BAB II KONSEP DASAR KEWARGANEGARAAN. dengan bukan warga negara (orang asing).

dokumen-dokumen yang mirip
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

HAK ANAK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN DARI PERKAWINAN CAMPURAN 1 Oleh: Yunanci Putri Sugeha 2

BAB I PENDAHULUAN. atau para pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus berkembang maju, bahkan. negara Indonesia dengan warga negara asing.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA. 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN WARGA NEGARA, PENDUDUK, DAN BUKAN PENDUDUK

Pendidikan Kewarganegaraan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

Hak dan Kewajiban Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. Warga negara merupakan salah satu hal yang bersifat prinsipal dalam

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Objek Pendidikan Kewarganegaraan Kep Dirjen Pend Tinggi No. 267/DIKTI/KEP/2000 meliputi :

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(Negara dan Kedaulatan)

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA ( WNI )

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

Civic Education. Pendidikan Kewarganegaraan

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

Modul ke: KEWARGANEGARAAN. Hak dan Kewajiban Warga Negara. Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Elektro

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Bab V KESIMPULAN Kesimpulan. Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. Pasal 28E

WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti perdagangan, perekonomian bahkan sampai pada masalah perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. instansi vertikal yang melaksanakan tugas dekonsentrasi pusat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

POLITIK HUKUM KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM MENJAMIN HAK KEWARGANEGARAAN PEREMPUAN

WARGA NEGARA. Makalah. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan. Dosen Pengampu : Yuli Nur Khasanah.

asas kewarganegaraan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran pelajar, rekan bisnis ataupun sahabat pena 1.

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

B A B XII HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Kewarganegaraan Republik Indonesia, sejak 1 Agustus 2006 untuk. menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

BAB II KONSEP KEDUDUKAN DAN HAK-HAK HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM NEGARA BERDAULAT

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengganti Undang-undang no 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, pemerintah

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

DAFTAR PUSTAKA. Budiarjo, Miiriam, Dasar dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, 2008, Jakarta, Gramedia

KISI UAS PPKN 20 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ISSN : Keywords : citizenship, children. Staf Pengajar STMIK Sinar Nusantara Surakarta. Jurnal Ilmiah SINUS.57

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

A. Pengertian Hak Asasi Manusia B. Tujuan Hak Asasi Manusia C. Perkembangan Pemikiran HAM

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Hak dan Kewajiban Warga Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hak dan Kewajiban Warga Negara

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

Hak dan Kewajiban Warganegara

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

Oleh Megawati Purnama Sari wijaya I Nengah Suantra Made Nurmawati Bagian Hukum Penyelenggaraan Negara

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

5 Oktober 2011 AAEI ITB K-07

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

Transkripsi:

19 BAB II KONSEP DASAR KEWARGANEGARAAN A. Pengertian Warga Negara Wewenang sebuah organisasi negara meliputi kelompok manusia yang berada di dalamnya. Kelompok tersebut dapat dibedakan antara warga negara dengan bukan warga negara (orang asing). Warga negara sebagai pendukung sebuah negara merupakan landasan bagi adanya negara. Dengan kata lain bahwa warga negara adalah salah satu unsur penting bagi sebuah negara, selain unsur lainnya. 1 Warga negara itu sendiri bisa diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. 2 Istilah ini biasa juga disebut hamba atau kawula negara. 3 Meskipun demikian istilah warga negara dirasa lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang-orang merdeka bila dibandingkan istilah hamba dan kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga yang menjadi bagian dari suatu negara. Asumsi ini tidaklah berlebihan dan cukup beralasan. Sebagai anggota dari persekutuan yakni negara, yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas 1 Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa suatu negara harus memenuhi syarat-syarat bagi keberadaan negara yang merupakan unsur penting negara. Syarat-syarat yang dimaksud ialah : pertama harus ada wilayahnya, kedua, harus terdapat rakyat atau warga negara, ketiga, harus ada pemerintahan yang berkuasa terhadap seluruh daerah dan rakyatnya, serta keempat harus ada tujuan. Lihat C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (umum dan Indonesia), Jakarta: Pradnya Paramita, cet.ke-1, 2001, hlm.148. 2 Tim ICCE UIN, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarif hidayatullah dengan The Asia Foundation dan Prenada Media, 2003, hlm. 73. 3 Ibid.

20 dasar tanggung jawab bersama, serta untuk kepentingan atau tujuan bersama pula 4, warga negara dituntut untuk aktif terhadap negara. Dengan alasan tersebut istilah warga negara dirasa lebih sesuai, karena mengandung pengertian aktif. Sedangkan istilah hamba atau kawula negara mengandung pengertian warga yang pasif dan hanya menjadi obyek negara. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara mempunyai kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab. Sejalan dengan definisi di atas, AS Hikam mendefinisikan bahwa warga negara (citizenship) adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik daripada istilah kawula negara, karena kawula negara betul-betul berarti obyek yang berarti orang yang dimiliki dan mengabdi kepada negara. Oleh karenanya, kewarganegaraan menurut AS Hikam harus mencakup tiga dimensi utama: 1) Dimensi keterlibatan aktif dalam komunitas, 2) dimensi pemenuhan hak-hak dasar yaitu hak politik, ekonomi, dan hak sosial kultural, serta 3) dimensi dialog dan keberadaan ruang publik yang bebas. 5 4 Pada awalnya, negara atau bangsa merupakan sekumpulan manusia atau gabungan entitas-entitas yang beragam, lalu disarikan hubungan kesadaran dan diikat oleh asas kemaslahatan bersama yang dituangkan dalam bentuk system legislasi dan hukum perundang-undangan. System ini diberlakukan padatanah kehidupan yang dinamakan tanah air (wathan). Pada gilirannya hubungan tersebut diatur oleh kekuasaan yang dinamakan negara. Lihat Muhammad Syahrur, Dirasat Islamiyyah Muashirah fi al Daulat wa al Mujtama', terjemah Saifudin Zuhri dan Badrus Syamsul Fata "Tirani Islam, Genealogi Masyarakat dan Negara", Yogyakarta : LKIS, cet. ke-1, 2003, hlm.90. 5 Muhammad A.S. Hikam, Politik Kewarganegaraan : Landasan Redemokratisasi di Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga, 1999, hlm. 166.

21 Istilah warga negara dan rakyat menunjuk pada obyek yang sama 6, yakni sebagai anggota negara 7. Meskipun demikian terdapat perbedaan pengertian antara pengertian warga negara, rakyat dan bangsa. Warga negara adalah pendukung negara atau dalam arti lain warga sebuah negara yang bersifat aktif. Sedang rakyat adalah masyarakat yang mempunyai persamaan kedudukan sebagai obyek pengaturan dan penataan oleh negara dan mempunyai ikatan kesadaran sebagai kesatuan dalam hubungan keorganisasian negara. Istilah warga negara tidak menunjuk pada obyek yang sama dengan istilah penduduk. Warga negara sebuah negara belumlah tentu merupakan penduduk negara tersebut. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal secara sah dalam suatu negara berdasarkan peraturan perundangan kependudukan sah dari negara yang bersangkutan. Baik status sebagai warga negara maupun sebagai penduduk mempunyai konsekuensi hukum, yaitu menyangkut hak-hak dan kewajibannya. Konsekuensi hukum dari status warga negara lebih luas dari pada status sebagai penduduk. Pembagian penduduk menjadi warga negara dan orang asing sangatlah penting. Hal ini dikarenakan beberapa hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara dengan orang asing berbeda. Hak dan kewajiban penduduk yang bukan warga negara adalah terbatas. 8 6 Harsono, Perkembangan Pengaturan Kewarganegaraan, Yogyakarta : Liberty, cet. ke- 1, 1992, hlm. 1. 7 Lihat Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-1, 1994, hlm. 1. lihat pula S. Gautama, Warga Negara dan Orang Asing, Bandung : Penerbit Alumni, cet. ke-3, 1975, hlm. 3. 8 Harsono, op. cit., hlm. 2.

22 Perbedaaan antara kelompok warga negara dengan orang asing terletak pada hubungan yang ada antara negara dengan warga negara dengan masingmasing kelompok tersebut. Hubungan antara negara dengan warga negara lebih erat dibandingkan hubungan antara negara dengan orang asing. Dalam konteks negara Islam 9, warga negara mengandung pengertian penduduk sebuah negara Islam yang memeluk agama Islam 10. Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah negara Islam namun belum memeluk agama Islam atau dengan kata lain bahwa masyarakat atau individu non muslim yang bertempat tinggal diwilayah negara Islam, akan diberi status penduduk permanen, tetapi tidak dianggap sebagai warga negara dari negara Islam kecuali jika mereka memeluk Islam atas kemauan mereka sendiri. 11 Meskipun demikian, ternyata kenyataan diatas bukanlah sebuah statemen yang bersifat final, hal ini terlihat dari adanya pemikir Islam yang memandang mereka sebagai warga negara Islam. 12 B. Asas Kewarganegaraan Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa warga negara merupakan anggota dari sebuah negara yang mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal balik terhadap negaranya. Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu negara haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang 9 Penjelasan tentang hal ini, lihat catatan kaki bab I no. 6. 10 Lihat Abdul Rahman Abdul Kadir Kurdi, Tatanan Sosisal Islam Studi Berdasarkan Al Qur'an dan Sunah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet. ke-1, 2000, hlm. 115. 11 Ibid. 12 Lihat M. Galib M., Ahl Al Kitab, Makna dan Cakupannya, Jakarta : Penerbit Paramadina, cet. ke-1, 1998, hlm. 181. Lihat pila Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Surabaya : Bina Ilmu, cet. ke-1, 1995, hlm. 241.

23 telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan inilah yang nantinya akan menjadi pedoman atau asas untuk menentukan kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan seseorang. Pada umumnya asas kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua, yakni asas kewarganegaraan dilihat dari sisi kelahiran serta dari sisi perkawinan. 13 1. Dari sisi kelahiran. Pada umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari sisi kelahiran seseorang. Berdasar sisi kelahiran ini, terdapat dua asas kewarganegaraan, yaitu asas kelahiran (Ius Soli) dan asas keturunan (Ius Sanguinis), kedua istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman, Soli berasal dari kata Solum yang berarti negeri, tanah atau daerah dan Saunginis berasal dari kata Sanguis yang berarti darah. 14 Berdasarkan pengertian di atas, Ius Soli mempunyai arti asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Asas ini diasumsikan bahwa seseorang yang terlahir di suatu negara, maka dengan sendirinya ia akan memperoleh status kewarganegaraan dari negara tersebut. Sedangkan Ius Sanguinis berarti penentuan kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan keturunannya atau orang tuanya. Sebagai contoh seseorang yang lahir dari orang tua yang berkewarganegaraan sesuai dengan negara 13 Koerniatmanto Soeto Prawiro, op. cit., hlm. 10. 14 Tim ICCE UIN, op. cit., hlm. 75.

24 tertentu maka secara otomatis pula ia akan memperoleh status kewarganegaraan sesuai dengan status kewarganegaraan orang tuanya. 2. Dari sisi Perkawinan Di samping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. 15 Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang. Dengan adanya perkawinan campuran yakni perkawinan yang dilangsungkan oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraannya, maka akan muncul permasalahan seputar kewarganegaraan mereka. Munculnya kedua asas ini berawal dari kedudukan pihak wanita di dalam perkawinan campuran tersebut. Asas kesatuan hukum bertolak dari hakekat suami istri ataupun ikatan dalam keluarga yang merupakan inti dari masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggrakan kehidupan bermasyarakatnya suatu keluarga ataupun suami istri yang baik, perlu mencerminkan adanya kesatuan yang bulat serta perlu adanya suatu kesatuan dalam keluarga. Sedangkan dalam asas persamaan derajat diasumsikan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. 16 Dengan adanya perkawinan campuran, maka masing-masing pihak tetap memiliki kewarganegaraan asal mereka, atau 15 Koerniatmanto Soetoprawiro, op. cit., hlm. 12. 16 Tim ICCE UIN, op. cit., hlm. 76.

25 dengan kata lain meskipun sudah menjadi suami istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan mereka sendiri, seperti saat pertama kali mereka sebelum bertemu dan menjadi pasangan suami istri. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Dengan asas ini seseorang yang ingin memiliki atau memperoleh status kewarganegaraan dari sutau negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan negara tersebut kemudian menceraikannya, sebisa mungkin dapat dihindari. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya. Sedangkan dalam hal asas kewarganegaraan negara Islam, terdapat perbedaan pandangan. Abdulrahman Abdul Kadir Kurdi misalnya, menyatakan bahwa asas kewarganegaraan dalam negara Islam didasarkan atas olehnya seorang warga dalam menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan mereka. 17 Dengan demikian umat manusia secara keseluruhan akan dipandang sebagai muslim atau non muslim dalam sisi kehidupan mereka dalam menjalankan Islam. Pengelompokam ini semata-mata hanya dimaksudkan hanya untuk membedakan antara orang-orang Islam dengan lainnya berkaitan dengan tanggungjawab dan persyaratan mereka dalam sistem Islam. Sedangkan pandangan lain menyatakan, sebagai negara ideologi, Islam tetap membatasi kewarganegaraan bagi mereka yang menetap di 17 Abdulrahman Abdul Kadir Kurdi, op. cit., hlm. 112.

26 wilayahnya saja baik itu muslim ataupun non muslim dan orang-orang yang telah berimigrasi ke dalamnya. 18 Adapun dasar dari statemen ini adalah firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 72, yang berbunyi : Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orangorang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan mereka itu satu sama lain saling melindungi dan terhadap orang-orang yang beriman tetapi mereka belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka." (QS. Al Anfal : 72) C. Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam konsep negara Islam terdapat dua macam kewarganegaraan yakni warga negara muslim dan warga negara non muslim (dzimmi). Pengklasifikasian dalam konsep negara Islam menjadi dua macam ini dimaksudkan sebagai pembedaan orang-orang muslim berkaitan dengan 18 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Jakarta : Gema Insani Press, cet. ke-1, 1996, hlm. 21.

27 tanggungjawab dan persyaratan mereka dalam sistem Islam, 19 tanpa bermaksud membeda-bedakan antara warga muslim dan non muslim dari sudut lainnya, seperti kemanusiaan, ras ataupun warna kulit sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an : Artinya : "Dialah yang menciptakan kamu, maka diantara kamu ada yang kafir dan ada yang beriman. Allah maha melihat atas apa yang kamu kerjakan." (QS. At Taghabun : 2) Sebagaimana tersirat dalam makna ayat di atas, jelas sekali bahwa ayat ini mengelompokkan manusia sebagai golongan dari orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman sebagai konsekuensi dari penerimaan dan penerapan sistem Islam. Dalam pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan anggota dari negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya sehingga sebagai warga negara yang baik, seseorang akan terlebih dahulu mendahulukan kewajibannya sebagai warga negara dari pada meminta haknya terlebih dahulu. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka adanya hak dan kewajiban bagi warga negara terhadap negaranya merupakan sesuatu yang memang harus ada sebagai sebuah keseimbangan. 19 Abdulrahman Abdul Kadir Kurdi, loc. Cit.

28 Pada dasarnya hak-hak seorang warga negara adalah hak-hak yang telah diakui dan dijamin serta tertuang dalam Hak Asasi Manusia (HAM). 20 Hak-hak tersebut antara lain adalah hak atas kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya, kebebasan untuk berserikat dan berkumpul, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, hak atas persamaan di depan hukum dan mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan dan hak-hak asasi lainnya. 20 Lihat Tim ICCE UIN, op.cit., hlm. 83.