PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Agroekologi Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Botani Pepaya

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

VII. PEMBAHASAN UMUM

Daya Gabung dan Heterosis Ketahanan Pepaya (Carica papaya L) terhadap Penyakit Antraknosa *)

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMULIAAN TANAMAN. Kuswanto, 2012

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

PENDAHULUAN. Latar Belakang

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

MANFAAT MATA KULIAH. 2.Merancang program perbaikan sifat tanaman. 1.Menilai sifat dan kemampuan tanaman

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

Teknik Pemuliaan Tanaman Cabai

Komisi Pembimbing. Manfaat Pepaya

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

DESKRIPSI VARIETAS BARU

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman buah yang sangat penting dalam pemenuhan kalsium dan sumber vitamin A dan C (Nakasome dan Paull 1998). Selain dikonsumsi sebagai buah segar, buah pepaya yang masak dapat diolah menjadi minuman penyegar, dan sebagai bahan baku industri makanan (Villegas 1997). Getah pepaya (papain) mengandung enzim proteolitik, dapat digunakan sebagai pelunak daging. Villegas (1992) menyatakan bahwa karpaina yang terkandung dalam daun pepaya berguna untuk mengurangi gangguan jantung, obat anti amuba, serta biji buah pepaya dapat digunakan sebagai obat peluruh kencing Penelitian Hutari (2005) menunjukkan potensi latex pepaya sebagai fungisida nabati untuk penyakit antraknosa pada buah pepaya setelah dipanen. Kermanshai et al. (2001) menyatakan bahwa ekstrak biji pepaya memiliki kandungan toksin yang berpotensi sebagai bahan pestisida. Produktivitas pepaya di Indonesia pada tahun 2004 bisa mencapai 73.26 ton/ha dan menurun menjadi 64.67 ton/ha pada tahun 2005 (FAO 2005). Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain; kekeringan, perubahan iklim, serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit yang penting pada pepaya adalah penyakit antraknosa. Menurut Mahfud (1986) penyakit antraknosa dapat menurunkan produksi pepaya sekitar 40% di Kabupaten Malang. Hasil survei kejadian penyakit antraknosa pada buah pepaya di lapangan dari Oktober 2003 sampai Oktober 2004 menunjukkan di Pasir Kuda 75%, Cinangneng 50%, di Tajur 30%. Populasi pepaya di Pasir Kuda dan Cinangneng adalah genotipe California dan Hawai,. sedangkan di Tajur, populasi pepaya yang diamati terdiri dari 26 genotipe atau populasi multi line. Patogen penyebab antraknosa pada buah pepaya di Indonesia adalah Colletotrichum gloeosporioides (Penz) Sacc. yang stadium sempurnanya dikenal dengan nama Glomerella cingulata (Ston Spauld. Et Schrenk (Sulusi et al. 1991 dan Semangun 2000). Selanjutnya Kader (2000) menyatakan bahwa antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides merupakan penyebab utama kehilangan

2 hasil pasca panen pada buah pepaya di California. Sepiah et al. (1992) melaporkan bahwa penyebab antraknosa pada buah pepaya eksotika di Malaysia adalah C. capsici. Lim dan Tang (1984) melaporkan bahwa C. dematium adalah patogen penyebab antraknosa pada pepaya di Singapura. Petani mengendalikan penyakit antraknosa menggunakan fungisida secara intensif (Prabawati et al. 1991). Penggunaan fungisida yang berlebihan mengakibatkan peningkatan biaya produksi, resiko kesehatan petani dan konsumen, serta merusak lingkungan. Dengan penerapan sistem ISO 14000, penggunaan pestisida harus ditekan serendah mungkin sebagai jaminan mutu proses ramah lingkungan (Priel 1999). Selanjutnya Leonard-Schipper et al. (1994) menyatakan bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi juga mengakibatkan resiko kesehatan petani dan konsumen, kerusakan lingkungan dan menstimulasi munculnya populasi baru yang resisten dan lebih virulen. Penggunaan varietas yang resisten merupakan salah satu cara potensial untuk mengatasi masalah penyakit antraknosa, mengingat sangat sulitnya memperoleh lahan pertanaman yang bebas patogen penyebab antraknosa. Umumnya tanaman pepaya komersial rentan terhadap penyakit antraknosa, meskipun demikian dari beberapa hasil penelitian pada varietas yang sama dapat menampakkan derajat ketahanan yang berbeda (Choi et al. 1990; Park et al. 1990). Hasil survei pada koleksi pepaya Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) di Tajur menunjukkan adanya perbedaan derajat ketahanan baik genotipe lokal maupun introduksi. Keragaan varietas pepaya dengan produktivitas tinggi, genjah dan buah bermutu tinggi, terutama daya simpan lama dan tahan terhadap penyakit antraknosa menjadi daya tarik dalam agribinis buah pepaya. Penelitian tentang ketahanan terhadap antraknosa telah banyak dilakukan dibeberapa negara pada tanaman cabai (Hartman dan Wang 1992), akan tetapi pada pepaya belum banyak dilakukan. Pada tanaman pepaya, penelitian yang intensif dilakukan sampai saat ini adalah ketahanan terhadap penyakit papaya ringspot virus (PRV). Pada tahun 1998 telah dilakukan silang tunggal antar aksesi liar yang tahan PRV (Purnomo,

3 2001). Califlora adalah kultivar dioecious yang memiliki sifat toleran terhadap infeksi PRV ( Conover et al. 1986). Pembentukan varietas resisten memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi pepaya secara alami menyerbuk silang (heterozigot). Perakitan pepaya hibrida telah banyak dilakukan di negara-negara lain. Malaysia berhasil melepas pepaya Eksotika yang merupakan hasil silang balik selama 11 tahun yang melibatkan induk pepaya Subang dan Sunrise Solo. Eksotika II merupakan hasil proses pemuliaan dan seleksi selama 7 tahun, yang merupakan persilangan F1 antara galur no. 19 dengan Eksotika. Perbaikan karakter terutama ketahanan terhadap hama dan penyakit dapat dilakukan dengan memanfaatkan adanya efek heterosis dari persilangan pada tanaman pepaya. Gejala heterosis ditemukan pada empat peubah vegetatif yang diamati yaitu diameter batang, tinggi tanaman, panjang petiole dan lebar lamina (Chan 1995; Sullistyo 2006). Heterosis pada tanaman pepaya untuk karakter vegetatif telah banyak diketahui, namun untuk karakter ketahanan terhadap penyakit terutama untuk ketahanan terhadap antraknosa belum diperoleh informasi. Ditegaskan Brewbeker (1964) bahwa heterosis merupakan perwujudan suatu genotipe yang mengambil manfaat dari adanya persilangan atau hibridisasi. Masalah pokok yang dihadapi dalam merakit pepaya hibrida dengan daya produksi tinggi dan kualitas buah yang baik sekaligus tahan terhadap hama dan penyakit adalah ketersedian plasma nutfah sebagai sumber heterosis yang mempunyai daya gabung tinggi. Besarnya daya gabung antar plasma nutfah yang berfungsi sebagai tetua dan besarnya heterosis yang dicapai oleh hibridahibridanya dapat berbeda-beda. Kedua sifat tersebut dikendalikan secara genetik. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang sifat-sifat tersebut agar memudahkan di dalam program pemuliaannya. Perbaikan sifat-sifat yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang memiliki sumber gen ketahanan dan mempunyai daya gabung tinggi dalam persilangan. Menurut Darlina et al. (1992) daya gabung sangat diperlukan untuk mengidentifikasi

4 kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit. Pengetahuan tentang aksi gen dalam pemuliaan tanaman merupakan kunci memilih prosedur-prosedur yang akan memberikan kemajuan seleksi yang maksimal. Apabila aksi gen aditif lebih penting, pemulia dapat menyeleksi secara efektif galur-galur pada berbagai tingkat inbreeding, sebab pengaruh aditif selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebaliknya apabila aksi gen nonaditif lebih penting, maka dimungkinkan untuk memproduksi varietas hibrida (Dudley & Mool 1969; Gravois & McNew 1993). Hasil penelitian Sulistyo (2006) menunjukkan bahwa IPB 10 merupakan tetua dengan daya gabung umum (DGU) yang baik untuk karakter-karakter generatif, sedangkan IPB 6 merupakan tetua dengan DGU yang baik untuk kualitas buah. Ketahanan tanaman terhadap penyakit antraknosa dikendalikan secara genetik. Belum diperoleh informasi tentang gen pengendali ketahanan terhadap antraknosa pada pepaya, namun pada tanaman cabai telah banyak diketahui. Beberapa laporan menyatakan bahwa ketahanan terhadap antraknosa dikendalikan secara kuantitatif oleh gen dominan (Park et al. 1990). Selanjutnya Sanjaya (1998) menyatakan bahwa gen ketahanan terhadap antraknosa pada tanaman cabai bersifat poligenik, sedangkan Cheema (1984) dan Ahmad et al. (1991) melaporkan bahwa ketahanan terhadap antraknosa adalah bersifat aditif dan resesif. Selanjutnya Syukur (2007) menyatakan bahwa ketahanan terhadap penyakit antraknosa pada cabai yang disebabkan C. acutatum dikendalikan oleh banyak gen dan tidak ada efek maternal. Perbedaan kesimpulan tentang gen pengendali tersebut disebabkan oleh sumber gen ketahanan yang diteliti berbeda-beda, dan tersebar dibeberapa spesies yang berbeda atau adanya perbedaan species dan ras patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan konsep pemuliaan pepaya dalam upaya mendapatkan genotipe tahan terhadap penyakit antraknosa. Sebagai tahap awal untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

5 1. Mengidentifikasi patogen penyebab antraknosa dan mendapatkan metode penapisan yang efisien untuk penentuan derajat ketahanan terhadap penyakit antraknosa pada pepaya 2. Mengetahui adanya tanaman yang tahan dan rentan pada plasma nutfah yang ada yang akan digunakan sebagai tetua. 3. Mengevaluasi keragaan umum beberapa karakter kuantitatif pepaya yang mencerminkan tingkat ketahanan terhadap penyakit antraknosa. 4. Menghitung besarnya daya gabung (umum dan khusus) dan heterosis dari hasil persilangan half diallel, sehingga diharapkan diperoleh keterangan tentang potensi hibrida. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi dalam perbaikan genetik tanaman pepaya, terutama hubungannya dengan karakter ketahanan terhadap penyakit antraknosa. Kerangka Pemikiran dan Pengajuan Hipotesis Penyakit antraknosa pada buah pepaya pada pasca panen merupakan permasalahan yang penting karena dapat menurunkan kualitas disamping itu pada tanaman yang rentan dapat menurunkan produksi karena gejala sudah muncul pada saat panen atau sebelum buah dipanen. Oleh karena itu untuk memecahkan pemasalahan ini salah satunya adalah merakit tanaman yang resisten. Langkah awal untuk memperoleh tanaman resisten adalah mengumpulkan genotipe-genotipe pepaya baik lokal maupun introduksi sebagai sumber genetik lalu melakukan karakterisasi dan penapisan untuk mengetahui adanya tanaman yang tahan dan rentan. Sebelum melakukan penapisan, studi patogen juga perlu dipelajari antara lain identifikasi, uji patogenisitas dan metode inokulasi. Penanganan karakter kuantitatif dalam pemuliaan tidak sesederhana karakter kualitatif yang dapat dianalisis dengan menggunakan genetika Mendel. Pendekatan statistika melalui analisis nilai tengah, ragam dan peragam dilakukan terhadap karakter kuantitatif untuk menduga parameter genetik yang penting dalam pemuliaan tanaman seperti heritabilitas dan korelasi genetik. Pada tanaman menyerbuk silang sering ditemukan efek heterosis yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki beberapa karakter tanaman yang diinginkan. Perbaikan sifat-sifat yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit

6 sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang memiliki sumber gen ketahanan dan mempunyai daya gabung tinggi dalam persilangan. Menurut Darlina et al. (1992) daya gabung sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit. Dari serangkaian kerangka pemikiran dalam mencari informasi dalam pembentukan tanaman pepaya yang tahan terhadap antraknosa, dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat satu spesies patogen penyebab antraknosa pada pepaya dan terdapat satu metode penapisan yang efisien dalam menentukan derajat ketahanan pepaya terhadap penyakit antraknosa. 2. Terdapat sedikitnya satu genotipe yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi pada plasma nutfah pepaya yang diuji. 3. Terdapat beberapa karakter kuantitatif yang mencerminkan ketahanan terhadap penyakit antraknosa. 4. Terdapat sedikitnya satu tetua yang memiliki daya gabung (umum dan khusus) serta efek heterosis untuk karakter-karakter yang diamati, sehingga diharapkan diperoleh keterangan tentang potensi hibrida. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dirumuskan kedalam empat aspek: (1) patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) ketahanan pepaya terhadap antraknosa, (3) korelasi antar karakter, (4) daya gabung tetua dan efek heterosis. Keempat aspek tersebut dikelompokkan menjadi empat kegiatan penelitian: (1) studi patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) penapisan, (3) uji korelasi dan sidik lintas karakter kuantitatif terhadap ketahanan antraknosa, (4) analisis silang dialel untuk karakter ketahanan pepaya terhadap antraknosa. Dalam pelaksanaan penelitian, masing-masing kegiatan dilakukan beberapa kajian. Kegiatan pertama meliputi : (1) identifikasi, isolasi dan uji patogenisitas patogen penyebab antraknosa pada pepaya, (2) respon suhu terhadap pertumbuhan Colletotrichum, (3) inokulasi silang terhadap delapan isolate Colletotrichum pada buah cabai, (4) metode inokulasi. Kegiatan kedua meliputi: (1) penapisan ketahanan di lapangan (2) penapisan di laboratorium. Kegiatan

7 ketiga meliputi (1) uji korelasi dan (2) sidik lintas beberapa karakter kuantitatif terhadap ketahanan antraknosa. Kegiatan keempat meliputi (1) kajian tingkat ketahanan pepaya hasil persilangan dialel, (2) daya gabung, (3) heterosis. Garis besar seluruh kegiatan adalah sebagai berikut: Survei Kejadian Penyakit Antraknosa pada Pepaya (Tajur, Pasir Kuda dan Cinangneng) PERCOBAAN I Studi Patogen Antraknosa 1. Identifikasi dan uji patogenisitas 2. Respon suhu 3. Inokulasi silang 4. Metode inokulasi PERCOBAAN II Penapisan Ketahanan Genotipe Pepaya terhadap Antraknosa 1. Penapisan infeksi alami di lapang 2. Penapisan infeksi buatan di laboratorium PERCOBAAN III Uji korelasi dan sidik lintas 1. Uji korelasi tetua 2. Analisis sidik lintas Populasi Dasar (F1 Half Diallel) PERCOBAAN IV Pendugaan parameter genetik 1. Kajian tingkat ketahanan 2. DGU dan DGK 3. Heterosis Sistem Perakitan Pepaya Tahan Antaknosa Gambar 1 Alur kegiatan penelitian studi penapisan genotipe dan analisis genetik ketahanan pepaya terhadap penyakit antraknosa.

8