PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP Oleh: Dwi Endah Pratiwi (1) Karso (2) Siti Fatimah ABSTRAK (2) Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan representasi matematis siswa SMP yang masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 2) kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; dan 3) respon siswa terhadap pembelajaran MEAs. Metode penelitian ini adalah eksperimen kuasi dengan desain penelitian nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan representasi matematis, angket, jurnal harian, dan lembar observasi. Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian, disimpulkan bahwa: 1) matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; 2) kualitas matematis siswa yang memperoleh pembelajaran MEAs berada pada kriteria sedang sedangkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional berada pada kriteria rendah; dan 3) respon siswa positif terhadap pembelajaran MEAs. Kata kunci: Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs), Kemampuan Representasi Matematis, Respon
PENDAHULUAN National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah, guru harus memperhatikan beberapa kemampuan matematis, salah satu di antaranya adalah kemampuan representasi. Representasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk atau susunan yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin dalam Widyastuti, 2010). Dengan demikian, kemampuan representasi dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan sesuatu dalam bentuk tertentu, baik berupa gambar, simbol, persamaan matematis, maupun kata-kata. Kemampuan representasi matematis sangat penting untuk dimiliki siswa dikarenakan memberi kelancaran kepada siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematis serta membuat siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman konsep yang baik (Jones dalam Laelatussa adah, 2010). Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa, representasi juga membantu siswa dalam mengomunikasikan pemikiran mereka (NCTM, 2000). Namun pada kenyataannya, laporan hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (Laelatussa adah, 2010) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam merepresentasikan ide atau konsep matematis dalam beberapa materi termasuk rendah. Senada dengan hasil TIMSS, Hudiono (Widyastuti, 2010) menyatakan bahwa hanya sebagian kecil siswa dapat menjawab benar dalam mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi, sedangkan sebagian besar lainnya lemah dalam memanfaatkan kemampuan representasi yang dimilikinya, khususnya representasi visual. Selain kemampuan representasi yang dapat dikatakan masih rendah, respon siswa terhadap pelajaran matematika pun dapat dikatakan masih kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asikin (Istianah, 2012) bahwa banyak siswa masih menganggap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan, antara lain karena bagi banyak siswa pelajaran matematika terasa sukar dan kurang menarik untuk dipelajari. Hal senada juga dinyatakan oleh Nuriana (Restiani, 2009) bahwa pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit, membosankan, dan menakutkan. Padahal, respon siswa berpengaruh baik pada hasil belajar (Atinisa, 2011). Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan yang demikian perlu upaya dari guru selaku pendidik untuk menciptakan situasi belajar yang mampu meningkatkan kemampuan representasi
matematis serta membuat siswa memberikan respon positif. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan menentukan suatu pendekatan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan pada diri siswa sehingga mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir siswa. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Henningsen dan Stein (Effendi, 2012) bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, maka pembelajaran harus dapat membuat siswa terlibat secara aktif dalam belajar, tidak hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu maknanya. Berkaitan dengan hal tersebut, Lesh (Wahyuningrum, 2010) mengajukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir siswa dalam memahami konsep dengan mengomunikasikan pemikiran matematikanya melalui pemodelan matematik yaitu pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs). Salah satu prinsip pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran merupakan permasalahan yang realistik sebagaimana disampaikan oleh Lesh (Chamberlin dan Moon, 2008:7) yaitu Making the problem a realistic one is defining characteristic of MEAs. Melalui penyajian permasalahan yang realistik, diharapkan dapat memunculkan ketertarikan siswa dan diharapkan siswa dapat dengan mudah memahami permasalahan karena dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Mudahnya memahami permasalahan yang diberikan, diharapkan siswa dapat lebih mudah menerjemahkan permasalahan baik ke dalam bentuk gambar maupun simbol matematis. Selain menyajikan permasalahan yang realistik, pembelajaran dengan pendekatan MEAs melibatkan aktivitas menciptakan model matematis. Model matematis dapat diartikan sebagai sebuah penyajian suatu situasi maupun benda dalam bentuk matematis. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk menyajikan gagasan matematika dengan menerjemahkan masalah ke dalam bentuk matematis baik berupa gambar, simbol, maupun persamaan matematis. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengadakan penelitian yang berjudul Penerapan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP Rumusan masalah yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pendekatan Model Eliciting Activities
(MEAs) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MEAs dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional? 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) dibandingkan dengan siswa yang pendekatan konvensional 2. Kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pendekatan MEAs dan siswa yang pendekatan konvensional 3. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) lebih baik daripada siswa yang pendekatan konvensional. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen kuasi sedangkan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Hal ini dilakukan karena sampel penelitian tidak dipilih secara acak (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel penelitian untuk diberi perlakuan pembelajaran yang berbeda. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs), sedangkan kelas kedua sebagai kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, diadakan tes awal (pretes) kemampuan representasi matematis siswa. Kemudian setelah perlakuan selesai dilaksanakan pada kedua kelas tersebut, diadakan tes akhir (postes) kemampuan representasi matematis siswa. Dengan demikian, desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. O X O O O Keterangan: O : Pretes dan postes
X : Pembelajaran dengan pendekatan MEAs : Sampel penelitian tidak dipilih secara acak (Ruseffendi, 1994) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kota Bandung yang termasuk ke dalam kluster 2. Dari populasi tersebut, diambil dua kelas sebagai sampel penelitian, di mana salah satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dilaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) sedangkan pada kelas kontrol dilaksanakan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes dan nontes. Adapun instrumen yang berbentuk tes adalah tes kemampuan representasi matematis siswa sedangkan instrumen yang berbentuk nontes adalah angket, lembar observasi, dan jurnal harian siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan representasi matematis siswa dapat diketahui dari hasil pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Banyak siswa pada masing-masing kelas adalah 31 orang. Soal pretes dan postes yang diberikan terdiri atas empat buah soal dengan skor ideal soal adalah 44. Berikut disajikan gambaran kemampuan representasi matematis siswa berdasarkan hasil pretes dan postes. Tabel 1 Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa Pretes Postes Kls Eksp. Kls Kontr. Kls Eksp. Kls Kontr. x min 0 2 11 5 x maks 30 12 39 25 x 6,64 5,94 18,45 14,74 % 15,09 13,50 41,93 33,50 s 5,61 2,95 6,73 5,42 Kemampuan awal representasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diketahui dari hasil pretes. Berdasarkan Tabel 1, rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan, yaitu rata-rata skor pretes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih ratarata skor adalah 0,7. Namun, perlu dilakukan uji perbedaan dua rata-rata untuk menunjukkan bahwa rata-rata skor pretes kedua kelas tersebut berbeda atau tidak secara signifikan. Uji perbedaan dua rata-rata data pretes dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi (α) 5%. Rumusan hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah: H 0 Tidak terdapat perbedaan antara kemampuan awal representasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
H 1 Terdapat perbedaan antara kemampuan awal representasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol Berdasarkan uji ini, diperoleh Sig. sebesar 0,972. Pada taraf signifikansi α = 0,05, Sig. > α sehingga H 0 diterima. Dengan demikian, kemampuan awal representasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan Tabel 1, rata-rata skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan, yaitu rata-rata skor pretes kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih ratarata skor adalah 3,71. Namun, perlu dilakukan uji perbedaan dua rata-rata untuk menunjukkan bahwa rata-rata skor postes kedua kelas tersebut berbeda atau tidak secara signifikan. Uji perbedaan dua rata-rata data postes dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi (α) 5%. Rumusan hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah: H 0 Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol H 1 Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol Berdasarkan uji ini, diperoleh Sig. sebesar 0,0225. Pada taraf signifikansi α = 0,05, Sig. < α sehingga H 0 ditolak. Dengan demikian, peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas ekperimen lebih baik secara signifikan daripada siswa kelas kontrol. Kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menjadi sampel penelitian dapat dilihat dari data gain ternormalisasi. Rata-rata skor gain ternormalisasi siswa disajikan pada tabel berikut. Tabel 2 Rata-Rata Skor Gain Ternormalisasi Rata-Rata Kelas Skor Gain Kriteria Ternormalisasi Eksperimen 0,326 Sedang Kontrol 0,233 Rendah Berdasarkan Tabel 2, kualitas peningkatan kemampuan representasi siswa kelas eksperimen berada pada kriteria sedang sedangkan kelas kontrol pada kriteria rendah. Secara lebih rinci, berikut disajikan persentase siswa yang memiliki kualitas matematis dengan kriteria tinggi, sedang, dan rendah pada masing-masing kelas.
Tabel 3 Persentase Siswa Berdasarkan Kriteria Gain Ternormalisasi Kriteria Gain Persentase Siswa Ternormalisasi Kls Eksp. Kls Kontr. Tinggi 0,00% 0,00% Sedang 48,39% 35,48% Rendah 51,61% 64,52% Berdasarkan Tabel 3, kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis masing-masing siswa pada kedua kelas tersebut berada pada kriteria sedang dan rendah. Tidak ada siswa dari kedua kelas tersebut yang memiliki kualitas matematis dengan kriteria tinggi. Persentase siswa yang memiliki kualitas matematis dengan kriteria sedang pada kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan MEAs diketahui berdasarkan hasil angket dan jurnal harian. Berdasarkan hasil angket, diketahui bahwa banyak siswa yang memberikan respon positif adalah 25 orang (80,65%), respon negatif adalah 4 orang (12,90%), dan netral adalah 2 orang (6,45%). Sedangkan rata-rata skor keseluruhan adalah 3,45. Karena nilai ini lebih besar dari 3 (rata-rata skor netral), maka hal ini berarti bahwa secara umum siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs. Sedangkan berdasarkan hasil jurnal harian, pada umumnya siswa memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan MEAs. Pada penelitian ini, salah satu hal yang mendukung peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol adalah karena pembelajaran dengan pendekatan MEAs mendorong siswa untuk membuat model matematis (Chamberlin dan Moon, 2008). Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata skor postes siswa kelas eksperimen untuk soal-soal dengan indikator membuat model matematis yaitu 70,16% dari skor ideal. Hal ini dikarenakan siswa kelas eksperimen terbiasa membuat model matematis dari permasalahan yang diberikan pada proses pembelajaran, di mana model matematis merupakan salah satu bentuk representasi matematis. Hal ini selaras dengan yang disampaikan NCTM (2000) mengenai model matematis, yaitu model matematis merupakan gambaran dari elemen-elemen maupun hubungan antarelemen dalam sebuah bentuk matematis dari suatu permasalahan yang kompleks. Sedangkan Seeger et al. (Akkus dan Cakiroglu, 2009) mengutarakan bahwa representasi dapat diartikan sebagai segala bentuk pernyataan hasil pemikiran melalui sebuah gambar, simbol, maupun lambang. Gambar, simbol, maupun lambang
termasuk bentuk matematis. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan MEAs yang mendorong siswa untuk membuat model matematis menjadikan siswa terlatih untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis. Selain itu, pada pembelajaran dengan pendekatan MEAs, siswa bekerja dalam kelompok dan terdapat diskusi kelas (Chamberlin dan Moon, 2008). Hal ini membuat siswa kelas eksperimen terbiasa untuk berdiskusi baik dengan siswa lainnya maupun dengan guru. Adanya diskusi ini memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam merepresentasikan ide-ide matematika yang mereka miliki agar dapat lebih mudah dipahami oleh orang lain. Di samping itu, siswa kelas eksperimen terbiasa untuk melakukan kegiatan presentasi. Pada kegiatan presentasi, siswa diminta untuk mempertanggungjawabkan hasil kerjanya sehingga siswa terbiasa untuk memberikan penjelasan melalui kata-kata. Kemampuan untuk menjawab pertanyaan menggunakan kata-kata merupakan salah satu indikator kemampuan representasi kata-kata atau teks tertulis (Mudzakir dalam Widyastuti, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MEAs lebih baik secara signifikan daripada siswa yang pendekatan konvensional dan kualitas matematis siswa kelas eksperimen berada pada kriteria sedang sedangkan siswa kelas kontrol pada kriteria rendah. Meskipun demikian, secara umum rata-rata kemampuan akhir representasi matematis siswa tidak mencapai 50% skor ideal dan kualitas peningkatan kemampuan representasi siswa kelas eksperimen termasuk kriteria sedang bukan tinggi bahkan tidak terdapat siswa yang memiliki kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis yang tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, diketahui bahwa siswa tidak terbiasa untuk merepresentasikan konsep matematika yang mereka miliki. Soal-soal ulangan harian, ujian tengah semester maupun ujian kenaikan kelas yang biasa diberikan guru merupakan soal berbentuk pilihan ganda yang kurang mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. Selain itu, pengujian instrumen tes dilakukan pada sekolah yang tidak satu kluster dengan sekolah yang menjadi sampel penelitian. Di samping itu, berdasarkan hasil uji instrumen tes kemampuan representasi matematis, analisis terhadap indeks kesukaran butir soal menunjukkan bahwa enam dari 11
butir soal memiliki indeks kesukaran yang sukar, empat di antaranya sedang, dan satu butir soal lainnya mudah. Peneliti menduga tes yang 54,5% butir soalnya sukar menjadi salah satu alasan sehingga skor postes siswa tidak mencapai 50% skor ideal. Kondisi awal siswa yang belum terbiasa melakukan representasi matematis, 54,5% butir soal tes yang sukar, dan waktu penelitian yang relatif singkat membuat kemampuan representasi matematis yang dimiliki siswa belum berkembang secara maksimal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) lebih baik daripada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional 2. Kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang pendekatan MEAs berada pada kriteria sedang, sedangkan kualitas matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional berada pada kriteria rendah 3. Respon siswa positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs. Saran yang penulis ajukan adalah: 1. Pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) memerlukan waktu yang relatif lama dalam proses pembelajarannya sehingga diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang. 2. Guru membiasakan siswa dengan soalsoal kemampuan representasi matematis dan soal-soal kemampuan matematis lainnya, salah satu upaya pembiasaan dapat berupa pemberian soal dengan bentuk uraian daripada pilihan ganda. 3. Untuk peneliti berikutnya, penerapan pendekatan MEAs disarankan dilakukan pada materi, kemampuan matematis, dan jenjang pendidikan yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Akkus, O. dan Cakiroglu, E. (2009). The Effects of Multiple Representations-Based Instruction on Seventh Grade Students Algebra Performance. [Online]. Tersedia: http://ife.enslyon.fr/publications/editionelectronique/cerme6/wg4-01-
akkus-cakiroglu.pdf. [11 Maret 2012] Atinisa, L. (2011). Pengaruh Respon Siswa pada Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Model PQ4R terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X Materi Pokok Stoikiometri di SMA NU 01 Al Hidayah Kendal. [Online]. Tersedia: http://library.walisongo.ac.id/digili b/files/disk1/119/jtptiain-gdlluluatinis-5910-1-073711006.pdf. [11 Maret 2012] Chamberlin, S. A. dan Moon, S. M. (2008). How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activity Approach in Mathematics?. International Journal for Mathematics Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: http://www.cimt.plymouth.ac.uk/jo urnal/chamberlin.pdf [13 Desember 2012] Effendi, L. A. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. [Online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/6_leo_ad har_effendi.pdf [25 Maret 2013] Istianah, E. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik dengan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) pada Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan Laelatussa adah. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA. Skripsi UPI: Tidak diterbitkan NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Restiani, S. (2010). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Problem Centered Learning (PCL) untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Wahyuningrum, E. (2010). Model Eliciting Activities dalam Pembelajaran
Matematika. Hibah Disertasi Doktor pada Lembaga Penelitian UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Widyastuti. (2010). Pengaruh Pembelajaran Model Eliciting Activities terhadap Kemampuan Representasi Matematika dan Self- Efficacy Siswa. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.