MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI

dokumen-dokumen yang mirip
INDEPENDENSI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN IBADAH HAJI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH DAN PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JAMAAH HAJI WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG TRANSPORTASI JEMAAH HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

No melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntutan syariah dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Meskipun penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN JEMAAH HAJI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4

BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG FASILITASI PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG

Mengelola Dana Abadi Umat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN SERANG

2 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (Lembara

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBIAYAAN TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang : a. bahwa ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA هيئة املراقبة لتنظيم احلج اإلندونيسي THE SUPERVISORY COMMISSION FOR THE INDONESIAN PILGRIMAGES KODE ETIK

ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JAMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA PANITIA KERJA RUU PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KOMISI VIII DPR RI KE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA TRANSPORTASI JEMAAH HAJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur

2017, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

2017, No Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POKOK-POKOK PIKIRAN IPHI TENTANG URGENSI PEMBENTUKAN BADAN KHUSUS DALAM MEMBANGUN SISTEM PENGELOLAAN HAJI YANG PROFESIONAL DAN AMANAH*)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGELOLA DANA ABADI UMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Kebijakan Umum Peradilan

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

2012, No BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 12 TAHUN 2009 TENTANG BIAYA DOMESTIK HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Asrama Haji Batakan, Jum at 21 September 2012

BUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 37

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembahan Negara Republik Indonesia Nomor 5061); 2. Peraturan Pres

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANGKATAN DAN PEMULANGAN JEMAAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Transkripsi:

MENYONGSONG TERBENTUKNYA KOMISI INDEPENDEN PENGAWAS HAJI Oleh : Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi 1) Adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang telah ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 28 April 2008 yang lalu telah disambut gembira oleh banyak kalangan. Meskipun belum dapat sepenuhnya memuaskan harapan dari semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, tetapi paling tidak dengan ditetapkannya Undang-undang tersebut sebagai pengganti atau revisi Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji; dipandang hal itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta memberikan perlindungan bagi masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah. Beberapa hal yang merupakan perubahan baru dibanding Undang-undang penyelenggaraan ibadah haji sebelumnya, antara lain adanya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Badan Pengelola Dana Abadi Umat (DAU), penetapan menunaikan haji cukup sekali seumur hidup, dan pembatasan kewenangan Departemen Agama dalam pengelolaan haji. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secara finansial, fisik, maupun mental, sekali seumur hidup. Di samping itu, kesempatan untuk menunaikan ibadah haji yang semakin terbatas juga menjadi syarat dalam menunaikan kewajiban ibadah haji. Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan ibadah haji harus didasarkan pada prinsip keadilan untuk memperoleh kesempatan yang sama bagi setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam. 1 Anggota Tim Independen Pemantau Haji Indonesia 2008 1

Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai aspek, antara lain bimbingan, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan. Di samping itu, penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan di negara lain dalam waktu yang sangat terbatas yang menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Di sisi lain adanya upaya untuk melakukan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji merupakan tuntutan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan ibadah haji perlu dikelola secara profesional dan akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jemaah haji dengan prinsip nirlaba. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, dinyatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji berasas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba. Maksud dari asas keadilan adalah bahwa penyelenggaraan ibadah haji berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam penyelenggaraan ibadah haji. Adapun yang dimaksud dengan asas profesionalitas adalah bahwa penyelenggaraan ibadah haji harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan keahlian para penyelenggara-nya. Sementara itu, yang dimaksud dengan asas akuntabilitas dengan prinsip nirlaba adalah bahwa penyelenggaraan ibadah haji dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak untuk mencari keuntungan. Mengingat penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa, maka kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab Pemerintah. Meskipun demikian, partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak 2

terpisahkan dari sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Partisipasi masyarakat tersebut direpresentasikan dalam penyelenggaran ibadah haji khusus dan bimbingan ibadah haji yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Untuk terlaksananya partisipasi masyarakat dengan baik, diperlukan pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dalam rangka memberikan perlindungan kepada jemaah haji. Di samping menunaikan ibadah haji, setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dianjurkan menunaikan ibadah umrah bagi yang mampu dalam rangka meningkatkan kualitas keimanannya. Ibadah umrah juga dianjurkan bagi mereka yang telah menunaikan kewajiban ibadah haji. Memperhatikan bahwa minat masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah sangat tinggi, maka perlu pengaturan agar masyarakat dapat menunaikan ibadah umrah dengan aman dan baik serta terlindungi kepentingannya. Pengaturan tersebut meliputi pembinaan, pelayanan administrasi, pengawasan kepada penyelenggara perjalanan ibadah umrah, dan perlindungan terhadap jemaah umrah. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik, pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan hasil efisiensi BPIH dalam bentuk dana abadi umat (DAU) perlu dilaksanakan dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna dengan mengedepankan asas manfaat dan kemaslahatan umat. Agar DAU dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kemaslahatan umat, pengelolaan DAU juga dilakukan secara bersama oleh Pemerintah dan masyarakat yang direpresentasikan oleh Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam. Komisi Pengawas Haji Untuk menjamin penyelenggaraan ibadah haji yang adil, profesional, dan akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jemaah, diperlukan adanya lembaga pengawas mandiri yang bertugas melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggaraan ibadah haji serta memberikan 3

pertimbangan untuk penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Upaya penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji secara terus-menerus dan berkesinambungan yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap jemaah haji sejak mendaftar sampai kembali ke tanah air. Pembinaan haji diwujudkan dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan penerangan kepada masyarakat dan jemaah haji. Pelayanan diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta akomodasi dan konsumsi. Perlindungan diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan dan keamanan jemaah haji selama menunaikan ibadah haji. Keberadaan Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) telah dinyatakan dalam UU No. 13 Tahun 2008 pada Bagian Ketiga yakni Pasal 12 sampai 20. Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa KPHI dibentuk untuk melakukan pengawasan dalam rangka meningkatkan pelayanan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia, KPHI bertanggung jawab kepada Presiden, dan bertugas melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggaraan ibadah haji serta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Secara lebih rinci dinyatakan pula bahwa KPHI memiliki fungsi: (a) memantau dan menganalisis kebijakan operasional penyelenggaraan ibadah haji Indonesia; (b) menganalisis hasil pengawasan dari berbagai lembaga pengawas dan masyarakat; (c) menerima masukan dan saran masyarakat mengenai penyelenggaraan ibadah haji; dan (d) merumuskan pertimbangan dan saran penyempurnaan kebijakan operasional penyelenggaraan ibadah haji. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPHI dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. KPHI melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden dan DPR paling sedikit satu kali dalam satu tahun. KPHI dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri. Keanggotaan KPHI terdiri 4

atas 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur masyarakat 6 (enam) orang dan unsur Pemerintah 3 (tiga) orang. Unsur masyarakat terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam. Sementara untuk unsur Pemerintah akan ditunjuk dari departemen/instansi yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Tim Pemantau Independen Pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan ibadah haji selama ini telah dilakukan secara internal oleh Departemen Agama yakni dengan adanya pengawasan oleh Inspektorat Jenderal, serta pengawasan secara eksternal yang dilakukan oleh lembaga non Depag seperti pengawasan yang dilakukan oleh DPR dan BPK. Namun demikian, karena semua lembaga tersebut dianggap sebagai perwakilan atau pro pemerintah, maka hasil pengawasannya dianggap kurang obyektif karena dilakukan oleh lembaga yang tidak independen. Sejak lama masyarakat luas khususnya umat Islam mengharapkan adanya pengawasan dan pemantauan haji secara independen yang dilakukan oleh lembaga profesional dan otonom. Sejalan dengan asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan ibadah haji, maka dalam rangka meningkatkan peran atau partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang diperlukan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk memantau penyelenggaraan haji secara independen. Oleh karena itu, perlu disambut baik adanya pembentukan Tim Independen Pemantau Haji Indonesia (TIPHI) yang diinisiasi oleh Forum Reformasi Haji bersama Tim Pengacara Muslim serta didukung oleh Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) pada tanggal 17 September 2008/17 Ramadhan 1429 H. Tim ini beranggotakan sebanyak 17 orang sebagai perwakilan dari seluruh komponen masyarakat Islam. Keberadaan lembaga tersebut diharapkan dapat mengimbangi peran pengawasan yang dilaksanakan oleh 5

Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) bentukan pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2008, komisi ini baru akan terbentuk setahun setelah ditetapkannya undang-undang tersebut. Oleh karena itu, pada masa transisi yakni sambil menunggu terbentuknya KPHI pada tahun 2009, seyogyanya dilakukan kegiatan pemantauan penyelenggaraan haji oleh pihak yang independen. Visi TIPHI 2008 adalah menjadi lembaga yang UTAMA (menjaga ukhuwah, Taqwa dan bertanggung jawab, Adil, Melayani dan Aspiratif) yang mampu mendorong terwujudnya pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap para tamu Allah dalam menunaikan rukun Islam secara kaffah. Adapun misinya antara lain: (1) mendorong terwujudnya penyelenggaraan ibadah haji yang profesional (plus fathonah, amanah, shiddiq dan tabligh), adil, akuntabel (bebas KKN), efektif dan efisien sesuai azas dan tujuan dalam UU No. 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji melalui pemantauan, pengawasan, kajian dan evaluasi empiris atas fakta dan data yang ditemukan; (2) merancang dan merumuskan sistem (format, pola, mekanisme dan standar) penyelenggaraan ibadah haji yang ideal sesuai dengan geografis, demografis, dan budaya bangsa Indonesia dengan mengutamakan nilai ibadah, syariah dan akhlaq umat; (3) mengembangkan dan membangun terjadinya jalinan ukhuwah umat yang bertaqwa dan bertanggung jawab melalui pelayanan yang adil dan aspiratif, khususnya melalui momentum penyelenggaraan ibadah haji; (4) membantu, membina dan memberikan nasihat serta bantuan hukum kepada umat agar mendapatkan hak-hak dan kewajibannya sebagai jemaah haji sesuai dengan syariat Islam dan UU No. 13 Tahun 2008; dan (5) menyampaikan informasi secara terbuka, akurat dan terpercaya bagi berbagai stakeholder penyelenggaraan ibadah haji untuk mencerdaskan, memberdayakan, dan memperluas wawasan umat tentang penyelenggaraan ibadah haji, melalui kajian, laporan dan berbagai bentuk sajian informasi lainnya baik di media 6

cetak, media elektronik, maupun berbagai kegiatan off-air dan on-air lainnya. Dalam menjalankan pemantauan, TIPHI akan menerapkan strategi: (1) memposisikan penyelenggara haji sebagai mitra kerja, (2) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam mendapatkan informasi, (3) mengutamakan data yang telah dicek dan recek, (4) bekerjasama dengan media massa dalam menyampaikan informasi kepada publik, (5) menyampaikan hasil pemantauannya kepada para pihak (stake holder) perhajian, yaitu DPR, Departemen Agama RI dan publik (masyarakat). Beberapa alasan mengapa Tim Independen perlu dibentuk antara lain: (a) Amanat UU No. 13 Tahun 2008 tentang perlunya pengawasan oleh pihak eksternal atau KPHI (Komisi Pengawas Haji Indonesia) dimana hal itu belum bisa dilaksanakan tahun ini, padahal lemahnya pengawasan adalah satu titik persoalan yang menyebabkan penyelenggara haji selalu bermasalah karena tidak memenuhi azas-azas penyelenggaraan haji yakni asas keadilan, profesionalisme, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba serta tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan haji itu sendiri yaitu pelayanan, pembinaan dan perlindungan jemaah; (b) Perlu adanya pihak independen yang tidak berafiliasi kepada kepentingan pihak manapun kecuali kepentingan jemaah dan rakyat banyak, untuk dapat memberikan second opinion terhadap kinerja pengawasan yang dilakukan secara internal oleh penyelenggara haji sekaligus (pemerintah); (c) Perlu adanya sebuah tim yang mampu memantau secara profesional, intens, terus menerus atas fakta dan data serta dinamika yang terjadi di lapangan terkait penyelenggaraan haji berlandaskan azas transparansi, keadilan dan profesionalisme; (d) Perlu adanya sebuah tim yang dapat menampung keluhan, saran dan kritikan masyarakat atas penyelenggaraan haji untuk kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak penyelenggara dan DPR. Di sisi lain, TIPHI juga akan menyampaikan hasil pemantauannya kepada masyarakat, DPR dan kepada penyelenggara haji. 7

Himbauan Berkenaan dengan lahirnya TIPHI 2008 yang berasal dari prakarsa masyarakat, diharapkan pemerintah (Cq Departemen Agama RI) dapat menerima dengan tangan terbuka keberadaan TIPHI dan memandang sebagai mitra kerja konstruktif, bukan menganggap sebagai unsur pengganggu apalagi sebagai musuh. TIPHI mengharap pemerintah dapat memberikan akses seluas-luasnya kepada anggota TIPHI yang akan bekerja sebagai relawan (volunteer) pemantau haji yang bekerja demi untuk perbaikan penyelenggaraan haji Indonesia. TIPHI juga menghimbau kepada pemerintah Ri cq Departemen Agama dan DPR komisi VIII, agar dapat mempertimbangkan masukan dan rekomendasi berdasarkan hasil pantauan Tim Independen ini, mengingat penyelenggara haji tentu membutuhkan second opnion dalam rangka introspeksi dan perbaikan. Selanjutnya marilah kita bersama-sama berlomba berbuat kebaikan. Hilangkan pesimisme bahwa kita seolah tidak mampu bekerja profesional menangani masalah haji. Marilah menjadi pelayan tamu Allah yang baik dan bekerja ikhlas, insya Allah pelayanan haji di masa depan akan semakin baik dan tidak ada satu pun persoalan yang tidak bisa diatasi. ~ooo~ 8

BIODATA Nama lengkap : Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi No. KTP : 10.5101.101062.0007 Tempat, tgl lahir : Tegal, 10 Oktober 1962 Alamat : Jl. Srikandi 3 No. 10 Bumi Indraprasta, Bogor 16153 Pekerjaan : Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB Bogor No. Telepon/HP : 0251-8340254 / 081311157644 e-mail : pudji1962@yahoo.co.id 9