I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

efek stupor atau bingung yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan (Fransiska, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

J A K A R T A, M E I

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SKRIPSI. UPAYA REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNNK/KOTA) PADANG (Studi Kasus di BNNK/Kota Padang)

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. (narkotika, zat adiktif dan obat obatan berbahaya) khususnya di kota Medan

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG,

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional dan nasional, sejak lama telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) yang terus mengancam dan telah merusak sendi-sendi kehidupan manusia, berbangsa dan bernegara. Berbagai upaya telah dilakukan secara bersama-sama dalam menanggulangi masalah tersebut, namun demikian fenomena tersebut masih terus menyita fokus perhatian dari pemerintah untuk dikurangi penurunannya hingga ke titik nol. Istilah narkoba saat ini telah menjadi istilah yang akrab ditelinga dan lidah. Jika dulu istilah ini hanya dikenal melalui media cetak dan elektronik, maka kini masyarakat awampun telah fasih menggunakannya, meskipun mungkin mereka sendiri tidak terlalu memahami artinya. Narkoba tergolong istilah baru karena baru muncul sekitar tahun 1998, munculnya istilah ini dilatarbelakangi oleh banyaknya peristiwa pnyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dan obat-obatan adiktif yang terjadi. Narkoba diidentikkan dengan konotasi negatif. Narkoba lebih dikenal sebagai obat terlarang berbahaya dan merusak, padahal zat ini tidak terlalu berdampak buruk

2 bagi manusia. Sejak abad-abad lampau zat-zat yang akhirnya digolongkan jenis narkotika dan psikotropika telah digunakan sebagai bahan penahan rasa sakit pada pengobatan luka, terutama pada saat perang. Misalnya morphin, sejak abad ke-19 selalu menjadi bekal para tentara yang berangkat ke medan perang di Eropa dan Amerika guna menghilangkan nyeri apabila mereka terluka. Di dunia medis narkotika sangat diperlukan karena keampuhannya menghilangkan rasa nyeri. Disamping memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, zat ini ternyata juga memiliki efek besar bagi kehidupan manusia, zat ini ternyata juga memiliki efek samping yang berbahaya, yaitu menimbulkan ketagihan dan ketergantungan terhadap pemakai, penggunaan narkotika mudah menimbulkan ketagihan karena dalam keadaan kurang menentu dan depresi pemakai ingin mengalami euphoria lagi. Oleh sebab itu, penggunanya harus di bawah pengawasan dokter. Dewasa ini penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi fenomena di masyarakat, tanpa mengenal usia dan golongan sosial, masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah muncul sebagai momok yang mengerikan, tidak saja bagi pemerintah Indonesia, tetapi juga bagi dunia Internasional. Berdasarkan Laporan Badan Dunia Perserikatan Bangsa-bangsa untuk urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs Crimes/UNODC) Word Drugs Report 2011, upaya pengawasan narkoba yang ketat oleh negara-negara di dunia telah dapat mengendalikan peredaran narkoba di Eropa, Amerika dan Asia. Namun demikian transaksi dan perdagangan gelap narkoba yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir (organized crime) ternyata terus meningkat,

3 sehingga diperlukan berbagai macam upaya untuk melindungi rakyat dari bahaya narkoba. Menurut Laporan UNODC tahun 2012, diestimasikan bahwa sebanyak 149 sampai dengan 272 juta jiwa yang mengkonsumsi narkoba, pada tahun 2009, dengan kelompok umur 15-64 tahun atau sebesar 3,3% dan diestimasikan setengahnya sebagai pengguna narkoba hingga sekarang. Sementara di Indonesia, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh BNN bekerjasama dengan pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2011 tentang survey nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia telah mencapai 2,2% atau sekitar 3,8 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10-60 tahun). Data menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan sebesar 0,21% bila dibandingkan dengan angka prevalensi pada tahun 2008, yaitu sebesar 1,99% atau sekitar 3,3 juta orang, angka kematian pecandu 41 orang perhari. Sementara itu, kejahatan narkoba juga terus mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat. Dari data tindak pidana narkoba di Indonesia periode 2007-2011 (Data BNN, Maret 2012), telah terjadi 139.199 kasus narkoba. Fenomena lain yang cukup mengkhawatirkan bahwa ancaman bahaya narkoba juga telah merambah kalangan generasi muda di lingkungan pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan pendidikan agama. Tidak jarang banyak kasus tawuran pelajar dan mahasiswa dalam pengaruh mabuk narkoba.

4 Dalam menanggulangi semakin maraknya kasus-kasus Narkoba, pemerintah membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (1999) dengan tugas melakukan koordinasi baik tingkat pusat maupun daerah tentang masalah Narkoba. Kemudian pada tahun 2002 pemerintah mengganti BKNN menjadi Badan Narkotika Nasional dengan tugas selain koordinasi juga operasionalisasi satuan tugas dan penegakan hukum. Sebagai upaya meneguhkan semangat bahwa narkoba adalah masalah bersama bangsa, Presiden menerbitkan Inpres nomor 12 tahun 2011 tentang upaya pencegahan dan Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sebagai upaya yang komprenship dalam mengurangi permintaan dan sediaan narkoba (demand & supply reduction). Sebagai lembaga forum dan vocal point P4GN BNN terus melakukan kordinasi dan membentuk Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK). Berdasarkan pasal 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjelaskan bahwa: Ayat 1 : Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat Nasional yang bertanggung jawab kepada Presiden. Ayat 2 : Badan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan koordinasi dalam rangka ketersedian Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

5 Ayat 3 : Ketentuan mengenai susunan, kedudukan organisasi dan tata kerja BNN sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam keputusan Presiden. Penjelasan pasal 54 ayat (2) penanganan narkotika pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab berbagai instansi pemerintah disamping keikutsertaan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian penanganan masalah P4GN hendaknya dilakukan secara terpadu, sehingga akan mencapai hasil yang maksimal, demikian pula diperlukan koordinasi antara BNN dengan pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menetapkan kebijakan nasional dibidang narkotika, pelaksanaan koordinasi ini sama sekali tidak mengurangi tugas dan tanggung jawab BNN dalam melakukan pelaksanaan program P4GN. Akibat meningkatnya penyalahgunaan narkotika dan sesuai dengan keinginan perundang-undangan yang berlaku, maka Presiden mengeluarkan Keputusan yaitu Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Narkotika Nasional yang bertugas membantu presiden dalam melaksanakan koordinasi dalam rangka pelaksanaan program P4GN yang kemudian diganti dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertugas membantu Presiden dalam: 1. Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dengan penyusunan kebijakan pelaksanaan di bidang pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

6 2. Melaksanakan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika serta zat adiktif lainnya dengan membentuk satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, kewenangan dan fungsinya masing-masing. Berdasarkan penjelasan keputusan Presiden di atas dijelaskan bahwa BNN dalam proses pelaksanaan P4GN harus selalu melakukan koordinasi dengan institusi pemerintah baik pusat maupun daerah, selain itu BNN juga harus melakukan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan P4GN dengan aparatur penegak hukum sehingga dengan melakukan koordinasi program P4GN dapat diimplementasikan secara optimal. Selain itu program P4GN dapat secara langsung dievaluasi oleh aparatur terkait. Di Provinsi Lampung khususnya Lampung Selatan perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba setiap waktu semakin berkembang demikian pesat dan pada masa saat ini telah memasuki masa yang sangat mengkhawatirkan terutama bagi perkembangan masa depan generasi penerus bangsa. Selanjutnya di Kabupaten Lampung Selatan Jumlah kasus narkoba, baik pengguna maupun pengedar yang terungkap oleh pihak aparat keamanan cenderung terus meningkat, dengan jumlah korban pengguna yang semakin beragam, baik dari segi umur, latar belakang pendidikan ataupun latar belakang pekerjaan, hal ini disebabkan Lampung Selatan, sebagai pintu gerbang pulau Sumatera, di mana tempat keluar masuknya arus barang dan orang dari pulau Jawa ke pulau Sumatera, begitu juga sebaliknya dari pulau Sumatra ke pulau

7 Jawa, selain Kabupaten Lampung Selatan sering dijadikan transit peredaran gelap narkoba oleh para kurir dan bandar narkoba. Berdasarkan fakta tersebut, maka harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dengan tujuan untuk membebaskan Kabupaten Lampung Selatan dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa tahun 2013 kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Kabupaten Lampung Selatan mencapai 18.35% dari total keseluruhan kasus, dengan jumlah tersangka usia remaja dan dewasa. Jenis narkoba yang paling banyak di pakai adalah jenis ganja, ektasi dan shabu, dimana berdasarkan hasil pemetaan BNN Kabupaten Lampung Selatan ada beberapa daerah kecamatan yang rawan narkoba yaitu daerah daerah yang padat penduduk dan tempat-tempat pariwisata. Oleh sebab itu Badan Narkotika Nasional Lampung Selatan melihat dampak dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahguna saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Selain itu sampai saat ini tingkat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sudah merambah pada berbagai level, tidak hanya pada daerah perkotaan saja, melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan di Lampung Selatan. Berangkat dari permasalahan tersebut di atas pemerintah bersama melalui BNN Kabupaten Lampung Selatan melaksanakan penanggulangan secara komprehensif dalam rangka memfokuskan pencapaian Indonesia Bebas Narkoba 2015,

8 melaksanakan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba sebagai bentuk komitmen bersama seluruh masyarakat bangsa dan negara melalui berbagai program yang dilaksanakan. Ketertarikan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang dilaksanakan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Lampung Selatan yang belum pernah di lakukan selama ini, maka penulis merasa perlu dilakukan kajian melalui evaluasi program P4GN yang dilaksanakan, namun penulis memfokuskan pada program bidang Pencegahan. Sasaran dari bidang pencegahan yaitu melakukan eksentifikasi dan intensifikasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Strateginya dengan cara membangun dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan program P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) khususnya dibidang Pencegahan di Kabupaten Lampung Selatan.

9 2. Hambatan-hambatan apa saja yang membuat pelaksanaan program P4GN bidang pencegahan BNN Kabupaten Lampung Selatan tidak berjalan dengan baik. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan program P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) khususnya bidang Pencegahan yang dilaksanakan BNN Kabupaten Lampung Selatan. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) Kabupaten Lampung Selatan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi BNN Kabupaten Lampung Selatan, untuk memahami pentingnya evaluasi program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)

10