MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESlA SALIN AN

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

6. Undang-Undang

2016, No provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/KM.6/2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4/PMK.07/2016 KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011, TAHUN ANGGAR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.06/2014 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA

LAMPIRAN II PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TANGGAL 11 OKTOBER 2011 STANDAR LUAS RUMAH NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2015 TENTANG

PENGERTIAN. dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan. sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 237/PMK.01/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.06/2014 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2013

, No.2057 tentang Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2013 dan Tahun Anggaran 2014 Menurut Provinsi/Ka

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.02/2016 TENTANG STANDAR BIAYA KELUARAN TAHUN ANGGARAN 2017

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ

2017, No Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Arsip Nasional Republik Indonesia Tahun ; Mengingat : 1. Und

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PMK.02/2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 2. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan Dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden Dan/Atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

2016, No Proyek/Kegiatan melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 247/PMK.06/2016 TENT ANG PENGASURANSIAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2007 TENTANG BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 138/PMK.06/2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA RUMAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2007 TENTANG BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTER!KEUANGAN REPUBLIK lndones!a SALIN AN

2016, No b. bahwa dalam rangka penyempurnaan pengaturan biaya operasional dan biaya pendukung penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.06/2011 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PUSAT STATISTIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Ne

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47, Tambahan Lembara

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Menimbang : a. bahwa dana bantuan operasional ditujukan untuk menjaga kelangsungan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi sesuai denga

2016, No c. bahwa usulan perubahan terhadap tarif layanan Badan Layanan Umum Politeknik Kesehatan Jakarta II pada Kementerian Kesehatan, telah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BADAN EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 236/PMK.07/2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 105 Tahun 2014 tentang Peta Jabatan dan Uraian Jenis Kegiatan Jabatan di lin

2017, No Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONES!A SALIN AN

2017, No Perekonomian selaku Ketua Pengarah Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional; c. bahwa berdasarkan pertimbanga

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diub

2017, No Transfer ke Daerah dan Dana Desa, persetujuan atas pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk provinsi/kabupaten/kota yang d

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2007 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan

2017, No Indonesia Nomor 5494); 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpu

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN 198/PMK.07/2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Neg

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESlA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 /PMK.06/20 16 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 248/PMK.06/20 11 TENTANG STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang. a. bahwa dalam rangka memenuhi ketersediaan acuan perhitungan bagi Kementerian Negara/Lembaga dalam menyusun perencanaan kebutuhan pengadaan Barang Milik Negara, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/20 11 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan; b. babwa dalam perkembangannya, guna menunjang upaya Pemerintah dalam meningkatkan kelancaran, efisiensi, dan efektivitas penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/20 11 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuharr Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan perlu disesuaikan dan ditinjau kembali;

- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri. Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 Tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan; Mengingat 1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533); 2. Peraturan Presiden Nomor 28. Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan; MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 248/PMK.06/20 11 TENTANG STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN. Pasal l Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan huruf b Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Standar Barang dan Standar Kebutuhan BMN berupa tanah dan/ atau bangunan berfungsi sebagai pedoman bagi:

- 3 - a. Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang dalam rangka menyusun perenc.anaan kebutuhan dalam bentuk pengadaan BMN berupa tanah dan/ atau bangunan; dan b. Pengelola Barang dalam menelaah perencanaan kebutuhan BMN dalam bentuk pengadaan tanah dan/ atau bangunan yang disusun oleh Pengguna Barang. 2. Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 ( 1) Pengadaan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi: a. pembelian tanah; b. pembangunan baru bangunan atau renovasi/ restorasi yang mengubah luas bangunan, termasuk renovasi/ restorasi atas bangunan pihak lain; c. pemenuhan kebutuhan tanah dan/atau bangunan yang ditempuh melalui mekanisme sewa, yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c merupakan tanah yang diperuntukkan bagi Bangunan Gedung Negara. (3) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c merupakan Bangunan Gedung Negara. (4) Bangunan Gedung Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikelompokkan menjadi: a. gedung perkantoran; dan b. rumah negara. (5) Bangunan Gedung Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diklasifikasikan berdasarkan:

- 4 - a. tingkat kompleksitas; dan b. pengguna. 3. Mengubah Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 4. Mengubah Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal II 1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. ketentuan mengenai standar luas ruang kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini mulai diberlakukan untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan dan penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2018; b. selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, penyusunan dan penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2017 tetap dilaksanakan menggunakan pedoman sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.06/2011 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan Baning Milik Negara Berupa Tanah Dan/ Atau Bangunan, kecuali mengenai: 1) pengadaan perolehan tan ah dan/atau bangunan; 2) pengelompokan bangunan gedung negara;

- 5-3) standar luas bangunan gedung perkantoran; dan 4) standar kebutuhan unit rumah negara, yang menggunakan pedoman. sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. 2. Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 26 Januari 20 16 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Januari 20 16 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 20 16 NOMOR 120 Salinan sesuai dengan aslinya

- 6 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTE RI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/PMK.06/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 248/PMK.06/20 11 TENTANG STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN I. GEDUNG PERKANTORAN A. Standar Ketinggian Bangunan 1. Ketinggian bangunan ditetapkan sebagai berikut: a. gedung perkantoran Tipe A dan Tipe B paling tinggi 20 (dua puluh) lantai; b. gedung perkantoran Tipe C dan Tipe D paling tinggi 8 (delapan) lantai; c. gedung perkantoran Tipe El paling tinggi.4 (empat) lantai; d. gedung perkantoran Tipe E2 paling tinggi 2 (dua) lantai. 2. Bangunan gedung perkantoran dapat direncanakan lebih dari ketinggian se bagaimana dimaksud pada angka 1, dengan ke1tentuan: a. diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga terkait dengan menyertakan alasan teknis dan ekonomis pembangunan; dan b. mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. 3. Perencanaan teknis bangunan gedung perkantoran yang direncanakan dibangun lebih dari 8 (delapan) lantai harus mendapat persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pekerjaan umum atas usul Menteri/Pimpinan Lembaga. 4. Dalam hal peraturan daerah tempat bangunan gedung perkantoran berdiri merietapkan ketinggian maksimum bangunan le bih rendah dari ketinggian maksimum se bagaimana dimaksud pada angka 1, maka ketinggian maksimum bangunan

- 7 - bersangkutan agar disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan daerah tersebut. B. Standar Kebutuhan Unit Kantor Jumlah maksimum bangunan yang dapat dimiliki diatur sebagai berikut. 1. Bangunan Tipe A a. Jumlah bangunan kantor pada dasarnya tidak dibatasi, namun diupayakan memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan; b. Jumlah luas lantai keseluruhan bangunan sesuai dengan luas lantai bruto; c. Bangunan Tipe A dapat memiliki bangunan yang memiliki luas sesuai kebutuhan yang berfungsi khusus guna menunjang kegiatan perkantoran dan sesuai dengan tugas dan fungsi, seperti gedung pertemuan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Bangunan Tipe B a. Jumlah bangunan kantor pada dasarnya tidak dibatasi, namun diupayakan memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan; b. Jumlah luas lantai keseluruhan bangunan sesuai dengan luas lantai bruto; c. Bangunan Tipe B dapat memiliki bangunan yang berfungsi khusus yang menunjang kegiatan perkantoran dan sesuai dengan tugas dan fungsi seperti gedung pertemuan dengan luas yang didasarkan dengan jumlah keseluruhan pegawai yang ada di Pengguna Barang. 3. Bangunan Tipe C a. Jumlah bangunan kantor pada dasarnya tidak dibatasi, namun diupayakan memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan; b. Jumlah luas lantai keseluruhan bangunan sesuai dengan luas lantai bruto.

- 8-4. Bangunan Tipe D a. Jumlah bangunan kantor pada dasarnya tidak dibatasi, namun diupayakan memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan; b. Khusus bagi kantor direktorat dapat memiliki gedung tersendiri, jika kebutuhan luas lantai bruto lebih dari 1.000 m2 (seribu meter persegi). 5. Bangunan Tipe El dan E2 Jumlah maksimum bangunan adalah 1 (satu) bangunan untuk setiap unit. C. Standar Luas Bangunan 1. Luas bangunan yang dijadikan standar untuk keperluan perencanaan kebutuhan adalah luas bangunan bruto. 2. Luas bangunan bruto merupakan luas keseluruhan ruangan dalatn gedung, termasuk bagian yang tidak dapat diutilisasi. Luas bangunan bruto dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: lbn Lbb= -- (1- Lu) Keterangan: Lbb= Luas bangunan bruto Lbn= Luas bangunan neto Lu = Koefisien luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi 0,20 untuk bangunan sederhana 0,25 untuk bangunan bertingkat rendah 0, 30 untuk bangunan bertingkat tinggi 3. Luas bangunan neto merupakan jumlah luas keseluruhan ruangan dalam gedung yang dapat diutilisasi. Luas bangunan neto dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: Lbn = L (Sr x P) + I: Lp Keterangan: Sr P = Lp = Standar luas ruang Jumlah formasi pegawai = Luas ruang penunjang v'3. ).. c

- 9 - D. Standar Luas Tanah 1. Standar luas tanah merupakan batasan luas tanah yang dibutuhkan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk membangun unit ban gun an beserta fasilitas pendukungnya dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang. 2. Standar luas minimum tanah merupakan hasil perhitungan luas lantai dasar bangunan dibagi dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang berlaku di daerah setempat dengan tetap memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 3. Standar luas maksimum tanah merupakan hasil perhitungan 5 (lima) kali luas lantai dasar bangunan dibagi dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang berlaku di daerah seterhpat dengan tetap memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). E. Standar Luas Ruang Kerja Standar luas ruang kerja digunakan sebagai acuan untuk menentukan jumlah luas keseluruhan ruangan yang akan menjadi luas neto bangunan. Standar luas ruang kerja ditetapkan sebagai berikut. 1. Ruang Pejabat Tinggi dan yang setingkat Luas ruang kerja pejabat tinggi diatur lebih lanjut oleh Pengelola Barang dengan memperhatikan tugas dan fungsi pejabat tinggi bersangkutan. 2. Ruang Menteri dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 223 m2 (dua ratus dua puluh tiga meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas Satuan a. Ruang Kerja 28 m2 b. Ruang Tamu 40 m2 c. Ruang Rapat 40 m2 d. Ruang Tunggu 60 m2 e. Ruang Istirahat 20 m2 f. Ruang Sekretaris 15 m2 g. Ruang Simpan 14 m2

- 10 - I h. I Ruang Toilet Jumlah 6 m2 223 m2 3. Ruang Wakil Menteri dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 102 m2 (seratus dua meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang a. Ruang Kerja b. Ruang Tamu c. Ruang Rapat d. Ruang Tunggu e. Ruang Istirahat f. Ruang Sekretaris g. Ruang Simpan h. Ruang Toilet Jumlah Luas Satuan 16 m2 14 m2 20 m2 18 m2 10 m2 10 m2 10 m 2 4 m2 102 m2 4. Ruang Eselon IA dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 102 m2 (seratus dua meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang. a. Ruang Kerja b. Ruang Tamu c. Ruang Rapat d. Ruang Tunggu e. Ruang Istirahat f. Ruang Sekretaris g. Ruang Simpan h. Ruang Toilet Jumlah Luas Satuan 16 m2 14 m2 20 m2 18 m2 10 m2 10 m2 10 m2 4 m2 102 m2 5. Ruang Eselon IB dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 79 m2 (tujuh puluh sembilan meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut:

- 11 - No Jenis Ruang a. Ruang Kerja b. Ruang Tamu c. Ruang Rapat d. Ruang Tunggu e. Ruang Istirahat f. Ruang Sekretaris g. Ruang Simpan h. Ruang Toilet Jumlah Luas Satuan 16 m2 14 m2 20 m2 9 m2 5 m2 7 m2 5 m2 3 m2 79 m2 6. Ruang Eselon IIA dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 70 m2 (tujuh puluh meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang a. Ruang Kerja b. Ruang Tamu c. Ruang Rapat d. Ruang Tunggu e. Ruang lstirahat f. Ruang Sekretaris g. Ruang Simpan h. Ruang Toilet Jumlah Luas Satuan 14 m2 12 m2 14 m2 12 m2 5 m2 7 m2 3 m2 3 m2 70 m2 7. Ruang Eselon IIB dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 58 m2 (lima puluh delapan meter persegi), dengan contoh penerapail sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas Satuan a. Ruang Kerja 14 m2 b. Ruang Tamu 12 m2 c. Ruang Rapat 10 m2 d. Ruang Tunggu 6 m2 e. Ruang Istirahat 5 m2

- 12 - f. Ruang Sekretaris 5 m2 g. Ruang Simpan 3 m2 h. Ruang Toilet 3 m2 Jumlah 58 m2 8. Ruang Eselon III sebagai kepala kantor dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 37 m2 (tiga puluh tujuh meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas Satuan a. Ruang Kerja 12 m2 b. Ruang Tamu 6 m2 c. Ruang Rapat 10 m2 d. Ruang Sekretaris 3 m2 e. Ruang Simpan 3 m2 f. Ruang Toilet 3 m2 Jumlah 37 m2 9. Ruang Eselon III yang bukan sebagai kepala kantor dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 21 m2 (dua puluh satu meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas Satuan a. Ruang Kerja 12 m2 b. Ruang Tamu 6 m2 c. Ruang Simpan 3 m2 Jumlah 21 m2 10. Ruang Eselon IV sebagai kepala kantor dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan. maksimum 31 m2 (tiga puluh satu meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas Satuan a. Ruang Kerja 8 m2 b. Ruang Tamu 4 m2 c. Ruang Rapat 10 m2 d. Ruang Sekretaris 3 m2 e. Ruang Simpan 3 m2

- 13 - f. / Ruang Toilet 3 m2 Jumlah 31 m2 11. Ruang Eselon IV yang bukan kepala kantor dan yang setingkat Total luas ruang ditetapkan maksimum 11 m2 (sebelas meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang a. Ruang Kerja b. Ruang Simpan Jumlah Luas Satuan 8 m2 3 m2 11 m2 12. Ruang Pejabat Fungsional Golongan IV Total luas ruang ditetapkan maksimum 1 7 m2 (tujuh belas meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas a. Ruang Kerja 12 b. Ruang Simpan 5 Jumlah 17 Satuan m2 m2 m2 13. Ruang Pejabat Fungsional Golongan III ke bawah Total luas ruang ditetapkan maksimum 11 m2 (sebelas meter persegi), dengan contoh penerapan sebagai berikut: No Jenis Ruang Luas a. Ruang Kerja 8 b. Ruang Simpan 3 Jumlah 11 Satuan m2 m2 m2 14. Ruang Kerja Eselon V /Pelaksana dan yang setingkat Jenis Ruang Luas Ruang Kerja 5 Satuan m2

- 14-15. Ruang Penunjang No Jenis Ruang Lu as Keterangan Ruang Rapat a. Utarna 140 rn2 Kernen terian b. Ruang Rapat Utarna Eselon I 90 rn2 c. d. e. Ruang Rapat 40 rn2 U tarna Eselon II Ruang Perternuan/ Aula 400 rn2 pada Kernen terian / Lernbaga Ruang Perternuan/ Aula 150 rn2 pada Pirnpinan Unit Eselon I Ruang Perternuan/ Aula f. pada Eselon II 100 rn2 se bagai Kepala Kantor Ruang Perternuan/ Aula g. pada Eselon III 80 rn2 se bagai Kepala Kantor 0,4 rn2 x h. Ruang Arsip jurnlah pegawai Ruang fungsional 0,8 rn2 x rnerupakan ruang yang dapat i. Ruang Fungsional jurnlah digunakan sesuai pegawai kebutuhan Kernen terian /

- 15 - Lembaga yang bersangkutan,. diantaranya ruang operator komputer, studio, musholla, gudang, dan ruan:g laktasi. J. Toilet 5 m2 untuk setiap 25 orang pegawai 0,02 m2 x k. Ruang Server jumlah Minimal 2 m2 pegawai 1. Lobby/ Fasili tas Lain 20 m2 per 1.000 m2 luas neto yang tidak termasuk lobby m. Ruang Pelayanan < 25 orang 1) pengunjung 25 m2 per hari 25-100 orang 2) pengunjung 75 m2 per hari 101-200 3) orang pengunjung 150 m2 per hari > 200 orang Dihitung berdasarkan analisis 4) pengunjung kebutuhan ruang dengan per hari persetujuan Pengelola Barang

- 16 - II. TANAH DAN BANGUNAN RUMAH NEGARA A. Standar Kebutuhan Unit Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengusulkan jumlah unit bangunan rumah negara, keluasan tanah, dan keluasan bangunan dalam Perencanaan Kebutuhan BMN berdasarkan pembahasan bersama antara Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang bersangkutan dengan instansi/unit kerja yang bertanggung jawab di bidang pekerjaan umum. B. Standar Luas Tanah 1. Luas tanah maksimum ditetapkan sebagai berikut: No Kelas Rumah Negara Luas Tanah Maksimum Satuan 1. Tipe Khusus 1000 m2 2. Tipe A 600 m2 3. Tipe B 350 m2 4.' Tipe C 200 m2 5. Tipe D 120 m2 6. Tipe E 100 m2 2. Dalam hal besaran luas tanah telah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah setempat, maka standar luas tanah dapat disesuaikan mengacu pada besaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut. 3. Dalam hal rumah negara dibangun dalam bentuk bangunan gedung bertingkat/rumah susun, maka luas tanah disesuaikan dengan kebutuhan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 4. Tanah untuk rumah negara dapat memiliki luas melebihi batas maksimum sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan toleransi maksimum berdasarkan lokasi rumah negara sebagai berikut:

- 17 - No 1. Lokasi Rumah Negara Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Toleransi Maksimum 20 % 2. Ibukota Provinsi 30 % 3. Ibukota Kabupaten/Kota 40 % 4. Pedesaan 50 % C. Standar Luas Bangunan 1. Luas bangunan maksimum ditetapkan sebagai berikut: No Bangunan Rumah Negara Lu as Satuan 1. Tipe Khusus 400 m2 2. Tipe A 250 m2 3. Tipe B 120 m2 4. Tipe C 70 m2 5. Tipe D 50 m2 6. Tipe E 36 m2 2. Standar jenis dan jumlah ruang rumah negara dirinci sesuai tabel di bawah ini: Uraian Khusus A B c D E Ruang Tamu 1 1 1 1 1 1 Ruang Kerja 1 1 1 - - - Ruang Duduk 1 1 1 - - - Ruang Fungsional 1 - - - - - Ruang Makan 1 1 1 1 1 1 Ruang Tidur 4 4 3 3 2 2 Kamar Mandi/WC 2 2 1 1 1 1 Dapur 1 1 1 1 1 1 Gu dang 1 1 1 1 - - Garasi 2 1 1 - - - Ruang Tidur Pramuwisma. 2 2 1 - - - Ruang Cuci 1 1 1 1 1 1 Kamar Mandi 1 1 1 - - Pramuwisma - Ruang Cuci dan Kamar Mandi Pramuwisma tidak dihitung dalam luas bangunan standar.

- 18-3. Dalam hal rumah negara dibangun dalam bentuk bangunan gedung bertingkat/rumah susun, maka luas per unit rumah negara diperhitungkan dengan mengurangi luas garasi (untuk Tipe Khusus, Tipe A, dan Tipe B). Kebutuhan garasi disatukan dalam luas parkir basement dan/ atau halaman. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO

- 19 - LAMPIRAN II PERATURAN REPUBLIK INDONESIA MENTE RI KEUANGAN NOMOR 7/PMK.06/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 248/PMK.06/2011 TENTANG STANDAR BARANG DAN STANDAR KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH DAN/ATAU BANGUNAN KLASIFIKASI BANGUNAN I. BERDASARKAN TINGKAT KOMPLEKSITAS A. Bangunan Sederhana Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis sederhana, memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, dengan ciri utama tidak bertingkat atau memiliki jumlah lantai paling tinggi 2 (dua) lantai yang luas lantai keseluruhannya kurang dari 500 m2 (lima ratus meter persegi) dan masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Klasifikasi bangunan sederhana ini memiliki standar luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi sesuai fungsi utama bangunan, seperti luas ruang untuk lift, tangga, Air Handling Unit (AHU), koridor, dapur /pantry dan Dead Space akibat konstruksi serta akibat bentuk arsitektur bangunan, sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas bangunan bruto. B. Bangunan Tidak Sederhana Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis tidak sederhana, memiliki kompleksitas dan teknologi yang tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Bangunan Tidak Sederhana ini meliputi:

- 20-1. Bangunan Tidak Sederhana Bertingkat Rendah Ciri utama bangunan tidak sederhana bertingkat rendah adalah bertingkat paling tinggi 4 (empat) lantai dengan luas lantai keseluruhannya lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi). Klasifikasi bangunan tidak sederhana bertingkat rendah ini memiliki standar luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi sesuai fungsi utama bangunan, seperti luas ruang untuk lift, tangga, Air Handling Unit (AHU), koridor, dapur /pantry, dan Dead Space akibat konstruksi serta akibat bentuk arsitektur bangunan, sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari luas bangunan bruto. 2. Bangunan Tidak Sederhana Bertingkat Tinggi Ciri utama bangunan tidak sederhana bertingkat tinggi adalah bertingkat lebih dari 4 (empat) lantai dan memiliki sarana dan prasarana bangunan yang lengkap. Klasifikasi bangunan bertingkat tinggi ini memiliki standar luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi sesuai fungsi utama bangunan, seperti luas ruang untuk lift, tangga, Air Handling Unit (AHU}, koridor, dapur /pantry, dan Dead Space akibat konstruksi serta akibat bentuk arsitektur bangunan, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari luas bangunan bruto. II. BERDASARKAN PENGGUNA A. Bangunan Gedung Perkantoran Klasifikasi bangunan gedung perkantoran adalah bangunan gedung yang seluruh atau sebagian besar ruangnya difungsikan sebagai ruang perkantoran dan ruang fasilitas pendukung pelaksanaan fungsi perkantoran, seperti ruang rapat dan ruang penyimpanan arsip. Bangunan Perkantoran berdasarkan penggunanya terdiri atas: 1. Tipe A Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe A adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh lembaga tinggi negara.

- 21-2. Tipe B Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe B adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Kantor Kementerian Koordinator, Kementerian Negara, Pejabat setingkat Menteri, dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dengan wilayah kerja nasional. 3. Tipe C Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe C adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon I. Contoh: a. Gedung Kantor setingkat Direktorat Jenderal; b. Gedung Kantor Badan di bawah Kementerian/Lembaga. 4. Tipe I) Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe D adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon II. Contoh: a. Gedung Kantor Direktorat; b. Gedung Kantor Perwakilah; c. Gedung Kantor Wilayah; d. Gedung Kantor Balai Besar. 5. Tipe El Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe El adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh Instansi Vertikal Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon Ill. Contoh: a. Gedung Kantor Pelayanan; b. Gedung Kantor Daerah; c. Gedung Kantor Balai. 6. Tipe E2 Bangunan gedung perkantoran yang termasuk Tipe E2 adalah gedung perkantoran yang ditempati secara permanen oleh

- 22 - Instansi Vertikal Pemerintah Pusat dengan pejabat tertinggi setingkat Eselon IV. -Contoh: a. Gedung Kantor Urusan Agama; b. Gedung Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT). B. Bangunan Rumah Negara Bangunan rumah negara merupakan bangunan yang difungsikan sebagai tempat tinggal, yang dikelompokkan berdasarkan tingkat jabatan dan tingkat kepangkatan penghuninya. 1. Tipe Khusus Rumah Negara Tipe Khusus adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Menteri; b. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian; c. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara; d. Pejabat lain yang setingkat. 2. Tipe A Rumah Negara Tipe A adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Wakil Menteri; b. Sekretaris Jenderal/Inspektur Jenderal/Direktur Jenderal; c. Kepala/ Ketua Badan; d. Deputi; e. Pejabat setingkat Eselon I. 3. Tipe B. Rumah Negara Tipe B adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Direktur / Kepala Biro/ Kepala Pus at/ Inspektur / Kepala Kantor Wilayah/ Asisten Deputi; b. Pejabat setingkat Eselon II; c. Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/ d dan IV/ e. 4. Tipe C Rumah Negara Tipe C adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Kepala Sub Direktorat/Kepala Bagian / Kepala Bidang/Kepala Kantor Pelayanan; b. Pejabat setingkat Eselon III;

. - 23 - c. Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/ a sampai dengan IV/ c. 5. Tipe D Rumah Negara Tipe D adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang; b. Pejabat setingkat Eselon IV; c. Pegawai Negeri Sipil Golongan III/ a sampai dengan III/ d. 6. Tipe E Rumah Negara Tipe E adalah rumah negara yang diperuntukkan bagi: a. Kepala Sub Seksi; b. Pejabat setingkat Eselon V; c. Pegawai Negeri Sipil Golongan II/ d ke bawah. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAMBANG P.S. BRODJONEGORO