BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat

Pengaruh Cognitif Behavior Therapy dalam Memperkuat Empati pada Remaja dengan Perilaku Agresif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN PENUGASAN PENELITIAN PENELITIAN DOSEN PEMULA. Dibiayai oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan lain-lain yang berguna bagi masyarakat luas. Melalui

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Dewasa ini, permasalahan menyangkut dekadensi moral semakin marak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa televisi swasta seperti:an-tv,indosiar,transtv,mnc TV, Raja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAT AGRESIVITAS ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

FAJAR DWI ATMOKO F

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini seringkali terdengar terjadinya tindakan kriminal yang

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

PERILAKU BULLYING YANG TERJADI DI SD NEGERI UNGGUL LAMPEUNEURUT ACEH BESAR. ABSTRAK

2015 PENGARUH BUDAYA SEKOLAH TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kebingungan, kecemasan dan konflik. Sebagai dampaknya, orang lalu

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan budaya dan karakter bangsa merupakan isu yang mengemuka di

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa. Hal ini tercermin dari semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai krisis yang melanda bangsa Indonesia belum dapat terpecahkan

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak. Imaniar Purbasari PGSD FKIP Universitas Muria Kudus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya, itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama lainnya, alias tawuran. Kejadian itu mengingatkan kita pada beberapa tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, di Bandung dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon akan menjadi generasi penerus bangsa. Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional maupun lokal) bahkan membuat program -program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok. Agresif menurut Murry (Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi

adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Agresifitas yang dilakukan oleh anak-anak dengan latar belakang sekolah disebabkan adanya nurani yang kurang berkembang pada anak, kurangnya kontrol terhadap impuls dan kurangnya sensitivitas terhadap nilai moral. Salah satu faktor utama adalah pengaruh lingkungan yang tidak menunjang terbentuknya nilai moral yang positif. Sumber-sumber nilai moral yang diperoleh anak dari lingkungan adalah televisi, film, suratkabar, sekolah, teman sebaya dan institusi kemasyarakatan lainnya. Transmisi moral dimulai dari keluarga khususnya orang tua sebelum anak beranjak ke luar rumah. Bermula dari masa anak-anak terus berkembang menjadi seorang remaja, yang tidak banyak bergantung lagi pada orangtua, mereka akan lebih mengandalkan diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan kesulitan yang dihadapi, lebih senang berkumpul dengan sebayanya dan mencoba hal-hal baru bersama-sama, yang selama ini mereka dianggap anak-anak, hanya mereka lihat dan dengar dari orang dewasa atau media lainnya. Karena awal dari banyaknya perilaku anak seringkali terinspirasi oleh orangtuanya dan pengaruh-pengaruh lain disekitarnya dalam kehidupannya. Kecerdasan moral adalah kemampuan untuk memahami yang benar dan yang salah, artinya, seseorang memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut sehingga orang bersikap benar dan terhormat (Borba, 2001). Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan penundaan pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Menurut Borba (2001) ini merupakan sifatsifat utama yang akan membentuk individu menjadi baik hati dan berkarakter kuat. Kenyataan yang ada pada masa sekarang ini, perkembangan kecerdasan moral sering terabaikan. Pengembangan teknologi yang sangat pesat kepada generasi

berikutnya tidak dibarengi dengan pembinaan moral sehingga melahirkan individuindividu yang cerdas teknologi namun menunjukkan perhargaan yang rendah terhadap individu lain. Individu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Banyak masalah yang diselesaikan dengan cara-cara yang tidak terpuji seperti berbohong, menipu, mencuri, kekerasan, adu kekuatan fisik dan mengabaikan cara penyelesaian dengan mengandalkan pertimbangan moral. Naluri yang lemah, kontrol diri yang rapuh, kepekaan moral yang kurang dan keyakinan yang salah membuat anak-anak mengalami hambatan. Anak-anak sering menjadi korban dan pelaku berbagai bentuk tindak kekerasan dan bentuk tindak kriminal. Terjadi peningkatan jumlah anak yang melakukan bunuh diri akibat tidak adanya kepekaan, kepedulian maupun perlindungan terhadap anak-anak yang berada dalam kondisi berisiko. Berbagai bentuk kekerasan seperti pemalakan ( bullying), tawuran, pencurian, dan pencabulan banyak dilakukan oleh anak-anak dari berbagai tingkat pendidikan, usia, dan hampir terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Menurut Olweus (Krahe, 2001), anak-anak muda yang agresif dan melakukan tindakan bullying terhadap anak lain di sekolah menghadapi risiko terlibat dalam perilaku bermasalah lain di masa mendatang, seperti kriminalitas, dan penyalahgunaan alkohol. Gamayanti (2003) menyatakan perilaku asosial yang dilakukan individu mengindikasikan bahwa individu tidak mampu mengontrol dirinya sendiri, kurang peka terhadap orang lain, kurang peka pada situasi dan lingkungan, serta tidak memiliki rasa aman. Praktik kekerasan itu sendiri disebabkan oleh banyak faktor, Brotoseno menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan individu terlibat dalam kekerasan adalah rendahnya empati, tidak memiliki toleransi dan tidak mampu memahami perasaan orang yang dianiaya (Brotoseno, 2008). Lebih lanjut, individu yang melakukan kekerasan atau agresi adalah individu yang memiliki kontrol diri yang

rendah, kemampuan perspective taking yang rendah, empati pada orang lain yang tidak berkembang. Borba (2001) menyatakan sejumlah faktor sosial kritis yang membentuk karakter bermoral secara perlahan mulai runtuh, yaitu pengawasan orangtua, teladan perilaku bermoral, pendidikan spiritual dan agama, hubungan akrab dengan orang dewasa, sekolah khusus, norma-norma nasional yang jelas, dukungan masyarakat, stabilitas, dan pola asuh yang benar. Untuk menyikapi kondisi tersebut diperlukan perubahan dan kerja sama kita semua, terutama para orangtua dan pendidik, karena menghindar dari serbuan pengaruh globalisasi tidaklah mungkin, yang bisa kita lakukan adalah siap menghadapinya. Itulah sebabnya mengapa membangun dan memperkuat kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar suara hati remaja bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar. Kecerdasan moral menjadi otot kuat yang diperlukan untuk melawan tekanan buruk dan membekali remaja kemampuan bertindak benar. Penanaman nilai moral hingga peningkatan perkembangan kecerdasan moral tidak mudah atau bahkan terasa lebih sulit dibandingkan dengan peningkatan kecerdasan otak. Namun, konsep kecerdasan moral memberikan pemahaman bahwa kecerdasan moral dapat diajarkan. Melalui CBT ( Cognitif Behavior Therapi) individu dapat meniru model, individu dapat menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat diberikan penguatan sehingga setahap demi setahap individu dapat meningkatkan kecerdasan moralnya, dapat memperkuat tiga pilar kecerdasan moral dan dapat menurunkan perilaku agresif pada remaja. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh CBT(cognitif behavior therapi) dalam memperkuat tiga pilar kecerdasan moral (empati, nurani, kontrol diri) pada remaja dengan perilaku agresif

C. Target Luaran Penelitian Melalui publikasi ilmiah dalam jurnal lokal maupun nasional penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi perkembangan. Secara khusus, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengayaan bahan ajar untuk lebih membuka wawasan baru mengenai kecerdasan moral remaja dengan perilaku agesif. Selain itu, melalui prosiding pada seminar ilmiah baik yang berskala lokal, regional maupun nasional penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi orangtua maupun guru tentang arti penting CBT ( cognitif behavior therapi) sebagai stimulasi untuk memperkuat kecerdasan moral pada remaja dengan perilaku agresif.