PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

dokumen-dokumen yang mirip
PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. kelas : Monocotyledoneae, ordo : poales, famili : poaceae, genus : Zea, dan

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. roots) yang berkembang dari radicle (akar kecambah) embrio. Akar sementara

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

ANALISIS DAYA GABUNG UMUM DAN DAYA GABUNG KHUSUS 6 MUTAN DAN PERSILANGANNYA DALAM RANGKA PERAKITAN KULTIVAR HIBRIDA JAGUNG TENGGANG KEMASAMAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HIBRIDA TURUNAN GMJ TIPE WILD ABORTIVE, GAMBIACA DAN KALINGA MENGGUNAKAN ANALISIS LINI X TESTER

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays Saccharata Sturt) TERHADAP PEMBERIAN LIMBAH KOPI DAN TEPUNG DARAH SAPI SKRIPSI OLEH :

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH:

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang

SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

PENGARUH BERBAGAI DOSIS PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays L.) Oleh : NICO DWI LESMANA NPM :

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23 TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN PUPUK ANORGANIK

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

EFEKTIFITAS METODE SELEKSI MASSA PADA POPULASI BERSARI BEBAS JAGUNG MANIS

Lahan pertanian di Indonesia didominasi oleh lahan

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L. ) PADA BERBAGAI TINGKAT PEMBERIAN AIR SKRIPSI

RESPON VARIETAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN PADA FASE PERTUMBUHAN VEGETATIF

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.2, Hal , Mei-September 2014, ISSN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2014

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh:

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung

PENGARUH JENIS PUPUK KANDANG DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. var. saccharata Sturt) SKRIPSI

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

Kebutuhan pupuk kandang perpolibag = Kebutuhan Pupuk Kandang/polibag = 2000 kg /ha. 10 kg kg /ha. 2 kg =

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA PADA BERBAGAI CAMPURAN PUPUK KANDANG SAPI DAN NPKMg SKRIPSI OLEH YOZIE DHARMAWAN

METODOLOGI PENELITIAN

KERAGAAN DAYA HASIL DAN KEMIRIPAN BEBERAPA GALUR JAGUNG TROPIS KOLEKSI PT. BISI International, Tbk.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Transkripsi:

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penampilan Hibrida, Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Galur-Galur Jagung (Zea mays L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Fahmi Wendra Setiostono NRP. A 151060211

ABSTRACT FAHMI WENDRA SETIOSTONO. Hybrid Performance, Estimation of Heterosis and Combining Ability in Maize Lines. Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI and FIRDAUS KASIM. The research was conducted to select superior maize inbred lines and their hybrids based on combining ability and heterosis value. The F1 s of 8x8 diallel crosses, their reciprocals and parents were evaluated at two locations, in Bogor, West Java and Metro, Central Lampung from December 2007 May 2008. The experimental design was randomized complete block design with three replications. Analysis of variance showed that genotypes, General Combining Ability (GCA) and Specific Combining Ability (SCA) were significantly different in ear length, number of kernel per ear and 1000 grain weight in both locations. Reciprocal effect gave significant difference for ear length and 1000 grain weight characters in Lampung, also for ear diameter, ear weight and yield in both locations. Inbreds 276-4, 425-3 and 969 had the highest GCA value for characters ear length, number of kernels per ear and 1000 grain weight observed in both locations. Inbred 605 had the highest GCA value for ear diameter character, for ear weight and yield character, inbred 969 had the highest GCA value in both locations. Meanwhile, the best SCA values in Bogor were from the crosses between 426/612 for ear length and numbers of kernel per ear characters, 261-2/425-3 for 1000 grain weight character. In Lampung, hybrids 261-2/425-3, 276-4/786 and 276-4/261-2 showed the best SCA value for ear length, numbers of kernel per ear and 1000 grain weight. Hybrid 786/969 had the highest SCA value for ear diameter character and hybrid 261-2/425-3 for ear weight and yield in both locations. Crosses between 261-2/425-3 in Bogor and 276-4/261-2 in Lampung had the best heterosis and heterobeltiosis for ear weight and yield characters. Key words : maize, general combining ability, specific combining ability, heterosis

RINGKASAN FAHMI WENDRA SETIOSTONO. Penampilan Hibrida, Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Galur-Galur Jagung. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan FIRDAUS KASIM. Produksi jagung nasional yang terus meningkat tiap tahunnya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah masih terus mengimpor jagung dalam jumlah yang besar. Untuk memenuhi konsumsi jagung nasional, peningkatan produksi perlu terus dilakukan. Varietas jagung yang ditanam di Indonesia beragam, mulai dari varietas lokal, varietas bersari bebas sampai varietas hibrida. Langkah pertama dalam program perakitan jagung hibrida adalah mengembangkan galur - galur murni yang akan digunakan sebagai tetua. Dalam tahap pembentukan galur, dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap karakterkarakter penting seperti hasil dan ketahanan terhadap hama penyakit. Selanjutnya, dari galur galur yang terpilih dilakukan persilangan antar galur dengan metode dialel. Idealnya melalui evaluasi seluruh kombinasi persilangan yang mungkin (persilangan dialel), dimana nilai kontribusi dari tiap galur murni dapat ditentukan. Analisis daya gabung penting dalam mengidentifikasi tetua terbaik atau kombinasi tetua dalam program pemuliaan. Daya gabung umum diasosiasikan pada efek gen aditif sementara daya gabung khusus diasosiasikan pada efek gen non aditif. Analisis daya gabung penting dalam mengidentifikasi tetua terbaik atau kombinasi tetua dalam program pemuliaan. Penelitian dilakukan dalam dua rangkaian percobaan. Pertama adalah pembentukan benih hibrida F1 hasil persilangan dialel penuh dari delapan tetua yang dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2007 di kebun percobaan Cikeumeuh, BB Biogen. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m dpl, ordo tanah Inceptisols dan tanaman sebelumnya adalah jagung. Kedua adalah evaluasi tetua, F1 dan resiprokalnya yang dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di kebun percobaan Cikeumeuh, BB Biogen dan di Metro, Lampung pada bulan Januari 2008. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 galur murni sebagai tetua yang berasal dari 4 populasi yang dibentuk tahun 2000-2006, yaitu 276-4, 261-2, 425-3, 426, 605, 612, 786 dan 969, F1 hasil persilangan dialel penuh, resiprokalnya serta 2 varietas pembanding BISI 2 dan SHS 12. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk kandang dan karbofuran 30%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan tiga ulangan, luas plot 3.75 m 2. Karakter yang diamati adalah : Jumlah Tanaman (plant stand) umur satu minggu, Umur Berbunga (hari), Tinggi Tanaman (cm), Tinggi Tongkol (cm), Umur Panen (hari), Jumlah Tanaman Panen per Petak, Jumlah Tongkol Panen, Bobot Tongkol Kupasan (kg), Kadar Air Panen (%), Diameter Tongkol, Panjang Tongkol, Jumlah Baris Biji per Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol, Bobot 1000 Biji dan Konversi Hasil (kg/ha). Nilai duga daya gabung umum dan daya gabung khusus genotipe diperoleh dengan menggunakan metode I Grifing, yaitu berdasarkan persilangan full diallel

(8 tetua, 28 F1 dan 28 F1 resiprokalnya ). Pendugaan nilai heterosis hibrida dihitung berdasarkan nilai tengah kedua tetua (mid parent heterosis) atau heterosis dan nilai tengah tetua terbaik (better parent) atau heterobeltiosis. Genotipe 276-4, 425-3 dan 969 memiliki nilai daya gabung umum untuk karakter panjang tongkol dan jumlah biji per tongkol terbaik di lokasi Bogor dan Lampung. Sementara, untuk karakter bobot 1000 biji, genotipe 969 memiliki nilai DGU terbaik di Bogor, genotipe 969 dan 276-4 terbaik di lokasi Lampung. Pada karakter diameter tongkol, genotipe 605 memiliki nilai tertinggi di kedua lokasi, sedangkan untuk karakter bobot tongkol dan hasil, genotipe 969 memiliki nilai terbaik di kedua lokasi. Efek resiprokal terjadi pada karakter panjang tongkol dan bobot 1000 biji di lokasi Lampung dan bobot 1000 biji di lokasi Bogor serta karakter diameter tongkol, bobot tongkol panen dan hasil di kedua lokasi. Persilangan 426/612 dan 261-2/425-3 memiliki nilai DGK tinggi dan positif untuk karakter panjang tongkol, bobot 1000 biji dan jumlah biji per tongkol di lokasi Bogor, sedangkan di lokasi Lampung persilangan 261-2/425-3, 276-4/786 dan 426/612 memiliki nilai tinggi dan positif untuk karakter panjang tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot 1000 biji. Sementara itu, untuk karakter diameter tongkol nilai tertinggi terdapat pada persilangan 786/969 di kedua lokasi dan untuk karakter bobot tongkol panen serta hasil, persilangan 261-2/425-3 memiliki nilai tertinggi di kedua lokasi. Nilai heterosis tertinggi di lokasi Bogor terdapat pada persilangan 261-2/425-3 untuk karakter bobot 1000 biji, untuk lokasi Lampung, persilangan 276-4/261-2 tertinggi nilai heterosisnya.untuk karakter bobot tongkol panen dan hasil, nilai heterosis tertinggi terdapat pada persilangan 261-2/425-3 di lokasi Bogor dan persilangan 276-4/261-2 di lokasi Lampung. Nilai heterobeltiosis tertinggi di lokasi Bogor terdapat pada persilangan 261-2/425-3 untuk karakter bobot 1000 biji dan di lokasi Lampung nilai heterosis tertinggi pada persilangan 276-4/261-2. Sementara untuk karakter bobot tongkol dan hasil, nilai heterobeltiosis tertinggi terdapat pada persilangan 261-2/425-3 di lokasi Bogor dan 276-4/261-2 di lokasi Lampung. Persilangan 276-4/261-2, 426/612 dan 261-2/425-3 merupakan calon hibrida unggul untuk tahap program pemuliaan selanjutnya. Kata kunci : jagung, daya gabung umum, daya gabung khusus, heterosis

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Penguji luar komisi : Dr. Muhamad. Syukur, S.P. M.Si.

LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Penampilan Hibrida, Pendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Galur-Galur Jagung (Zea mays L.). : Fahmi Wendra Setiostono : A151060211 Disetujui, 1. Komisi Pembimbing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Ketua Dr. Ir. Firdaus Kasim, M.Sc. Anggota Diketahui, 2. Ketua Program Studi Agronomi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal ujian : 5 Agustus 2008 Tanggal lulus :

PRAKATA Alhamdulillaahi Robbil aalamiin, ungkapan tanda syukur penulis kepada Allah SWT atas segala kemudahan dan curahan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Penampilan Hibrida, pendugaan Nilai Heterosis dan Daya gabung Galur-Galur Jagung (Zea mays L.). Penulis sadar bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Firdaus Kasim, M.Sc. sebagai anggota komisi pembimbing atas pengarahan, bimbingan, dorongan motivasi, masukan, dan diskusi yang sangat berharga sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga penyelesaian tulisan. 2. Dr. Muhamad Syukur, S.P. M.Si. yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pembimbing. 3. Rekan- rekan mahasiswa pascasarjana PS Agronomi angkatan 2006 yang telah berbagi ilmu dan bantuannya Ir. Andi Takdir, M.P., Ir. Zulhermana S, Yohanis Mustamu, S.P., Muzdalifah Isnaini S.P, M.Si, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 4. Ayahanda Ir. Rudi T Setiyono, Ibunda L. Andariyani atas bantuan, dukungan dan doanya. 5. Istri tercinta Ratih Gustiani atas doa, kasih sayang dan pengertiannya 6. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis Akhirul kalam, penulis berharap tulisan ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang. Semoga rahmat-nya selalu terlimpah kepada kita semua. Bogor, Agustus 2008 Fahmi Wendra Setiostono

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Maret 1982 sebagai putra pertama dari pasangan Ir. Rudi T Setiyono dan L. Andariyani. Penulis menikah dengan Ratih Gustiani, S.Si pada tanggal 3 Februari 2008. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, lulus pada tahun 2005. pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi di Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 4 Ruang Lingkup Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Botani dan Morfologi... 7 Varietas Hibrida dan Pengembangan Galur Murni... 8 Heterosis... 9 Daya gabung... 11 Persilangan Dialel... 13 BAHAN DAN METODE... 14 Waktu dan Tempat Penelitian... 14 Bahan Penelitian... 14 Metode Penelitian... 14 Pengamatan... 18 Analisis Data... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN... 24 Penampilan Hibrida... 27 Analisis Daya Dabung Umum... 32 Analisis Daya Gabung Khusus... 33 Heterosis... 37 Heterobeltiosis... 40 KESIMPULAN... 42 SARAN... 43 DAFTAR PUSTAKA... 44 LAMPIRAN... 48 ix

DAFTAR TABEL No. Halaman 1.Kombinasi persilangan dialel penuh dengan delapan galur tetua, 2007.... 16 2.Analisis varians perbedaan genotipe..... 21 3. Analisis varians Daya gabung Metode 1 Model 1 Grifing..... 22 4. Rekapitulasi kuadrat tengah genotipe, DGU, DGK dan Resiprokal hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi.... 24 5. Rekapitulasi kuadrat tengah genotipe, DGU, DGK dan Resiprokal hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi...25 6. Rekapitulasi kuadrat tengah interaksi DGU, DGK dan Resiprokal dengan Lingkungan...26 7. Rekapitulasi kuadrat tengah interaksi DGU, DGK dan Resiprokal dengan Lingkungan...26 8. Nilai Tengah Karakter Panjang Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol dan Bobot 1000 Biji di Dua Lokasi..... 27 9. Nilai Tengah Diameter Tongkol, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Dua Lokasi... 28 10. Rekapitulasi nilai DGU 8 genotipe galur tetua di dua lokasi..... 32 11. Rekapitulasi nilai DGU 8 genotipe galur tetua di dua lokasi..... 33 12. Nilai DGK 14 kombinasi terbaik persilangan dialel (8x8) di lokasi Bogor... 34 13. Nilai DGK 14 kombinasi terbaik persilangan dialel (8x8) di lokasi Bogor... 35 14. Nilai DGK 14 kombinasi terbaik persilangan dialel (8x8) di lokasi Lampung..... 36 15 Nilai DGK 14 kombinasi terbaik persilangan dialel (8x8) di lokasi Lampung.... 37 16. Nilai heterosis 14 kombinasi terbaik hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi...38 17. Nilai heterosis 14 kombinasi terbaik hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi..... 39 18. Nilai heterobeltiosis 14 kombinasi terbaik hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi.... 40 19. Nilai heterobeltiosis 14 kombinasi terbaik hasil persilangan dialel (8x8) di dua lokasi..... 41 x

DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Bagan Alir Penelitian... 6 2. Pembentukan benih F1...16 3. Evaluasi F1, F1R dan Tetua...17 4. Tinggi Tanaman dan Tongkol 14 Kombinasi Persilangan Terbaik di Lokasi Bogor...29 5. Tinggi Tanaman dan Tongkol 14 Kombinasi Persilangan Terbaik di Lokasi Lampung...30 6. Umur Berbunga Betina dan Jantan 14 Kombinasi Persilangan Terbaik di Lokasi Bogor...31 7. Umur Berbunga Betina dan Jantan 14 Kombinasi Persilangan Terbaik di Lokasi Lampung...31 xi

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Silsilah galur-galur yang digunakan... 47 2. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Panjang Tongkol.... 50 3. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Diameter Tongkol..... 50 4. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Jumlah Biji per Tongkol... 50 5. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Bobot 1000 Biji.... 50 6. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Berat Tongkol Panen..... 51 7. Anova Gabungan Antar Lokasi Karakter Hasil... 51 8. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter panjang tongkol di lokasi Bogor.... 51 9. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter diameter tongkol di lokasi Bogor..... 51 10. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter jumlah biji per tongkol di lokasi Bogor... 52 11. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter bobot 1000 biji di lokasi Bogor.... 52 12. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter berat tongkol panen di lokasi Bogor..... 52 13. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter hasil di lokasi Bogor... 52 14. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter panjang tongkol di lokasi Lampung.... 53 15. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter jumlah biji per tongkol di lokasi Lampung..... 53 16. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter berat tongkol panen di lokasi Lampung... 53 17. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter diameter tongkol di lokasi Lampung.... 54 18. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter bobot 1000 biji di lokasi Lampung..... 54 19. Nilai varians genotipe dan daya gabung karakter hasil di lokasi Lampung... 54 xii

20. Nilai Daya Gabung Khusus Karakter panjang Tongkol, Diameter Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol, Bobot 1000 Biji, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Bogor... 55 21. Nilai Daya Gabung Khusus Karakter panjang Tongkol, Diameter Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol, Bobot 1000 Biji, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Lampung..... 56 22. Nilai Resiprokal Karakter panjang Tongkol, Diameter Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol, Bobot 1000 Biji, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Bogor... 57 23. Nilai Resiprokal Karakter panjang Tongkol, Diameter Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol, Bobot 1000 Biji, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Lampung.... 58 24. Nilai Heterosis Panjang Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol dan Bobot 1000 Biji di Lokasi Bogor..... 59 25. Nilai Heterosis Karakter Diameter Tongkol, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Bogor... 61 26. Nilai Heterosis Panjang Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol dan Bobot 1000 Biji di Lokasi Lampung.... 63 27. Nilai Heterosis Karakter Diameter Tongkol, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Lampung..... 65 28. Nilai Heterobeltiosis Panjang Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol dan Bobot 1000 Biji di Lokasi Bogor... 67 29. Nilai Heterobeltiosis Karakter Diameter Tongkol, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Bogor.... 69 30. Nilai Heterobeltiosis Panjang Tongkol, Jumlah Biji per Tongkol dan Bobot 1000 Biji di Lokasi Lampung... 71 31 Nilai Heterobeltiosis Karakter Diameter Tongkol, Berat Tongkol Panen dan Hasil di Lokasi Lampung... 73 32. Karakteristik galur murni yang digunakan.... 75 33. Listing program SAS yang digunakan.... 79 34. Penampilan hibrida untuk karakter diaeter tongkol, bobot tongkol panen dan hasil.... 83 xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) berasal dari daerah di sekitar Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman yang penting di Indonesia. Jagung dapat digunakan sebagai bahan pangan, pakan dan sebagai bahan industri. Konsumsi jagung dan produksi jagung dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2005 produksi jagung di Indonesia mencapai 11,6 juta ton dengan produktivitas rata - rata nasional 3,47 ton/ha dan luas areal pertanaman 3,45 juta ha (Departemen Pertanian 2006). Dalam 5 tahun terakhir, produktivitas jagung meningkat dari 2,74 ton/ha (2000) menjadi 3,47 ton/ha pada tahun 2006 (Departemen Pertanian 2006). Peningkatan tersebut antara lain berkaitan dengan penggunaan benih jagung hibrida. Walaupun produktivitas rata-rata jagung nasional cukup tinggi, namun keadaan ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara - negara Asia lainnya seperti Cina yang mencapai 5.91 ton/ha, Korea Selatan sebesar 6.2 ton/ha (Park 2001). Produksi jagung nasional yang terus meningkat tiap tahunnya belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah masih terus mengimpor jagung dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2006 Indonesia mengimpor 1.6 juta ton dan sampai bulan Mei 2007 sedikitnya pemerintah sudah mengimpor 600.000 ton (Badan Pusat Statistik 2007). Namun, ketersediaan jagung di pasar dunia semakin menurun, disebabkan pengurangan volume ekspor dari negara-negara pengekspor jagung. Untuk memenuhi konsumsi jagung nasional, peningkatan produksi perlu terus dilakukan. Salah satu cara intensifikasi pada budidaya tanaman jagung adalah dengan menggunakan varietas jagung hibrida unggul. dalam pertanaman. Pengembangan jagung hibrida selama ini banyak pada daerah yang subur dan optimal. Lahan menjadi faktor pembantas, walaupun begitu pengembangan jagung hibrida diarahkan dapat beradapatasi pada lahan yang marginal dan lahan bukaan baru. Apabila telah terjadi surplus produksi jagung nasional, bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi negara pengekspor jagung, mengingat kebutuhan jagung di pasar dunia semakin meningkat. Jagung menjadi salah satu komoditas yang strategis 1

untuk masa depan, terutama dalam pengembangannya sebagai bahan baku bioetanol. Kebutuhan pasar jagung dunia mencapai sekitar 80 juta ton/tahun (Kasryno 2002), dengan dicanangkannya swasembada jagung pada tahun 2007 diharapkan menjadi awal bangkitnya produksi jagung nasional menuju pasar dunia. Varietas jagung yang ditanam di Indonesia beragam, mulai dari varietas lokal, varietas bersari bebas sampai varietas hibrida. Penggunaan benih varietas hibrida di Indonesia meningkat, tetapi tidak secara pesat dikarenakan masih banyak benih turunan (F2 atau F3) yang beredar di pasaran serta banyak hibrida yang sudah dirilis tetapi tidak tersedia di pasar. Penggunaan teknologi hibrida di Indonesia belum maksimal, hanya sekitar 35% saja dari seluruh areal pertanaman (Swastika et al. 2004). Varietas hibrida merupakan varietas yang sangat respon terhadap input produksi seperti pemupukan. Namun kemampuan petani yang rendah untuk membeli benih varietas hibrida dan input produksi seperti pupuk, membuat lambatnya perkembangan penggunaan varietas hibrida. Kegiatan perakitan varietas melalui pemuliaan tanaman bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Perakitan varietas hibrida unggul dan berdaya hasil tinggi dapat dilakukan dengan cara persilangan. Persilangan dapat menambah variabilitas genetik dan memperoleh genotipe baru yang lebih unggul. Persilangan yang umum dilakukan untuk mengetahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida adalah persilangan dialel. Karena persilangan dilakukan diantara semua pasang tetua, maka dapat diketahui potensi hasil kombinasi, nilai heterosis, nilai daya gabung dan nilai ragam genetik dari karakter atau sifat yang kita inginkan. Langkah pertama dalam program perakitan jagung hibrida adalah mengembangkan galur - galur murni yang akan digunakan sebagai tetua. Dalam tahap pembentukan galur, dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap karakter-karakter penting seperti hasil dan ketahanan terhadap hama penyakit. Selanjutnya, dari galur galur yang terpilih dilakukan persilangan antar galur dengan metode dialel. Evaluasi persilangan antar galur murni merupakan langkah penting dalam pengembangan varietas hibrida jagung (Hallauer 1990). Idealnya melalui evaluasi seluruh kombinasi persilangan yang mungkin (persilangan dialel), dimana nilai kontribusi dari tiap galur murni dapat ditentukan. 2

Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata - rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel, perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida yang telah banyak dipelajari pada jagung. Hallauer dan Miranda (1988) dalam tulisannya berkaitan dengan heterosis pada jagung, menghasilkan midparent heterosis berkisar antara -3.6-72.0%, sementara better-parent heterosis berkisar antara -9.9-43.0% pada karakter komponen hasil. Manifestasi heterosis dari varietas hibrida bergantung pada keragaman genetik kedua tetuanya (Hallauer dan Miranda 1988). Heterosis sangat penting pada pemuliaan jagung dan tergantung dari level dominansi serta perbedaan gen-gen yang terakumulasi. Heterosis pada jagung telah banyak dipelajari. Hallauer dan Miranda (1988) dalam tulisannya berkaitan dengan heterosis pada jagung, menghasilkan mid-parent heterosis berkisar antara -3.6-72.0% sementara high-parent heterosis berkisar antara -9.9-43.0%. Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung (combining ability). Daya gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum (general combining ability) dan daya gabung khusus (spesific combining ability). Daya gabung umum (DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang unggul untuk suatu karakter tertentu yang disilangkan dengan sejumlah tetua lainnya atau rata-rata penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan sejumlah tetua lainnya. Daya gabung khusus (DGK) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetua lainnya atau penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetua lainnya yang lebih baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut (Poehlman dan Sleeper 1990). Griffing (1956) melakukan analisis silang dialel untuk menduga nilai general dan specific combining abilities dari galur murni dan hibridanya. Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah. 3

Penelitian yang dilakukan Iriany (2002) mengenai ketahanan jagung terhadap penyakit bulai melalui persilangan dialel mendapatkan kesimpulan apabila suatu galur yang memiliki daya gabung umum yang baik, maka galur tersebut memiliki karakter ketahanan terhadap penyakit bulai. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heterosis, daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) untuk karakter hasil dari beberapa genotipe galur jagung. Informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasi kombinasi calon tetua persilangan yang memiliki efek heterosis yang baik dengan nilai DGU dan DGK yang tinggi untuk karakter hasil. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Jagung memiliki banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal, areal pertanamannya pun masih terbuka luas. Jagung merupakan komoditas pertanian yang mulai kembali dilirik untuk diusahakan di Indonesia, nilainya pun semakin merangkak naik seiring dengan berkurangnya volume ekspor dari negara-negara produsen jagung. Untuk mendukung program swasembada jagung yang dicanangkan oleh pemerintah, maka dibutuhkan varietas-varietas yang adaptif pada bermacammacam lingkungan dan berdaya hasil tinggi. Varietas hibrida merupakan solusi untuk meningkatkan produksi jagung nasional, karena dilihat dari potensi produksi, varietas hibrida jauh lebih unggul dibandingkan varietas bersari bebas atau varietas komposit. Tantangan untuk mengembangkan varietas hibrida di Indonesia masih cukup besar, mengingat masih banyak petani yang masih menggunakan varietas-varietas lokal. Sementara itu juga varietas hibrida yang menguasai pasar masih didominasi oleh varietas yang berasal dari luar Indonesia serta banyaknya varietas hibrida yang dirilis tidak menjamin banyak pula tersedianya benih hibrida di pasar. Perakitan varietas hibrida jagung yang berdaya hasil tinggi dengan program pemuliaan yang berkelanjutan diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan di atas. Salah satu modal utama dalam program pemuliaan adalah plasma nutfah. Salah satu upaya untuk menambah variabilitas genetik dari plasma nutfah yang sudah ada 4

dan untuk memperoleh genotipe baru yang lebih unggul adalah dengan melakukan persilangan. Persilangan yang umum dilakukan pada jagung yang dapat memberikan informasi baik itu galur tetua maupun hibridanya adalah persilangan dialel. Dengan metode persilangan dialel dapat dilakukan pendugaan terhadap nilai daya gabung umum galur tetua, nilai daya gabung khusus kombinasi persilangan yang dihasilkan, nilai heterosis dan varian-varian genetik lainnya. Analisis daya gabung penting dalam mengidentifikasi tetua terbaik atau kombinasi tetua dalam program pemuliaan. Vasal et al. (1992) dan Hede et al. (1999) melaporkan efek GCA yang positif untuk hasil pada beberapa galur murni jagung tropis. Betrán et al. (2003) mengevaluasi 17 galur murni jagung dengan persilangan diallel pada lingkungan bercekaman dan normal menghasilkan nilai GCA dan GCA x lingkungan yang signifikan untuk karakter hasil. Sujiprihati (1996), meneliti daya gabung dari hasil persilangan dialel pada jagung dari 12 galur tetua dan kombinasi persilangannya. Hasilnya menunjukkan bahwa daya gabung umum dan daya gabung khusus memberikan hasil yang nyata terhadap hasil biji jagung dan beberapa karakter hasil yang lain serta karakterkarakter tersebut dipengaruhi aksi gen aditif dan non aditif. Berdasarkan tahapan penelitian yang dilakukan, hipotesis yang diajukan adalah : 1. Terdapat genotipe jagung hibrida hasil persilangan dialel penuh dengan nilai heterosis terbaik. 2. Terdapat satu atau beberapa galur yang mempunyai nilai duga daya gabung umum dan daya gabung khusus terbaik untuk karakter hasil, yang dievaluasi pada turunan pertama hasil persilangan dialel penuh.. 3. Galur - galur dengan nilai duga DGU dan DGK yang baik untuk karakter hasil memiliki turunan yang berdaya hasil tinggi. 5

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua rangkaian kegiatan. Pertama adalah pembentukan benih hibrida F1 dari 8 galur tetua dengan metode persilangan dialel penuh. Kedua adalah evaluasi galur tetua, F1 dan F1 resiprokalnya yang dilakukan di dua lokasi. Pada tahap pertama, dilakukan persilangan antar 8 galur tetua dengan seluruh kombinasi persilangan yang mungkin. Hasilnya diperoleh 64 genotipe yang terdiri dari 8 galur tetua 28 F1 dan 28 F1 resiprokal. Evaluasi dilakukan di dua lokasi yang merupakan sentra produksi jagung, dari evaluasi diharapkan dapat memperoleh informasi kombinasi persilangan yang memiliki daya hasil tinggi di salah satu atau kedua lokasi pengujian. 8 tetua galur elit Kegiatan 1 Persilangan Dialel Penuh Benih Tetua, F1, F1R Kegiatan 2 Evaluasi untuk Menduga Nilai Heterosis dan Daya Gabung Uji Pendahuluan di 2 Lokasi Didapatkan galur-galur dengan Nilai Heterosis dan Daya Gabung yang Baik Hibrida Unggul Stabil Antar Lokasi Gambar 1. Bagan Alir Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Jagung (Zea mays L.) termasuk ke dalam famili Graminae (Brucher 1989) dan merupakan tanaman menyerbuk silang. Genus Zea terdiri atas empat spesies, yaitu Zea mays, Zea mexicana, Zea perennis dan Zea diploperennis. Kerabat dekat genus Zea adalah genus Tripsacum (gamagrass) dan Euchlaena (teosinte). Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu, umumnya bunga jantan lebih cepat muncul daripada bunga betina. Bunga jantan (tassel) terletak di atas sedangkan bunga betina umumnya berada di tengah - tengah tinggi tanaman. Sturtevant (1899) dalam Sujiprihati (1996) merupakan orang yang pertama kali mengklasifikasikan jagung ke dalam enam sub spesies menurut karakteristik endosperm, yaitu : (1) Zea mays indurata Sturt (flint maize), (2) Zea mays indentata Sturt (dent maize), (3) Zea mays saccharata Sturt (sweet maize), (4) Zea mays averta Sturt (pop corn), (5) Zea mays amylacea Sturt (fluory maize), (6) Zea mays tunicata Sturt (pod maize). Dalam perkembangannya, Kuleshov pada tahun 1933 menambahkan Zea mays ceratina (waxy maize) dan Zea mays amylea saccharata (starchy-sugary maize). Tanaman jagung dapat beradaptasi pada berbagai macam iklim, mulai dari iklim tropis, subtropis dan temperate. Jenis varietasnya pun beragam, dari mulai varietas bersari bebas, komposit, sintetik sampai hibrida. Hibrida pada jagung dihasilkan dari persilangan antara galur - galur murni yang merupakan galur - galur hasil seleksi. Untuk menghasilkan hibrida yang unggul, diperlukan galur - galur murni elit yang memiliki karakter - karakter unggul di dalamnya. Oleh karena itu sangat penting untuk mengevaluasi galur - galur murni. Salah satu caranya ialah dengan menduga nilai heterosis dan nilai daya gabung, sehingga pemulia selanjutnya dapat melakukan program pemuliaan yang lebih terarah. 7

Pengembangan Galur Murni dan Varietas Hibrida Istilah hibrida ditujukan tehadap suatu varietas yang ditanam untuk keperluan komersial yang berupa benih F1, yang dihasilkan melalui persilangan genotipegenotipe terseleksi. Karakteristik umum varietas hibrida yang digunakan secara komersial penggunaannya hanya terbatas pada F1 nya saja. Perbanyakan hibrida F1 melalui persilangan acak akan menyebabkan penurunan hasil pada generasi-generasi selanjutnya. Informasi pola heterotik dan daya gabung diantara plasma nutfah jagung sangat penting dalam memaksimalkan pengembangan hibrida (Beck et al., 1990). Menurut Singh (1987) program pemuliaan jagung hibrida pada dasarnya terdiri dari empat tahap, yaitu : 1. Pembentukan galur-galur murni yang stabil, vigor, serta berdaya hasil benih tinggi. 2. Pengujian daya gabung dan penampilan per se dari galur-galur murni tersebut. 3. Penggunaan galur-galur murni terpilih dalam pembentukan hibrida yang lebih produktif. 4. Perbaikan daya hasil serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Galur murni dihasilkan dari penyerbukan sendiri hingga diperoleh tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukan waktu lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Galur murni dibentuk dari varietas bersari bebas (open pollinated variety) namun ada pula yang dibentuk dari banyak sumber yang lain seperti seperti varietas sintetik, varietas komposit, atau populasi generasi lanjut dari hibrida (Singh 1987). Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor. Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendiri hingga galur homozigot terbentuk. Selain mengalami penurunan vigor, individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya fenomenafenomena tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding depression (Poehlman 1983). Varietas jagung hibrida pada awalnya merupakan hasil penelitian inovatif dari George Harrison Shull, E.M. East D.F. Jones, H. K Hayes dan peneliti lain pada tahun 1908-1909 (Poehlman 1979). 8

Program pengembangan galur murni bertujuan untuk menghasilkan galurgalur yang mempunyai potensi tinggi. Karena galur murni diharapkan memiliki potensi genetik untuk menghasilkan pasangan kombinasi hibrida yang berdaya hasil tinggi, maka galur murni tersebut harus memiliki gen-gen yang memiliki sifat-sifat unggul tersebut. Nilai sesungguhnya dari suatu galur murni adalah kemampuannya untuk memberikan daya gabung yang baik apabila dikombinasikan dengan galurgalur lain Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley 1988). Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galurgalur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbeda dengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungan sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Hibrida silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal. Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal, kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang ganda. Heterosis Pemuliaan tanaman menyerbuk silang seperti jagung didasari oleh adanya efek heterosis atau hibrid vigor (Mohr dan Schopfer 1995). Istilah heterosis merupakan asal kata dari stimulus of heterozygotis yang pertama kali digunakan oleh George Harrison Shull pada tahun 1914 (Jones 1952). Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata - rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel, perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971) mendefinisikan heterosis sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, 9

hasil atau fungsi dari suatu hibrida melebihi tetua, yang merupakan hasil persilangan secara genetik suatu individu yang berbeda. Hayes et. al (1955) menyatakan heterosis menunjukkan hasil stimulasi perkembangan, melalui mekanisme apapun, hasil penggabungan yang berbeda. Sedangkan hybrid vigor menunjukkan perwujudan dari efek heterosis. Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu dibentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehingga memberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987). Keturunan hasil persilangan dua galur murni akan menampakkan peningkatan vigor melampaui galur-galur tetuanya. Namun, dari ribuan galur murni yang diuji hanya sedikit sekali yang menampakkan heterosis yang menguntungkan secara ekonomis (Allard 1960). Lawan dari efek heterosis adalah efek penangkaran dalam (inbreeding depression) atau hilangnya vigor tanaman setelah perkawinan antar individu yang berkerabat dekat (Welsh 1981). Crowder (1986) menambahkan bahwa homosigositas yang dihasilkan oleh penangkaran dalam pada tanaman menyerbuk silang atau hewan hasil persilangan sering mengakibatkan menurunnya ketegaran atau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanaman yang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Batasan dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan (Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan rata - rata karakter induknya. Crowder (1986) menyatakan dua teori yang menjadi dasar genetis heterosis yaitu teori dominansi (dominant) dan teori lewat dominansi (over dominant). Pada teori dominansi diduga adanya peran dari faktor - faktor dominan dari banyak gen yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat dominansi, heterosis terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan heterozigot. Informasi mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur inbrida menentukan dalam pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan matrik persilangan galur inbrida adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1987). Heterosis yang tinggi 10

diduga diperoleh dari tetua hibrida yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi (Virmani et. al. 1981). Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida unggul. Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung (combining ability). Daya Gabung Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda 1988). Melalui persilangan buatan di antara semua pasangan tetuanya, dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, besarnya nilai heterosis, daya gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter. Hasil tinggi dapat diperoleh apabila kombinasi antar galur memiliki nilai heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khusus yang tinggi (Silitonga et. al. 1993) Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya. Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur - galur lain (Allard 1960). Poespodarsono (1988) mengartikan daya gabung sebagai kemampuan genotipe untuk memindahkan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Daya gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum (general combining abilty) dan daya gabung khusus (spesific combining ability). Daya gabung umum (DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang unggul untuk suatu karakter tertentu yang disilangkan dengan sejumlah tetua lainnya atau rata - rata penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan sejumleh tetua lainnya. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata rata kombinasi mendekati nilai rata rata keseluruhan persilangan. Daya gabung khusus (DGK) adalah 11

kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetua lainnya atau penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetua lainnya yang lebih baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut (Poehlman dan Sleeper 1990). Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum 1942). Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross, yakni evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah galur murni (Stoskopf et al., 1993). Henderson (1952) menyatakan bahwa daya gabung umum tidak memiliki arti, kecuali bila nilainya dibandingkan pada lebih dari satu individu dan populasi penguji serta lingkungan yang ditentukan. Chaudhari (1971) menyatakan daya gabung khusus digunakan untuk menduga suatu persilangan dengan beberapa kombinasi yang ada relatif lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan dengan dasar rata - rata penampilan dari galur yang dilibatkan. Secara umum, menurut Henderson (1952) daya gabung khusus merupakan konsekuensi dari interaksi gen intra alel (dominan) dan interaksi gen inter alel (epistasis). Daya gabung umum (DGU) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut memiliki daya gabung yang baik. Sedangkan nilai DGU yang rendah, berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan tetua - tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari DGU tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya. Daya gabung khusus (DGK) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut memiliki kombinasi persilangan yang tinggi dengan salah satu dari tetua - tetua yang digunakan (Sutjahjo 1987). Informasi yang diperoleh dari pendugaan nilai DGU dan DGK sangat penting dalam suatu program pemuliaan. Sesuai dengan pendapat dari Soewarso (1982) bahwa informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK dan resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat - sifat tanaman. 12

Daya gabung yang didapat dari persilangan antar seluruh tetua dapat memberikan informasi tentang kombinasi - kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil tinggi. Hasil yang tinggi dapat diperoleh pada kombinasi yang memiliki efek heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Galur yang memiliki nilai daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khusus yang tinggi pula (Silitonga et. al. 1993). Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah. Persilangan Dialel Persilangan dialel adalah sebuah set persilangan yang dilakukan melibatkan sejumlah n galur dalam seluruh kombinasi persilangan yang mungkin (Singh dan Chaudhary, 1979). Analisis persilangannya disebut analisis dialel yang menyediakan informasi tentang parameter genetik, DGU dan DGK tetua dan turunannya. Salah satu metode yang umum digunakan untuk analisis dialel adalah dengan pendekatan Metode Griffing. Menurut Griffing (1956), terdapat empat macam metode yang bisa digunakan untuk analisis dialel, yaitu : 1. Metode I : kombinasi lengkap p 2, terdiri dari tetua, F1 dan persilangan resiprokalnya. 2. Metode II : ½ p (p + 1) kombinasi terdiri dari tetua dan F1. 3. Metode III : p (p 1) kombinasi terdiri dari F1 dan resiprokalnya. 4. Metode IV : ½ p (p 1) kombinasi terdiri dari F1 saja. Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung dari tujuan analisisnya. Dalam penentuan tetua - tetua yang akan dipakai dalam persilangan, interpretasi hasil analisis dialel dibagi ke dalam dua kelompok model (Griffing, 1956), yaitu : 1. Model tetap (fixed model), dengan menggunakan tetua - tetua tertentu yang merupakan genotipe yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh hanya berlaku untuk genotipe yang dimasukkan ke dalam pengujian, tidak berlaku untuk populasi lain. 13

2. Model acak (random model), dengan menggunakan tetua - tetua yang merupakan contoh acak dari populasi tetua yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh diinterpretasikan berkaitan dengan populasi tetua, darimana genotipe diambil secara acak. Dalam analisis dialel, dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna bagi pemulia untuk menentukan bahan dan metode untuk program pemuliaannya. 14

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua rangkaian kegiatan percobaan. Pertama adalah pembentukan benih hibrida F1 hasil persilangan dialel penuh dari delapan tetua yang dilaksanakan pada bulan Juli - Oktober 2007 di kebun percobaan Cikeumeuh, BB Biogen, Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m dpl, ordo tanah Inceptisols dan tanaman sebelumnya adalah jagung. Kegiatan kedua adalah evaluasi tetua, F1 dan resiprokalnya yang dilaksanakan di dua lokasi yaitu di kebun percobaan Cikeumeuh, BB Biogen dan Kota Metro, Lampung pada bulan Januari - Mei 2008. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 galur murni sebagai tetua yang berasal dari 4 populasi (Lampiran 1) yang dibentuk tahun 2000-2006, yaitu 276-4, 261-2, 425-3, 426, 605, 612, 786 dan 969, F1 hasil persilangan dialel penuh, resiprokalnya serta 2 varietas pembanding BISI 2 dan SHS 12. Tetua yang digunakan antara lain berasal dari populasi lokal Smatera Utara, lokal Lampung, Pioneer 8, Bisi 10, Bisma, Lamuru dan Tarutung. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk kandang, karbofuran 30%. Alat yang digunakan antara lain saprotan, alat ukur seperti penggaris, meteran dan jangka sorong, alat pelabelan, kantong polen, buku lapangan dan timbangan. Metode Penelitian Percobaan dilakukan dalam dua rangkaian kegiatan. Pertama berupa pembentukan benih F1 dengan persilangan dialel penuh. Kegiatan kedua, yaitu evaluasi tetua, F1 dan F1 resiprokalnya. Kegiatan 1 : Kegiatan ini merupakan persilangan dialel penuh antara delapan galur yang digunakan sebagai tetua. Kombinasi persilangannya dapat dilihat pada Tabel 1. 15

Tabel 1. Kombinasi persilangan dialel penuh dengan delapan galur tetua. P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P1 P1/P1 P1/P2 P1/P3 P1/P4 P1/P5 P1/P6 P1/P7 P1/P8 P2 P2/P1 P2/P2 P2/P3 P2/P4 P2/P5 P2/P6 P2/P7 P2/P8 P3 P3/P1 P3/P2 P3/P3 P3/P4 P3/P5 P3/P6 P3/P7 P3/P8 P4 P4/P1 P4/P2 P4/P3 P4/P4 P4/P5 P4/P6 P4/P7 P4/P8 P5 P5/P1 P5/P2 P5/P3 P5/P4 P5/P5 P5/P6 P5/P7 P5/P8 P6 P6/P1 P6/P2 P6/P3 P6/P4 P6/P5 P6/P6 P6/P7 P6/P8 P7 P7/P1 P7/P2 P7/P3 P7/P4 P7/P5 P7/P6 P7/P7 P7/P8 P8 P8/P1 P8/P2 P8/P3 P8/P4 P8/P5 P8/P6 P8/P7 P8/P8 Keterangan : P1 : Galur 276-4 P5 : Galur 605 P2 : Galur 261-2 P6 : Galur 612 P3 : Galur 425-3 P7 : Galur 786 P4 : Galur 426 P8 : Galur 969 Galur-galur tersebut merupakan galur-galur yang memiliki umur yang genjah, potensi hasil yang baik dan tahan penyakit. Selain itu pemilihan galur yang digunakan berdasarkan umur berbunga yang hampir bersamaan (Lampiran 32). Setiap galur ditanam sebanyak 5 baris dengan panjang plot 5 m. Persilangan dilakukan antara tanaman dari masing - masing kombinasi. Jumlah tongkol F1 yang dihasilkan sebanyak 4-6 tongkol tiap kombinasi persilangan (Gambar 1). Gambar 2. Pembentukan Benih F1 16

Kegiatan 2 : Kegiatan kedua merupakan evaluasi tanaman tetua, F1 dan F1 resiprokalnya menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan tiga ulangan. Pengacakan dilakukan dengan α-lattice Design 6 x 11 x 3 ulangan (Gambar 2). Masing - masing kombinasi persilangan diambil dari 4 tongkol secara acak dari enam tongkol yang dipanen dari percobaan tahap 1. Biji diambil dari tiap tongkol secara acak kemudian ditanam dalam tiga ulangan. Gambar 3. Evaluasi F1, F1R dan Tetua Pelaksanaan Percobaan 1. Pengolahan tanah Dilakukan dengan traktor, sisa - sisa tanaman sebelumnya dibersihkan, kemudian tanah diratakan dan dibuat plot - plot. 2. Penanaman Kebutuhan benih disesuaikan dengan ukuran petakan, sebelum tanam, benih diberi perlakuan dengan fungisida. Panjang petakan adalah 5 meter. Lebar petak 1,5 m sehingga bila jarak antar baris 75 cm terdapat 2 baris per petak. Jarak tanaman dalam barisan 20 cm., 1 tanaman per rumpun (ditanam 2 biji/lubang, lalu dijarangkan menjadi 1 tanaman per lubang) sehingga terdapat 50 tanaman/plot. 17

3. Pemupukan Pupuk yang diberikan adalah pupuk urea - SP 36 - KCl dengan dosis 100-200- 100 kg/ha saat tanam. Lubang tanam kemudian ditutup dengan pupuk kandang., pupuk susulan urea sebanyak 200 kg/ha pada umur 30 hst. 4. Pemeliharaan Untuk mencegah serangan lalat bibit pada waktu tanam, tiap lubang diberi karbofuran 30% dengan dosis 8-16 kg/ha atau sekitar 4 butir/ lubang. Bila ada tanda-tanda serangan hama mada masa pertumbuhan, karbofuran 30% dapat diberikan lagi melalui pucuk daun. Kegiatan penyiangan, pembumbunan, dan pengaturan tata air, sesuai dengan anjuran budidaya setempat. Biasanya penyiangan I dilakukan umur 2-3 minggu; penyiangan II umur 4 minggu yang diikuti dengan pembumbunan. Pengairan yang cukup diperlukan bila tidak ada hujan. Sebaliknya pada musim hujan diperlukan pengaturan drainase supaya tanaman tidak tergenang air. Oleh karena itu diperlukan saluran irigasi. Pengamatan Karakter yang diamati pada penelitian ini yang dilakukan pada 10 tanaman contoh adalah : 1. Jumlah Tanaman (plant stand) umur satu minggu. Setiap petakan dihitung jumlah tanaman yang tumbuh. Ini dilakukan sebelum penjarangan/penyisipan. Angka ini perlu untuk mengetahui persentase tumbuh yaitu dengan membagi jumlah tanaman tumbuh dengan jumlah biji yang ditanam setiap petak. 2. Umur berbunga (hari) Jagung mulai berbunga sekitar umur 50 hari. Pada varietas umur genjah ada yang mulai berbunga umur 42 hari. Sepanjang stadia pembungaan, petakan diamati setiap hari. Pencatatan berbunga betina (silking) dicatat bila rambut telah keluar panjang >2 cm dan sudah 50% dari populasi dalam petak berbunga Pencatatan berbunga jantan setelah tassel sudah keluar dan mulai pecah. Biasanya dilakukan setelah 50% dari seluruh populasi petakan berbunga. 18