mulai beroperasinya proyek jalan tol. Pasal 11 Terhadap proyek jalan tol yang diteruskan akan dilakukan amandemen PPJT yang mencakup antara lain : a. Perubahan jadwal pengadaan tanah dan konstruksi; b. Perubahan rencana usaha termasuk kompensasi; c. Bentuk dan besaran Dukungan Pemerintah; d. Pengalihan Saham; e. Ketentuan mengenai pemantauan secara periodik dan evaluasi volume lalu lintas, pendapatan, dan biaya setiap 5 (lima) tahun; f. Batas waktu BUJT untuk mencapai Pemenuhan Pembiayaan; atau g. Pengaturan masa konsesi yang diperhitungkan sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Pasal 12 (1) Dalam rangka pengawasan pengusahaan jalan tol akan dilakukan pemantauan secara periodik dan evaluasi setiap 5 (lima) tahun atas realisasi volume lalu lintas, pendapatan dan biaya. (2) Terhadap pengusahaan jalan tol yang mendapat Dukungan Pemerintah akan dilakukan evaluasi terhadap realisasi volume lalu lintas, pendapatan dan biaya sesuai rencana usaha dalam mencapai kelayakan proyek paling kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). (3) Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan volume lalu lintas, pendapatan dan biaya ternyata lebih dari 110% (seratus sepuluh persen) dari volume lalu lintas sebagaimana dimaksud -8-

pada ayat (2), maka Pemerintah akan menerima kompensasi secara proposional terhadap kelebihan dari volume lalu lintas sebagaimana dimaksud di atas dalam bentuk pengurangan masa konsesi. (4) Pengurangan masa konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan dan ditetapkan setiap 5 (lima) tahun sekali, penetapan pengurangan masa konsesi tersebut akan diakumulasikan 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya masa konsesi. Pasal 13 (1) Masa konsesi dihitung sejak diterbitkannya SPMK untuk ruas jalan tol yang bersangkutan, sesuai ketentuan dalam Pasal 11 huruf g. (2) Dalam hal SPMK diberikan secara bertahap untuk tiap-tiap seksi, maka masa konsesi dihitung sejak diterbitkannya SPMK untuk seksi yang pertama. BAB IV PENGALIHAN SAHAM Bagian Pertama Kriteria Pasal 14 (1) Pengalihan Saham BUJT sebelum jalan tol beroperasi secara keseluruhan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri. (2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada BUJT dengan kriteria sebagai berikut : a. Satu atau lebih pemegang saham tidak mampu memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban penyetoran modal pada BUJT dalam batas waktu yang ditentukan dalam PPJT atau bermaksud untuk tidak meneruskan/mengurangi investasinya, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya proses pengusahaan jalan tol; dan b. Adanya usulan BUJT untuk melakukan Pegalihan Saham yang telah disepakati oleh seluruh pemegang saham; dan c. calon pemegang saham BUJT dan/atau pemegang saham BUJT yang akan menambah presentase kepemilikan sahamnya memiliki reputasi yang baik dalam berusaha serta memiliki kapasitas yang cukup untuk memenuhi kewajiban setoran modalnya kepada BUJT; atau d. Terdapat putusan pengadial atau arbitrase yang telah berkekuatan hukum tetap yang mewajibkan adanya pengalihan saham. (3) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Memberikan kepastian pengusahaan jalan tol; b. Memperkuat kemampuan keuangan BUJT; dan -9-

c. Didukung oleh bank atau sindikasi bank pemberi pinjaman. (4) Pengalihan Saham dapat mengubah komposisi kepemilikan pemegang saham mayoritas BUJT. Bagian Kedua Tata Cara Pasal 15 Tata cara untuk memperoleh persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. BUJT mengajukan usulan Pengalihan Saham kepada Menteri. b. Usulan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus melampirkan : 1. Bentuk Pengalihan Saham yang diusulkan; 2. Alasan perlunya Pengalihan Saham, disertai bukti-bukti pendukung; dan 3. Dokumen kualifikasi Badan Usaha yang akan menjadi pemegang saham baru dalam BUJT dan/atau Badan Usaha yang akan menambah porosi kepemilikan saham dalam BUJT. c. Evaluasi terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada huruf b, meliputi : 1. Dipenuhinya kriteria sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2); dan 2. Dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (3). d. Dalam hal Menteri menyetujui Pengalihan Saham BUJT, BPJT dan BUJT akan melakukan amandemen terhadap PPJT. e. Seluruh proses permohonan usulan, evaluasi dan lain-lain yang terkait dengan usulan Pengalihan Saham pada BUJT tidak menangguhkan kewajiban BUJT sebagaimana telah diatur dalam PPJT dan tidak menunda jadwal mulai beroperasinya proyek jalan tol. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 (1) Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. (2) Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka : a. Peghasilan Saham yang telah dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. b. Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2006 tentang Pedoman Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku. -10-

(3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk diketahui dan dilaksanakan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 7 Mei 2010 MENTERI PEKERJAAN UMUM ttd. DJOKO KIRMANTO -11-

Lampiran I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol 1. Kategori PPJT belum ditandatangani oleh BUJT dengan mengacu kepada Dokumen Lelang : 1. Cimanggis Cibitung 2. Serpong Cinere 3. Solo Ngawi 4. Ngawi Kertosono 2. Kategori PPJT telah ditandatangani oleh BUJT, namun belum mencapai pemenuhan pembiayaan dengan mengacu kepada PPJT : 1. Pejagan Pemalang 2. Pemalang Batang 3. Batang Semarang 4. Kunciran Serpong 5. Cengkareng Batu Ceper Kunciran 6. Ciawi Sukabumi 7. Waru (Aloha) Wonokromo Tanjung Perak 8. Pasuruan Probolinggo 3. Kategori PPJT telah ditandatangani oleh BUJT dan telah mencapai pemenuhan pembiayaan, namun pengadaan tanah belum selesai dilaksanakan dengan mengacu kepada PPJT : 1. Bogor Ring Road 2. Kertosono Mojokerto 3. Semarang Solo 4. Surabaya Mojokerto 5. JORR Seksi W-2 Utara 6. Cikampek Palimanan 7. Cinere Cimanggis (Jagorawi) 8. Gempol Pandaan 9. Gempol Pasuruan 10. Depok Antasari 11. Cibitung Cilincing 12. Bekasi Cawang Kampung Melayu -12-

Lampiran II Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol Berita Acara Persetujuan Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol Berita Acara Persetujuan Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol ini ( Berita Acara ) ditandatangani di Jakarta, pada hari (**) tanggal (**) oleh dan antara : 1. Badan Pengatur Jalan Tol yaitu Badan Pengatur Jalan Tol yang dibentuk, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, untuk selanjutnya disebut sebagai ( BPJT ); dan 2. PT (**), sebuah badan usaha yang dibentuk berdasar hukum Republik Indonesia, berkedudukan hukum di (**), untuk selanjutnya disebut sebagai ( BUJT atau BU ); BPJT dan BUJT/BU untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai ( Para Pihak ) dan secara sendiri-sendiri sebagai ( Pihak ) Para Pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal dibawah ini : Menimbang : bahwa sesuai ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2010, sebelum dimulainya evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol, dipersyaratkan agar Para Pihak terlebih dahulu menandatangani Berita Acara Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol. Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol; 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009; 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 295/PRT/M/2005 tentang Badan Pengaturan Jalan Tol sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2008; -13-

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2006 tentang Tata Cara penggunaan Dana Badan Usaha untuk Pengadaan Tanah Jalan Tol; 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 27/PRT/M/2006 tentang Pedoman Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4/PRT/M/2007 tentang Tata Cara Penggunaan Dana Bergulir pada BLU-BPJT; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum; 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dukungan Pemerintah Terhadap Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol yang Dibiayai oleh badan Usaha; 11. PPJT Nomor...; 12. SK Penetapan Pemenang Nomor... Para Pihak dengan ini menyetujui : 1. Pelaksanaan Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol Para Pihak setuju dilaksanakannya evaluasi penerusan pengusahaan Jalan Tol sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2010. 2. Hasil Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol Para Pihak setuju bahwa hasil evaluasi penerusan pengusahaan Jalan Tol bersifat mengikat bagi Para Pihak dan menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dari PPJT. 3. Amandemen PPJT Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan pengusahaan jalan tol diteruskan, maka Para Pihak setuju untuk melakukan amandemen PPJT sesuai dengan hasil evaluasi penerusan pengusahaan jalan tol sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2010. 4. Pengakhiran PPJT/Pencabutan Surat Keputusan Penetapan Pemenang Lelang Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan pengusahaan jalan tol tidak diteruskan atau hasil evaluasi menunjukkan pengusahaan jalan tol dilanjutkan namum BUJT/Badan Usaha tidak menandatangani amandemen sesuai dengan butir 3 diatas, maka Para Pihak setuju PPJT diakhiri, atau dalam hal PPJT belum ditandatangani maka surat keputusan penetapan pemenang lelang akan dicabut. Badan Pengatur Jalan Tol Badan Usaha Jalan Tol/Badan Usaha Nama Jabatan Nama Jabatan -14-