KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III OBJEK PENELITIAN. Gubernur 2003 mengacu kepada keputusan Presiden Sebelum terbentuknya BNP

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

J A K A R T A, M E I

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika di Wilayah Maluku

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjalanan waktu dan kemajuan teknologi. tiga bagian yang saling terkait, yakni adanya produksi narkotika secara gelap

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

I. PENDAHULUAN. spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Oleh karena itu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Narkotika merupakan bagian dari Narkoba. Menurut batasan WHO tahun 1969

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergaulan dalam hidup masyarakat merupakan hubungan yang terjadi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

Transkripsi:

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK Kejahatan narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Permasalahan yang dibahas, yaitu bagaimana kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan narkotika, apa saja kendala dan upaya pada penerapan kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan narkotika. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui kebijakan non penal dalam penggulangan kejahatan narkotika pada saat ini, mendapatkan penjelasan yang konkret dari lembaga Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah dalam mencegah kejahatan narkotika, dan untuk mengetahui praktek dari pencegahan kejahatan narkotika di sektor lingkungan pelajar/mahasiswa. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Dalam penelitian hukum empiris maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat. Spesifikasi yang digunakan adalah deskriptif analisis. Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan studi dokumen dan wawancara terhadap responden yang telah dipilih. Data dan analisisnya bersifat qualitatif. Data dianalisis kemudian dilakukan interpretasi sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kebijakan non penal dalam penanggulangan kejahatan narkotika diimplementasikan dalam program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sesuai dengan Instruksi Presiden No. 12 Tahun 2011 tentang pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional P4GN. Upaya-upaya non penal terkait penanggulangan kejahatan di lingkungan sekolah/kampus antara lain: diseminasi informasi; pembentukan kader; dan advokasi hukum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah upaya-upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Posisi kunci dan strategis dalam menanggulangi sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan. P4GN adalah hasil kebijakan hukum dalam penanggulangan narkotika yang mempunyai tujuan utama pemberdayaan segenap potensi yang ada di seluruh 1

lapisan masyarakat agar secara sadar melakukan gerakan untuk menentang/menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kata Kunci : Kebijakan Non Penal, Penanggulangan Kejahatan, Narkotika. *)Supervisor Insurers Journal A. Latar Belakang PENDAHULUAN Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran, sebagian besar golongan lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan narkotika tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai 2

dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan narkotika paling banyak berumur antara 15 24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Dari hasil survei Tahun 2011 menunjukkan dari 100 orang pelajar/ menyalahgunakan dalam setahun terakhir. Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal). mahasiswa terdapat 4 orang pernah Ketentuan menyalahgunakan narkoba, 3 orang menyalahgunakan dalam setahun terakhir, dan 2-3 orang dalam sebulan terakhir. Angka tersebut lebih rendah dibanding pada dua survei sebelumnya, yaitu sekitar 8 orang perundangundangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut tentang narkotika belum dapat diredakan. Dalam banyak kasus terakhir, banyak pernah pakai dan 5 orang pernah 3

bandar-bandar dan pengedar yang tertangkap dan mendapat sanksi berat, namun pelaku lain seperti tidak mengacuhkannya bahkan lebih cenderung untuk memperluas daerah operasinya. Dalam Undang-Undang 35 Tahun 2009 telah diatur mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap DIPONEGORO LAW REVIEW narkotika dan prekursor narkotika ditangani oleh BNN yang merupakan lembaga non kementrian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penulis melakukan kajian mengenai studi kasus terhadap Kebijakan Non- Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan Narkotika melalui studi kasus di wilayah Jawa Tengah. Dalam prosesnya, penulis akan merumuskan permasalahan agar objek studi tidak meluas dan keluar dari permasalahan yang akan di teliti, yaitu mengenai Non Penal Policy khususnya dalam 4

upaya-upaya preventif dalam tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh para penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana narkotika dan bagaimana penerapannya secara langsung. Adapun perumusan permasalahannya adalah sebagai berikut: DIPONEGORO LAW REVIEW 1. Bagaimana kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan narkotika? 2. Bagaimana kendala dan upaya pada penerapan kebijakan non penal dalam pencegahan kejahatan narkotika tersebut? Metode Penelitian Dalam Penulisan Penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan permasalahan melalui pendekatan yuridis empiris. Oleh karena itu, data yang digunakan adalah data primer yang didapat selama melakukan penelitian dilapangan dan data sekunder yang berasal dari studi kepustakaan, juga merupakan suatu penelitian yang tidak hanya 5

menekankan pada kenyataan pelaksanaan hukum dalam praktek yang dijalankan oleh anggota masyrakat. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data skunder yang digunakan. Empiris maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris Dalam penelitian hukum empiris maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat. Lokasi Penelitian: BNNP Jawa Tengah, Jl. Madukoro Blok BB, Semarang Jawa Tengah. tentang hubungan dan pengaruh hukum terhadap masyarakat untuk mengumpulkan data yang obyektif. Data yang diperoleh ini merupakan data primer. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Masalah pengaturan produksi, penyediaan, peredaran, penyaluran, dan penggunaan psikotropika, diperlukan aturan hukum yang berfungsi sebagai regulation, serta pencegahan peredaran gelap narkotika dan psikotropika memerlukan perhatian sebagai bentuk general prevention. Upaya pencegahan ini amat diperlukan sehingga dapat 6

diketahui berapa jauh maksimal kebutuhan maksimal kebuthan tahunan akan narkotika dan psikotropika, memang diperlukan. Sebab kalau tidak dikontrol pengadaannya akan memberikan dampak terhadap penyalahgunaan terhadap produksi narkotika dan psikotropika yang melebihi kebuthan. Oleh sebab itu program demand reduction and supply reduction diperlukan analisis secara cermat dan diperlukan kebijakan secara nasional dan komprehensif. Program demand reduction and supply reduction, kemungkinan tidak dapat secara tuntas menyelesaikan segala permasalahan yang menyangkut peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Untuk mengantisipasi terhadap peredaran gelap narkotika dan psikotropika tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan dalam rangka pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, melalui pengambilan kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: melalui sarana penal atau penegakan hukum pidana, dan dengan sarana non penal, antara lain melalui kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Program criminal policy ini menjadi tanggung jawab aparat oenegak hukum dengan menegakkan hukum sebagai upaya punishment, namun juga kadang-kadang diperlukan sarana reward untuk membangkitkan motivasi masyarakat guna menunjang penegakan hukum. Dalam upaya penegakan hukum (law enforcement), menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 5 7

Tahun 1997, dalam penerapan suatu sanksi kepada para pengguna, tidak hanya terbatas dengan sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegak utama program P4GN adalah pemberdayaan segenap potensi yang ada di seluruh lapisan Masyarakat agar secara sadar melakukan gerakan untuk menentang/menolak penyalahgunaan hukum harus memenjarakan sebanyakbanyaknya para pengguna narkotika dan psikotropika di lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini, hakim juga berwenang memberikan putusan hukum agar dilakukan perawatan medis sebagai salah satu bentuk upaya terapi dan rehabilitasi sosial, yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pelanggaran terhadap aturan hukum ini, dianggap telah melakukan tindak pidana. Dalam menanggulangi masalah narkotika dikenal dengan program yang bernama P4GN yang merupakan singkatan dari Pencegahan, dan peredaran gelap narkoba. Program P4GN tidak hanya bersifat pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba, akan tetapi meliputi kegiatan penegakkan hukum bagi penyalahguna narkoba dan kegiatan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba. Tugas koordinasi program P4GN tersebut secara nasional dilaksanakan oleh Badan Narkotika Nasional, dan koordinasi program P4GN pada tingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan Narkotika Provinsi. Secara garis besar program P4GN berkisar pada dua hal yaitu Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Tujuan demand (menekan/mengurangi reduction permintaan) 8

dan supply control (pengawasan sediaan/menekan/mengurangi pasokan). Program P4GN dilaksanakan secara nasional dan kerjasama internasional. Termasuk di dalam program demand reduction adalah : program pencegahan c. Program Harm Reduction yaitu untuk mengurangi dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba. d. Memusnahkan produksi gelap dan penanaman. Pendekatan strategi Supply Reduction merujuk pada pendekatan (penerangan/penyuluhan, pembinaan legal dan penegakkan hukum. Upaya masyarakat) dan program terapi & rehabilitasi. Sedangkan program supply control terdiri dari programprogram: a. Pengawasan pasar dan jalur legal narkotika,psikotropika dan obatobatan kelompok prekursor dalam rangka untuk menjamin ketersediaan guna keperluan pengobatan dan iptek. b. Pemberantasan jalur gelap dengan Program Penegakkan hukum dan Program pembangunan Alternatif. tersebut dilakukan dengan cara menerapkan UU & peraturan secara tegas, konsisten dan sungguh-sungguh. Pelaksanaannya antara lain dengan penindakkan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, penyelidikan intelijen narkoba, kerjasama kontrol narkoba Internasional dan Interdiksi narkoba (udara, darat, laut, investigasi dan prosekusi). Program Harm Reduction memiliki sasaran utama adalah pemuda, pelajar dan mahasiswa. Program Harm Reduction adalah dengan cara : 9

a. Penjangkauan masyarakat melalui outreach, peer group, atau program intervensi/interaksi lainnya. Bentuk kegiatan penjangkauan tersebut antara lain :penyediaan informasi & pendidikan tentang pentingnya alat suntik yang steril bagi pecandu, peralatan pensucihama, kondom, dan promosi program d. Program substitusi, misalnya dengan Methadone/Buprenorphine. e. VCT (Voluntary, Consultation and Testing), yaitu memberikan pendidikan dan dampingan untuk melakukan test HIV. Meskipun demikian, ada pandangan di masyarakat yang menolak program Harm Reduction, antara kegiatan. b. Program pemberian pemutih (Bleach Program) yaitu untuk lain pecandu merupakan penyalahgunaan yang harusnya korban narkoba mensucihamakan suntik. peralatan ternyata malah ditangkap polisi, kalangan DPRD menganggap c. Program pertukaran jarum suntik (Needle Exchange Program) program tersebut sia-sia, pendidik menganggap program dengan meningkatkan tersebut tidak pada tempatnya ketersediaan program jarum suntik steril & memusnahkan jarum suntik yang terkontaminasi. karena adanya kegiatan pemberian kondom, dan lainlain. Sasaran strategi Demand Reduction adalah masyarakat umum 10

dan pengguna narkoba. Kepada masyarakat umum dilaksanakan upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melalui penyuluhan, orang yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan kemauan untuk berpartisipasi melaksanakan hak dan tanggung jawabnya dalam spanduk/pamflet, seminar, dsb.kepada pengguna narkoba diupayakan upaya Pemberantasan Pencegahan, Penyalahgunaan tindakan Detoksifikasi. Ada 3 upaya yang dilakukan pada penerapan kebijakan non-penal dalam pencegahan kejahatan narkotika dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). 3. Advokasi Hukum : Pengertian dari Advokasi Hukum adalah Implementasi pelaksanaan di lingkungan sekolah/kampus, upayaupaya tersebut antara lain : 1. Diseminasi Informasi : Dissemination/Diseminasi adalah advokasi P4GN di bidang pencegahan melalui instansi pemerintah (TNI & POLRI serta suatu kegiatan yang ditujukan Non TNI & POLRI) serta kepada kelompok target atau masyarakat (Organisasi individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut. 2. Pembentukan Kader : Kader Masyarakat dan kelompok masyarakat). Sedangkan kendala yang dihadapi pada upaya-upaya di atas antara lain adalah : adalah seseorang/sekelompok 11

1. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang narkotika; 2. Anggaran yang terbatas; 3. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai fasilitator hanya sedikit. 4. Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pelaksanaan P4GN. DIPONEGORO LAW REVIEW 12

SIMPULAN Penanggulangan kejahatan pemberantasan penyalahgunaan lewat jalur nonpenal lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan/penangkalan/pengendalia n) sebelum kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Upaya-upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis peredaran gelap narkoba sebagai bentuk komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia. Program yang bernama P4GN yang merupakan singkatan dari Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Tujuan utama program P4GN adalah pemberdayaan segenap potensi yang ada di seluruh lapisan Masyarakat agar secara sadar melakukan gerakan untuk dari keseluruhan upaya politik menentang/menolak penyalahgunaan kriminal. Posisi kunci dan strategis dalam menanggulangi sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan dan peredaran gelap narkoba. Secara garis besar program P4GN berkisar pada dua hal yaitu demand reduction kejahatan. Untuk lebih memfokuskan (menekan/mengurangi permintaan) pencapaian Indonesia Negeri Bebas Narkoba, diperlukan kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan dan supply control (pengawasan sediaan/menekan/mengurangi pasokan). 13

Penanggulangan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, pencegahan terhadap penyalahgunaan lembaga-lembaga pendidikan, narkotika merupakan tanggung jawab Bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak organisasi kemasyarakatan dan lainlain. Dalam upaya pencegahan tindak pidana narkotika perlu diintensifkan kepolisian, BNN atau pun pemerintah penyuluhan-penyuluhan tentang saja. Namun, seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang telah diamanatkan dalam pelbagai perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dalam penerapan Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika agar dapat lebih efektif maka perlu adanya tindakan yang bahaya narkotika melalui media massa seperti surat kabar, majalah, internet, jejaring sosial (facebook, twitter) dan lain-lain, sehingga anggota masyarakat menyadari bahaya besar narkotika, sehingga setiap keluarga dapat membuat upaya-upaya pencegahan secara internal keluarga. Pertahanan keluarga adalah usaha yang terpenting dalam mencegah terjadinya peredaran dan penyalahgunaan narkotika. terkoordinasi antara para pihak atau instansi seperti antara kepolisian dengan pihak Badan Narkotika Nasional, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan 14

DAFTAR PUSATAKA Arief, Barda Nawawie, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana, 2008 --------------------------------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007 --------------------------------, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Fak. Hukum Undip, tanpa tahun. Siswanto S, Haji, Politik Hukum Dalam Undang Undang Narkotika (UU NOMOR 35 TAHUN 2009), Jakarta: Rineka Cipta, 2012 15