AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BERAKHIRNYA PERIKATAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEWENANGAN PIHAK KETIGA SEBAGAI PENJAMIN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1 Oleh : Sarah D. L.

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

O Pembingbing. 1. Ida Bagus Putra Atmadja 2. Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana. Abstract

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

Hukum Perikatan. Defenisi 4 unsur: Hubungan hukum Kekayaan Pihak pihak prestasi. Hukum meletakkan hak pada 1 pihak dan kewajiban pada pihak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.

Transkripsi:

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian hutang menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata, selama ini perjanjian penanggungan merupakan jaminan perorangan maupun corporate guarantee, maka perjanjian penanggungan ini selalu diadakan antara kreditur dan pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitur bilamana debitur sendiri tidak memenuhinya, seperti yang dijelaskan dalam pasal 1820 KUHPerdata. Kata kunci : Akibat Hukum, Perjanjian Hutang, KUH Perdata PENDAHULUAN Sampai saat ini perjanjian hutang atau perjanjian kredit yang dibuat antara bank dengan nasabah debitur telah dibuat dengan berlandaskan semata-mata hanya kepada asas kebebasan berkontrak. Sebagaimana lazimnya pada setiap pembuatan perjanjian yang sematamata berlandaskan pada asas tersebut, maka juga pada perjanjian kredit, masing-masing pihak berusaha untuk merebut atau menciptakan dominasi terhadap pihak lainnya, jadi yang saling berhadapan ialah antara dua lawan janji bukan mitra janji. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata dijelaskan bahwa segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Meskipun demikian, jaminan secara umum itu sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman oleh pihak kreditur, terlebih jika ada banyak kreditur, ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Dengan adanya kemungkinan tersebut maka seringkali seorang kreditur minta diberikan jaminan khusus dan jaminan khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan (hipotik, gadai, fiduciair) dan bisa juga berupa jaminan perorangan. Yang terakhir inilah yang dinamakan penanggungan hutang atau sering disebut dengan borgtocht atau quaranty. Jadi penanggungan hutang merupakan suatu bentuk jaminan yang bersifat pribadi dan dalam hal ini adanya akan menunjang setelah adanya jaminan kebendaan tersebut, sehingga penanggungan ini bersifat tambahan saja. Sedangkan munculnya kewajiban untuk memberikan penanggungan atau penjaminan pada umumnya kadang-kadang timbul dari dalam undang-undang atau dari dalam suatu keputusan atau penetapan. Seperti diketahui dalam hukum perdata dikenal pembagian atas hak kebendaan yang memberi kenikmatan dan memberi jaminan. Atas hak kebendaan yang memberi jaminan pada dasarnya dapat ditujukan * Tenaga Pengajar Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 18 terhadap benda bergerak dan benda tetap. Dengan demikian yang dimaksud dengan jaminan kebendaan adalah jaminan yang objeknya adalah benda baik bergerak maupun tetap. Atas benda tetap lembaga jaminan yang disediakan dalam KUHPerdata adalah hipotik, kemudian dengan lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 disediakan lembaga jaminan khusus atas tanah berupa hak tanggungan. Atas benda bergerak dalam KUHPerdata disediakan lembaga jaminan berupa gadai, namun karena kebutuhan masyarakat diadakanlah lembaga jaminan lembaga fidusia. Dalam praktek perjanjian hutang terkadang, tidak hanya adanya jaminan umum tersebut oleh kreditur sebagai benda jaminan sebagai salah satu persetujuan perjanjian hutang. Hal ini dimaklumi, sehubungan seringkali pihak kreditur harus mengalami kekecewaan dan kerugian karena debiturnya bukanlah orang yang beritikad baik sehingga dengan mudahnya memperalihkan objek jaminan yang ada dalam kekuasaannya. Fakta tersebut menyebabkan adanya ketidakpastian hukum khususnya bagi kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut, sementara fungsi jaminan sendiri sebenarnya adalah untuk memberikan kepastian hukum. Menyadari fungsi dan peranan jaminan dalam perjanjian hutang sangat menentukan maka, disamping jaminan umum yang bersifat kebendaan tersebut dalam KUHPerdata, khususnya pasal 1820 memberikan tambahan berupa jaminan perorangan atau yang sering disebut dengan penanggungan. TUJUAN DAN METODE PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk dan sifat penanggungan dalam perjanjian hutang menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu sistem terbuka dan sifat pelengkap yang dianut dalam Buku III KUHPerdata itu dari pasal 1338 ayat (1), maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Jenis metode penelitian yang dipakai adalah penelitian yuridis normative, yaitu penelitian yang lebih difokuskan untuk mengkaji penerapan regulasi-regulasi maupun kaidahkaidah/norma-norma dalam hukum positif yang sesuai dengan permasalahan. PEMBAHASAN Seperti dijelaskan diatas sesuai dengan Pasal 1131 KUHPerdata bahwa segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Meskipun demikian, jaminan secara umum itu sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman, karena selainnya bahwa kekayaan si berhutang pada suatu waktu bisa habis, juga jaminan secara umum itu berlaku untuk semua kreditur, sehingga kalau ada banyak kreditur, ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian. Jadi penanggungan merupakan suatu bentuk jaminan yang bersifat pribadi dan dalam hal ini adanya berhadapan dengan jaminan kebendaan. Suatu kewajiban untuk memberikan

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 19 penanggungan atau penjaminan pada umumnya kadang-kadang timbul dari dalam undangundang atau dari dalam suatu keputusan atau penetapan. Oleh karena itu maka seringkali seorang kreditur minta diberikan jaminan khusus dan jaminan khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan (hipotik, gadai, fiduciair) dan bisa juga berupa jaminan perorangan. Yang terakhir inilah yang dinamakan penanggungan hutang atau sering disebut dengan borgtocht atau quaranty. Kemudian dalam pasal 1821 KUHPerdata disebutkan bahwa tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berhutang, misalnya dalam hal orang belum dewasa. Bentuk dan Sifat Penanggungan Dalam Perjanjian Hutang Sebenarnya sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata, bentuk perjanjian ini dapat dilaksanakan bebas sesuai dengan kehendak para pihak, namun guna kepentingan pembuktian maka bentuk perjanjian penanggungan dan perjanjian hutang ini dapat dibedakan kedalam beberapa bentuk, diantaranya : a. Dalam bentuk tertulis, ini dapat terbagi dalam: a) dalam bentuk standar atau baku sebagaimana perjanjian kredit pada umumnya, b) akta baik notarial maupun dibawah tangan, c) para pihak sendiri dalam bentuk sehelai surat b. Dalam suatu pernyataan lisan. Sedangkan dalam pembuktian dari perjanjian penanggungan maka perjanjian penanggungan dalam perjanjian hutang yang paling kuat adalah dalam bentuk akta otentik yang definisinya diberikan dalam pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat mana akta itu dibuatnya, sedangkan akta dibawah tangan, dalam pasal 1874 KUHPerdata dijelaskan bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan, surat-surat, register-register suratsurat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. Ketentuan diatas menunjukkan bahwa penanggungan itu adalah suatu perjanjian accessoir seperti halnya dengan perjanjian hipotik dan pemberian gadai, yaitu bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanggungan itu. Sehingga masih adanya kemungkinan untuk diadakannya suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu perjanjian pokok, yang dapat dimintakan pembatalannya, misalnya suatu perjanjian pokok yang diadakan oleh seorang yang belum cukup dewasa. Hal itu dapat diterima dengan pengertian, bahwa apabila perjanjian pokok itu dikemudian hari dibatalkan, maka perjanjiannya penanggungan juga ikut batal.

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 20 Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa syarat-syarat daripada seorang penanggungan sebagaimana diatur dalam pasal 1822 KUHPerdata yaitu antara lain sebagai berikut : a. seorang penanggungan tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih dari utangnya yang ada pada perjanjian pokoknya, b. seorang penanggung tidak dapat mengikatkan dirinya untuk lebih berat daripada syaratsyarat yang ada dalam perjanjian pokoknya, c. jika hal itu tetap dilaksanakan, maka perikatannya tidak sama sekali batal, melainkan penanggung hanya sah sesuai dengan apa yang ada di dalam perjanjian pokoknya itu saja. Sehingga perjanjian penanggungan akan lahir setelah adanya perjanjian pokoknya terlebih dahulu yaitu perjanjian hutang antara debitur dengan kreditur, begitu pula sebaliknya, jika perjanjian hutangnya gugur atau batal atau tidak jadi maka perjanjian penanggungannyapun secara otomatis juga ikut gugur, tetapi jika perjanjian penanggungannya yang gugur maka perjanjian pokoknya (hutang) belum tentu gugur. Ketentuan Tentang Hapusnya Perjanjian Hutang Mengenai hapusnya perjanjian hutang ini secara umum telah ditegaskan dalam pasal 1381 KUHPerdata, bahwa perikatan-perikatan hapus dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah : a. pembayaran, Dalam perjanjian hutang, maka jika si berhutang atau debitur atau seorang penanggung hutang atau dalam pasal 1332 dapat juga pihak ketiga bertindak dan atas nama debitur untuk melunasi utangnya dengan melakukan pembayaran sesuai dengan jumlah dari isi perjanjian hutang dengan kreditur maka secara otomatis perjanjian hutang tersebut akan hapus, b. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan jika kreditur menolak pembayaran. Misalnya kreditur tidak mau menerima pembayaran dari debitur dalam bentuk barang, maka debitur melakukan pelelangan atas barang tersebut, setelah laku baru dibayarakan kepada kreditur, namun seluruh biaya penyimpanan, penitipan dan pelelangan barang itu dibebankan kepada debitur. c. Pembaharuan hutang atau novasi Novasi adalah suatau persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula. d. Perjumpaan hutang atau kompensasi Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara timbal balik antara kreditur dengan debitur. Misalnya A punya hutang B sejumlah Rp 1.000.000,-, kemudian B punya hutang A sejumlah Rp 800.000,- hal itu jika dikompensasikan maka A masih hutang kepada B sebesar Rp 200.000,- e. Percampuran hutang, Hapusnya hutang dalam percampuran hutang ini benar-benar demi hukum dalam arti otomatis, seperti debitur dan kreditur akhirnya melakukan perkawinan dalam suatu kesatuan harta kawin.

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 21 f. Pembebasan hutang, Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Jadi dengan sendirinya kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka hubungan hutang piutang itu dengan sendirinya juga hapus. g. Musnahnya barang yang terutang, Jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang hingga sama sekali tak diketahui, apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perjanjiannya. h. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan Kebatalan ini dapat berimplikasi pada dua hal yaitu batal demi hukum ini kebatalannya terjadi karena undang-undang dan dapat dibatalkan, kebatalan ini baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim. Suatu perbuatan hukum adalah batal, jika perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan akibat-akibat hukum yang dimaksud. Jadi perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan adalah batal secara mutlak, maka hapus pula perjanjian hutang yang dilaksanakan atas dasar itu. Akibat Hukum Adanya Perjanjian Penanggungan Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, kecuali jika siberpiutang lalai, sedangkan harta bendanya si berhutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya, sesuai dengan pasal 1831 KUHPerdata. Dari ketentuan tersebut, maka tanggung jawab si penanggung merupakan suatu cadangan dalam halnya harta benda si debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita barang harta benda si penanggung. Tegasnya apabila seorang penanggung dituntut untuk membayar hutangnya debitur (yang ditanggung olehnya) ia berhak untuk menuntut supaya dilakukan lelang sita untuk melunasi hutangnya dalam hal : a. Jika ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukannya lelang sita lebih dahulu atau harta benda si berhutang tersebut, b. Jika ia telah mengikatkan dirinya bersamasama dengan si berhutang-utana secara tanggung menanggung, dalam hal ini akibatakibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk hutang-hutang tanggung menanggung, c. Jika si berhutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi, d. Jika si berhutang berada dalam keadaan pailit, dan e. Dalam halnya dengan penanggungan yang diperintahkan oleh hakim. Dari berbagai uraian diatas maka mengenai hubungan hukum antara penanggung dan debitur dan mengenai hubungan hukum antar para penanggung. Seperti diketahui dalam perjanjian penanggungan terkadang tidak hanya melibatkan satu orang penanggung saja tetapi dimungkinkan lebih dari itu, hal ini diatur sedemikian rupa antara penanggung satu dengan lainnya agar tidak ada penanggung yang merasa dirugikan.

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 22 Tetapi jika ada penanggung yang merasa dirugikan, seperti penanggung telah melunasi hutangnya si berhutang, baik secara terpaksa maupun dengan cara suka rela, diberikan hak untuk memperoleh pelunasan mengenai apa yang telah dibayarkan dari debitur utama tersebut. Dari beberapa uraian diatas maka terdapat kendala atau masalah dalam penanggungan hutang oleh perorangan ini dalam praktek perjanjian hutang selama ini, yaitu : a. Adanya ketentuan bahwa kesediaan penanggung untuk menjadi penanggungan ini dapat dilakukan sepengetahuan debitur maupun tanpa sepengetahuan debitur. Jika hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan debitur maka dikhawatirkan terjadi kemungkinan dari pihak debitur sendiri, dengan alasan yang bersangkutan tidak memintanya, sehingga jika terjadi kerugian atas diri penanggung maka penanggung tersebut tidak dapat meminta ganti rugi kepada debitur; b. Adanya perjanjian penanggungan hutang ini, jika debitur lalai memenuhi perikatannya maka kreditur dapat menuntut pihak penanggung, tanpa mengurangi hak penanggung untuk menuntut agar barangbarang debitur bisa disita terlebih dahulu dan dijual untuk melunasi hutangnya. KESIMPULAN DAN SARAN Sistem perjanjian pertanggungan hutang pada umumnya di Indonesia, sebagaimana dalam sistem yang dianut dalam Buku III KUHPerdata tentang hukum perikatan ini dikatakan menganut sistem terbuka dan sifatnya adalah sebagai pelengkap artinya bahwa para pihak diperbolehkan membuat perjanjian apapun, asal isinya tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, sesuai dengan pasal 1337 KUHPerdata. Jika para pihak tidak mengatur perjanjian yang mereka buat secara lengkap, maka undangundang akan melengkapinya. Mengenai sistem terbuka dan sifat pelengkap yang dianut dalam Buku III KUHPerdata itu dari pasal 1338 ayat (1), maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Disamping itu perjanjian pertanggungan hutang ini bersifat accessoir. Perikatan-perikatan dalam perjanjian yang sifatnya tambahan atau mengabdi kepada suatu perjanjian pokok, tidak bisa melebihi perikatan-perikatan yang diterbitkan oleh perjanjian pokok itu. Sehingga perjanjian penanggungan akan lahir setelah adanya perjanjian pokoknya terlebih dahulu yaitu perjanjian hutang antara debitur dengan kreditur, begitu pula sebaliknya, jika perjanjian hutangnya gugur atau batal atau tidak jadi maka perjanjian penanggungannyapun secara otomatis juga ikut gugur, tetapi jika perjanjian penanggungannya yang gugur maka perjanjian pokoknya (hutang) belum tentu gugur. Masalah-masalah hukum yang timbul perjanjian hutang menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, selama ini adalah bahwa perjanjian penanggungan merupakan jaminan perorangan maupun corporate guarantee, maka perjanjian penanggungan ini selalu diadakan antara kreditur dan pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitur bilamana debitur sendiri tidak memenuhinya, seperti yang dijelaskan dalam pasal 1820 KUHPerdata, namun sayangnya, ada beberapa kendala diantaranya adalah :

Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 23 a. tidak sembarang orang dapat untuk menjadi penanggung, tetapi harus terlebih dahulu adanya persetujuan dari pihak kreditur, baik sepengetahuan debitur maupun tidak, b. sehubungan dalam dunia perbankan, terdapat Daftar Orang Tercela, maka prinsip kehatihatian dan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada debitur nasabah, tetap tak terabaikan, sehingga meskipun ada pihak penanggung namun tidak semestinya pihak kreditur langsung menyetujui perjanjian tersebut, c. Sehubungan perjanjian penanggungan hutang ini, pihak penanggung suatu saat harus mampu menanggung hutang pihak debitur maka, tidak sembarang orang pula mau untuk menjadi penanggung atas hutang-hutang debitur. Perlu adanya profesionalisme kerja pada tataran perbankan, khususnya menyangkut perjanjian hutang, sebab tidak sedikit para debitur kelas kakap yang nyata-nyata sebagai debitur yang tidak baik, justru mereka inilah yang selalu mendapatkan kepercayaan dari pihak kreditur, maka jangan heran jika banyak perusahaan-perusahaan besar justru cepat jatuh sehubungan pemiliknya berkaitan dengan ketidakjujuran ini, Perlu adanya perjanjian hutang yang sederajat, antara pihak debitur dengan kreditur sehingga mereka sama-sama memiliki posisi yang kuat sehingga pihak kreditur tidak merasa kuat atas posisi debitur yang dinilai paling membutuhkan kreditur, sehingga seharusnya yang terjadi adalah mitra janji bukan lawan janji. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 2009, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti. Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian- Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta, Laksbang Mediatama. Badriyah Harun, 2010, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta, Pustaka Yustisia. Gatot Supramono, 2011, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan. H. Salim HS., 2005, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia. H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, Bandung, PT Citra Aditya Bakti.