BAB II KETENTUAN GHARAR DALAM AKAD JUAL BELI

dokumen-dokumen yang mirip
ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG KONTRAK KERJA DALAM ISLAM (AL- IJÃRAH)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB V PEMBAHASAN. A. Sistem Jual Beli Bunga di Kawasan Wisata Makam Bung Karno

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 7 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI AIR IRIGASI DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PENETAPAN TARIF JASA ANGKUTAN UMUM BIS ANTAR KOTA/PROVINSI SURABAYA-SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB IV. disepakati diawal. Adapun perubahan harga sebelah pihak yang dilakukan. oleh si pembeli tanpa ada kesepakatan kedua belah pihak.

JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ALAT TERAPI DI PASAR BABAT KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN.

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

online. Mulai dari pencarian campaign hingga transfer uang donasi dapat dilakukan Website Kitabisa menawarkan kepada setiap orang yang ingin melakukan

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN MENGENAI PRAKTEK JUAL BELI ES BALOK DI KOTA SEMARANG MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Manusia adalah mahluk hidup yang mempunyai kebutuhan

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI SISTEM NOTA KURANG LEBIH (NKL) DI INDOMARET SUKODONO KARANGPOH CABANG GRESIK

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT, yang disebut hablum minallah dan yang kedua bersifat horizontal,

BAB II GHARAR DALAM ISLAM. Dalam bahasa arab kata gharar merupakan derivasi dari : yang mempunyai arti :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

efinisi dan Hukum jual Beli Menurut syariah

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia dalam keadaan saling membutuhkan satu

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KONSEP JUAL BELI DAN OBJEK JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. harta. Setiap manusia memerlukan harta untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya. Karenanya manusia akan selalu berusaha memperoleh harta

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SETATUS UANG MUKA YANG HANGUS DALAM PRAKTEK JUAL BELI ANAKAN BURUNG LOVE PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan seharihari

Transkripsi:

BAB II KETENTUAN GHARAR DALAM AKAD JUAL BELI A. Pengertian Gharar Gharar menurut bahasa artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian baik mengenai ada atau tidak ada obyek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan obyek akad tersebut. Pengertian gharar menurut para ulama fikih Imam al-qarafi, Imam Sarakhsi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-jauziyah, Ibnu Hazam, sebagaimana dikutip oleh M. Ali Hasan 1 adalah sebagai berikut: Imam al-qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual beli ikan yang masih dalam air (tambak). Pendapat al-qarafi ini sejalan dengan pendapat Imam Sarakhsi dan Ibnu Taimiyah yang memandang gharar dari ketidakpastian akibat yang timbul dari suatu akad. Ibnu Qayyim al-jauziyah mengatakan, bahwa gharar adalah suatu obyek akad yang tidak mampu diserahkan, baik obyek itu ada maupun tidak ada, seperti menjual sapi yang sedang lepas. Ibnu Hazam memandang gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang berakad tentang apa yang menjadi akad tersebut. 1 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 147-148. 17

18 Dari beberapa definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa gharar yaitu jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjual-belikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau karena tidak mungkin dapat diserah-terimakan. 2 Hukum jual beli gharar dilarang dalam Islam berdasarkan al-qur an dan hadis. Larangan jual beli gharar didasarkan pada ayat-ayat al-qur an yang melarang memakan harta orang lain dengan cara batil, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat : 29!"# *+,./ 7%"# A A 6) >$%?@ >$%DEFG) >$%3/ 435 <=9"# 6 J $%"&'() 012 +(&3/ ; 8,9 : C(5"# H635 PQR0 K MNO Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29) 3 Surat Al-Baqarah ayat : 188 $%"&'() 012 +(&3/ J!"# $%,./ 2 Ghufron A. Mas adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 133. 3 Departemen Agama RI. loc, cit.

19 UV<35 3/!Z& \]'() \_(_*`3/ S;@ &ST# WX+ (Y?5[9"! HH& Pc 06 V "# _ CG) Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 188) 4 Menurut terminologi Sayyid Sabiq mengartikan jual beli gharar adalah: ا ر ھ ا ا و ط ة ا و ر ا Artinya: Bai ul gharar adalah setiap jual beli yang memuat ketidaktahuan atau memuat pertaruhan dan perjudian. 5 Hadist Riwayat Bazar dan Shohih Al-Khakim - ر - 6 را 56, أ ن ا 12 / 0+/ الله -+, و (+* () أى ا$#! ا"! ل : 6 - ا =ه, و 5 1 ور ) ر واه ا 1 :ار و 990, ا 9 * ). Artinya: Dari Rifa ah bin Rofiq, Nabi pernah ditanya, apakah profesi yang paling baik?rasulullah menjawab usaha yang paling utama adalah hasil usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan hasil jual beli yang mabrur. (HR. Bazar dan Shohih Al-Khakim) 4 Departemen Agama RI. op, cit, h. 23. 5 Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, Juz III, (Kairo: Maktabah Dar al-turas, tth), h. 161. 6 Sayyid al-imam Muhammad ibn Ismail al-kahlani al-sun ani, Subul Al-Salam Sarh Bulugh Al-Maram Minjami Adilati Al Ahkam, Kairo: Juz 3, Dar Ikhya al-turas al-islam, 1960, h. 4.

20 Maksud mabrur dalam hadis di atas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan merugikan orang lain. B. Macam-Macam Gharar Gharar yang dilarang ada 10 macam yaitu sebagai berikut: 1. Tidak dapat diserahkan Yaitu tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada. Misalnya: menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa menjual induknya atau contoh lain yaitu menjual ikan yang masih dalam air (tambak). 2. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual Yaitu apabila barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahkan kepada pembeli, maka pembeli itu belum boleh menjual barang itu kepada pembeli lain. Akad semacam ini mengandung gharar, karena terdapat kemungkinan rusak atau hilang obyek akad, sehingga akad jual beli pertama dan kedua menjadi batal. 3. Tidak ada kepastian tentang jenis sifat tertentu dari barang yang dijual Misalnya, penjual berkata: saya jual sepeda yang ada di rumah saya kepada anda, tanpa menentukan cirri-ciri sepeda tersebut secara

21 tegas. Termasuk ke dalam bentuk ini adalah menjual buah-buahan yang masih di pohon dan belum layak dikonsumsi. 4. Tidak ada kepastian tentang jumlah yang harus dibayar Misalnya, orang berkata: saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga yang berlaku pada hari ini. Padahal jenis beras itu banyak macamnya dan harganya juga tidak sama. 5. Tidak ada ketegasan bentuk transaksi Yaitu ada dua macam atau lebih yang berbeda dalam satu obyek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang akan dipilih pada waktu terjadi akad. Misalnya, sebuah motor dijual dengan harga 10.000.000,- dengan harga tunai dan 12.000.000,- dengan harga kredit. Namun, sewaktu terjadi akad tidak ditentukan bentuk transaksi mana yang akan dipilih. 7 6. Tidak diketahui ukuran barang Tidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui. Misalnya, penjual berkata, aku jual kepada kamu sebagian tanah ini dengan harga 10.000.000,-. 7. Jual beli mulamasah Jual beli mulamasah adalah jual beli saling menyentuh, yaitu masing-masing dari penjual dan pembeli pakaian atau barang lainnya, dan dengan itu jual beli harus dilaksanakan tanpa ridha terhadapnya atau seorang penjual berkata kepada pembeli, jika ada yang menyentuh baju 7 M. Ali Hasan, op. cit., h. 148-149.

22 ini maka itu berarti anda harus membelinya dengan harga sekian, sehingga mereka menjadikan sentuhan terhadap obyek bisnis sebagai alasan untuk berlangsungnya transaksi jual beli. 8 8. Jual beli munabadzah Yaitu jual beli saling membuang, masing-masing dari kedua orang yang berakad melemparkan apa yang ada padanya dan menjadikan itu sebagai dasar jual beli tanpa ridha keduanya. Misalnya: seorang penjual berkata kepada calon pembeli, jika saya lemparkan sesuatu kepada anda maka transaksi jual beli harus berlangsung diantara kita. 9. Jual beli al-hashah Jual beli al-hashah adalah transaksi bisnis dimana penjual dan pembeli bersepakat atas jual beli suatu barang pada harga tertentu dengan lemparan batu kecil yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang dijadikan pedoman atas berlangsung tidaknya transaksi tersebut. 9 ر ا - و ة?9 ا - @ ا ل ) ر /> Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli hashah (lempar batu) dan jual beli gharar. 10. Jual beli urbun Yaitu jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Misalnya: seseorang membeli sebuah komoditi dan sebagian pembayarannya diserahkan kepada penjual sebagai uang muka (panjar). Jika pembeli jadi mengambil komoditi maka uang pembayarannya 8 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 4, Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009, cet I, h. 61. 9 Imam Abil Husain Muslim bin Al Hujjaj al Qusyairi an Naisaburiy, Shahih Muslim, Juz IX, Bairut : Darul Kitab al Immiyyah, 1995, h. 133.

23 termasuk dalam perhitungan harga, akan tetapi jika pembeli tidak jadi mengambil komoditi tersebut maka uang muka menjadi milik penjual. Didalam masyarakat dikenal dengan istilah uang hangus atau uang hilang tidak boleh ditagih kembali oleh pembeli. 10 C. Akibat Hukum Gharar dalam Perspektif Hukum Islam Segala kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalah atau kemasyarakatan diperlukan adanya suatu aturan yang jelas, agar dalam melakukannya tidak ada kecurangan di antara pihak yang dapat merugikan orang lain. Dalam setiap transaksi kegiatan jual beli, dapat dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun-rukun transaksi tertsebut. Rukun berarti tiang atau sandaran atau unsur yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sutau perbuatan yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan adanya atau tidak adanya sesuatu itu. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual beli meliputi : Akid yaitu Bai (penjual) dan Mustari (pembeli), Shighat (ijab dan qabul), Ma qud alaih (benda atau barang). 11 1. Akid yaitu Bai (penjual) dan Mustari (pembeli) 10 M. Ali Hasan, op. cit., h.131. 11 Rachmat Syafei, op. cit., h. 76.

24 Bai (penjual) adalah seorang atau sekelompok orang yang menjual benda atau barang kepada pihak lain atau pembeli baik berbentuk individu maupun kelompok, sedangkan Mustari (pembeli) adalah seorang atau sekelompok orang yang membeli benda atau barang dari penjual baik berbentuk individu maupun kelompok. 2. Shighat (ijab dan qabul) Yaitu ucapan penyerahan hak milik dari satu pihak dan ucapan penerimaan di pihak lain baik dari penjual dan pembeli. 3. Ma qud alaih (benda atau barang) Merupakan obyek dari transaksi jual beli baik berbentuk benda atau barang. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad jual beli adalah sebagai berikut : a. Terkait dengan subyek akad (Aqid) Subyek akad (aqid) yaitu penjual dan pembeli yang dalam hal ini bisa dua atau beberapa orang yang melakukan akad, adapun syaratsyarat bagi orang yang melakukan akad yaitu: 1) Berakal, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat dan sedekah maka akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan

25 hartanya kepada orang lain, mewakafkan atau menghibahkan, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah mumayyiz mengandung manfaat dan madharat sekaligus, seperti jual beli, sewa menyewa dan perserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah, jika walinya mengizinkan. Yangmana wali anak kecil yang telah mumayyiz itu benar-benar mempertimbangkan kemaslahatan anak kecil itu. 12 Jumhur ulama berpendapat, bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus akil baligh dan berakal. Apabila anak yang telah mumayyiz melakukan akad jual beli itu tidak sah walaupun telah mendapatkan izin dari walinya. Sedangkan jual beli yang berlaku di masyarakat sekarang ini dapat dibenarkan karena telah menjadi tradisi (urf) dalam masyarakat asalkan barang yang dibeli anak tersebut tergolong barang yang bernilai rendah. 2) Kehendak sendiri, hendaknya transaksi ini di dasarkan pada prinsipprinsip kerelaan (suka sama suka) antara penjual dan pembeli yang di dalamnya tersirat makna muhtar, yakni bebas melakukan transaksi jual beli dan terbebas dari paksaan dan tekanan. 13 Sebagaimana firman Allah dalam surat an-nisa ayat : 29!"# *+,./ $%"&'() 1992, h. 81. 12 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, h. 115. 13 Hamzah Ya qub, Kode Etik Dagang Menurut Hukum Islam, Bandung: CV Diponegoro,

26 6) <=9"# 435 ; C(5"# H635 012 +(&3/ 8,9 : A A 7%"# >$%?@ >$%DEFG) PQR0 K MNO >$%3/ 6 J Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29) 3) Keadaannya tidak mubazir, maksudnya para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang boros atau mubazir, sebab orang yang boros menurut hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, artinya dia tidak dapat melaksanakan perbuatan hukum sendiri walaupun berkaitan dengan kepentingannya sendiri. 14 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat an-nisa ayat : 5 # "# e\f& >/%"& F.E& h >$i j>o >$ime(j?>" >$ No $%"&'() 1 g K M :k! & P30p!qr sh Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam 14 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op, cit, h. 35.

27 kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS. An-Nisa : 5) 15 4) Baligh, berumur 15 tahun ke atas atau dewasa. Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan jual beli barang-barang yang kecil, karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama Islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya. 16 b. Sighat akad (ijab qabul) Ulama fiqih sepakat menyatakan, bahwa urusan utama jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat terlihat pada saat akad berlangsung. Ulama fiqih telah menyebutkan bahwa syarat ijab qabul adalah sebagai berikut: 1) Orang yang mengucapkannya yaitu penjual dan pembeli (bai dan mustari) telah akil baligh dan berakal. 2) Qabul sesuai dengan ijab, dalam arti seorang pembeli menerima segala apa yang diterapkan oleh penjual dalam ijabnya. Misal: 15 Departemen Agama RI. op. cit., h. 61. 16 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010, h. 281.

28 saya jual sepeda ini dengan harga sepuluh ribu rupiah, kemudian pembeli menjawab, saya beli dengan harga sepuluh ribu rupiah. 3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, maksudnya adalah bahwa kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli hadir dan membicarakan masalah yang sama. Apabila penjual mengucapkan ijab, kemudian pembeli beranjak sebelum mengucapkan qabul atau pembeli mengadakan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan akad jual beli tersebut, kemudian sesudah itu mengucapkan qabul, maka menurut kesepakatan ulama fiqih, jual beli itu tidak sah, sekalipun mereka berpendirian, bahwa ijab tidak harus dijawab langsung dengan qabul. 17 Maka dapat diambil kesimpulan bahwa ijab qabul atau setiap perkataan atau perbuatan yang dipandang urf (kebiasaan) merupakan tolak ukur syarat suka sama suka atau saling rela yang tidak tampak. Rukun akad adalah ijab dan qabul. Ijab dan qabul dinamakan shighatul aqdi atau ucapan yang menunjukkan kepada kehendak kedua belah pihak, shighatul aqdi ini memerlukan tiga syarat, yaitu sebagai berikut: 1) Harus terang pengertiannya 2) Harus bersesuaian antara ijab qabul 17 M. Ali Hasan, op. cit, h. 120.

29 3) Memperlihatkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan. 18 Lafadz yang dipakai untuk ijab dan qabul harus terang pengertian menurut urf (kebiasaan). Haruslah qabul itu sesuai dengan ijab dari segala segi. Apabila qabul menyalahi ijab, maka tidak sah akadnya. Kalau pihak penjual menjual sesuatu dengan harga seribu, kemudian pihak pembeli menerima dengan harga lima ratus, maka teranglah akadnya tidak sah, karena tidak ada tawafuq bainal ibaratin (penyesuaian antara dua perkataan). Untuk sighat ijab dan qabul haruslah menggambarkan ketentuan iradad tidak diucapkan ragu-ragu, apabila sighat akad tidak menunjukkan kemauan atau kesungguhan, akad itu tidak sah. c. Ma qud alaih Ma qud alaih adalah obyek transaksi, sesuatu dimana transaksi dilakukan di atasnya, sehingga akan terdapat implikasi hukum tertentu. Ma qud alaih bisa berupa asset-aset financial (sesuatu yang bernilai ekonomis) ataupun aset non financial, seperti wanita dalam akad pernikahan ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya dalam akad ijarah (sewa). 19 Ma qud alaih harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: 18 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Pengantar Fiqh Mu amalah, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang, 1997, h. 29. 19 Dimyauddin Djuwaini, op, cit, h. 57.

30 1) Suci, bersih barangnya. Barang najis tidak sah untuk diperjual belikan dan tidak boleh dijadikan uang sebagai alat tukar, seperti kulit bangkai yang belum disamak. 2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu, bangkai, babi dan benda-benda haram lainnya tidak sah menjadi obyek jual beli, karena benda-benda tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dalam pandangan syara. 3) Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Namun dalam hal ini yang terpenting adalah saat diperlukan barang itu sudah ada dan dapat dihadirkan pada tempat yang telah disepakati bersama. 20 4) Barang yang dimiliki, barang yang boleh diperjualbelikan adalah barang milik sendiri. Bahwa orang yang melakukan jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut. 5) Mengetahui atau barang yang dijual ini diketahui oleh pihak penjual maupun pembeli. Barang yang diperjuabelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya atau ukurannya, maka tidaklah sah suatu jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. 21 20 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 72. 21 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 133.

31 Ditegaskan oleh Nazar Bakry barang itu harus diketahui oleh penjual dan pembeli dengan terang zatnya, bentuk, kadar dan sifat-sifatnya sehingga tidak terjadi tipu daya. 22 Tujuannya adalah agar tidak terjadi kesalah pahaman di antara keduanya. Disamping barang tersebut harus diketahui wujudnya, harga barang tersebut juga harus diketahui jual beli tersebut sah atau tidak sah, karena mengandung unsur gharar. Akibat dilarangnya jual beli gharar selain karena memakan harta orang lain dengan cara batil, juga merupakan transaksi yang mengandung unsur judi, seperti menjual burung di udara, onta dan budak yang kabur, buah-buahan sebelum tampak buahnya dan jual beli dengan lemparan batu. Larangan jual beli gharar tersebut karena mengandung ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau perjudian, tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya atau tidak mungkin diserah terimakan. 22 Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h. 60.