PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT DAN DAMPAK EKONOMISNYA TERHADAP PETANI KELAPA DI JAWA TIMUR PADA AWAL ABAD XX

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan luas tanaman. ton setara kopra). Namun, hal ini tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

Pe n g e m b a n g a n

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama krisis, usaha di sektor pertanian menunjukkan kinerjanya sebagai

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

I. PENDAHULUAN. menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sektor pertanian tidak hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Salah satu kontribusi terbesar pada krisis ekonomi dan resesi di lndonesia

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Elfa Michellia Karima, 2013 Kehidupan Nyai Di Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan kumpulan dari usaha yang bergerak di bidang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gaya hidup pada zaman modern ini menuntun masyarakat untuk mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap

I. PENDAHULUAN. sosial memegang peranan yang sangat penting dalam tindakan-tindakan yang

NILAI TAMBAH DAN PROFITABILITAS KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN NATUNA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

Rucianawati, Perkebunan Kelapa Rakyat dan Dampak Ekonomisnya. 1 PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT DAN DAMPAK EKONOMISNYA TERHADAP PETANI KELAPA DI JAWA TIMUR PADA AWAL ABAD XX Rucianawati Peneliti Bidang Asia Tenggara pada Pusat Penelitian Sumberdaya Regional LIPI Abstract: In the early twentieth century copra became one of the important export commodities in the Netherlands Indies. World demand was increasing along with the development of technology for its processing. Coconut products were not only for export but also for the interests of domestic industry. The increasing world demand for copra has consequences on the rise in commodity prices. But the rising standards of living of the coconut farmers were not comparable with the rising prices of coconut products in international markets. In the trade network, the middleman was the most widely reap the benefits. Coconut farmers are exploited by various bonding systems such as contracts, lien system, and retainer system. Key Words: coconut plantation, copra, East Java, middleman Indonesia pada masa kolonial adalah negara agraris yang mengandalkan perekonomian dari sektor pertanian dan perkebunan. Kondisi alamnya sangat mendukung untuk pembudidayaan berbagai tanaman perkebunan seperti kopi, teh, lada, tebu, dan tembakau. Pemerintah kolonial Belanda mengambil kesempatan dengan menerapkan berbagai kebijakan misalnya sistem tanam paksa, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Sebagai hasilnya pemerintah kolonial Belanda mendapat banyak keuntungan yang kemudian dibawa ke negeri induknya. Dampak lain dari pengenalan industri perkebunan bahwa masyarakat juga mulai mengenal sistem moneter Sejak penerapan politik pintu terbuka oleh pemerintah kolonial Belanda, kegiatan perekonomian mengalami perkembangan pesat. Perusahaan perkebunan semakin berkembang, demikian juga dengan kegiatan ekspor-impor. Sebagaimana daerah perkebunan lain di Nusantara, Jawa Timur juga mengalami perkembangan pesat. Selain perkebunan tebu, pada masa ini kopra sebagai hasil dari perkebunan kelapa menjadi satu komoditi penting. Oleh karena itu masyarakat berusaha untuk memperluas penanamannya. Pada mulanya tanaman kelapa hanyalah merupakan tanaman pekarangan, namun dalam perkembangannya tanaman ini dibudidayakan sebagai salah satu tanaman perkebunan. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk melihat lebih jauh bagaimana arti ekonomis perkebunan kelapa bagi masyarakat di Jawa Timur pada awal abad XX. Hasil utama dari perkebunan kelapa rakyat yang menjadi komoditi penting adalah kopra dan minyak kelapa. Pada awal abad XX, ekspor terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara Eropa. Dari sini tentunya dapat dilihat bagaimana jaringan perdagangan hasil perkebunan kelapa rakyat hingga sampai ke pasar internasional. Apakah besarnya produksi membawa dampak yang bagus terhadap taraf hidup petani? Industri perkebunan dan jaringan pemasaran hasil perkebunan kelapa rakyat

2 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 tentu melibatkan berbagai pihak, antara lain petani, pedagang perantara, pemilik perusahaan, eksportir, pedagang pengecer, dan sebagainya. Dari keterlibatan berbagai pihak ini akan sangat menarik untuk melihat siapa yang paling diuntungkan dalam bisnis ini? Selain itu juga perlu dilihat bagaimana perhatian pemerintah terhadap perkebunan kelapa rakyat? Tulisan ini akan dibatasi pada perkebunan kelapa milik rakyat di Jawa Timur, tidak termasuk perkebunan besar yang dikelola oleh perusahaan. Jadi tulisan ini akan melihat sejarah dari akar rumput, yaitu dari golongan masyarakat bawah. Namun demikian peran pihak-pihak terkait seperti pedagang dan pemerintah tidak akan diabaikan. Dimensi temporal dalam tulisan ini dibatasi pada awal abad XX, ketika kopra muncul sebagai salah satu komoditi ekspor yang penting di Jawa Timur. Karena batas temporal tersebut penelitian dalam tulisan ini dilakukan dengan studi literatur, khususnya dari buku, laporan, ataupun artikel yang berkaitan dengan perkebunan kelapa rakyat pada awal abad XX, misalnya dari laporan Departemen van Landbouw, Nijverheid & Handel, Memori Serah Jabatan, maupun artikel dari Koloniale Studien. A. Demografi Daerah Jawa Timur pada Awal Abad XX Pada awal abad XX daerah Jawa Timur terbagi dalam enam wilayah karesidenan, yaitu Karesidenan Surabaya, Madiun, Kediri, Pasuruan, Besuki, dan Madura. Secara demografis penduduk Jawa Timur dapat dibedakan dalam beberapa kelompok yaitu penduduk asli yang sebagian besar merupakan suku bangsa Jawa, para pendatang dari Madura, bangsa Eropa yang menjadi pejabat pemerintah atau pengusaha, serta orang Timut Asing yang biasanya menjadi pedagang atau rentenir. Orang Madura telah datang ke daerah Jawa Timur sejak jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Tujuannya antara lain adalah perdagangan, ekspedisi militer, maupun hubungan pekerjaan. Bangsa Eropa dan Cina sebagian besar datang ke daerah Jawa Timur ketika perusahaan-perusahaan perkebunan mulai berkembang pesat. Pada pertengahan abad XIX sampai awal abad XX sebagian besar penduduk Jawa Timur terkonsentrasi di daerah-daerah perkebunan seperti Malang sebagai daerah perkebunan kopi, Pasuruan dengan perkebunan tebu, dan Surabaya sebagai kota pelabuhan. Perkembangan jumlah penduduk pribumi di daerah Jawa Timur pada awal abad XX dapat dilihat dalam table berikut: Tabel 1: Populasi Penduduk Pribumi di Daerah Jawa Timur Tahun Karesidenan Surabaya Madiun Kediri Pasuruan Besuki Madura 1915 2.443.517 1.553.336 2.092.221 2.007.362 1.135.416 1.741.410 1920 2.396.520 1.586.008 1.990.538 2.211.235 1.484.555 1.736.651 1925 2.471.903 1.680.279 2.129.353 2.192.034 1.515.800 1.780.367 Sumber: P. Boomgard dan A.J. Goozzen (ed.), Population Trends 1795 1942 (Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1991), hal. 118 121. Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk Surabaya, Kediri, dan Pasuruan yang merupakan daerah sentra perkebunan melebihi daerah-daerah lainnya. Perkebunan

Rucianawati, Perkebunan Kelapa Rakyat dan Dampak Ekonomisnya. 3 tampaknya menjadi daya tarik bagi penduduk untuk bermigrasi dan mengisi kekosongan tenaga kerja. Selain penduduk pribumi, populasi penduduk asing yang terbanyak juga terdapat di ketiga wilayah tersebut. Pada tahun 1920 jumlah penduduk asing di Jawa Timur dapat dilihat dalam table berikut; Tabel 2: Populasi Penduduk Asing di Daerah Jawa Timur pada tahun 1920 Bangsa Karesidenan Surabaya Madiun Kediri Pasuruan Besuki Madura Eropa 21.065 2.420 4.494 9.371 2.973 809 Cina 36.079 6.097 16.715 17.896 8.509 4.396 Timur lainnya Asing 6.516 130 246 2.729 2.828 1.960 Sumber: P. Boomgard dan A.J. Goozzen (ed.), Population Trends 1795 1942 (Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1991), hal. 118 121. Tabel di atas menunjukkan bahwa populasi penduduk asing di Jawa Timur didominasi oleh etnis Cina. Jumlah bangsa Eropa terlihat cukup banyak di Surabaya. Orang Timur Asing lain (misalnya bangsa Arab, India, Jepang) juga banyak jumlahnya di Surabaya. Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang terbesar debandingkan dengan daerah lain, antara lain didukung oleh perkembangan pelabuhan Surabaya sebagai pelabuhan ekspor-impor yang telah menciptakan lapangan kerja yang cukup luas. Dengan demikian arus migrasi dengan motif ekonomi semakin kuat ke daerah ini. Jika penduduk Eropa maupun Timur Asing datang sebagai pengusaha ataupun pedagang, maka penduduk pribumi sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial secara umum tidak membuat para petani mendapatkan kehidupan yang lebih baik karena sebagian besar tanah dikuasai oleh kaum kapitalis maupun para priyayi. Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Geertz tentang involusi pertanian, para petani yang memiliki keterbatasan lahan tidak bisa mengembangkan usahanya lebih luas, dan hasil pertaniannya hanya bersifat subsistensi. Petani tidak bisa dengan leluasa mengerjakan tanahnya karena kaum kapitalis dengan memperalat kepala desa selalu berusaha untuk mencari tanah sewa dan tenaga kerja yang murah. Tanah yang benar-benar bisa dikerjakan oleh para petani sendiri dan menjadi hak miliknya hanyalah tanah pekarangan atau tegalan. Dari tanah pekarangan yang dikerjakan, salah satu tanaman yang bisa dikembangkan adalah kelapa. B. Sejarah Pengembangan Perkebunan Kelapa Dalam catatan sejarah diketahui bahwa tanaman kelapa sudah dikenal sejak ratusan, bahkan ribuan tahun lalu. Salah satu petunjuk yang bisa digunakan adalah adanya pahatan pohon-pohon kelapa pada relief dinding Candi Borobudur. 1 Hal ini berarti bahwa tanaman kelapa telah dibudidayakan di Jawa sejak sebelum abad ke-9 Masehi. Sumber lain juga menyebutkan bahwa ketika agama Islam telah menyebar luas, yaitu sejak sekitar abad XV, tanaman kelapa telah banyak ditanam di Jawa Timur. Pada masa itu ada

4 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 kesepakatan dari para bupati bahwa siapa saja yang akan menikah bagi pihak calon pengantin pria harus membawa dua benih kelapa (cikal) untuk diserahkan kepada penghulu. Selanjutnya cikal yang sudah terkumpul dibagi-bagikan kepada penduduk untuk ditanam. Kebijakan tersebut tak lain karena besarnya manfaat tanaman kelapa. Peraturan tersebut masih berlaku kira-kira sampai tahun 1890. 2 Tidak seperti komoditi lain, perkebunan kelapa sebagian besar dikuasai oleh rakyat, bukan perkebunan besar. Pada masa kolonial perkebunan besar hanya mampu menyumbang 5%-6% dari total ekspor, dan sisanya merupakan hasil dari perkebunan rakyat. 3 Dalam catatan sejarah bahkan ditemukan bahwa hasil kelapa merupakan produksi dari perkebunan rakyat pertama yang diekspor ke pasaran internasional. Transaksi perdagangan minyak kelapa antara penduduk pribumi dengan Belanda telah dimulai sejak jaman VOC. 4 Sumber lain menyebutkan bahwa ekspor kopra dari Jawa telah dimulai sejak tahun 1862/1863 dengan tujuan Amsterdam. 5 Perkebunan kelapa rakyat di daerah Jawa Timur diperkirakan mulai berkembang sejak akhir abad XIX, ketika pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan khusus tentang tanaman kelapa. Pemerintah menganjurkan penanaman pohon kelapa dan melarang penebangan pohon yang masih produktif untuk keperluan proyek pemerintah. 6 Dalam laporan pemerintah pada awal abad XX disebutkan bahwa di Pasuruan, terutama di Distrik Lumajang terdapat beberapa orang yang memiliki perkebunan kelapa yang cukup luas. 7 Beberapa daerah di Jawa Timur pada tahun 1914 memiliki sejumlah perkebunan kelapa yang besar, antara lain: Tabel 3: Penyebaran Perkebunan Kelapa di Jawa Timur pada tahun 1914 Daerah Jumlah perkebunan Besuki 10 Pasuruan 9 Kediri 7 Surabaya 2 Madiun 1 Sumber: Departemen van Landbouw, Nijverheid & Handel, Copra Productie en Copra Handel (Batavia: N.V. Uitgevers Maatschappij Papyrus, 1915. Besuki, Pasuruan dan Kediri pada awal abad XX dapat dikatakan menjadi sentra pengembangan perkebunan kelapa. Sepanjang tahun 1925 1936, perkembangan luas tanaman kelapa di Jawa Timur didominasi oleh daerah Kediri, Besuki, Blitar dan Jember. Di daerah Kediri sampai tahun 1933 tercatat luas tanaman kelapa lebih dari 1000 ha. 8 Melihat perkembangan tersebut, tentunya dapat dibayangkan adanya hasil yang melimpah yang bisa membawa kesejahteraan kepada petani kelapa. Namun demikian keuntungan terbanyak belum tentu berada di tangan petani. Jaringan perdagangan hasil perkebunan kelapa rakyat yang dipaparkan dalam bagian berikut sedikit

Rucianawati, Perkebunan Kelapa Rakyat dan Dampak Ekonomisnya. 5 banyak mampu menggambarkan kondisi para petani kelapa di Jawa Timur pada awal abad XX. C. Arti Ekonomis dan Jaringan Perdagangan Hasil Perkebunan Kelapa Rakyat Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa perkebunan kelapa rakyat di Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang cukup pesat pada awal abad XX. Perluasan perkebunan kelapa seharusnya memberikan lebih banyak keuntungan bagi petani. Selain sebagai sumber penghasilan utama, perkebunan kelapa juga bisa menjadi sumber penghasilan tambahan karena tidak memerlukan perawatan yang intensif. Petani kelapa masih bisa mengerjakan sawahnya sebagai sumber penghasilan pokok. Keuntungan ekonomis lain juga bisa didapatkan dari tanaman sampingan yang dapat ditanam bersamaan dengan pohon kelapa, misalnya kapuk dan karet. Hasil tanaman kelapa secara ekonomis dapat diperhitungkan sebagai berikut; satu butir kelapa pada awal abad XX kira-kira seharga 7 sen. Satu pohon kelapa produktif mampu menghasilkan sekitar 50 butir kelapa per tahun. Dengan demikian satu pohon kelapa dalam satu tahun mampu menghasilkan ƒ3,5 (50 butir x 7 sen). Jika satu hektar lahan dapat ditanami sekitar 156 batang kelapa, maka hasil dari satu hektar perkebunan kelapa per tahun adalah ƒ546 (156 x ƒ3,5). Nilai tersebut cukup besar dan semestinya dapat meningkatkan kesejahteraan para petani kelapa karena biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kebun kelapa juga tidak banyak. Untuk mengurus satu hektar perkebunan kelapa hanya diperlukan 2-3 orang pekerja dengan upah ƒ3 ƒ7,5 per bulan untuk tiap pekerja. Oleh karena itu kelapa bisa menjadi sumber penghasilan utama yang dapat mencukupi kebutuhan hidup petani kelapa. Dalam kenyataannya sebagian besar petani tidak dapat memperoleh keuntungan yang lebih, walaupun harga kelapa mengalami kenaikan. Banyak diantara petani kelapa yang terjerat lingkaran hutang dengan para tengkulaknya. Jika harga kelapa naik tajam, pedagang perantara yang meraup banyak keuntungan, sedangkan jika harga merosot para petani yang paling parah merasakan dampaknya. Pasang surut harga produk kelapa yang disebabkan oleh beberapa peristiwa seperti Perang Dunia I, krisis ekonomi dunia, maupun faktor-faktor alamiah seperti bencana alam ataupun kekeringan seringkali dimanfaatkan oleh para pedagang perantara untuk mempermainkan harga. Hasil perkebunan kelapa rakyat biasanya dijual dalam beberapa bentuk yaitu: kelapa segar, kopra, minyak kelapa, dan gula kelapa.. Hampir seluruh penjualan melalui tengkulak atau pedagang perantara. Perdagangan hasil perkebunan kelapa rakyat di Jawa Timur terbagi dalam beberapa jalur sebagai berikut: Petani kelapa tengkulak konsumen Petani kelapa tengkulak/ pengusaha kopra eksportir Petani kelapa tengkulak/ pengusaha kopra perusahaan minyak kelapa eksportir Petani kelapa tengkulak/ pengusaha kopra perusahaan minyak kelapa pedagang besar pengecer konsumen Produk kelapa yang berupa kopra dan minyak kelapa yang dihasilkan oleh petani kelapa biasanya memiliki kualitas yang kurang bagus jika dibandingkan dengan produk dari perusahaan besar. Petani kelapa melakukan pengolahan secara tradisional sedangkan perusahaan besar memiliki dan menggunakan peralatan yang lebih modern. Oleh karena itu harga produk kelapa rakyat

6 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 lebih rendah daripada produksi pabrik. Disamping itu untuk menghasilkan jumlah yang sama, perusahaan pengolah minyak kelapa juga memerlukan kopra yang lebih sedikit dibanding pengolahan secara tradisional. Sebagai contoh untuk menghasilkan 100 kg minyak kelapa, pengolahan secara tradisional memerlukan sekitar 200 kg kopra, sedangkan pengolahan secara modern hanya memerlukan sekitar 160 kg kopra. Pengolahan secara modern juga menghasilkan produk sampingan, yaitu ampas atau bungkil kopra yang masih bisa dijual, bahkan diekspor. 9 Kemajuan teknologi dalam pengolahan hasil kelapa membawa dampak negatif dan positif terhadap masyarakat. Di satu sisi, perkembangan industri dapat menghancurkan usaha-usaha tradisional, namun di sisi lain kemajuan teknologi mendorong munculnya perusahaan-perusahaan modern yang nantinya juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Dalam kaitannya dengan industri pengolahan kelapa, munculnya industri yang modern telah menggeser posisi industri tradisional. Untuk kebutuhan ekspor maupun untuk konsumsi masyarakat, produk dari industri modern lebih dipilih karena mutunya lebih bagus. Hal ini berakibat pada kemunduran industri tradisional. Namun demikian berkembangnya industri modern juga berdampak pada meningkatnya permintaan kelapa segar untuk kebutuhan perusahaan. Oleh karena itu para petani kelapa berusaha memperluas penanaman untuk meningkatkan produksinya. Perusahaan pengolah kelapa yang modern di Jawa Timur sebagian besar dimiliki oleh orang Eropa atau Timur Asing. Dalam jaringan perdagangannya, para tengkulak atau pedagang perantara baik dalam skala kecil ataupun besar didominasi oleh orang Cina, Arab, pengusaha Eropa, dan beberapa orang kaya pribumi. Selain sebagai pedagang perantara seringkali mereka juga bertindak sebagai pengusaha kopra. Di beberapa daerah seperti Tulung Agung dan Ponorogo terdapat juga beberapa orang Jepang yang berprofesi sebagai pedagang perantara. 10 Dalam jaringan perdagangan tersebut terdapat persaingan antara para tengkulak terutama yang mewakili keperluan pabrik minyak lokal dan eksportir kopra. Dengan persaingan ini seharusnya petani kelapa memiliki nilai tawar yang tinggi. Posisi tersebut bisa semakin kuat karena petani tidak harus menjual hasil kebunnya, namun bisa mengolahnya sendiri, misalnya untuk pembuatan minyak kelapa. 11 Dalam kenyataannya para petani kelapa tidak dapat meningkatkan taraf hidupnya karena adanya jeratan hutang dengan para rentenir. Dalam pemasaran kopra atau minyak kelapa yang diproduksi sendiri, para petani juga tidak bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal karena mutunya berada di bawah kopra atau minyak kelapa yang dihasilkan oleh pengusaha Timur Asing dan Eropa yang memiliki teknologi yang lebih memadai. Menghadapi permasalahan petani kelapa tersebut, pemerintah kolonial telah memberikan perhatian terhadap cara pengelolaan perkebunan dan cara pengolahan kelapa. Pemerintah mengeluarkan peraturan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil perkebunan kelapa. Dalam pemeliharaan perkebunan kelapa, pemerintah mengeluarkan peraturan antara lain tentang kewajiban membersihkan kebun kelapa dan pengaturan jarak tanam. Selain itu pemerintah juga membantu memberantas hama tupai dan tikus kelapa sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Pangreh Praja di Ponorogo pada tahun 1929 dengan membantu desa untuk membeli senjata api untuk memberantas tupai. 12 Dalam proses pembuatan kopra pemerintah juga melakukan propaganda untuk menggunakan alat pengering yang lebih baik. Hal ini dilakukan karena masalah utama rendahnya mutu kopra yang diproduksi oleh para petani kelapa adalah

Rucianawati, Perkebunan Kelapa Rakyat dan Dampak Ekonomisnya. 7 pengeringan yang kurang baik sehingga kandungan airnya masih banyak dan kopra akan cepat busuk. Dengan perbaikan kualitas, kopra rakyat diharapkan mampu bersaing dengan kopra yang dihasilkan oleh pengusaha Timur Asing atau Eropa. Jika melihat perkembangan industri kelapa pada awal abad XX seharusnya petani kelapa mampu memperbaiki taraf hidupnya mengingat perkebunan kelapa sebagian besar berada di tangan rakyat. Petani kelapa bisa memperoleh keuntungan ganda, yaitu sebagai petani kelapa murni ataupun petani sekaligus pengusaha kopra dan minyak kelapa. Namun dalam kenyataannya petani kelapa tidak muncul sebagai kelompok petani kaya karena dalam jaringan perdagangannya pihak yang paling diuntungkan adalah para pedagang perantara yang sebagian besar adalah orang Timur Asing. Meraka biasanya mengadakan sistem gadai atau sistem kontrak untuk mengikat para petani. Dengan demikian harga kelapa atau kopra lebih ditentukan atau dikendalikan oleh para pedagang perantara. Sebagian besar pedagang perantara juga berperan sebagai kreditor yang memberikan pinjaman uang kepada petani dalam jangka waktu tertentu dengan jaminan hak untuk memetik sejumlah pohon kelapa. Resiko pencurian atau kerugian akibat hama atau tikus kelapa menjadi beban petani kelapa. 13 Peraturan tersebut terlihat tidak seimbang di mana petani kelapa menjadi pihak yang menanggung beban kerugian. Akan tetapi mereka tidak bisa menolak karena posisinya berada di pihak yang lemah, yaitu sebagai debitor. Para pedagang perantara juga dapat melakukan sistem panjar misalnya dalam waktu enam bulan di depan. Jadi sebelum masa panen kelapa tiba, para petani telah diberikan uang panjar dalam jumlah tertentu. Para petani yang cenderung konsumtif akan cepat menghabiskan uang panjar tersebut dan akan memperpanjang kontrak dengan meminta uang panjar untuk periode berikutnya. Kondisi yang terus berulang ini di satu sisi akan memperkuat posisi pedagang perantara, namun di sisi lain akan menyulitkan posisi petani untuk terlepas dari ikatan kontrak dengan pedagang perantara. 14 Keadaan para petani kelapa menjadi semakin parah dengan kecerobohan mereka dalam mengatur pengeluaran rumah tangga. Beberapa orang diantara mereka sering terlibat dalam perjudian sehingga penghasilan merek akan cepat habis di meja judi. Jumlah pengeluaran terkadang jauh di atas pemasukan sehingga untuk memenuhi kebutuhannya mereka mencari pinjaman uang kepada para tengkulak. Para pedagang perantara sendiri biasanya juga telah memiliki ikatan kontrak dengan eksportir atau perusahaan minyak kelapa. Mereka harus menyetor kopra atau kelapa dalam jumlah tertentu. Untuk memenuhi target yang harus disetor tak jarang mereka menerima buah kelapa yang belum matang sehingga mutunya kurang bagus. Jika mereka tidak menerima maka dikhawatirkan para petani akan menjual kepada pihak lain. Dalam masa itu persaingan antar pedagang perantara memang cukup ketat, apalagi ketika harga kelapa meningkat. Oleh karena itu tak mengherankan jika para tengkulak tersebut berusaha untuk selalu mengadakan kontrak atau mengikat petani kelapa dengan dengan sistem panjar, gadai, ataupun memberikan pinjaman agar petani kelapa tidak menjual hasil kelapanya kepada pihak lain. D. Kesimpulan Pada awal abad XX Hindia Belanda menjadi negara pengekspor produk-produk perkebunan seperti kopi, tembakau, karet, dan sebagainya. Dalam masa ini kopra muncul sebagai salah satu komoditi ekspor yang cukup penting di Hindia Belanda. Produk kelapa ini tidak hanya untuk kepentingan ekspor namun juga untuk kepentingan industri dalam negeri. Pada masa itu produksi kopra kurang lebih 2/3 untuk diekspor dan

8 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 1/3 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam pengolahan produk kelapa, permintaan kopra dunia semakin meningkat. Hal ini membawa konsekuensi pada kenaikan harga komoditi tersebut. Akan tetapi kenaikan taraf hidup para petani kelapa tidak sebanding dengan kenaikan harga produk kelapa di pasar internasional. Petani berada di posisi yang lemah karena adanya jeratan hutang dari para rentenir yang tak lain adalah para pedagang perantara. Pedagang perantara yang sebagian besar orang Timur Asing dapat meraup banyak keuntungan dari para petani kelapa dan cenderung mengeksploitasi petani dengan berbagai ikatan seperti sistem kontrak, sistem gadai, dan sistem panjar. Daftar Pustaka: Boomgard, P. dan A.J. Goozzen (ed.). 1991. Population Trends 1795 1942. Amsterdam:Royal Tropical Institute. Departemen van Landbouw, Nijverheid & Handel, De Landbouwexport Gewassen van Nederlandsch-Indie, 1925 1936. Hutteman, Jansen. 1928. Cocosolie- Industrie in Nederlandsch Oost Indie, Koloniale Studien, Jilid I. Koff, G.H. van der. 1921. Overheidsbemoeienis met de bij klappercultuur der Indlansche bevolking betroken belangen, Koloniale Studien, Jilid I. Memori Serah Jabatan 1921 1930. Jawa Timur dan Tanah Kerajaan. 1978. Jakarta: ANRI. Reyne, A. 1985. Kelapa. Terj. Haryono Semangun dan Aziz Lahiya. Yogyakarta: LPP. Setyamidjaja, Djoehana. 1991. Bertanam Kelapa. Yogyakarta: Kanisius. Wijs, J.J.A. 1913. Oliegewassen, dalam K.V. van Gorkom, Oost-Indische Cultures. Amsterdam: J.H. de Bussy. Winoto, Tirto Adi. 1904. Perihal Goenanja dan Penanemnja Kalapa. Batavia: Landsdrukkerij 1 Reyne, Kelapa. Terj. Haryono Semangun dan Aziz Lahiya (Yogyakarta: LPP, 1985), hal. 2. 2 Tirto Adi Winoto, Perihal Goenanja dan Penanemnja Kalapa (Batavia Landsdrukkerij, 1904), hal. 8-9. 3 Reyne, Kelapa. Terj. Haryono Semangun dan Aziz Lahiya (Yogyakarta: LPP, 1985), hal. 5. 4 Djoehana Setyamidjaja, Bertanam Kelapa (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hal. 8. 5 Reyne, Kelapa. Terj. Haryono Semangun dan Aziz Lahiya (Yogyakarta: LPP, 1985), hal. 3-5. 6 J.J.A. Wijs, Oliegewassen, dalam K.V. van Gorkom, Oost-Indische Cultures (Amsterdam: J.H. de Bussy, 1913), hlm. 194-195. 7 Memori Serah Jabatan 1921-1930. Jawa Timur dan Tanah Kerajaan (Jakarta: ANRI, 1978), hal. LV. 8 Departemen van Landbouw, Nijverheid & Handel, De Landbouwexport Gewassen van Nederlandsch- Indie, 1925 1936. 9 Jansen Hutteman, Cocosolie-Industrie in Nederlandsch Oost Indie, Koloniale Studien, Jilid I, 1928, hal. 305. 10 Memori Serah Jabatan 1921 1930. Jawa Timur dan Tanah Kerajaan (Jakarta: ANRI, 1978), hal. XXXIX dan CXCVII. 11 Jansen Hutteman, Cocosolie-Industrie in Nederlandsch Oost Indie, Koloniale Studien, Jilid I, 1928, hal. 303-304. 12 Memori Serah Jabatan 1921 1930. Jawa Timur dan Tanah Kerajaan (Jakarta: ANRI, 1978), hal. CCIV. 13 G.H. van der Koff, Overheidsbemoeienis met de bij klappercultuur der Indlansche bevolking betroken belangen, Koloniale Studien, Jilid I, 1921, hal. 193. 14 J.J.A. Wijs, Oliegewassen, dalam K.V. van Gorkom, Oost-Indische Cultures (Amsterdam: J.H. de Bussy, 1913), hlm. 221.