PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEMERINTAH KOTA BATU

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN BARANG ATAU ALAT BERAT YANG MELEBIHI KELAS JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006 1

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 22 TAHUN 2011

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 4 SERI C

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK. Tahun. retribusi kewenangan. Daerah

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI SUMBAWA BARAT

11 NOPEMBER 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI C NO.4/C SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

WALIKOTA TA PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung pembangunan nasional maupun daerah, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, maka potensi dan peranannya dikembangkan untuk mewujudkan keamanan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan masyarakat, dan ketertiban berlalu lintas, oleh karena itu perlu untuk ditumbuhkembangkan dan dikendalikan; b. bahwa dalam rangka mendukung peran jalan dalam menunjang pembangunan ekonomi daerah serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan adalah melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap muatan lebih angkutan barang untuk mencegah terjadinya kerusakan jalan dan mengurangi kecelakaan lalu lintas sebagai akibat muatan lebih; c. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung, disebutkan bahwa perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi merupakan urusan wajib Pemerintah Provinsi Lampung, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam rangka pelaksanaan pengawasan dan pengendaliannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2688); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2298); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

2 6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3692); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan; 14. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Lampung Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2007 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 314); 15. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 333); 16. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas Daerah Provinsi Lampung (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 343); 17. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 346); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG dan GUBERNUR LAMPUNG MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG.

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Lampung. 2. Gubernur adalah Gubernur Lampung. 3. Dinas Perhubungan yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. 4. Kelebihan Muatan adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diijinkan yang tertera dalam kartu uji dan tanda uji. 5. Jumlah Berat yang Diijinkan yang selanjutnya disebut JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diijinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. 6. Mobil Barang adalah Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk angkutan barang. 7. Unit Penimbangan adalah seperangkat alat untuk menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang digunakan untuk mengetahui berat kendaraan beserta muatannya. 8. Muatan Sumbu Terberat yang selanjutnya disebut MST adalah jumlah tekanan roda pada suatu sumbu kendaraan yang menekan jalan. 9. Surat Tanda Uji Kendaraan yang selanjutnya disebut STUK adalah bukti lulus uji berkala yang memuat keterangan tentang identifikasi kendaraan bermotor, identitas pemilik, spesifikasi teknis (yang meliputi JBI, dimensi dan MST), hasil uji, dan masa berlaku hasil uji. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang dimaksudkan untuk melindungi keselamatan pengemudi, pemakai jalan lain, muatan yang diangkut, dan mobil angkutan barang dengan mengutamakan asas kepentingan umum, dan kesadaran hukum dalam berlalu lintas. (2) Pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang bertujuan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, kenyamanan berlalulintas serta menjaga kondisi jalan dari kerusakan yang disebabkan oleh pengangkutan barang yang melebihi muatan. BAB III TERTIB OPERASIONAL ANGKUTAN BARANG Pasal 3 (1) Pengoperasian mobil barang di jalan wajib memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan. (2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus sesuai peruntukannya. (3) Pengoperasian mobil barang di jalan wajib sesuai dengan kelas jalan dan jaringan lintas yang ditetapkan. BAB lv PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 4 (1) Pengawasan dan pengendalian mobil barang dilakukan melalui unit penimbangan dan/atau pembatasan lalu lintas mobil barang pada koridor atau kawasan tertentu pada ruas jalan provinsi.

4 (2) Pelaksanaan penimbangan mobil barang dilakukan melalui: a. unit penimbangan mobil barang statis/permanen; dan b. unit penimbangan dinamis/berpindah-pindah (mobile) di ruas-ruas jalan tertentu sesuai dengan kebutuhan. (3) Pembatasan lalu lintas mobil barang pada koridor atau kawasan tertentu pada ruas jalan provinsi dilakukan melalui pemasangan portal. (4) Pemasangan portal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 Setiap orang dalam mengoperasikan mobil barang yang mengangkut barang wajib melakukan penimbangan pada unit penimbangan yang telah ditentukan. Pasal 6 (1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, antara lain: a. angkutan barang yang tidak bermuatan; b. kendaraan bermotor untuk kepentingan pertahanan dan keamanan; atau c. angkutan alat berat dan angkutan khusus yang oleh karena berat muatan, dimensi dan jenis barang yang diangkut tidak dimungkinkan untuk dilakukan penimbangan. (2) Mobil barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus mempunyai izin khusus pengangkutan alat berat dan pengangkutan barang khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB V PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN Pasal 7 (1) Penimbangan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh Dinas. (2) Peralatan penimbangan pada unit penimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib dilakukan uji tera oleh instansi yang berwenang yang berlaku sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. (3) Pelaksanaan penimbangan mobil barang pada unit penimbangan tidak dikenakan atau dipungut biaya. (4) Pemerintah Daerah wajib: a. menyediakan lahan atau gudang/fasilitas penyimpanan barang dalam setiap unit penimbangan mobil barang yang statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a; dan b. menyediakan tempat operasional penimbangan dinamis/berpindah-pindah (mobile) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b. (5) Selain melakukan penimbangan mobil barang, petugas unit penimbangan juga melakukan pendataan terhadap asal dan tujuan muatan, jenis barang serta melakukan pengawasan terhadap kelaikan jalan, terutama yang berkaitan dengan dimensi kendaraan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8 (1) Penimbangan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan cara menimbang langsung berat kendaraan beserta muatannya atau dapat dilakukan pada masing-masing sumbu. (2) Perhitungan kelebihan berat muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan dan muatan dikurangi JBI yang tertera dalam STUK atau menjumlahkan hasil penimbangan masing-masing sumbu dikurangi dengan JBI yang tertera dalam STUK.

5 (3) Setiap mobil barang yang sudah ditimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat tanda bukti hasil penimbangan. (4) Tanda bukti hasil penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan pada unit penimbangan yang pertama kali, dan berlaku untuk satu kali perjalanan di daerah. (5) Satu kali perjalanan di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: a. mengangkut barang berasal dari dalam daerah dengan tujuan ke Daerah setempat; b. mengangkut barang berasal dari Daerah dengan tujuan keluar Daerah; c. mengangkut barang berasal dari luar Daerah dengan tujuan di Daerah; atau d. mengangkut barang berasal dari luar Daerah dengan tujuan keluar Daerah. BAB VI PENGGOLONGAN MOBIL BARANG Pasal 9 Penggolongan mobil barang ditetapkan sebagai berikut: a. Mobil Barang dengan JBI 3.500 kg sampai dengan 8.000 kg dikategorikan sebagai Golongan I; b. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 8.000 kg sampai dengan 14.000 kg dikategorikan sebagai Golongan II; c. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 14.000 kg sampai dengan 22.000 kg dikategorikan sebagai Golongan III; dan d. Mobil Barang dengan JBI lebih besar dari 22.000 kg dikategorikan sebagai Golongan IV. BAB VII PELANGGARAN KELEBIHAN MUATAN Pasal 10 (1) Setiap orang yang melakukan pengangkutan muatan barang diberikan toleransi kelebihan muatan sampai dengan 5% (lima persen) dari JBI seperti yang tertera dalam STUK. (2) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari JBI yang tertera dalam STUK dikategorikan sebagai Pelanggaran Tingkat I. (3) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 15 (lima belas persen) sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari JBI yang tertera dalam STUK dikategorikan sebagai Pelanggaran Tingkat II. (4) Pengangkutan barang dengan kelebihan muatan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari JBI yang tertera dalam STUK dikategorikan sebagai Pelanggaran Tingkat III. (5) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagai berikut: Pasal 11 (1) Kategori Pelanggaran Tingkat I dan Pelanggaran Tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi denda, sebagai berikut: NO GOLONGAN KENDARAAN PELANGGARAN TINGKAT I >5 15 % dari JBI (Rp) PELANGGARAN TINGKAT II >15-25% dari JBI (Rp) 1 2 3 4 1 Gol I 30.000 90.000 2 Gol II 60.000 120.000 3 Gol III 90.000 150.000 4 Gol IV 120.000 180.000

6 (2) Dalam hal terjadi pelanggaran dengan kategori Pelanggaran Tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), selain dikenakan sanksi denda dan pelanggar wajib menurunkan kelebihan muatan barangnya, juga dikenakan tindakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Kegiatan penurunan, penyimpanan atau penumpukan barang dan pemuatan kembali dari lahan penampungan dan/atau dari tempat penyimpanan barang atau gudang pada unit penimbangan yang telah disediakan serta risiko kehilangan dan/atau kerusakan sebagai akibat kegiatan bongkar muat dan penyimpanan barang menjadi tanggung jawab pelanggar. BAB VIII PENGGUNAAN GUDANG DAN/ATAU LAHAN Pasal 13 (1) Penggunaan atas tempat penyimpanan barang atau gudang dan/atau pemanfaatan lahan beserta fasilitas yang terdapat pada unit penimbangan dikenakan biaya sewa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penggunaan gudang dan/atau pemanfaatan lahan untuk penyimpanan barang yang diturunkan selama kurang dari 1 (satu) hari dihitung sama dengan 1 (satu) hari. (3) Penggunaan gudang dan/atau pemanfaatan lahan untuk penyimpanan barang dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal penyimpanan. (4) Barang yang tidak diambil dalam batas waktu dimaksud pada ayat (3) maka: a. barang tersebut akan menjadi milik Daerah berdasarkan persetujuan pemilik barang; atau b. dimusnahkan apabila barang dimaksud sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan kembali. (5) Dinas bertanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan barang selama dalam penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB IX TATA CARA PENGENAAN DENDA Pasal 14 (1) Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dikenakan untuk 1 (satu) kali pada penimbangan pertama dan untuk satu kali perjalanan kecuali ditemukan penambahan muatan pada penimbangan kendaraan pada unit penimbangan berikutnya. (2) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara tunai dan diberikan tanda bukti pembayaran. (3) Apabila dalam penimbangan berikutnya terdapat selisih berat muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. (4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah. Pasal 15 (1) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan oleh petugas unit penimbangan yang ditunjuk oleh Kepala Dinas. (2) Petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengenaan denda, diwajibkan untuk: a. menerima pembayaran denda dan membuat tanda bukti penerimaan denda yang mencantumkan besaran denda; b. menyerahkan penerimaan denda kepada Bendahara Penerima paling lambat satu kali 24 (dua puluh empat) jam dengan menggunakan tanda bukti penyetoran yang dilampiri tembusan tanda bukti penerimaan denda pelanggaran;

7 c. membuat dan menandatangani Berita Acara Penurunan Barang bagi Pelanggaran Tingkat III yang akan melanjutkan perjalanan; dan d. membuat dan menandatangani Berita Acara Penitipan Mobil Barang dan muatannya bagi Pelanggaran Tingkat III yang tidak bisa melanjutkan perjalanan. Pasal 16 (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran denda, maka Surat Tanda Uji Kendaraan, untuk dijadikan jaminan. (2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran yang tidak dapat menunjukkan STUK yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai jaminan dapat dilakukan penundaan perjalanan terhadap kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang. (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan tanpa syarat apabila kewajiban pembayaran denda telah dipenuhi. BAB X PENYIDIKAN Pasal 17 (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. (2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. meminta keterangan, memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang berkenaan dengan adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan; dan b. melakukan tindakan yang diperlukan untuk kelancaran penyidikan adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan saat dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Koordinator Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Kepolisian Negara Republik Indonesia) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja melakukan pelanggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini selain dikenakan sanksi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. (2) Setiap orang yang mengoperasikan mobil barang di jalan, tidak memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap orang yang mengangkut barang dengan kendaraan bermotor tidak menggunakan mobil barang atau kendaraan khusus sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran Tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dikenakan sanksi pidana berupa denda paling banyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) atau pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan, dan perintah penurunan kelebihan muatan. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke kas Daerah. (3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 ayat (1) adalah pelanggaran.

8 Pasal 20 Petugas pelaksana yang dengan sengaja melakukan tindakan yang nyata-nyata merugikan pemerintah daerah dan atau keuangan daerah, dikenakan sanksi sesuai ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 21 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab Kepala Dinas. BAB XIII PEMBIAYAAN Pasal 22 Pembiayaan yang diperlukan bagi perencanaan, pembangunan, pengadaan peralatan, perawatan dan perbaikan seluruh fasilitas unit penimbangan serta operasional unit penimbangan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Lampung. Ditetapkan di Telukbetung pada tanggal GUBERNUR LAMPUNG, SJACHROEDIN Z.P. Diundangkan di Telukbetung pada tanggal 2011 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG, Ir. BERLIAN TIHANG, MM Pembina Utama Madya NIP. 19601119 198803 1 003 LEMBARAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011 NOMOR...

9 PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG I. UMUM Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan nasional maupun daerah, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional maka potensi dan peranannya dikembangkan untuk mewujudkan keamanan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan masyarakat, dan ketertiban berlalu lintas. Lalu lintas dan angkutan jalan juga memiliki karakteristik tersendiri, oleh karena itu penyelenggaraannya ditujukan untuk mewujudkan kondisi jalan yang dapat menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, keteraturan, kenyamanan dan kelancaran bagi setiap penggunanya. Dalam rangka mewujudkan peran strategis jalan dalam menunjang pembangunan ekonomi daerah serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan adalah melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap muatan lebih angkutan barang. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pengaturan kelebihan muatan barang dalam Peraturan Daerah sesungguhnya adalah urusan Pemerintah Provinsi Lampung, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung, dimana dinyatakan bahwa perumusan kebijakan penyelenggaraan jalan provinsi merupakan urusan wajib, yang dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendaliannya dilakukan secara sinergi dan komprehensif antar Pemerintah dan/atau Pemerintahan Daerah. Pengaturan terhadap Kelebihan Muatan Angkutan Barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, dilatarbelakangi dengan pemikiran, antara lain: a. untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya kerusakan jalan yang disebabkan karena kelebihan muatan yang diangkut oleh kendaraan; b. untuk mendukung kelancaran mobilitas angkutan orang dan barang dalam mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah; c. untuk menghapus praktik pungutan ilegal di jalan raya; dan d. untuk menggali sumber pendapatan daerah guna mendukung pembiayaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur jalan yang diakibatkan oleh muatan lebih. Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata untuk mewujudkan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, aman dan nyaman, diantaranya dengan mengendalikan mobil barang yang melebihi muatan, untuk mencegah kerusakan jalan yang dapat menghambat kelancaran, keselamatan, kenyamanan pengguna jalan lainnya. Kelebihan muatan angkutan barang menimbulkan kerugian ekonomi dan finansial yang dapat menghambat laju pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah. Penimbangan Kendaraan Bermotor merupakan upaya pengawasan dan penertiban kelebihan muatan angkutan barang, dan untuk itu penertiban kelebihan muatan dan penanganan muatan lebih perlu diatur dengan Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2)

10 Yang dimaksud dengan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang adalah serangkaian kegiatan pengaturan, penimbangan dan pemeriksaan mobil barang beserta muatannya, serta kegiatan penyidikan bila terdapat pelanggaran terhadap kelebihan muatan. Pasal 3 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ketentuan kelas jalan dan jeringan lintas dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan ditetapkan sebagai berikut: a. Jalan kelas II merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) 10 ton. b. Jalan kelas IIIA merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui oleh kendaraan termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton. c. Jalan kelas IIIB merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton. d. Jalan kelas IIIC merupakan jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton. Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14

11 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR...