BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia sedang berkembang dan terus mencanangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kesehatan yang baik merupakan suatu kondisi dimana tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB 1 PENDAHULUAN. akhirnya mengubah gaya hidup manusia. Konsumsi makanan cepat saji, kurang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat. Kualitas hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang dibicarakan dan digunakan. Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup secara umum sama diartikan dengan gambaran kondisi kesehatan. Kualitas hidup menurut menurut Hays, (1992) (dalam Butar-butar 2013) merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan kepuasan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai kepuasan dalam hidupnya. Kualitas hidup yang baik pada seseorang individu sangat diperlukan untuk mempertahankan agar seseorang tersebut mampu mendapatkan status kesehatan terbaik dan mempertahankan fungsi atau kemampuan fisiknya seoptimal mungkin dan selama mungkin (Rochmayanti, 2011). Pengukuran kualitas hidup perlu dilakukan karena Pengukuran kualitas hidup mempunyai manfaat yaitu sebagai perbandingan beberapa alternatif pengelolaan, data penelitian klinis, penilaian manfaat suatu intervensi klinis, pengenalan dini dampak dari suatu penyakit sehingga dapat diberikan intervensi tambahan, maupun prediktor untuk memperkirakan biaya perawatan kesehatan (Varni, et al, 1999 dikutip dari Bulan, 1

2 2009). Ketika seseorang memiliki kualitas hidup yang tinggi maka ia akan memiliki keinginan yang kuat untuk sembuh dan dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Sebaliknya, ketika kualitas hidup menurun maka keinginan untuk sembuh juga menurun. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang diantaranya yaitu usia, jenis kelamin, penghasilan, status perkawinan, keamanan, keadaan lingkungan dan kesehatan (Nazir, 2006; Rochmayanti, 2011). Walaupun seseorang mempunyai keuangan yang cukup belum tentu ia mempunyai kualitas hidup yang baik, jika orang tersebut menderita suatu penyakit begitu juga sebaliknya. Beberapa dekade terakhir ini banyak penelitian mengatakan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh Obstructive Sleep Apnea/ OSA. Pada tahun 2002, Lacasse, Godbout, dan Series melakukan penelitian dengan judul Health-Related Quality of Life in Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang bertujuan untuk menggambarkan dampak dari OSA pada kualitas hidup pasien. Dari penelitian itu didapatkan hasil bahwa secara signifikan OSA memberikan kontribusi terhadap penurunan dari semua domain kualitas hidup terkait kesehatan. Domain-domain yang ada yaitu tentang fungsi sehari-hari, fungsi emosional, interaksi sosial dan gejala siang hari serta gejala noktural. Penelitian lain juga dilakukan oleh Dutt, Janmeja, Mahapatra, dan Singh (2013) untuk melihat kualitas hidup pasien OSA dinilai dari pembagian kuesoner Sleep Apnea Quality Of Life Index (SAQLI) didapatkan hasil bahwa penderita OSA mengalami penurunan kualitas hidupnya. Kasibowska dan Jankowska (2004) juga melakukan penelitian yang sama dan di

3 dapatkan hasil bahwa pasien OSA yang menjalankan terapi Continuous Positive Airway Pressure/CPAP (terapi utama OSA) memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. Obstructive Sleep Apnea/ OSA ialah terhentinya aliran udara di hidung dan mulut pada saat tidur dan lamanya lebih dari 10 detik, terjadi berulang kali, dapat mencapai 20-60 kali per jam, dan disertai dengan penurunan saturasi oksigen lebih dari 4% (Somers, et al, 2008). OSA biasanya berhubungan dengan timbulnya permasalahan tidur yaitu mendengkur keras, henti nafas saat tidur, dan kantuk yang berlebihan pada siang hari. Gejala lain yang biasanya timbul yaitu tersedak atau terengah-engah, tidur gelisah, sakit kepala dan sakit tenggorokan pada pagi hari, serta kelelahan berlebihan pada siang hari (Parish & Somers, 2004). OSA adalah suatu kondisi medis umum yang terjadi pada sekitar 5 % sampai 15 % dari populasi (Parish & Somers, 2004). US Census Bureau (2004) mengatakan sekitar 12 juta orang Amerika mengalami OSA dan pada tahun 2008, American Heart Asociason/AHA mengatakan sekitar 15 Juta orang dewasa Amerika juga mengalami OSA. Hal ini menandakan bahwa terjadi peningkatan dalam kasus OSA. Penelitian lain juga dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, Eropa, dan Asia menggunakan studi kohort yang dilakukan di populasi. Meskipun teknik pengukuran bervariasi, sebagian besar penelitian ini telah menunjukkan bahwa 1 dari 5 orang dewasa memiliki setidaknya OSA ringan (Somers, et al, 2008).

4 Untuk diagnosis OSA itu sendiri alat baku yang digunakan yaitu polisomnografi nokturnal yang dilakukan di klinis sleep apnea. Parameter yang dihasilkan adalah hasil dari perhitungan terjadinya periode apnea dan hipopnea yang disebut dengan indeks apnea hipopnea ( Apnea Hipopnea Index, AHI) (Sumardi, et al, 2007 dikutip dari Winarni, 2010). Perangkat diagnostik yang lebih sederhana yang digunakan adalah Kuesioner Berlin. Kuesioner Berlin adalah instrumen yang sudah tervalidasi untuk menentukan adanya faktor risiko OSA, kuesioner Berlin ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang mendengkur, bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, dan bagian ketiga berisi tentang riwayat hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index (BMI) (Antariksa, B, 2010). Selama beberapa dekade terakhir OSA sering dikaitkan dengan Hipertensi. The Wisconsin Sleep Cohort Study menganalisis perkembangan hipertensi dan OSA. Didapatkan hasil bahwa kelompok dengan AHI lebih dari 15 memiliki Rasio odds 4,5 mengalami hipertensi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami OSA. Bila disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, indeks tubuh, merokok, dan konsumsi alkohol, rasio odds untuk pengembangan hipertensi adalah 2,9, ini memberikan bukti kuat bahwa OSA merupakan faktor risiko independen untuk hipertensi (Parish & Somers, 2004). Penelitian lain yang dilakukan oleh AHA (2008) mengatakan bahwa 30 % pasien hipertensi memiliki OSA. Selanjutnya, Publikasi oleh Journal of Hypertension tahun 2001 menyebutkan bahwa 80% penderita hipertensi yang tak mempan dengan pengobatan juga menderita OSA. Sementara penelitian yang

5 dilakukan di Spanyol baru-baru ini menunjukkan bahwa penggunaan CPAP selama 12 minggu akan menurunkan tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi yang resisten terhadap pengobatan. Demikian juga tekanan darah sepanjang malam (Prasadja, 2013). Di Negara Indonesia hipertensi berada pada tingkat ke empat dari penambahan pasien penyakit tidak menular tiap tahunnya dan Sumatera Barat berada pada tingkat ke 8 dari seluruh Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2012). Di Kota Padang penderita hipertensi sebanyak 9037 jiwa (Dinas Kesehatan Kota Padang 2012). Dari banyaknya puskesmas di Kota Padang, Puskesmas Padang Pasir memiliki tingkat yang tinggi. Dari data yang di dapatkan dari puskesmas Padang Pasir, sebanyak 3542 pasien datang berkunjung ke puskesmas dengan hipertensi pada tahun 2013. Prevalensi OSA di Indonesia berdasarkan data dari Extrapolation of Prevalence Rate of Obstructive sleep apnea to Countries and Regions, Indonesia dengan jumlah penduduk ± 200 juta jiwa, estimasi prevalensi penderita OSA adalah 10 juta orang (US Census Bureau, International Data Base & Population Estimates, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2010) melihat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan Hipertensi di poliklinik penyakit syaraf RSUD Dr.Moewardi, didapatkan hasil bahwa pasien OSA yang mengalami hipertensi sebanyak 76 % lebih banyak dari pada jumlah pasien OSA yang tidak hipertensi yaitu sekitar 24%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 28 Februari dan 1 Maret 2014 di poli umum Puskesmas Padang Pasir Kecematan

6 Padang Barat, peneliti melakukan wawancara dan pembagian kuesioner terhadap 10 orang pasien hipertensi, dengan rentang umur sekitar 30-60 tahun, 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan, hasil studi pendahuluan tersebut didapatkan bahwa 8 orang dari mereka memiliki obstructive sleep apnea dinilai dengan kuesioner Berlin, dan ditemukan lebih banyak pada laki-laki yaitu 5 orang. Pada saat studi pendahuluan tersebut peneliti juga membagikan kuesioner short SAQLI pada responden. Dari hasil studi tersebut didapatkan median pada domain kegiatan sehari-hari (3,625), domain interaksi social (5,5), domain fungsi emosional (6), domain gejala (2,5) dan median total SAQLI didapatkan (4,52). Dampak jangka panjang dari OSA dan hipertensi adalah gangguan yang terjadi pada sistem kardiovaskular diantaranya yaitu penyakit stroke, penyakit jantung iskemik, dan gagal jantung kongestive/chf (Somers, et a l, 2008). Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai hubungan OSA dengan gangguan pada sistem kardiovaskular. Penelitian epidemiologi memperlihatkan hubungan antara OSA dan Congestive Heart Failure (CHF). Pada penelitian Sleep Heart Health Study, kejadian OSA ( dengan AHI > 11) mempunyai odds ratio 2,38 sebagai faktor risiko CHF. Pada pasien dengan CHF dan disfungsi sistolik mempunyai gangguan napas saat tidur dan 11% dari 81 pasien serta 37% dari 450 pasien ternyata mempunyai OSA (Parish & Somers, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh San Diego juga menunjukkan tingkat kematian untuk penyakit jantung lebih tinggi bagi mereka dengan OSA (35 % untuk AHI < 15, 56 % untuk AHI 15) (Somers, et al, 2008).

7 Dari fenomena-fenomena tersebut sebagai seorang calon perawat yang berperan sebagai educator dan peran perawat sebagai pemberi asuhan serta menjalankan fungsi independen perawat yaitu memenuhi kebutuhan dasar manusia termasuk meningkatkan kulitas hidup pasiennya, perlu rasanya untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kualitas hidup pasien hipertensi dengan obstructive sleep apnea dan tanpa obstructive sleep apne, sehingga nanti diharapkan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat dan perawat itu sendiri. B. Rumusan Masalah Beberapa dekade terakhir ini penyakit henti nafas saat tidur (OSA) sering dikaitkan dengan hipertensi, beberapa penelitianpun telah dilakukan tentang hubungan antara OSA dan hipertensi, dari penelitian tersebut di dapatkan bahwa 30 % pasien hipertensi memiliki OSA dan 50 % pasien OSA memiliki hipertensi (Somers, et al, 2008). Dutt,et al (2013) juga melakukan penelitian tentang kualitas hidup pada penderita OSA, dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa penderita OSA mengalami penurunan kualitas hidupnya dinilai dari pembagian kuesoner Sleep Apnea Quality Of Life Index (SAQLI). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat di ambil rumusan masalah penelitian yaitu apakah ada perbedaan kualitas hidup pada pasien hipertensi dengan obstructive sleep apnea dan tanpa obstructive sleep apne di Poli Umum Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat?

8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pada pasien hipertensi dengan OSA dan tanpa OSA di Poli Umum Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat. 2. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini yaitu : a. Mengetahui kualitas hidup pasien Hipertensi dengan Obstructive Sleep Apnea berdasarkan total SAQLI dan domain aktivitas seharihari, domain interaksi sosial, domain emosional, serta domain gejala di Poli Umum Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat b. Mengetahui kualitas hidup pasien Hipertensi tanpa Obstructive Sleep Apnea berdasarkan total SAQLI dan domain aktivitas seharihari, domain interaksi sosial, domain emosional, serta domain gejala di Poli Umum Padang Pasir Kecamatan Padang Barat c. Mengetahui perbedaan kualitas hidup pada pasien hipertensi dengan OSA dan tanpa OSA di Poli Umum Padang Pasir Kecamatan Padang Barat

9 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu : 1. Bagi Ilmu Keperawatan Salah satu fungsi perawat adalah sebagai konselor dan edukator sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam memberikan informasi kepada pasien terutama pada pasien hipertensi sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 2. Bagi Institusi a. Memberikan gambaran perbedaan kualitas hidup pada pasien hipertensi dengan OSA dan tanpa OSA sehingga petugas kesehatan bisa memberikan tatalaksana yang baik pada pasien hipertensi dengan OSA. b. Memberikan informasi dan pengetahuan baru kepada Puskesmas Padang Pasir kecamatan Padang Barat c. Sebagai referensi untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan, staf dan pengunjung Puskesmas Padang Pasir Kecamatan Padang Barat. 3. Bagi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam mengembangkan pendidikan khususnya keperawatan dalam meninjau lebih jauh serta memberikan bukti-bukti tentang kualitas hidup pasien hipertensi dengan OSA dan tanpa OSA.

10 4. Bagi Penelitian Keperawatan Diharapkan penelitian ini dapat menambah literatur bidang ilmu keperawatan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya.