BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi satu sama lain 1. Juga dalam hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Konsep anjak piutang ( factoring) yang berdasarkan prinsip syariah sering dikatakan

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Lampiran 1. Sruktur Organisasi BNI Syariah Cabang Malang

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan kartu..., Caroline, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara, Menurut Kasmir (2006:1) kemajuan

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti menemukan beberapa hal penting yang bisa dicermati dan dijadikan acuan penelitian ini.

No. 14/ 7 /DPbS Jakarta, 29 Februari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep anjak piutang menurut Fatwa DSN-MUI merupakan konsep anjak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena bank syariah merupakan salah satu fenomena yang tetap hangat

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Substansi dari jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

1 Hadits Riwayat Muslim, didukung oleh Hadits-hadits Riwayat Bukhori dan Nasa i.

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara mengenai pinjam-meminjam ini, Islam membolehkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai. emas BSM adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas

No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dan bagi manusia pada umumnya tanpa harus meninggalkan. prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PEMBAYARAN IMBALAN. A. Analisis Terhadap Mekanisme Pembayaran Imbalan

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB I PENDAHULUAN. keuangan ini dapat menyediakan dana bagi pengusaha-pengusaha swasta atau

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran, masalah kekurangan modal. globalisasi saat ini masyarakat mudah memperoleh modal untuk memulai

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bank pada tahun 1819, dengan Undang-Undang Nomor 9 Drt Tahun 1950 berubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

PELAKSANAAN AKAD RAHN DALAM LAYANAN GADAI DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG KALIGARANG-SEMARANG (TINJAUAN MANAJEMEN DAKWAH)

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

BAB I PENDAHULUAN. tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan jaminan, hal ini demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS TENTANG ARISAN TEMBAK DI DESA SENAYANG KECAMATAN SENAYANG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS)

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

SILABUS MATA KULIAH. Kode Mata Kuliah : Nama Mata Kuliah : Perbankan Syariah di Indonesia. Mata Kuliah Pra Syarat : Pengantar Ekonomi Syariah

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Oleh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dan suatu sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara modern, tak luput

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan kegiatan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pendanaan pun

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang hidup bergantung dengan manusia lain, ia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau interaksi dengan orang lain seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon, yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi satu sama lain 1. Juga dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan dan papan. Sehubungan dengan pemenuhan kehidupan sehari-hari yang kian lama kian berkembang maka munculah beberapa jenis transaksi guna pemenuhan tersebut, termasuk sistem keuangan yang beragam, diantaranya adalah gadai. Gadai adalah salah satu kategori dalam perjanjian hutang-piutang, orang yang berhutang memberikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang tersebut tetap menjadi milik orang yang berhutang, dikarenakan barang tersebut hanya sebagai jaminan namun barang tersebut telah berada didalam kekuasaan pemberi hutang (yang berpiutang) 2. Praktik transaksi keuangan yang telah lama ada dalam sejarah peradaban manusia. 1 Idianto Muin, S.Pd. Pendidikan Sosiologi SMA Kelas X. (Jakarta : Erlangga, 2006), hlm. 21. 2 Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. (Jakarta: Erlangga, 2012), Hlm. 121

2 Sistem rumah gadai yang paling tua terdapat di negara Cina pada 3.000 tahun yang silam, juga di benua Eropa dan kawasan Laut Tengah pada zaman Romawi dahulu. Namun di Indonesia, praktik gadai baru berumur ratusan tahun, dimana warga masyarakat telah terbiasa melakukan transaksi utangpiutang dengan jaminan barang. Pengertian Gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Lalu dalam Pasal 1153 diterangkan bahwa gadai hanya meliputi barang bergerak dan diberikan secara langsung dan bersamaan dengan pemberian pinjaman dari si berpiutang. Namun dalam penerapannya di Indonesia gadai masih menunjukkan adanya beberapa hal yang berlaku ketidakadilan, yaitu mengarah adanya persoalan bunga. Seiring dengan perkembangan jaman dan berjalannya waktu, serta adanya pengaruh dari budaya dan agama maka lahirlah sistem ekonomi baru. Salah satu contohnya adalah sistem keuangan berbasis syariah. Pengertian Syariah secara harfiah, syariah berarti jalan. Dalam penggunaan religiusnya berarti jalan yang digariskan tuhan untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam artian sempit, syariah identik dengan hukum dan

3 agamaislam yang merujuk pada aspek yang berupa kumpulan norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia (dalam hukum Islam) 3. Kata Hukum (al-ahkam) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia 4, dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan Perbankan. Perbankan menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Jadi pengertian Hukum Perbankan Syari ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi prinsip-prinsip Syari ah (norma keagamaan) dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan Hukum perbankan syariah kian lama kian berkembang dan telah melahirkan aturan khusus dan baku yang mengatur perbankan syariah itu sendiri, yakni Undang-undang Nomor 21 tahun 2008. Pengertian Perbankan Syariah menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 dalam Pasal 1 angka 1 adalah Segala sesuatu yang menyangkut bank syariah atau unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses 3 Prof.DR. syamsul anwar, M.A., Hukum Perjanjian Syariah. (Bandung: rajawali press, 2010), PDF hlm. 4. Editor 4 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah Indonesia. (Yogyakarta: UII Press, 2008). Hlm. 7

4 dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian Bank Syariah menurut pasal 1 angka 7 adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini prinsip syariah mengenai perbankan berdasar pada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah yang di Indonesia disebut Dewan Syariah Nasional (DSN) yakni dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tugas dan wewenang antara lain mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan dan produk dan jasa keuangan syariah. Perkembangan produk-produk ekonomi yang berbasis syariah menandakan keberhasilan sistem perbankan yang berdasar pada alqur an dan hadits ini menjadi produk keuangan yang dapat dipercaya dan bebas dari bunga yang sering kali memberatkan masyarakat dalam melakukan kegiatan keuangan yang juga sering kali berlaku dalam gadai. Sistem keuangan syariah telah melahirkan salah satu produk ekonomi yakni gadai yang berlandaskan Al-qur an, Hadits dan Ijma (kesepakatan para ulama) yakni Gadai Syariah yang diharapkan bahwa produk ini tidak mengecewakan dan memberatkan masyarakat serta bermanfaat bagi orang banyak. Di dalam syariat Islam telah diatur apabila aktifitas muamalah terdapat unsur barang haram, riba, maisir (perjudian), qimar (spekulasi),

5 gharar (ketidakpastian) yang cenderung merugikan suatu pihak maka hal itu dilarang dan bersifat haram 5. Adapun beberapa definisi mengenai gadai syariah (Rahn) yaitu: 1. Menurut Sayyid Sabiq: Ar-rahn adalah menahan suatu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya 6. 2. Menurut Sulaiman Rasyid: Ar-rahn atau gadai ialah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penjamin kepercayaan dalam utangpiutang. Barang itu boleh dijual apabila utang tak dapat dibayar, hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan 7. Yakni keadilan dalam kehidupan bermasyarakat seperti mengharamkan perbuatan riba, pemerataan kesejahteraan sosial dan tetap berpegang teguh kepada norma-norma islam yang dapat berlaku secara universal 8. 3. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 26/DSN-MUI/III/2002: Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang. 5 Sasli Rais, S.E., M.SI., Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Jakarta: UI Press.2005), hlm. 31 6 DR. Muhammad Syafi i Antonio, M.Ec., Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema PDF Insani, 2001), Hlm 128. Editor 7 Hakim, Op.Cit., 121 8 Rais, Op.Cit., hlm 35

6 Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda bergerak; sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak, hal ini dijelaskan dalam pasal 1 dan pasal 2 fatwa DSN-MUI tentang Rahn 9. Di dalam gadai syariah terdapat beberapa istilah khusus dalam bertransaksi yaitu orang yang berutang dan yang menjaminkan barangnya disebut Rahin, sedangkan orang yang berpiutang dan menjaga barang jaminan disebut Murtahin. Barang jaminan gadai disebut Marhun 10. Landasan fundamental hukum gadai syariah terdapat dalam al-qur an yakni dalam Surah Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi, Jika kamu dalam perjalanan (melaksanakan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yg mengutangkan), tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanat (hutangnya) dan hendaknya ia bertaqwa kepada Allah SWT. Juga dalam hadits riwayat Bukhari dan lainnya diriwayatkan dari Aisyah ra. (istri Rasulullah) berkata Rasulullah pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau. Serta kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan 9 Fatwa DSN 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn 10 Rais, Op.Cit., hlm 42

7 dan tidak pernah dipertentangkan kebolehannya dikarenakan landasan hukumnya yang telah ada dan bersifat tetap 11. Gadai syariah dikatakan sah apabila telah memenuhi 3 syarat. Yaitu, harus berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan. Penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang (barang milik sendiri). Barang yang digadaikan bisa dijual setelah masa pelunasan hutang gadai berakhir 12. Jika ketiga syarat di atas dipenuhi maka dalam mekanisme perjanjian gadai dapat menggunakan 3 alternatif akad 13. Yaitu: 1. Akad al-qardh (perutangan) : Akad ini berlaku pada kasus rahin untuk keperluan konsumtif, dimana rahin akan memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (murtahin) yang telah menjaga atau merawat barang gadaian (marhum). 2. Akad Mudharabah (bagi hasil) : Dimana rahin menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja), rahin akan memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi. 3. Akad Bai al Muqayyadah (pembelian barang modal) : Bila rahin menginginkan modal kerja berupa pembelian barang, 11 Ibid., hlm. 40. PDF 12 Anwar, Op.Cit., Editor hlm. 101. 13 Ibid., hlm. 51.

8 dimana rahin akan memberikan mark up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan sampai batas waktu yg ditentukan. Awal mula perjalanan sejarah penerapan sistem keuangan yang bersifat profit and loss sharing ini tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu dengan adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan internasional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah rintisan awal yang sederhana itu, islam seperti tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank. Bahkan hingga pada akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan islam yang beroperasi hampir di seluruh dunia baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia. Bahkan pada awal dekade abad 21, sejumlah lembaga keuangan raksasa internasional seperti Citibank, ANZ, Jardine Flemming, Goldman Sach dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun Islamic fund (sistem pendanaan Islam) kini sedang ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Bahkan dalam jurnal Arab and Islamic Banks: New Business Partner for Developing Countries, Traute Wohler Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang beragama kristen menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan 14. 14 Syafi i Antonio, Op.Cit., hlm 19.

9 Berkembangnya sistem perbankan syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam dan berbagai ujicoba pada skala yang relatif terbatas mulai dilakukan. Contohnya seperti Baitul Tamwil-Salman di Bandung yang sempat tumbuh mengesankan. Tetapi prakarsa khusus untuk mendirikan bank Islam dilakukan oleh MUI pada tanggal 18-20 Agustus 1990 yang berdasar amanat MUNAS IV MUI 15. Tidak hanya produk perbankan yang bersifat ijarah (bisnis) saja yang masuk dan berkembang di indonesia, tetapi juga produk perbankan yang bersifat tabarru (tolong-menolong). Hal inilah yang mempengaruhi perkembangan wajah pegadaian indonesia. Gadai dalam fiqh muamalah disebut Rahn, yang menurut bahasa adalah tetap, kekal dan jaminan. Namun adanya instrumen-instrumen hukum perbankan syariah yang mengatur mengenai Gadai Syariah bukan berarti bahwa semuanya akan berjalan mulus sesuai dengan regulasinya. Contohnya seperti banyaknya kekeliruan nasabah mengenai sistem gadai syariah yang sama sekali berbeda dengan gadai konvensional. Salah satunya adalah sengketa gadai emas antara seseorang yang berinisial BK dengan Bank X Syariah. Pada bulan agustus 2011, Butet Kertaradjasa (BK) telah menggadaikan emasnya sebesar 4,89 (empat koma delapan puluh sembilan) kilogram ke Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dengan menggunakan 15 Ibid., hlm. 25

10 akad Qardh. Pada saat itu BK menggadaikan emasnya untuk meminjam uang senilai 2,59 (dua koma lima puluh sembilan) milyar rupiah untuk tempo 3 (tiga) tahun dengan acuan harga emas pada saat itu Rp. 530.000,- (lima ratus tiga puluh ribu) per-gram. Namun pada bulan Oktober - November 2011 Bank Indonesia sedang mempersiapkan aturan mengenai produk qardh (gadai) beragun emas karena banyaknya kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah mengenai panjangnya tempo gadai yang terlalu lama dan meminta kepada meminta kepada bank-bank syariah beserta nasabah yang telah melakukan perjanjian gadai dan melakukan perjanjian dengan tempo yang terlalu panjang, untuk mengubah perjanjian tersebut menjadi 4 bulan masa tempo maksimal dengan satu kali masa perpanjangan. Hal ini diperbolehkan karena berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/17/PBI/2008 pasal 8 ayat (1) yang membolehkan Bank Indonesia untuk menghentikan produk bank syariah jika tidak sesuai dengan pasal 7, yakni bertentangan dengan prinsip syariah dan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Dan pada pasal 8 ayat (3) Bank Indonesia dapat memberikan himbauan dan jangka waktu kepada Bank Syariah untuk menyempurnakan produk Bank tersebut. BK yang saat itu baru memulai perjanjian gadai dengan BRIS pada bulan Agustus 2011 dan melakukan perjanjian gadai untuk tempo 3 tahun diminta untuk meyelesaikan perjanjian gadai dan mengembalikan pinjaman uang pada bulan Desember 2011. BK tidak mau mengembalikan uang pinjaman yang telah ia pinjam dari BRIS dan ia juga tidak ingin emas yang ia

11 gadaikan dijual oleh pihak bank untuk digunakan sebagai pelunasan hutangnya karena pada saat itu harga emas sedang mengalami penurunan dan ia tidak ingin menanggung kerugian yang disebabkan oleh harga emas yang sedang menyusut itu. Maka bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia mengeluarkan aturan berupa Surat Edaran Bank Indonesia atau SEBI No.14/7/DPbS tanggal 29 Februari 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Di dalam Bab VI angka 1 SEBI tersebut telah dijelaskan bahwa, Bank Indonesia dapat meminta Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah(UUS) untuk menghentikan kegiatan produk sebagaimana diatur dalampasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dalam hal produk Qardh Beragun Emas tidak memenuhi ketentuan Bab II, Bab III, dan/atau Bab IV angka 1 dan angka 2 dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. Bab II angka 1 dijelaskan bahwa Tujuan penggunaan adalah untuk membiayai keperluan dana jangka pendek atau tambahan modal kerja jangka pendek untuk golongan nasabah Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta tidak dimaksudkan untuk tujuan investasi. Lalu pada Bab III angka 4 dinyatakan bahwa pembiayaan qardh beragun emas dapat diberikan paling banyak Rp. 250.000.000,. (dua ratus lima puluh juta rupiah) atau Rp. 500.000.000,. (lima ratus juta rupiah) untuk nasabah usaha kecil dan mikro dan untuk jangka waktu 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang dua kali.

12 Lalu dinyatakan pula dalam Bab IV angka 1 bahwa, yaitu Bank Syariah atau UUS yang akan melakukan penyaluran dana dalam produk Qardh Beragun Emas harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas masalah perbankan syariah, khususnya mengenai produk gadai emas bank syariah persengketaan antara BRIS dengan BK. Oleh karena itu penulis mengangkat judul: Kedudukan Gadai Emas Mengenai Pemotongan Jangka Waktu Gadai Emas pada Perbankan Syariah Pasca Berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DPbS B. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keberlakuan perjanjian gadai emas pasca berlakunya SEBI Nomor 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah? 2. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan debitur terhadap pemotongan jangka waktu gadai emas pasca terbitnya SEBI Nomor 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012?

13 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut, di bawah ini dikemukakan tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menggambarkan keberlakuan perjanjian gadai setelah adanya SEBI Nomor 14/7/DPbS 29 Februari 2012 Tentang Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Untuk mengetahui dan menggambarkan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh debitur terhadap pemotongan jangka waktu gadai emas syariah pasca terbitnya SEBI Nomor 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012 perihal Produk Qardh Beragun Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, pembuatan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya hukum ekonomi syariah. 2. Secara praktis, pembuatan skripsi ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai hukum gadai emas syariah dan jangka waktunya dan juga memberikan masukan bagi para praktisi hukum yang secara langsung maupun tak langsung terkait dengan kasus-kasus PDF ekonomi Editor syariah.

14 E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yaitu jenis penelitian yang melihat hukum sebagai kaidah atau norma hukum dan meneliti tentang penemuan asas-asas hukum positif. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan yang bersifat deskriptif, yaitu dengan meneliti objek yang sudah ada dan ingin memberikan gambaran tentang objek penelitian tersebut. 3. Data a. Sumber Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan terhadap: 1) Bahan hukum primer, yang merupakan instrumeninstrumen hukum Perbankan Syariah yang terdiri dari: Alqur an, Hadits, ijma, Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Surat Edaran Bank Indonesia atau SEBI no. 14/7/DPbs 29 Februari 2012 Tentang Produk Qardh beragun emas, Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional)

15 25/DSN-MUI/III/2002, Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Prinsip-prinsip fiqh muamalah dalam agama Islam. 2) Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku, tulisan-tulisan, penelitian studi kasus, dan artikel-artikel yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan yang berhubungan dengan skripsi ini. 3) Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus-kamus baik bahasa arab, bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. b. Cara Mengumpulkan Data Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder dan data tersier yang berkaitan dengan masalah Akad rahn, serta mempelajari dokumen-dokumen serta instrumen-instrumen hukum syariah dan perbankan syariah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

16 c. Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, sehingga analisis penelitiannya dilakukan secara kualitatif baik terhadap data hukum sekunder maupun data hukum primer. Data yang sudah dikumpulkan dan diolah tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan kesimpulan penelitian ini. d. Metode Pengambilan Kesimpulan Kesimpulan yang akan diambil oleh penulis adalah dengan metode induktif, yaitu menggunakan data yang bersifat khusus dan kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. 4. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis hanya menganalisa kedudukan gadai emas syariah pasca berlakunya SEBI Nomor 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012 dan upaya hukum yang dapat ditempuh debitur terhadap pemotongan jangka waktu pasca terbitnya SEBI tersebut. Menganalisa sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Surat Edaran Bank Indonesia atau SEBI no. 14/7/DPbS 29 Februari 2012 Tentang Produk Qardh Beragun Emas, Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) 25/DSN-MUI/III/2002, Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

17 F. Kerangka Konsepsional Berikut ini adalah beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini: 1) Syariah PengertianSyariah secara harfiah, syariah berarti jalan. Dalam penggunaan religiusnya berarti jalan yang digariskan tuhan untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam artian sempit, syariah identik dengan hukum dan agama Islam yang merujuk pada aspek yang berupa kumpulan norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia (dalam hukum Islam) 16 2) Perbankan Syariah Pengertian Perbankan Syariah menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam pasal 1 angka 1 adalah segala sesuatu yang menyangkut bank syariah atau unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 3) Gadai (rahn) Adapun definisi mengenai gadai syariah yaitu Ar-rahn atau gadai ialah suatu barang yang dijadikan peneguh atau penjamin kepercayaan dalam perjanjian utang-piutang. Barang tersebut boleh dijual apabila 16 Supra catatan kaki nomor 3

18 hutang tak dapat dibayar, hendaknya penjualan itu dilakukan dengan perhitungan yang adil 4) Perutangan (Qardh) Qardh menurut Bab 1 angka 1 SEBI No 14/7/DPbS tanggal 29 februari 2012 adalah suatu akad penyaluran dana oleh Bank Syariah atau UUS kepada nasabah sebagai utang piutang dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana tersebut kepada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah pada waktu yang telah disepakati. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terbagi menjadi lima bab. Berikut ini adalah isi dari masing-masing bab tersebut: Bab I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsional, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II : TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN SYARIAH Pada bab ini akan diuraikan pengertian umum mengenai perjanjian dalam perspektif syariah, jenis-jenis akad dalam perjanjian syariah, ketentuan mengenai perjanjian-perjanjian syariah.

19 Bab III : TINJAUAN MENGENAI GADAI SYARIAH Pada bab ini penulis akan memaparkan pengertian gadai syariah, jangka waktu gadai syariah, objek emas dalam gadai syariah, pengaturan mengenai gadai emas syariah, perbedaan gadai emas konvensional dengan gadai emas syariah. Bab IV : KEDUDUKAN PERJANJIAN GADAI EMAS MENGENAI PEMOTONGAN JANGKA WAKTU GADAI EMAS SYARIAH PASCA BERLAKUNYA SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 14/7/DPbS TANGGAL 29 FEBRUARI 2012 Pada bab ini penulis akan menjelaskan keberlakuan gadai emas syariah pasca berlakunya SEBI Nomor 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012 dan upaya hukum yang dapat dilakukan debitur terhadap pemotongan jangka waktu gadai emas pasca terbitnya SEBI 14/7/DPbS Tanggal 29 Februari 2012 dengan mengambil contoh kasus antara Butet Kertaradjasa (BK) dengan Bank Rakyat Indonesia Syariah. Bab V : PENUTUP Bab ini akan mengakhiri susunan skripsi, dengan diuraikannya kesimpulan. Selain itu, penulis juga akan memberikan saran sebagai masukan.