BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus Type II

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

Diabetes Mellitus (DM) Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kencing manis, dan merupakan penyakit kronis atau menahun, DM. darah (American Diabetes Assosiation, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh sebab vaskular (WHO, 2004). Insiden stroke di Amerika Serikat

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tua, Tipe III disebut Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM) dan Tipe IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (Gofir, 2009) Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2009). 2.2. Klasifikasi Stroke Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Defenisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA) (Gofir, 2009). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut menurut Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002) adalah: 2.2.1. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya 1. Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. a. Perdarahan Intraserebral (PIS). b. Perdarahan Subarachnoid (PSA).

2. Stroke Iskemik yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Sehingga dapat menyebabkan jaringan otak mati. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. a. Transient Ischemic Attack (TIA). b. Trombosis Serebri. c. Embolia Serebri. 2.2.2. Berdasarkan Stadium atau Pertimbangan Waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA) adalah Suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. 2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) adalah Gejala neurologik yang timbul dan akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. 3. Stroke In Evolution (Progressing Stroke) adalah Gejala/tanda neurologist fokal terus memburuk setelah 48 jam. 4. Complete Stroke Non-Hemmorhagic adalah Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi. 2.2.3. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah 1. Sistem Karotis. 2. Sistem Vertebrobasiler. 2.2.4. Berdasarkan Klasifikasi Gambaran Klinis tipe iskemik (Gofir, 2009) 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI). 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI). 3. Lacunar Infark (LACI). 4. Posterior Circulation Infark (POCI). Selain itu stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu, stroke perdarahan (hemoragik) dan stroke iskemik. Dua kategori ini memiliki Suatu kondisi yang berlawanan dimana pada stroke hemoragik, kranium yang tertutup memiliki darah yang terlalu banyak. Sedangkan pada stroke iskemik terjadi gangguan ketersedian darah pada suatu daerah di otak. Sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik dan

sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. (Gofir, 2009). 2.3. Faktor Resiko Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular Disorders (1989), Faktor stroke iskemik adalah (Gofir, 2009): 2.3.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Etnis /Ras 4. Hereditas 2.3.2. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi: 1. Hipertensi. 2. Penyakit jantung. 3. Obesitas. 4. Diabetes mellitus. 5. Hiper-agregasi trombosit. 6. Alcoholism. 7. Merokok. 8. Peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida, LDL). 9. Hiperurisemia. 10. Infeksi. 2.4. Diabetes Melitus Diabetes Melitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang bertalian dengan defisiensi absolute atau relatif aktivitas dan/atau sekresi insulin. Gejala gejala yang khas adalah poliuria, polidipsia, polifagia (WHO, 2000) Diabetes mellitus telah lama menjadi perhatian dari WHO. Penelitian pertama diabetes berskala internasional yang disponsori secara langsung oleh WHO merupakan Penelitian Multinasional Penyakit Penyakit Vaskular pada

Diabetes. Pengembangan diabetes mellitus bertalian dengan peningkatan angka kematian dan resiko tinggi berkembangnya penyulit penyulit vaskuler, ginjal, retina, dan neuropati, yang dapat mengakibatkan kecacatan serta kematian dini (WHO, 2000). Diabetes mellitus atau DM merupakan masalah endokrinologis yang menonjol dalam pelayanan kesehatan dan juga sudah terbukti sebagai faktor resiko stroke dengan peningkatan resiko relatif pada stroke iskemik 1.6 sampai 8 kali dan pada stroke hemoragik 1.02 hingga 1.67 kali (Antonios & Silliman, 2005). Penelitian prospektif terhadap 3642 pasien yang diamati selama 10.4 tahun mendapatkan resiko stroke berkurang dengan 12% untuk setiap 1% pengurangan hemoglobin A1C, walaupun tidak signifikan secara statistic (P=0.035) (Stratton dkk, 2000). Pada penelitian ini HbA1C menurun dari median 7.9% ke 7.0%. Kemungkinan resiko stroke dapat diperkecil lagi jika penanganan diabetes yang terjadi lebih agresif (Antonios dan Silliman, 2005). 2.4.1. Epidemiologi Tingkat prevalensi diabetes mellitus sangat tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2.5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita serangan jantung. Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus intrauterine pada ibu ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat (Price dan Wilson, 2006). Diabetes yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan gangguan siklus haid pada wanita. Pengobatan terbaik adalah dengan mengendalikan kadar gula darah pada batas normal (Wiknjosastro dkk, 2007).

Kadar gula kulit (glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang biasa. Pada diabetes, rasio meningkat sampai 69 71% dari glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55% keadaan ini yang dinamakan sebagai diabetes kulit (Juanda dkk, 2007). 2.4.2. Klasifikasi Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 2006). Diabetes dibagi menjadi : a. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah diabetes mellitus yang tergantung insulin (IDDM). IDDM ditandai dengan defisiensi mutlak insulin, onset gejala yang berat timbul secara mendadak, cenderung menjadi ketosis, dan untuk menopang kehidupan tergantung pada insulin dari luar. Usia saat timbulnya gejala klinis biasanya dibawah 30 tahun, meskipun gangguan dapat terjadi di semua usia. Sering dikenal dengan juvenile onset diabetes (WHO, 2000). b. Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes tipe 2 adalah diabetes mellitus yang tak tergantung insulin (NIIDM). Mencakup hampir 85% dari semua kasus diabetes di negara negara maju, dan sebagian besar kasus di negara negara berkembang. Diagnosa untuk orang orang eropa biasanya dibuat sesudah usia 40 tahun. Diagnosa dapat ditegakkan bila kadar glukosa darah puasa meningkat sampai batas yang diterima sebagai diagnostik diabetes. DM tipe 2 ini kebanyakan disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas (WHO, 2000). c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG) Diabetes Gestasional adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu yang menderita diabetes gestasional adalah preeklampsi, seksio sesarea dan terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.

Sedangkan pada janin dapat meningkatkan resiko terjadinya hiperbilirubinemia, trauma persalinan, hipoglikemia, hipokalsemia, dan dapat juga menyebabkan kecacatan dan kematian pada janin. (Saifuddin dkk, 2008) d. Tipe khusus lain, seperti (Price dkk., 2006) : Kelainan genetik pada sel beta. Kelainan genetik pada kerja insulin : Sindrom resistensi insulin berat. Penyakit pada eksokrin pankreas. Penyakit endokrin : Cushing Syndrom, Akromegali. Obat- obatan yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta. Infeksi. 2.5. Pengaturan Glukosa Darah Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum prosimal. Setelah diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glukosa, dan (3) melakukan glikolisis. Jumlah glukosa yang yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu (1) hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, yaitu insulin yang dibentuk oleh sel-sel beta di pulau langerhans pankreas (Gambar 2.1), dan (2) hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, ada glukagon yang disekresi oleh sel- sel alfa pulau langerhans, epinefrin yang disekresikan oleh medulla adrenal dan jaringan kromafin lain, glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal dan Growth Hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Gambar 2.2) (Price dan Wilson, 2006).

Hati Glikogen Glukosa Insulin G L U K O S A Pankreas Sel Beta Insulin Gambar.2.1. Sekresi Insulin Reseptor-Reseptor Aktivasi pembawa glukosa Kortisol l Hati Glikogen Glukosa Adrenal Epinefrin Glukagon G L U K O S A Pankreas Sel Alfa Reseptor Glikogen GH Hipofisis Gambar.2.2. Sekresi Glukagon

Dikutip dari: Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. pp. 63: 1259 1274. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Peningkatan kadar gula darah berbanding lurus dengan diabetes mellitus yang dapat kita ketahui dari tes toleransi glukosa oral (OGTT). Kemampuan sesorang untuk mengatur kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas batas normal dapat ditentukan melalui tes (1) kadar glukosa serum puasa, dan (2) respons glukosa serum terhadap pemberian glukosa (Tabel 2.1) (Price dan Wilson, 2006). TABEL 2.1. Tes Toleransi Glukosa Kadar Dalam Plasma Glukosa Normal GTT* DM Gula Darah Puasa 70-110 110-125 >126 2 Jam Setelah Pemberian 110-140 140-199 >200 Glukosa 75 gr *GTT : Gangguan Toleransi Glukosa Dikutip dari: Lumbantobing, S.M, 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. Diagnosa DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium gula darah puasa dan pemeriksaan gula darah setelah makan (beban glukosa). Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) puasa dan sewaktu. Pasien diminta puasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan gula darah. Pada umumnya pasien juga akan diminta untuk mengumpulkan sample urinnya. Hal ini ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urin. Karena selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 180 mg/dl, glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah melebihi dari 180 mg/dl maka sebagian akan dibuang melalui urin atau yang biasa disebut sebagai glikosuria. Gangguan toleransi glukosa harus diwaspadai sebagai

gejala awal DM. perubahan pola hidup dan pemeriksaan laboratorium berkala sangat dianjurkan. 2.6. Penilaian Pengontrolan Glukosa Darah Metode yang digunakan untuk menetukan pengontrolan glukosa darah pada semua tipe diabetes adalah dengan pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang. Selama 120 hari masa hidup hemoglobin dalam eritrosit, normalnya hemoglobin sudah mengandung glukosa. Bila kadar glukosa meningkat diatas normal, maka jumlah glikat hemoglobin juga akan meningkat. Dapat dilakukan test HbA1C untuk menetukan kadar glukosa dalam hemoglobin (Tabel 2.2) (Price dan Wilson, 2006). TABEL 2.2. Tes HbA1c Normal/ Kontrol Glukosa Glikat hemoglobin (%) Nilai Normal 3.5 5.5 Kontrol Glukosa baik 3.5 6.0 Kontrol Glukosa Sedang 7.0 8.0 Kontrol Glukosa Buruk > 8.0 Dikutip dari: Price Sylvia A. and M.Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 6.Vol. II. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. pp. 63: 1259 1274. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Kontrol hiperglikemia yang tidak adekuat dapat didefinisikan sebagai kadar hemoglobin A1c >7.0 %. Sampai saat ini tujuan umum penanganan diabetes dengan target HbA1C ke 7.0% masih dipakai pada orang dewasa untuk mencegah resiko makrovaskular. 2.7. Patofisiologi Diabetes dengan Komplikasi Stroke

Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh pembuluh besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic) dan saraf saraf perifer (neuropati diabetic), otot otot serta kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Sehingga terjadilah hiperglikemia berat dan apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal maka timbullah glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang (polifagia) mungkin akan timbul dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan cairan elektrolit. Ketika tubuh kehilangan cairan maka darah mengalami kepekatan yang membuat darah menggumpal atau dengan kata lain mengalami trombosis. Trombosis adalah proses kompleks yang berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya dapat menghasilkan penyempitan pembuluh darah yang mengarah ke otak (Gambar 3.3) (Price dan Wilson, 2006).

Defisiensi Insulin Penurunan Pemakaian Glukosa Hiperglikemia Glikosuria Osmotik Diuresis Dehidrasi Viskositas Darah Trombosis Artherosklerosis Makrovaskuler Mikrovaskuler Jantung Serebral Ekstremitas Stroke Gambar.2.3. Patofisiologi Stroke dengan Faktor Resiko DM