BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI HAK ULAYAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN TANAH RH

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017


Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

Pendaftaran Hak-Hak Atas Tanah Adat Menurut Ketentuan Konversi Dan PP No. 24/1997

BAB IV HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TANAH TIMBUL

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya

7. ASPEK ADMINISTRASI DALAM PENDAFTARAN TANAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

TINJAUAN HUKUM PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIS MELALUI AJUDIKASI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 ANIKA SELAKA MURFINI/D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Transkripsi:

33 BAB II SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI HAK ULAYAT A. Hak Ulayat Sebagai Sumber Hak Perorangan Atas Tanah. 1. Pengertian Hak Ulayat. Hak Ulayat adalah hak persekutuan hukum terhadap tanah, hak tersebut bukan hak perorangan. Mr. Maassen dan APG Hens dalam bukunya Agrarische regeling voor het Gouvernementsgebied van java en Madura (Peraturan peraturan agraris di daerah Gubernur Jawa dan Madura) Jilid I halaman 5, menerangkan tentang hak ulayat sebagai berikut : 49 Yang dinamakan hak ulayat (beschikkingsrecht) adalah hak desa menurut adat dan kemauannya untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerahnya buat kepentingan anggota-anggotanya atau untuk kepentingan orang lain (orang asing) dengan membayar kerugian kepada desa, dalam hal mana desa itu sedikit banyak turut campur dengan pembukaan tanah itu dan turut bertanggung jawab terhadap perkara-perkara yang terjadi disitu yang belum dapat diselesaikan. Dalam perundang-undangan Indonesia sendiri yang hal ini tidak diterangkan dengan tegas. Oleh sebab itu dahulu hak tersebut ada yang menamakan hak milik asli (eigendomsrecht) atau hak milik komunal tidak dapat dimengerti dengan terang apa yang dimaksudkan. Van Vollenhoven menamakan hak tersebut beschikkingscrecht, perkataan istilah ini telah diterima oleh umum dan sekarang sudah lazim dipakainya. Beschikkingsrecht adalah suatu hak tanah yang ada hanya di Indonesia, sesuatu hak yang tidak dapat dipecah-pecahkan dan mempunyai dasar keagamaan (religie). halaman 33. 49 Eddy Ruchiyat, Politik Nasional Sampai Orde Baru, (Bandung : Alumni Bandung, 1984), 33

34 Secara umum, pengertian hak ulayat utamanya berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban. Dalam pengertian tanah dalam lingkungan wilayahnya, itu mencakup luas kewenangan masyarakat hukum adat berkenaan dengan tanah, termasuk segala isinya, yakni perairan, tumbuhtumbuhan dan binatang dalam wilayahnya yang menjadi sumber kehidupan dan mata pencahariannya. Pemahaman ini penting karena pada umumnya pembicaraan mengenai hak ulayat hanya difokuskan pada hubungan hukum dengan tanahnya saja. 50 Undang-Undang Pokok Agraria tidak menyebutkan penjelasan tentang Hak Ulayat yang dalam kepustakaan hukum adat disebut beschikkingsrecht. 51 Hak Ulayat sebagai istilah teknis yuridis yaitu hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar. 52 Dengan demikian Hak Ulayat menunjukkan hubungan hukum antara mayarakat hukum sebagai subyek hak dan tanah / wilayah tertentu sebagai obyek hak. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah wilayahnya adalah hubungan menguasai, bukan hubungan milik sebagaimana halnya dalam konsep hubungan antara negara dan tanah menurut Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara 50 aria S.W Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, (Jakarta : Kompas, 2008), halaman, 170 51 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta : Kompas, 2005) Halaman 55. 52 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Jogjakarta : Liberty, 1981), halaman 1.

35 Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian Hak Ulayat lebih lanjut merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Sebagai pendukung utama penghidupan dikehidupan masyarakat yang bersangkutan. Pengertian Hak Ulayat menurut Undang-Undang dapat dikutip dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dalam Pasal 3 sebagai berikut : Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat adalah sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasioanl dan negara, yang berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Untuk memperjelas pengertian Hak Ulayat dan Tanah Ulayat, kita dapat membaca peraturan resmi yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasioanal Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dalam Peraturan Menteri tersebut dijelaskan pada Pasal 1 sebagai berikut : "Dalam Peraturan ini yang dimaskud dengan : a. Hak Ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat Hukum Adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriyah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. b. Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. c. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

36 d. Daerah adalah daerah otonom yang berwenang melaksanakan urusan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (kini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2001 Tentang Pemerintahan Daerah). 53 Pasal 2 ayat (1) pelaksanaan Hak Ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat. Pasal 2 ayat (2) Hak Ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila : 1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. 2. Terdapat tanah Ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari. 3. Terdapat tatanan hukum adat menguasai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlalu dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Dalam Pasal 4 ayat (1) penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk Tanah Ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan : 54 53 A. Bazar Harahap, Pososi Tanah Ulayat Menurut Hukum Nasional, (Jakarta: CV Yanis 2007), halaman 7-8. 54 Boedi Harsono, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah,(Jakarta : Djambatan, 2000), halaman.63-65.

37 1. Oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan UUPA. 2. Oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan UUPA berdasarkan pemberian hak dari negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku. Pengertian terhadap istilah hak ulayat ditegaskan oleh G.Kertasapoetra dan kawan-kawan dalam bukunya hukum tanah, jaminan UUPA bagi keberhasilan pendayagunaan tanah, menyatakan bahwa : Hak ulayat merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh sesuatu persekutuan hukum (desa, suku) untuk menjamin ketertiban pemanfaatan/ pendayagunaan tanah. Hak ulayat adalah hak yang dimiliki oleh suatu persekutuan hukum (desa, suku), dimana para warga masyarakat (persekutuan hukum) tersebut mempunyai hak untuk menguasai tanah, yang pelaksanaannya diatur oleh ketua persekutuan (kepala suku/kepala desa yang bersangkutan). 55 Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya, yang sebagai telah diuraikan diatas merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang masa 55 G.Kertasapoetra, R.G Kartasapoetra, dkk, Hukum Tanah, Jaminan Undang-Undang Pokok Agraria Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, (Jakarta: Bina aksara, 1985), halaman 88.

38 (Lebensraum). Kewenangan dan kewajiban tersebut masuk dalam bidang hukum perdata dan ada yang masuk dalam bidang hukum publik. Kewenangan dan kewajiban dalam bidang hukum perdata berhubungan dengan hak bersama kepunyaan atas tanah tersebut. Sedangkan dalam hukum publik, berupa tugas kewenangan untuk mengelola, mengatur dan memimpin peruntukan, penguasaan, penggunaan, dan pemeliharaannya ada pada Kepala Adat/ketua Adat. Subyek hak ulayat ini adalah masyarakat hukum adat, baik merupakan persekutuan hukum yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial), maupun yang didasarkan pada keturunan (genealogis), yang dikenal dengan berbagai nama yang khas didaerah yang bersangkutan, misalnya suku, marga, dati, dusun nagari dan sebagainya. Apabila ada orang yang seakan-akan merupakan subyek hak ulayat, maka orang tersebut adalah ketua adat yang memperoleh pelimpahan kewenangan dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adatnya. Ia bukanlah subyek hak ulayat, melainkan petugas masyarakat hukum adatnya dalam melaksanakan kewenangan yang bersangkutan dengan hak ulayat. Sedangkan obyek yang menjadi hak ulayat tidak hanya tanah tetapi meliputi juga hutan belakar, perairan (sungai-sungai, perairan pantai laut) dan tanaman yang tumbuh sendiri berserta binatang yang hidup liar. Menurut ketentuan hukum adat hak ulayat dapat berlaku kedalam dan berlaku keluar. Berlaku kedalam berarti anggota masyarakat dapat mengambil keuntungan dari tanah, tumbuh-tumbuhan dan binatang

39 yang terdapat disitu. Hak ulayat ini mempunyai hubungan yang timbal balik dengan hak perserorangan, bila hak perorangan kuat, hak ulayatnya melemah. Sebaliknya bila seseorang yang meninggalkan hak perorangannya, maka hak ulayat berlaku kembali. Berlaku keluar berarti bahwa orang luar hanya boleh memunggut hasil tanah dan lain-lain dalam lingkungannya sesusah mendapat ijin dari kepala adat atau masyarakat dan membayar uang pengakuan yang disebut recognitie (mesi). Setelah berlakunya UUPA, hak ulayat menurut Pasal 3 masih tetap diakui dengan syarat : 1. Sepanjang hak tersebut menurut kenyataannya masih ada. 2. Pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional 3. Tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain lebih tinggi. 2. Hak Ulayat Dalam UUPA. Pada tanggal 24 September 1960 dibentuklah suatu produk hukum berupa Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam undang-undang ini ketentuan tentang tanah hak ulayat diatur Pasal 3 UUPA. Ketentuan Pasal 3 UUPA tersebut mengatur tentang eksistensi dan pelaksanaannya. Tentang eksistensi dari hak ulayat ini diakui sepanjang menurut kenyataannya hak ulayat masih ada dan tentang pelaksanaannya diberikan pembatasan yaitu harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lebih tinggi.

40 Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria ini menunjukkan kekuasaan pemerintah dalam mendudukkan hak ulayat didalam Undang-Undang Agraria karena disatu sisi Pemerintah mengakui dan mengaturnya dalam peraturan perundang-undangan tetapi di satu sisi dalam peraturan Pemerintah membatasi ruang gerak dalam pelaksanaannya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lebih tinggi. Lahirnya UUPA bukan berarti meniadakan keragaman yang ada dalam hukum adat khususnya mengenai tanah tetapi lebih mengatur ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh warga negara mengenai hukum pertanahan Indonesia. Sehingga untuk hukum adat pengaturannya diserahkan kepada peraturan hukum yang berlaku didaerahnya masing-masing dengan catatan tidak bertentangan dengan hukum nasional dan kepentingan nasional serta peraturan lain yang lebih tinggi. Salah satunya adalah pengaturan mengenai hak ulayat. Walaupun tidak semua daerah atau wilayah di Indonesia mengakui keberadaan hak ulayat bukan berarti hak ulayat tidak diatur dalam UUPA sebagai hukum nasional. Hal ini karena sebagian besar materi diambil dari hukum adat. Pengaturan hak ulayat dalam UUPA terdapat dalam Pasal 3 yaitu pengakuan mengenai keberadaan dan pelaksanaannya. Eksistensi hak ulayat ini menunjukkan

41 bahwa hak ulayat mendapat tempat dan pengakuan sepanjang kenyataannya masih ada. Pada aspek pelaksanaannya, maka implementasinya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasioanal bangsa dan negara serta peraturan perundangundangan lainnya yang lebih tinggi. Dalam hal ini kepentingan sesuatu masyarakat hukum adat harus tunduk kepada kepentingan umum, bangsa dan negara yang lebih tinggi dan luas. Oleh sebab itu tidak dapat dibenarkan jika dalam suasana berbangsa dan bernegara sekarang ini ada suatu masyarakat hukum adat yang masih mempertahankan isi pelaksanaan hak ulayat secara mutlak. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen), pengakuan dan penghormatan tentang keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28i ayat (3) yang berbunyi : Pasal 18B ayat (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal ini, memberikan posisi konstitusional kepada masyarakat adat dalam hubungannya dengan negara, serta menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggara negara, bagaimana seharusnya komunitas diperlakukan. Dengan demikian pasal tersebut adalah satu deklarasi tentang :

42 a. Kewajiban konstitusional negara untuk mengakui dan menghormati masyarakat adat. b. Hak konstitusional masyarakat adat untuk memperoleh pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak tradisionalnya. Apa yang termaktub dalam pasal 18B ayat (2) tersebut, sekaligus merupakan mandat konstitusi yang harus ditaati oleh penyelenggara negara, untuk mengatur pengakuan dan penghormatan atas keberadaan masyarakat adat dalam suatu bentuk undang-undang. 56 Pasal 28i ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. namun dalam kenyataannya pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional, yang biasa disebut hak ulayat, sering kali tidak konsisten dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan disini bukanlah dalam arti memiliki tetapi hanya sebatas mengelola. Didalam Pasal 3 UUPA dan penjelasannya disebutkan bahwa pelaksanaan hak ulayat harus sesuai dengan keadaan negara kesatuan. Hak ulayat semula belum pernah diakui, diakui dengan 2 (dua) pembatasan : 1. Hak ulayat diakui sepanjang masih ada (tanpa penjelasan tentang kriteria masih ada). 56 Azmi Siradjudin AR, Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Instrumen Hukum Nasional, http://www.ymp.or.id/content/view/107/35, tanggal 08 Maret 2012.

43 2. Biarpun hal ulayat diakui dan masih ada, kegunaannya harus disesuaikan dengan ketentuan bahwa masyarakat hukum adat sudah menjadi bagian integral masyarakat Indonesia. Pengakuan atas hak ulayat ini hanya sebatas hak ulayat yang masih diakui sesuai dengan Penjelasan Umum II angka 3 UUPA, bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa ini dari masyarakat-masyarakat adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa hak ulayat masih diakui asalkan penguasaan hak ulayat tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lainnya yang lebih tinggi dan selama menurut kenyataan hak ulayat tersebut diakui. Dalam UUPA dan hukum tanah nasional, bahwasanya hak ulayat tidak dihapus, tetapi juga tidak akan mengaturnya, dalam artian adalah mengatur hak ulayat dapat berakibat melanggengkan atau melestarikan eksistensinya. Karena pada dasarnya hak ulayat hapus dengan sendirinya melalui proses alamiah, yaitu dengan menjadi kuatnya hak-hak perorangan dalam masyarakat hukum adat yang bersangkutan. UUPA mengakui adanya keberadaan hak ulayat. Hal ini menjadi dasar dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Peraturan Menteri Agraria tersebut mengatur mengenai kriteria dan atau tidak adanya

44 keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat. Setelah melalui penelitian yang melibatkan stakeholders, keberadaan hak ulayat yang masih ada dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. 57 Penegasan yang dikemukakan dalam penjelasan umum UUPA sebagaimana tersebut adalah merupakan landasan pemikiran tentang pengakuan dan sekaligus pembatasan hak-hak ulayat dari masyarakat hukum adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara akan tetap memperhatikan keberadaan hak ulayat sepanjang hal tersebut dalam realitanya masih ada dan negara menempatkan hak ulayat untuk tunduk kepada kepentingan umum dan negara. Atas dasar kewenangan tersebut negara akan memberikan pengakuan, pengaturan dan pembatasan terhadap hak ulayat. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah melaksanakan urusan pertanahan khususnya dalam hubungan dengan masalah Hak Ulayat masyarakat adat yang nyatanyata masih ada didaerah yang bersangkutan. Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap Hak Ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat, sebagaimana 5 Tahun 1999. 57 Lihat Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

45 dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Kebijaksanaan tersebut meliputi : a. Penyamaan persepsi mengenai Hak Ulayat (Pasal 1). b. Kriteria dan penentuan masih adanya Hak Ulayat hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan Pasal 5). c. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah Ulayatnya ( Pasal 2 dan Pasal 4 ). 3. Ciri-Ciri Hak Ulayat Dalam kehidupan persekutuan hukum adat merupakan suatu kehidupan masyarakat di dalam badan-badan persekutuan bersifat kekeluargaan. Dalam hal ini merupakan satu kesatuan hidup bersama seperti berikut : 1. Mereka hidup dalam satu lingkungan sejak kecil. 2. Sejak masa kanak-kanak hingga tua mereka hidup seragam dalam satu hukum adat dan istiadatnya. 3. Mereka mengenal jelas sifat, corak dan tingkah laku mereka masing-masing. 4. Mempunyai kesamaan dan bertindak pada titik tolak dari hukum alam yang sama. 5. Mengulangi dan mengikuti segala persoalan hidup sejarah dan peristiwa lampau menjadi satu dasar pemecahan segala masalah hidup mereka. 6. Kebahagiaan mereka, gotong royong dan ketentraman diharapkan semata-mata dari kawan sekelompok, baik secara berkelompok ataupun perseorangan. 7. Masing-masing tergabung dalam satu kelompok, bukan berdiri sendiri-sendiri. 58 Untuk mengetahui tanda-tanda masih adanya hak ulayat disuatu masyarakat hukum adat harus ada unsur : a. Masyarakat adat yaitu terdapatnya sekelompok orang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, 58 J.U. Lontaan, Sejarah Hukum Adat Dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, (Jakarta : Bumi Restu, 1975), halaman 417.

46 mengakui dalam penerapan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. b. Wilayah yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidup sehari-hari. c. Hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayatnya masih berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. d. Adanya pemerintahan sendiri. e. Ada harta kekayaan berwujud maupun tidak berwujud. f. Adanya kepala adat. yakni : Menurut Van Vollenhoven adanya hak ulayat diberi enam tanda-tanda khusus 1. Hanya masyarakat hukum itu sendiri beserta warganya dapat dengan bebas menggunakan tanah terletak dalam wilayahnya. 2. Orang asing (luas masyarakat hukum) hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin, jika penggunaannya tanpa izin dipandang sebagai suatu delik. 3. Untuk penggunaan tanah tersebut kadang-kadang bagi warga masyarakat dipungut recognisi, tetapi bagi orang luas masyarakat hukum selalu dipungut recognisi. 4. Masyarakat adat bertanggung jawab terhadap delik-delik tertentu terjadi dalam wilayahnya, delik mana tidak dapat dituntut pelakunya. 5. Masyarakat adat tidak dapat melepaskan hak ulayat, memindah tangankannya ataupun mengasingkan secara menetap. 6. Masyarakat adat masih mempunyai campur tangan (intensip atau kurang intensip) terhadap tanah-tanah sudah diolah. 59 59 Maria A. Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, (Yogyakarta : Andi Offset, 1982), halaman 6-7.

47 Dalam berlakunya hak ulayat ke dalam masyarakat hukum beserta anggotaanggotanya dapat mempergunakan tanah secara bebas, namun dalam hal ini hak-hak perseorangan dari anggota masyarakat hukum dapat dibatasi bagi kepentingan masyarakat hukum pada umumnya. Disinilah letak keistimewaan hak ulayat itu, yaitu adanya hubungan timbal balik antara hak ulayat dengan hak perseorangan. 60 Tanah ulayat mempunyai hubungan hukum secara perdata yaitu hubungan hak bersama atas tanah ulayat tersebut, dimana setiap anggota persekutuan berhak untuk mengusahakan tanah yang merupakan hak bersama. Ada juga termasuk hukum publik, berupa tugas dan kewenangan untuk mengelola, mengatur dan memimpin peruntukan, penguasaan, penggunaan dan pemeliharaannya. 61 Hak publik ini menjadi tanggungjawab dari penguasa persekutuan tersebut. Disamping itu tanah ulayat juga mempunyai hubungan mengembang dan mengempis, artinya jika semakin kuat hak atas tanah perseorangan atas tanah ulayat itu maka secara alamiah tanah ulayat semakin lemah begitupun sebaliknya. Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung tanggal 7 Pebruari 1959 No. 59/K/SIP/1958. Menurut hukum adat karo sebidang tanah kesain yaitu sebidang tanah kosong yang letaknya dalam kampung, bisa menjadi hak milik perseorangan, setelah tanah itu diusahakan secara intensip oleh seorang penduduk kampung itu. Disamping pengaruh yang terjadi secara alamiah itu hilangnya tanah hak ulayat atau berkurangnya tanah hak ulayat tersebut bisa juga disebabkan pengaruh 60 Ibid, halaman 9. 61 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaa Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Universitas Trisaksi, 2002), halaman 190.

48 yang datang dari luar berupa kebijaksanaan pemerintah dalam rangka kegiatan oleh pihak swasta. B. Syarat-syarat dan Prosedur Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Yang Berasal Dari Hak Ulayat. 1. Syarat dan Prosedur Yang Harus Dilalui Seseorang Masyarakat Adat Yang Akan Mengajukan Permohonan Pensertipikat Tanah Hak Ulayat Tersebut. Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa latin Capitastrum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam artian yang tegas Cadastre adalah record (rekaman dari lahan-lahan, nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan). 62 Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 63 Pendaftaran tanah diselenggarakan untuk 62 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 1999), halaman 18. 63 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

49 menjamin kepastian hukum, pendaftaran tanah ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah. 64 Data Fisik menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Sedangkan data yuridis menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah : Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. 65 Secara garis besar kegiatan dari pendaftaran tanah meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah, Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status 64 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran, (Jakarta : Maret, 1989), halaman.3. 65 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2003), halaman 72.

50 hukum dibidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Dilihat cara pelaksanaannya pendaftaran tanah dapat dibagi menjadi 2 (dua) : a. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau sebagian wilayah suatu desa/kelurahan. b. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau masal. Secara garis besar tujuan pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai tanda buktinya. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

51 Tujuan pendaftaran tanah yang tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Disamping itu terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk tercapainya pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan demikian terselenggaranya pendaftaran tanah yang baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi dibidang pertanahan. Adapun syarat-syarat yang dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah : 66 1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batasbatasnya merupakan batas yang sah menurut hukum. 2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. 3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum. Selain dari itu syarat-syarat pendaftaran Hak Milik atas tanah yang berasal dari Hak Ulayat dapat dilihat dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi : 67 66 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2010), halaman 171. 67 Hasil Wawancara dengan Bapak H. Badrussalim, Kepala Kantor Pertanahan Simalungun, tanggal 25 Januari 2012.

52 Pasal 24 : (1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hakhak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Pasal 25 : (1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. (2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 26 : (1) Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau di kantor pertanahan dan kantor kepala desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu. (3) Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa.

53 (4) Ketenttuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 27 : (1) Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. (2) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan. (3) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara tetulis kepadapihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke Pengadilan. Pasal 28 : (1) Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri. (2) Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada kekurang kelengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan. (3) Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk : a. Pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah. b. Pengakuan hak atas tanah. c. Pemberian hak atas tanah.

54 Ketentuan mengenai pemberian Hak Milik atas tanah (baru) yang dikuasai negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan. Pasal 22 ditegaskan ada 3 (tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah: a. Menurut Hukum Adat. b. Karena Ketentuan Undang-Undang. c. Karena Penetapan Pemerintah. Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seijin masyarakat adat dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun- temurun dapat diakui sebagai Hak Milik. Terjadinya Hak Milik berdasarkan ketentuan undang-undang, yaitu berdasarkan konversi sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua konversi UUPA, yakni: a. Konversi tanah-tanah eks hak eigendom kepunyaan Warga Negara Indonesia (yang dibuktikan pada tanggal 24 September 1960), dikonversi menjadi hak milik. b. Konversi hak milik adat (hak-hak dapat atas tanah) kepunyaan Warga Negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik adat dan tanah milik adat perorangan adalah tanah dibawah penguasaan negara. Hak individual atas tanah, seperti Hak Milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak Milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di

55 pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan. Pemahaman hak ulayat menurut peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat disebutkan, hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun. Sedangkan tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Adapun langkah-langkah yang harus dilalui dalam pendaftaran hak ulayat ini antara lain masalah lembaga konversi : Langkah 1: menyiapkan dokumen persyaratan Menyiapkan paket dokumen berikut yang akan menyertai Surat Permohonan, sebagai berikut: a. Fotocopy KTP (bila perorangan) atau Akta Pendirian (bila Badan Hukum). b. Pernyataan tertulis mengenai jumlah bidang luas dan status hak tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah negara yang dimohon.

56 Langkah 2 : membuat dan menyampaikan surat permohonan a. Membuat surat permohonan Hak Milik atas tanah negara yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Melampirkan dokumen persyaratan dilangkah 1. b. Sampaikan surat permohonan yang sudah lengkap tersebut kepada Kantor Pertanahan melalui sub bagian tata usaha dan meminta tanda bukti terima surat dan berkas permohonan. Langkah 3 : Membayar biaya permohonan Membayar segala biaya permohonan setelah menerima surat pemberitahuan dari kantor pertanahan. Langkah 4: Menerima surat keputusan Menerima surat keputusan pemberian hak milik atas tanah Negara untuk atas nama pemohon, yang selanjutnya disebut penerima hak. Surat permohonan bisa ditolak. Isyarat bahwa surat permohonan akan ditolak adalah tidak adanya langkah ketiga, melainkan langsung ke langkah 4 berupa SK Penolakan. Dalam hukum adat (recht verwaarkling) tentang pendaftaran tanah, diatur dalam PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menggantikan PP No. 10 tahun 1961, yang mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diperintahkan dalam pasal 19 UUPA, PP tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 57 tahun 1997, sedang Penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696. Berlakunya hukum adat (rechtverwaarkling) pada pendaftaran

57 tanah dapat dilihat dalam rumusan Pasal 24 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai berikut: 1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa buktibukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. 2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Obyek pendaftaran tanah menurut Pasal 9 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997, meliputi:

58 a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, b. Tanah Hak Pengelolaan, c. Tanah Wakaf, d. Tanah Hak Milik atas satuan rumah susun, e. Hak Tanggungan, f. Tanah Negara. Sebelum diterbitkannya sertipikat tanah hal pertama kali yang harus dengan dilakukannya pendaftaran tanah. Dalam pendaftaran tanah tersebut ada 3 kegiatan yang harus dipenuhi untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah yaitu dengan cara: 1. Mengumpulkan data fisik Adalah data tentang tanah yang meliputi letak tanah, batas-batasnya, luas, ada tidaknya bangunan diatasnya. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan lokasi tanahnya terlebih dahulu Setelah diketahui letak tanahnya maka dilakukan penetapan batas-batas tanah yang ditunjukkan oleh pemilik tanah. Penetapan batasbatas tanah ini dilakukan bersama-sama antara pemilik tanah dengan pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya sengketa batas dalam pembuatan sertipikat. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah diketahui batas-batasnya adalah melakukan pengukuran untuk mengetahui luas tanahnya. Hasil dari pengumpulan dari data fisik tersebut dituangkan dalam suatu skema/denah isian yang disebut surat ukur. Surat ukur tersebut dibuat rangkap 2. 2. Mengumpulkan data yuridis Data yuridis meliputi: - Status hak atas tanahnya.

59 - Pemilik tanahnya. - Ada atau tidak beban lain diatas tanah tersebut. Dilakukan penelitian terhadap data tersebut. Hasil data tersebut setelah diteliti dan dinyatakan lengkap maka dibuatlah daftar isian yang disebut buku tanah. 3. Pembuatan sertipikat hak atas tanah Setelah data fisik dan data yuridis lengkap, hasil dari data yuridis yang berupa buku tanah dibuatlah salinan yang disebut salinan buku tanah dilampiri surat ukur dijilid menjadi satu kemudian diberi sampul yang bergambar garuda. Inilah yang disebut sertipikat hak atas tanah. Sedangkan untuk buku tanah dan surat ukur disimpan di Kantor Pertanahan sebagai arsip dari tanah yang bersangkutan. Setelah itu sertipikat diserahkan kepada pemegang hak atas tanah sebagai alat bukti. Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya. Keberadaan hak ulayat di suatu daerah akan dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah, dan bila batas-batasnya dapat ditentukan menurut tata cara pendaftaran tanah, batas tersebut digambarkan pada peta dasar pendaftaran tanah dan tanah dicatat dalam daftar tanah. Walaupun dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran, tetapi terhadap tanah ulayat tidak diterbitkan sertipikat. Karena subyek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat tertentu, bukan orang perseorangan dan bukan kepala persekutuan adat.

60 Kepala persekutuan adat adalah pelaksana kewenangan masyarakat hukum adat, dalam kedudukannya selaku petugas masyarakat hukum yang bersangkutan. Kewenangan mengatur hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan wilayahnya dilaksanakan menurut hukum adat, yaitu norma-norma yang hidup dalam masyarakat hukum adat yang dipatuhi dengan mempunyai sanksi. Adapun aktifitas Kepala Adat dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu : 1. Tindakan mengenai urusan tanah berhubung dengan adanya pertalian erat antara tanah persekutuan (golongan manusia) yang menguasai tanah itu. 2. Penyelesaian hukum sebagai usaha untuk mencegah adanya pelanggaran hukum (Preventieve Rechtzorg) supaya hukum dapat berjalan semestinya. 3. Menyelenggarakan hukum sebagai pembetulan hukum, setelah hukum itu dilanggar (Repseive Reshtszorg). Dengan demikian Kepala Adat didalam segala tindakannya dan dalam memegang adat itu ia selalu memperhatikan perubahan-perubahan. Adanya pertumbuhan hukum, sehingga dibawah pimpinan dan pengawasan Kepala Adat yang sangat penting adalah pekerjaan dilapangan atau sebagai hakim perdamaian desa. Apabila ada perselisihan atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat, maka Kepala Adat bertindak untuk memulihkan perdamaian adat, memilihkan keseimbangan didalam suasana desa serta memulihkan hukum. Akan tetapi kasus tanah yang terjadi didaerah girsang, bukanlah merupakan tanah hak ulayat. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadinya perselisihan antara Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga dengan Marolop Sinaga dan Ringgas Sinaga, tidak

61 terlihat adanya peranan kepala adat yang merupakan pelaksana kewenangan masyarakat hukum adat untuk dapat menyelesaikan persengketaan tanah tersebut secara damai. Pada saat terjadinya persengketaan didaerah girsang, telah dihadiri tokoh-tokoh adat, para pihak yang ada kaitannya dengan sengketa tanah sehingga terlihatlah kebenaran bahwa perladangan panopaan merupakan wilayah hukum dari raja sinaga porti dari sejak dulu yaitu dari sejak datangnya para leluhur ketiga harajaon dari pulau samosir ke daerah girsang. Kemudian ditelusuri riwayat/silsilah tanah tersebut ternyata tanah tersebut bukan tanah ulayat akan tetapi tanah pemberian dari salah satu keturunan/pomparan sinaga porti Pengakuan dan peghormatan terhadap hak-hak tradisional rakyat atas tanah yang tunduk pada hukum adat tersebut secara gamblang diatur dalam Pasal 18-B Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan II Tahun 2000) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Begitu juga pada Pasal 28-I angka (3) UUD 1945 menegaskan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Ketentuan tentang pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat atas tanah yang tunduk pada hukum adat, telah memperkokoh landasan pengakuan yang telah terlebih dahulu diatur dalam UUPA yang menyebutkan hukum adat sebagai dasar hukum agraria Indonesia.

62 Khusus terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat atas tanah tersebut yang secara konsepsional tetap diakui dan dihormati keberadaannya, maka untuk terciptanya unifikasi (kesatuan) hukum sekaligus memasukkan unsur-unsur hukum modern dalam hak-hak tradisional tersebut, maka hak-hak adat atas tanah tersebut diharuskan untuk disesuaikan dengan hak-hak atas tanah yang ada dalam UUPA. Penyesesuain hak-hak lama yang bersifat tradisional atau kedaerahan ke dalam hakhak atas tanah yang bersifat unifikasi yang telah diatur dalam UUPA dikenal dengan istilah konversi. Konversi juga diperlakukan terhadap tanah-tanah bekas Hak Barat, seperti Hak Eigendom kepunyaan Warga Negara Indonesia dikonversi menjadi Hak Milik, sedangkan menurut Pasal 55 UUPA, hak-hak asing (pemegang haknya adalah warga negara asing kendati hak tanahnya mungkin saja bekas Hak Barat dan juga bekas Hak Adat) seperti Hak Eigendom, hak-hak yang mirip dengan Hak Milik, Hak Opstal dan Hak Erfpacht untuk perumahan, maka hak-hak tersebut dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan, sementara Hak Erfpacht, Hak Concessie dan Hak Sewa (untuk perkebunan besar) dikonversi menjadi Hak Guna Usaha, yang jangka waktunya masing-masing paling lama 20 tahun sejak adanya Undang-Undang Pokok Agraria tersebut. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979, ketentuan konversi bagi hak-hak asing tersebut telah berakhir tanggal 24 September 1980, berarti telah diberikan jangka waktu konversinya selama 20 tahun sejak diundangkannya UUPA tanggal 24 September 1960. Selanjutnya atas tanah hak-hak asing yang tidak di

63 konversi sampai dengan batas jangka waktu tersebut, maka status tanahnya dinyatakan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Jika dilihat dalam kasus sengketa pertanahan yang terjadi didaerah Girsang, maka Badan Pertanahan tingkat II Simalungun telah melakukan penerbitan sertipikat Hak Milik Nomor 92 dan 93 telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dasar kepemilikan yang diajukan Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga, SE, Ak kepada Badan Pertanahan untuk mendapatkan hak milik atas tanah terperkara adalah sebagai berikut : 1. Surat keterangan kepala kelurahan girsang No. 590/241 KLG, tanggal 31 Oktober 2001, yang menyatakan bahwa tanah tersebut dikuasai oleh Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga, SE, Ak sejak tahun 1976, dan tidak silang sengketa dengan pihak lain. 2. Surat keterangan kepala kelurahan girsang no. 973/246/KLG tanggal 5 Nopember 2001 yang menyatakan nilai jual obyek pajak (NJOP) tahun 2001 sebesar Rp. 1.200 per meter dengan klasifikasi A.43. 3. Setelah diteliti dan dilakukan pengukuran di lapangan penguasaan dan penggunaan tanah terperkara yang dimohonkan oleh Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga, SE, Ak berada pada satu tangan. 4. Sesuai dengan hasil penelitian berkas-berkas permohonan Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga, SE, Ak untuk mendapatkan Sertipikat Hak Milik atas

64 tanah terperkara ternyata telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, maka Badan Pertanahan menerbitkan Sertipikat hak Milik atas nama Rouli Rosdiana Sibarani dan Josep Sinaga, SE, Ak. Dengan kata lain penerbitan Sertipikat Hak Milik tersebut telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. 2. Lembaga Adat Yang Melakukan Penyelesaian Awal Terhadap Obyek Tanah Hak Ulayat Yang Akan Dimohonkan Sertipikat Tersebut. Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktifitas yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi untuk menyelesaikannya. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara umum media penyelesaian sengketa yang tersedia dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution / ADR). ADR merupakan sebuah pengertian konsep penyelesaian konflik atau sengketa yang kooperatife yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap konflik atau sengketa yang bersifat win-win solution (menang). Bentuk penyelesaian sengketa lainnya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah negosiasi. Penyelesaian sengketa model ini disebut penyelesaian untuk menghasilkan suatu keputusan atau kesepakatan tanpa campur tangan atau