BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. pilar utama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sistem perbankan memegang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

PUNGUTAN OJK TERHADAP BPJS

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membayar ganti rugi atau disebut dengan penanggung. Perjanjian asuransi adalah perjanjian timbal balik atau wederkerig

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi ( financial intermediary) untuk menunjang kelancaran

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan mengenai perekonomian untuk dapat dimanfaatkan bagi

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

Otoritas Moneter di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pengatur dan Pengawas Sektor Jasa Keuangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGALIHAN FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN ABSTRACT

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang perlu menjadi perhatian adalah pada sektor hukumnya. Hal itu disebabkan oleh semakin berkembangnya pola kehidupan masyarakat yang diikuti oleh perkembangan peraturan perundang-undangan. Selain itu, yang perlu diperhatikan lainnya adalah pada sektor ekonomi. Sebab, sebagai negara berkembang ingin melaksanakan pembangunan dalam bidang ekonomi. Pembangunan perekonomian yang saat ini sedang dilakukan oleh sebagian besar negara yang berdampak pada perkembangan perekonomian nasional yang semakin pesat juga mengakibatkan semakin banyaknya permasalahan utang piutang yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengaturan mengenai cara penyelesaian permasalahan utang piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. Pailit merupakan suatu keadaan dimana pihak berutang tidak dapat lagi melunasi semua utang-utangnya. 1 Dalam kenyataan yang ada, keadaan tidak dapat lagi melunasi utang-utangnya salah satu penyebabnya adalah kondisi keuangan pihak berutang (debitor) yang mengalami kesulitan. Dengan banyaknya permasalahan tersebut di masyarakat, maka dibentuklah suatu aturan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). 1 Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Kencana, Jakarta, 2008, h.1

2 Pengertian Kepailitan berdasarkan UU KPKPU adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawasan. 2 Pernyataan pailit merupakan suatu putusan pengadilan pada Pengadilan Niaga, ini berarti bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila telah adanya suatu keputusan pailit di Pengadilan Niaga. Dengan adanya suatu pengumuman putusan pailit tersebut, maka berlakulah ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 3 (KUH Perdata) atas seluruh harta kekayaan debitor pailit yang berlaku umum bagi semua kreditor konkuren dalam kepailitan, tanpa terkecuali, untuk memperoleh pembayaran atas seluruh piutang-piutang konkuran mereka. 4 Berdasarkan UU KPKPU, debitor yang dapat diajukan pailit meliputi: a. Orang, badan usaha bukan badan hukum, dan badan hukum. b. Bank c. Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Salah satu badan usaha yang dapat dimohonkan pailit adalah bank. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 2 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3 KUH Perdata terjemahan: Prof. R. Subekti,S.H. 4 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Kepailitan, Rajawali Press, Jakarta, 2004, h.12

3 (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan), bank memiliki peranan yang sangat strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa Tahun 1945, pelaksanaan perbankan Indonesia harus banyak memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan. 5 Perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Hal tersebut disebabkan oleh peranan perbankan sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Dalam mendukung pembangunan perekonomian suatu negara perlu adanya suatu kelancaran aliran dana. Hal ini sesuai dengan UU Perbankan mengenai fungsi utama perbankan di Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyakat. Dengan peranan dari perbankan yang sangat penting bagi perkembangan pembangunan perekonomian nasional tersebut, sangat dibutuhkannya suatu peranan dari pemerintah dalam pengawasan terhadap jalannya suatu aktivitas dari perbankan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan melalui membentuk suatu lembaga yang memiliki otoritas di bidang perbankan dan bertanggung jawab terhadap semua aktivitas perbankan. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah membawa kesengsaraan bagi perekonomian nasional, khusunya bagi dunia usaha. Krisis ekonomi itu pula merupakan awal dari populernya hukum kepailitan. Dampak dari krisis ekonomi tersebut yang sekaligus menjadi krisis perbankan menyebabkan 16 bank dinilai oleh 5 Nina Yolanda, Laporan Penelitihan Analisis Hukum Putusan Pengadilan Niaga No. 21/Pailit/2001/PN.Niaga/Jak.Pst dalam Kasus Gugat Pailit Bank IFI terhadap Bank Danamon, dikutip melalui: http://portal.kopertis2.or.id/jspui/bitstream/123456789/277/1/penelitian%20kepailitan%20bank%20ifi.do c diunduh pada tanggal 15 September 2014

4 otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut izin usahanya. Berdasarkan UU Perbankan yang mengatur saat itu, yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan (Menkeu) berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia. 6 Selain itu telah disebutkan pula pada Pasal 2 ayat (3) UU KPKPU bahwa "Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia". Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI), pengertian Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang. 7 Selain itu sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 7 Ayat (1) UU BI yang merupakan "Tujuan dari Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah". Kemudian pada ayat 2 dinyatakan, dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. 8 Bank Indonesia mempunyai beberapa kewenangan dalam melakukan pengaturan 6 Achmad Hendro, Disharmoni Antara Ketentuan Kepailitan Dengan Ketentuan di Bidang Perbankan Dalam Kepailitan Bank, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2007, h.3 7 Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perbankan juncto Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 8 Maqdir Ismail, Bank Indonesia: Independensi, Akuntabilitas dan Transparansi, Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta, 2007, h. 194

5 dan pengawasan terhadap bank, yaitu: 9 a. Kewenangan memberikan izin b. Kewenangan mengatur c. Kewenangan untuk mengawasi d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi Dalam rangka mencapai suatu tujuan dari Bank Indonesia, maka Pemerintah membentuk suatu lembaga otoritas yang mengambil alih tugas dari Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap sistem perbankan di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan atau biasa disingkat dengan OJK adalah lembaga yang didirikan oleh Pemerintah dalam mengemban tugas tersebut. OJK dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan. OJK ini didirikan untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta melindungi konsumen industri jasa keuangan. 10 Dengan adanya UU OJK dengan terbentuknya suatu lembaga independen dalam melakukan pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan, maka tugas atau wewenang Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan tersebut digantikan oleh OJK. Berdasarkan Pasal 7 UU OJK, untuk melakukan tugas pengaturan dan 9 http://www.bi.go.id 10 http://id.wikipedia.org/wiki/otoritas_jasa_keuangan

6 pengawasan di sektor perbankan Otoritas Jasa Keuangan memiliki wewenang sebagai berikut: a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa, b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank; c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

7 d. pemeriksaan bank. Berdasarkan keterangan tersebut, tidak terlihat adanya ketentuan yang mengatur mengenai wewenang OJK untuk mengajukan permohonan pailit kepada bank. Sehingga perlu adanya kajian mengenai hal tersebut. Pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan terutama pada perbankan sangat diperlukan agar terciptanya suatu stabilitas keuangan nasional. Sebab bank yang terlihat kokoh dalam sistematis keuangannya masih rawan akan masalah keuangan seperti kredit macet dan bahkan bisa berdampak pada likuidasi bahkan sampai menyebabkan kepailitan. Dengan lahirnya sebuah aturan baru sehingga terbentuklah suatu lembaga otoritas yang baru pula, maka tugas Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap suatu perusahaan bank beralih kepada OJK, dan wewenang dari Bank Indonesia dengan lembaga OJK menjadi berbenturan. Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitihan dengan judul "KEPAILITAN PERBANKAN PASCA LAHIRNYA LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)". 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada pemaparan dalam latar belakang dan uraian masalah diatas, maka dapat diambil rumusan permasalahan antara lain sebagai berikut : 1. Pergeseran tugas dan wewenang Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keunagan (OJK)

8 2. Akibat Hukum pergeseran tugas wewenang Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan terhadap ketentuan pasal 2 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menganalisa mengenai kepailitan perbankan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Kepailitan dan Perbankan yang diatur di Indonesia. b. Untuk menganalisa mengenai tujuan dibentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. c. Untuk dapat menganalisa kewenangan mengajukan permohonan pailit pada bank jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah bahwa hasil penulisan ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan pengetahuan ilmu hukum terutama ilmu

9 hukum kepailitan dan hukum perbankan. Selain itu penulis mengharapkan dalam penulisan skripsi ini dapat ditemukan suatu landasan hukum dalam mengajukan permohonan pailit pada bank. 2. Secara Praktis a. Bagi penulis Agar dapat memperluas pengetahuan tentang dibentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta dapat mengetahui lembaga mana yang memiliki wewenang untuk mengajukan permohonan pailit pada perusahaan bank. b. Bagi Mahasiswa Dengan adanya penulisan ini diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan informasi, tambahan wawasan pengetahuan, dan bahan ajar mengenai hukum kepailitan dan perbankan dalam perkuliahan. c. Bagi Aparat yang Berwenang Diharapkan dengan adanya penulisan ini dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan untuk mengajukan suatu permohonan pailit pada perusahan bank dan upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi bank yang bernasalah. d. Bagi Pemerintah Dengan adanya penulisan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan, acuan ataupun landasan hukum bagi pemerintah untuk melakukan upaya hukum yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan atau

10 menghadapi suatu bank yang bermasalah. e. Bagi Masyarakat Dengan adanya penulisan ini diharapkan masyarakat bisa mendapatkan informasi mengenai tugas dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan, dan dapat mengetahui mengenai tata cara pengajuan permohonan pailit suatu perusahaan bank. 1.5 Metode Penelitian a. Penelitian secara normatif Penetilitian yang digunakan ialah penelitian secara normative, yaitu metode pendekatan melalui pengkajian terhadap asas-asas hukum dan sistematika hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga penelitian secara normatif ini dapat fokus pada inventarisasi hukum positif. b. Pendekatan Penelitian Hukum Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif maksudnya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, utamanya mengatur mengenai kepailitan dan perbankan atau yang berkaitan dengan pokok bahasan dan didasarkan pula pada sumber hukum yang berasal dari pendapat para ahli (doktrin). Dalam penulisan skripsi ini pendekatan yang digunakan dengan beberapa metode yang ada yaitu ; metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

11 Peter Mahmud Marzuki menguraikan pendekatan pendekatan yang digunakan digunakan dalam penelitian diatas sebagai berikut : 11 i. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan permasalahan yang sedang dibahas. ii. Pendekatan konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pijakan pandangan-pandangan dan doktrin doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang terkait. Penulisan skripsi yang dilakukan ini lebih fokus pada substansi hukum, sehingga pendekatan masalah yang sesuai adalah pendekatan normatif analisis substansi hukum, dimana pendekatan normatif substansi hukum dinilai oleh penulis tepat diterapkan pada pendekatan permasalahan yang dipilih. c. Sumber Hukum Untuk menunjang penyusunan dan penulisan skripsi ini, digunakan sumber-sumber bahan hukum yaitu : 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan dibidang hukum kepailitan dan hukum perbankan yang berlaku : a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, Kencana Prenada, Jakarta, 2013, hal.133

12 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. f. KUH Perdata 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang digunakan untuk member penjelasain mengenai bahan hukum primer. Dalam penulisan ini bahan hukum sekunder yang digunakan adalah studi pustaka terhadapa buku-buku tentang Kepailitan, Perbankan, Bank Indonesia, dan OJK. Penulis juga menggunakan bahan hukum sekunder berupa data yang didapat dari sarana internet yang terpercaya, tulisan-tulisan pakar hukum kepailitan dan perbankan serta pakar terkait yang didapat dan diupload dalam media internet. d. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan

13 Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan pokok permasalahan penulisan skripsi ini dikumpulkan yang kemudian bahan hukum tersebut diseleksi berdasarkan klasifikasi skala prioritas dengan masalah yang ada, lalu diklarifikasi serta dianalisis secara normatif. Bahan hukum tersebut diolah dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif yang berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur yang kemudian diimplementasikan kedalam keadaan yang sesungguhnya yang ada dalam kehidupan masyarakat sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Pembahasan selanjutnya digunakan penafsiran sistematis dalam arti mengkaitkan pengertian antara peraturan perundang-undangan yang ada serta pendapat lain yang lebih esensial dengan penelusuran buku-buku hukum. 12 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yang sedemikian dirinci menjadi sub-sub bab yang masing masing memiliki keterkaitan dengan bab-bab yang diajukan. Secara umum sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Pada bab I akan menguraikan latar belakang sebagai pendahuluan dari penelitian penulisan skripsi ini secara umum yang terdiri dari latar belakang, permasalahan dan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam bab II ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang terbentuknya 12 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., 2008, hal.237

14 OJK dan membandingkan antara kewenangan Bank Indonesia sebelum dan sesudah lahirnya OJK, serta penulis akan membuat tabel mengenai tugas dan wewenang Bank Indonesia yang beralih ke OJK. Pada bab III penulis akan menjelaskan tentang kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit berada di tangan Bank Indonesia atau di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu penukis juga menjelaskan tentang kepailitan secara umum dan syarat untuk mengajukan permohonan pailit. Dalam bab IV penulis akan mengemukakan kesimpulan yang didapat dari semua penjelasan yang telah diuraikan dan juga memberikan saran-saran yang diharapkan bermanfaat.