BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam diri manusia juga semakin besar. Sewaktu bayi atau balita,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

BAB I PENDAHULUAN. jasmani, rohani (moral atau spritual), motorik, akal pikiran, emosional, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAHAN KULIAH Orientasi Baru Dalam Psikologi

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. kualitas Sumber Daya Manusia. Dewasa ini semua orang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

EFEKTIVITAS PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS VERBAL PADA MASA ANAK SEKOLAH SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

EFEKTIVITAS MENDENGAR CERITA FIKSI TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS VERBAL ANAK

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai bakat kreatif tertentu yang dibawa sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar UMI CHASANAH A 54A100106

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : ANGGIT WIBOWO A

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu bangsa tidak terlepas dari kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dari Allah SWT, Setiap orang tua menginginkan anakanaknya

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. meletakkan hubungan dari proses berpikir. Orang yang intelligent adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah berusaha meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 PERENCANAAN PENELITIAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENUMBUHKAN SIKAP KREATIF SISWA MELALUI PERTANYAAN TINGKAT TINGGI DALAM MODEL PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF DAN MENYENANGKAN

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB 1 PENDAHULUAN. dasar tidak dilatih untuk berekspresi secara bebas dan terlalu lama dibiasakan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi dan kenyataan bahwa kreativitas masyarakat yang rendah pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan berpikir kreatif sehingga mampu memecahkan permasalahan dan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan suatu perubahan yang positif. Proses belajar bertujuan untuk

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu mengalami perkembangan. Seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia, tuntutan untuk memenuhi tugas perkembangan dalam diri manusia juga semakin besar. Sewaktu bayi atau balita, seorang anak masih belum dituntut untuk mandiri. Orang lain terutama figur yang signifikan masih berperan besar dalam memenuhi tuntutan dalam diri anak. Ketika memasuki usia sekolah, anak mengalami tuntutan yang lebih besar. Anak diharapkan sudah mampu merawat diri secara sederhana, seperti menjaga kebersihan dan kerapian diri, mampu berelasi dengan teman dan lingkungan sekolahnya, serta memenuhi tuntutan yang ada di sekolah yang berkenaan dengan kegiatan akademik maupun kegiatan lainnya. Pada usia sekolah, tiap jenjang pendidikan memiliki tuntutan yang berbeda dan semakin meningkat. Tuntutan yang dihadapkan pada siswa-siswi kelas 1 Sekolah Dasar (SD) berbeda dengan tuntutan pada siswa-siswi kelas 2 SD. Siswasiswi kelas 2 SD memiliki tuntutan yang lebih besar dibandingkan siswa-siswi kelas 1 SD dan memiliki lonjakan yang cukup meningkat dari kelas 1. Siswasiswi kelas 2 SD diharapkan sudah lebih matang dalam bersikap, terutama yang berkenaan dengan kegiatan belajar. Jika siswa-siswi kelas 1 SD kesulitan untuk duduk tenang dalam kelas dan sulit berkonsentrasi, maka guru masih memberikan toleransi kepada para siswanya, tidak memarahi siswa tersebut bahkan justru

2 berusaha mencari cara untuk menstimulasi minat belajarnya, namun di kelas 2 SD diharapkan siswa-siswi sudah lebih dapat mengatur dirinya sendiri dan lebih dapat berkonsentrasi di dalam kelas. Selain itu dalam mengikuti pembelajaran dalam kelas, siswa-siswi kelas 2 SD juga sudah dituntut untuk mampu membaca dengan lancar tanpa bantuan, menghitung menggunakan operasi matematika sederhana, dan memiliki pengetahuan yang lebih luas dibandingkan siswa-siswi kelas 1 SD. Apalagi saat ini, dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) membuat siswa-siswi kelas 2 SD sudah dituntut untuk mampu mengintegrasikan tiap pelajaran yang mereka dapatkan dalam kelas (www.triyashad.plasa.com). Ketika ujian, dalam KTSP yang diujikan merupakan gabungan beberapa mata pelajaran yang tersusun menjadi satu kumpulan soal tematik. Misalnya tema sayur-sayuran, maka dalam ujian akan ditanyakan mengenai persoalan hitungan yang berkaitan dengan sayuran, ilmu pengetahuan alam tentang sayuran, ujian bahasa yang bertemakan sayuran, bahkan kesenian yang berhubungan dengan sayuran. Melihat besarnya tuntutan yang dialami siswa-siswi kelas 2 SD, maka diperlukan suatu kemampuan berpikir kreatif pada siswa-siswi tersebut. Kemampuan berpikir kreatif membuat anak lebih mudah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi jika dihadapkan pada suatu persoalan yang harus diselesaikan, misalnya anak mendapat tugas untuk membuat suatu prakarya, maka anak yang kreatif mampu mengerjakannya dengan berbagai macam ide dan menggunakan keterampilan atau cara-cara baru yang berbeda dibandingkan anak lainnya, misalnya menggunakan barang bekas yang tidak terpakai lagi sebagai

3 hiasan dari prakaryanya itu. Anak dengan kemampuan berpikir kreatif yang tinggi dapat lebih menunjang kesuksesan proses belajarnya di jenjang yang lebih tinggi karena melalui cara berpikir yang kreatif, anak dapat mengolah pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya. Hal ini dapat membantu anak memperkaya pengetahuan yang dimiliki dalam proses belajar sehingga lebih mendalam dan menjadi lebih kritis (www.kabare.jogja.com). Kemampuan berpikir kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran berpikir, kelenturan berpikir, orisinalitas berpikir, dan kemampuan elaborasi (Utami Munandar, 1999 : 82). Kelancaran berpikir ditampilkan melalui semakin banyak ide yang dikeluarkan, anak dengan kelancaran berpikir kreatif tinggi dirangsang dengan pertanyaan, ia akan mengemukakan banyak kemungkinan jawaban. Kelenturan berpikir ditampilkan melalui banyaknya ragam pemecahan masalah, misalnya anak diminta menyebutkan hewan yang hidup di laut, anak dengan kelenturan berpikir tinggi dapat memberikan jawaban yang beragam, tidak hanya terbatas pada kelompok ikan, tapi mungkin juga menyebutkan kerang, penyu, dan sebagainya. Orisinalitas berpikir ditunjukan melalui adanya keaslian dari ide-ide yang dikemukakan, misalnya anak mampu membuat karangan mengenai hal yang berbeda dari temanteman sekelasnya. Elaborasi berpikir ditunjukan melalui pengembangan atau perincian dalam proses berpikir. Anak dengan kemampuan elaborasi yang tinggi dapat mengungkapkan dengan rinci ciri-ciri suatu benda tertentu, juga dapat memberikan evaluasi dengan baik.

4 Setiap anak memiliki bakat kreatif. Fiona Mc Leod dan Richard Thomson (2002) mengemukakan bahwa Everyone is capable of being creative. We are all born with an inventiveness of spirit. Bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan. Hal serupa diungkapkan oleh Pribadi Tabani (2006, lebih sulit untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif seseorang apabila hal tersebut tidak didahului sebelumnya di tingkatan sekolah yang dasar atau SD. Di masa SD, anak mengalami suatu perubahan dari seorang anak rumah (homechild) menjadi seorang anak sekolah (schoolchild) dimana peran-peran dan kewajiban-kewajiban baru dialami. (Santrock, 1995 : 350). Dengan model mengajar di dalamnya, SD dapat menciptakan suasana belajar dimana kemampuan berpikir kreatif ditumbuh kembangkan. Suasana belajar yang memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan dirinya dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Selain itu perlu juga peran guru dalam menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak seperti, mau menerima setiap anak apa adanya dengan kelebihan dan keterbatasannya dan tidak memberikan penilaian yang negatif pada anak, sehingga anak akan merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya. Hal seperti ini pada dasarnya akan membantu perkembangan kreativitas anak. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kreatif adalah sekolah (Utami Munandar, 1977). Semenjak masa kanak-kanak, individu menghabiskan waktunya di sekolah sebagai anggota

5 suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan, dan sikap (Santrock, 1995 : 350). Pada kenyataannya, dalam harian Kompas edisi Maret 2008, dr. Anies mengemukakan bahwa proses pendidikan di Indonesia saat ini terlalu mementingkan aspek kognitif pada tataran pengetahuan dengan mengabaikan kreativitas. Proses pengajaran di sekolah lebih mementingkan target pencapaian kurikulum dibandingkan penghayatan isi kurikulum secara imajinatif dan kreatif. Penekanannya lebih pada pemikiran reproduktif, hafalan, dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses pemikiran yang tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih. Siswa menjadi peserta pasif dan sulit untuk terbuka terhadap cara-cara maupun konsep-konsep baru. Akibatnya pada saat menginjak kelas yang lebih tinggi dan memerlukan kemampuan untuk berpikir yang lebih luwes dan fleksibel, siswa mengalami kesulitan. Demikian pula ketika mengatasi persoalan kehidupan sehari-harinya, misalnya masalah dalam pertemanan, siswa sulit untuk berpikir kreatif dan menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya. Akibat jangka panjangnya adalah dalam kehidupannya di masa dewasa kelak, anak yang kaku dalam berpikir akan menjadi sulit untuk beradaptasi dalam dunia masyarakat. Sistem mengajar sekolah selama ini yang klasikal-massal dapat membuat anak menjadi jenuh, merasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka yang berbeda-beda. Penyamarataan kebutuhan dan minat anak dalam satu kelas

6 inilah yang membuat banyak orang berpendapat bahwa ketika seorang anak masuk sekolah, kreativitasnya menjadi menurun. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, setiap SD memiliki program kegiatan belajar yang sama namun pengelolaan dan pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing sekolah. Karenanya setiap SD memiliki model mengajar yang berbeda-beda. Model mengajar merupakan keseluruhan rencana untuk membantu siswa mempelajari jenis pengetahuan spesifik, perilaku, dan keterampilan. Model mengajar lebih dari sekedar metode atau strategi dalam mengajar. Selama bertahun-tahun, ada banyak sekali pengembangan dari model pengajaran. Model mengajar dikembangkan melalui penelitian secara edukatif yang meneliti bagaimana siswa belajar dan bagaimana perilaku guru mempengaruhi kegiatan belajar siswa tersebut. Model mengajar mencakup perencanaan secara keseluruhan atau pola-pola yang digunakan untuk membantu siswa mempelajari pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara spesifik (Joyce dan Weil, 1996). Secara umum model mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu model mengajar tradisional dengan guru sebagai pusat (Teacher Centered) dan model mengajar constructivist dengan siswa sebagai pusat (Student Centered) (Arends, 2001). Ciri-ciri dari model mengajar Teacher Centered antara lain : cara pengajaran lecturer, yaitu guru akan menerangkan mengenai apa yang akan siswa pelajari, guru memberikan contoh secara bertahap sebelum siswanya berlatih mengerjakan persoalan, guru banyak berdiri di depan kelas untuk menerangkan,

7 guru menulis di papan tulis dan siswa mencontoh atau mengerjakan persoalan yang diberikan, ketika siswa mengerjakan persoalan yang diberikan tersebut, guru akan berkeliling untuk memeriksa, guru bertanya tentang hal yang ada di teks atau diktat, dan memberikan instruksi atau pengarahan langsung pada siswanya. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa peran guru sangat besar dalam kelas. SD X adalah salah satu sekolah di kota Bandung yang menggunakan model mengajar Teacher Centered. Dalam kegiatan belajarnya, guru banyak berperan dalam kelas. Guru berdiri di depan kelas dan menerangkan materi yang akan diajarkan kepada siswanya. Ketika guru sedang mengajar, para siswa dilarang berbicara dan harus memperhatikan, kemudian guru akan memberikan persoalan dan berkeliling untuk memeriksa apakah para siswanya mengerti dengan materi yang diberikan. Guru mengajar siswanya secara klasikal dan seragam, tiap siswa harus belajar dengan kecepatan yang sama dan topik yang sama. Misalnya dalam pelajaran mengarang, tiap siswa diminta mengarang dengan topik yang sama. Penilaian diberikan di akhir materi secara tertulis.begitu pula dalam pelajaran menggambar, siswa diminta menggambar dengan topik yang sama, terkadang guru mencontohkan gambar apa yang akan dibuat dan siswa diminta untuk meniru. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap sepuluh orang siswa kelas 2 SD X, menunjukkan bahwa lima orang (50%) menghayati bahwa situasi kelas dan cara guru mengajar membuat mereka merasa bebas dan berani mengemukakan pendapat dalam kelas (mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir), sementara lima orang (50 %) merasa ragu dan takut dalam

8 mengemukakan ide atau pendapat di kelas karena takut akan dimarahi oleh guru (menghambat kelancaran dan kelenturan berpikir). Delapan orang (80 %) mengatakan cara mengajar guru membuat mereka memahami materi pelajaran, ketika mengerjakan tugas yang diberikan, mereka akan menggunakan cara yang sudah diajarkan oleh gurunya. Satu orang (10 %) mengatakan cara mengajar guru membuatnya sulit memahami dan akan menggunakan cara yang diajarkan gurunya dalam mengerjakan tugas meskipun tidak memahaminya (menghambat kelancaran dan orisinalitas berpikir). Satu orang (10 %) mengatakan mudah untuk memahami materi dan ketika mengaplikasikannya terkadang mencoba menemukan cara sendiri untuk menyelesaikan persoalan (mengembangkan orisinalitas berpikir). Ciri-ciri dari model mengajar Student Centered antara lain : siswa banyak berperan aktif dalam kelas, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswanya, biasanya diberikan satu topik pada siswa kemudian siswa mengumpulkan informasi mengenai topik tersebut dengan dibimbing oleh fasilitatornya, siswa membuat presentasi sederhana untuk saling bertukar informasi dengan siswa lain, sering diadakan diskusi kelas, siswa aktif bertanya jawab dalam kelas. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa peran siswa sangat besar dalam kelas. SD Y merupakan salah satu sekolah di kota Bandung yang menggunakan model mengajar Student Centered. Pada sekolah ini, pengaturan ruang kelas berbentuk melingkar ke arah tengah, tempat guru berdiri dan berperan sebagai fasilitator bagi siswanya. Dalam ruang kelas juga terdapat media seperti

9 komputer, perpustakaan mini yang dapat mendukung proses pembelajaran. Ketika diberi tugas seperti mengarang, para siswa mengerjakannya dengan bebas, dapat berimajinasi luas sesuai dengan topik yang diberikan. Para siswa juga dilatih untuk berani mengemukakan pendapatnya dalam kelas dengan diadakannya presentasi. Percobaan dan praktikum seringkali dilakukan agar siswa mampu mempelajari secara langsung materi yang diajarkan dan mampu menggali informasi sendiri. Penilaian tidak hanya melibatkan hasil yang dikerjakan siswanya, namun melihat juga dari proses dan praktek langsung yang dilakukan siswa melalui ujian lisan dan praktek, terkadang siswa sendiri dilibatkan dalam proses penilaian. Dari hasil survei awal yang dilakukan terhadap sebelas orang siswa kelas 2 SD Y, menunjukkan bahwa sembilan orang (81,8 %) menyukai situasi kelas dan cara guru mengajar yang memperbolehkan mereka bertanya dengan bebas, menghargai ide dan masukan siswa (mengembangkan orisinalitas dan elaborasi berpikir) membuat mereka lebih menyukai kegiatan belajar, belajar menjadi hal yang menyenangkan. Dua orang (18,2 %) mengatakan bahwa dengan situasi kelas dan cara guru mengajar juga membuat mereka menyukai kegiatan belajar, hanya terkadang mereka tetap merasa malas, yaitu apabila mata pelajarannya tidak mereka sukai. Sepuluh orang (90,9 %) mengatakan bahwa situasi kelas dan cara guru mengajar membuat mereka lebih bebas dan berani dalam mengemukakan pendapat. Mereka merasa lebih berani bertanya karena guru tidak pernah memarahi apabila banyak mengajukan pertanyaan, bahkan mendorong mereka

10 untuk terus bertanya dengan cara mengajukan pertanyaan pancingan, misalnya Mengapa seperti ini? (mengembangkan orisinalitas dan elaborasi berpikir). Satu orang (9,1 %) mengatakan bahwa situasi kelas dan cara guru mengajar membuat lebih ragu dalam menyatakan pendapat karena malu pada temantemannya yang pendapatnya lebih bagus. Sembilan anak (81,8 %) mengatakan bahwa dengan situasi kelas dan cara guru mengajar membuat mereka lebih memahami materi pelajaran dan dapat mengaplikasikannya, misalnya dalam pelajaran science. Ketika belajar mengenai alat pencernaan, siswa diberi tugas untuk membuat model alat pencernaan dari papan kayu, spons, dan potongan botol aqua, setelah itu diperagakan proses pencernaan yang terjadi dari hasil prakarya mereka sehingga siswa dapat lebih mudah memahami konsep yang diberikan dan dapat mengaplikasikannya dalam bentuk pekerjaan tangan (mengembangkan orisinalitas berpikir). Dua anak (18,2 %) mengatakan situasi kelas dan cara guru mengajar tidak membuat mereka lebih memahami materi pelajaran dan mengaplikasikannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai derajat kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki oleh siswasiswi kelas 2 SD X dengan model mengajar Teacher Centered dan SD Y dengan model mengajar Student Centered.

11 1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat perbedaan derajat kemampuan berpikir kreatif pada siswa-siswi kelas 2 SD dengan model mengajar Teacher Centered dan model mengajar Student Centered. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat kemampuan berpikir kreatif pada siswa-siswi kelas 2 SD dengan model mengajar Teacher Centered dan model mengajar Student Centered. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan derajat kemampuan berpikir kreatif pada siswa-siswi kelas 2 SD dengan model mengajar Teacher Centered dan model mengajar Student Centered. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Memberikan masukan bagi bidang Psikologi Pendidikan dan Psikologi Perkembangan mengenai derajat kemampuan berpikir kreatif pada anak kelas 2 SD dengan model mengajar Teacher Centered dan model mengajar Student Centered.

12 Sebagai bahan masukan dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan berpikir kreatif, sehingga di masa mendatang dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi banyak pihak. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada kepala sekolah dalam penyusunan program di SD X dan SD Y mengenai derajat kemampuan berpikir kreatif pada siswa-siswi kelas 2 SD sehingga dapat menjadi masukan untuk penyusunan program belajar yang dapat lebih mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan memperhatikan model pengajaran yang ada. Memberikan informasi bagi para guru, khususnya wali kelas 2 SD X dan SD Y mengenai gambaran derajat kemampuan berpikir kreatif siswanya sehingga dapat mengevaluasi kembali mengenai model mengajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswasiswinya. 1.5 Kerangka Pemikiran Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menghadapi berbagai macam tuntutan yang membutuhkan suatu jalan keluar untuk menyelesaikannya, termasuk juga anak-anak. Tuntutan yang dihadapi oleh anak biasanya banyak berkaitan dengan kegiatan di sekolahnya, dalam keluarga, dan dalam lingkungan pergaulannya yang semakin meluas dalam masyarakat. Dalam mengatasi tuntutan

13 tersebut, seringkali anak tidak dapat mengandalkan kemampuan berpikir yang sama yang digunakannya untuk mengatasi tuntutan yang lain. Tiap tuntutan membutuhkan kemampuan berpikir untuk menyelesaikan masalah yang berbeda yang harus terjadi secara cepat dan tepat. Pada kelas 2 SD (usia 7-9 tahun), anak-anak memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mempelajari keterampilan fisik yang diperlukannya, mengembangkan nilai moral yang dimilikinya, dan mencapai kebebasan pribadi (Hurlock, 1996). Di sekolah mereka diharapkan sudah mampu berada lebih lama dalam kelas dan lebih mandiri dibandingkan ketika mereka berada di kelas 1. Kemampuan berpikir divergen yang terdiri dari bermacam-macam gagasan diperlukan untuk memenuhi tuntutan yang semakin besar dan memungkinkan anak untuk dapat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Pemikiran divergen merupakan suatu ciri dari kemampuan berpikir kreatif. Menurut Utami Munandar (1999) kreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa dan melahirkan suatu solusi yang unik terhadap masalah-masalah. Karakteristik kemampuan berpikir kreatif mencakup gaya hidup, yang berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri secara optimal, menghargai gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitasaktivitas baru, memecahkan masalah secara kreatif dan melatih kemampuan

14 kreatif secara umum. Dimensi kemampuan berpikir kreatif meliputi berbagai kemungkinan jawaban untuk suatu masalah, mencakup kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan elaborasi (Utami Munandar, 1999 : 82). Kelancaran berpikir yang tinggi menunjuk pada kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide atau konsep yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu untuk merespon suatu situasi tertentu. Kelenturan berpikir yang tinggi menunjuk pada keragaman ide atau keluwesan konsep yang berbeda macamnya terhadap satu masalah yang perlu dipecahkan. Orisinalitas berpikir yang tinggi menunjuk pada adanya keaslian atau keunikan yang sifatnya individual dalam berpikir. Kemampuan elaborasi yang tinggi menunjuk pada kemampuan untuk mengembangkan apa yang ada dalam proses berpikir. Kreativitas pada umumnya dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas dapat pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press) individu terhadap kreativitas. Rhodes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai Four P s of Creativity : Person, Process, Press, Product (Utami Munandar, 1977). Keempat P ini saling berkaitan dimana pribadi kreatif melibatkan diri dalam proses kreatif dan dengan dukungan serta dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif. Menurut Hulbeck (dalam Utami Munandar,1980) tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Pribadi kreatif melibatkan diri dalam suatu proses kreatif dengan dukungan dan

15 dorongan dari lingkungan (press). Dorongan ini membutuhkan kondisi yang tepat untuk mengekspresikannya. Dalam lingkungan tersebut harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif individu. Lingkungan yang memberikan pengaruh adalah lingkungan yang dekat dengan diri pribadi tersebut, yaitu keluarga, sekolah maupun masyarakat. Keluarga, terutama orang tua, dapat mempengaruhi kreativitas anaknya melalui sikap yang ditampilkan (Amabile, 1999). Sikap orang tua yang dapat memupuk kreativitas anak adalah orang tua yang menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya, memberi waktu pada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal, memperbolehkan anak mengambil keputusannya sendiri, mendorong kemelitan anak, meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkan, menunjang dan mendorong kegiatan anak, menikmati keberadaaan bersama anak, memberi pujian yang sungguh-sungguh, mendorong kemandirian anak dalam bekerja, menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak (Utami Munandar,1999). Lingkungan masyarakat yang menunjang pengembangan kreativitas warganya memiliki karakteristik yang fleksibel, toleransi, dan penuh penghargaan. Sekolah memiliki peranan yang besar dalam mengembangkan kreativitas karena anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Menurut pengalaman Rogers (1982, dalam Utami Munandar, 1999), kondisi yang dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir kreatif adalah dengan menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis. Kedua kondisi ini dapat difasilitasi dalam

16 model mengajar yang ada di sekolah. Keamanan psikologis terbentuk melalui tiga proses, yakni penerimaan apa adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, suasana belajar yang bebas dari evaluasi eksternal, dan ikut mengenal serta menghayati perasaan, pemikiran, tindakan anak, dan melihat melalui sudut pandang anak. Kebebasan psikologis terjadi ketika guru memberikan kesempatan pada anak untuk bebas mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara simbolis sesuai dengan dirinya. Pada SD dengan model mengajar Teacher Centered, guru banyak berperan dalam kegiatan belajar. Guru menjelaskan tujuan dari belajar dan mendirikan suatu tatanan dalam belajar, mendemonstrasikan pengetahuan atau kemampuan yang akan dipelajari, menyediakan latihan dengan dibimbing langsung oleh guru, memeriksa apakah siswa sudah memahami (memberi feeedback), menyediakan latihan tambahan apabila dibutuhkan (Arends, 2001). SD X memiliki ciri-ciri model mengajar Teacher Centered dimana guru banyak berperan dalam kegiatan di kelas. Dalam kegiatan belajar, guru akan menerangkan mengenai apa yang akan siswa pelajari, guru memberikan contoh secara bertahap sebelum siswanya berlatih mengerjakan persoalan, guru banyak berdiri di depan kelas untuk menerangkan, guru menulis di papan tulis dan siswa mencontoh atau mengerjakan persoalan yang diberikan, ketika siswanya mengerjakan, guru akan berkeliling untuk memeriksa, guru bertanya tentang hal yang ada di teks atau diktat, dan memberikan instruksi atau pengarahan langsung pada siswanya, menyediakan latihan tambahan bagi para siswa apabila dibutuhkan

17 Pada SD X, guru-guru yang mengajar memiliki sikap menerima dan mempercayai kemampuan siswanya dan bahwa pada dasarnya tiap siswa dapat bertingkah laku baik dan memiliki kemampuan. Pada model mengajar ini, guru memberikan penilaian kepada siswa dari hasil ujian atau tugas yang dikerjakan siswa, kemudian guru memberikan feedback mengenai kesalahan siswa dan mengadakan latihan untuk memperbaiki kesalahannya. Siswa harus mendengarkan guru yang sedang bicara di depan, selama guru bicara, siswa dilarang menginterupsi dan baru boleh menyampaikan pendapatnya ketika guru sudah selesai bicara. Pada siswa-siswi kelas 2 SD X terdapat kegiatan menggambar, prakarya, bermusik, dan bermain drama. Dalam kegiatan tersebut, guru memberikan contoh atau petunjuk dan tiap siswa diminta untuk mengikuti contoh yang guru berikan sehingga hasilnya sama atau mirip dengan yang dicontohkan guru. Selain itu dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam, siswa-siswi kelas 2 SD X juga sesekali melakukan kegiatan praktikum di luar ruangan kemudian diberikan latihan persoalan yang harus dijawab secara tertulis sehingga mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikirnya. Pada SD dengan model mengajar Student Centered, siswalah yang banyak berperan dalam kegiatan belajar. Guru memutuskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian guru merancang situasi yang tepat agar proses belajar dapat berjalan sesuai rencana yang telah ditetapkan, terakhir dan yang penting adalah guru mengatur sumber-sumber yang dibutuhkan yang dapat mendukung siswa

18 untuk dapat mencari informasi atau keperluan lain dalam proses belajar. Dalam model mengajar ini peran guru adalah sebagai fasilitator (Arends, 2001). SD Y memiliki ciri-ciri model mengajar Student Centered. Siswa banyak berperan aktif dalam kelas, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswanya. Biasanya diberikan satu topik pada siswa kemudian siswa mengumpulkan informasi mengenai topik tersebut dengan dibimbing oleh fasilitatornya, misalnya dengan melakukan tanya jawab dan diskusi dalam kelas. Selama proses belajar, guru mengarahkan dan mendorong siswa untuk dapat mengumpulkan sendiri berbagai informasi yang diperlukan, melakukan suatu eksperimen dengan bimbingan, mencari penjelasan dari buku teks yang ada atau dari narasumber dan mencari solusinya. Guru juga akan mengarahkan siswa untuk membagikan apa yang sudah mereka dapatkan selama belajar kepada temantemannya. Pada SD Y, guru memiliki penerimaan terhadap para siswanya melalui sikap percaya pada kemampuan tiap siswanya yang unik, sehingga guru akan lebih memperhatikan kemampuan individual para siswanya. Dalam model mengajar ini, selain penilaian yang diberikan oleh guru, terdapat pula penilaian dari siswa sendiri dan evaluasi mengenai apa yang harus diperbaiki. Hal ini membuat siswa menjadi lebih terbuka, bebas, dan aktif dalam mengemukakan pendapatnya. Pada SD dengan model mengajar Student Centered, kegiatan presentasi yang sering dilakukan juga mendorong siswa untuk berani mengemukakan pikirannya secara bebas di depan umum sehingga mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Dalam hal ini yang penting

19 adalah memberikan kebebasan pada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Tanpa perlu banyak tuntutan, produk kreatif akan muncul dengan sendirinya dalam iklim belajar yang menunjang, menerima, dan menghargai anak. Pada siswa-siswi kelas 2 SD Y seringkali diadakan kegiatan presentasi dalam bahasa inggris dimana siswa membawa benda dari luar sekolah sesuai tema yang diberikan kemudian mempresentasikannya di depan teman sekelasnya. Kegiatan ini mengembangkan kelenturan berpikir siswa. Selain itu dalam presentasi, anak dibebaskan untuk memberikan jawaban yang masuk akal dan logis dalam waktu tertentu yang mengembangkan kelancaran berpikirnya. Selain itu dalam kegiatan menggambar dan prakarya, guru memberikan dorongan bagi para siswanya untuk berkarya bebas dan berani berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga merangsang originalitas berpikirnya. Dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam, siswa-siswi kelas 2 SD Y juga sesekali melakukan kegiatan praktikum di alam, dalam kegiatan ini mereka bebas bertanya dan berpendapat sekalipun berbeda dengan buku teks, kemudian guru mengajukan pertanyaan secara lisan dan mendorong siswa-siswinya untuk berdiskusi sehingga selain mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir, juga mengembangkan kemampuan elaborasinya. Dalam penelitian ini siswa-siswi kelas 2 SD X dan SD Y merupakan person atau pribadi kreatif yang meliputi seluruh aspek yang ada dalam diri siswa tersebut, sementara lingkungan sekolah adalah press yang merupakan motivator yang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, aspek-aspek dalam kemampuan berpikir kreatif seperti kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan

20 elaborasi adalah process dari kemampuan berpikir kreatif, sementara derajat kemampuan berpikir kreatif sebagai produk dari proses kemampuan berpikir kreatif. Secara skematik, kerangka pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut : - Internal (kecerdasan, motivasi) - Eksternal (keluarga, model mengajar Teacher Centered) - Kelancaran Berpikir - Kelenturan Berpikir - Orisinalitas Berpikir - Kemampuan Elaborasi SISWA-SISWI KELAS 2 SD X Derajat Kemampuan Berpikir Kreatif SISWA-SISWI KELAS 2 SD Y Derajat Kemampuan Berpikir Kreatif dibandingkan - Internal (kecerdasan, motivasi) - Eksternal (keluarga, model mengajar Student Centered) - Kelancaran Berpikir - Kelenturan Berpikir - Orisinalitas Berpikir - Kemampuan Elaborasi Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

21 1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka timbul asumsi sebagai berikut : 1. Aspek-aspek yang terdapat dalam kemampuan berpikir kreatif mencakup kelancaran berpikir, kelenturan berpikir, orisinalitas berpikir, dan kemampuan elaborasi. 2. Kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh kepribadian kreatif serta pendorong (press) dari lingkungan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. 3. Sekolah merupakan lingkungan yang dapat berperan besar dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif anak. 4. Model mengajar Teacher Centered dan Student Centered di sekolah memungkinkan untuk mengembangkan derajat kemampuan berpikir kreatif yang berbeda. 1.7 Hipotesis Terdapat perbedaan derajat kemampuan berpikir kreatif antara siswa-siswi kelas 2 SD dengan model mengajar Teacher Centered dan model mengajar Student Centered.