KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

dokumen-dokumen yang mirip
KEPMEN NO. 201 TH 2001

3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat. Mengingat : I. Menimbang : a.

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KEPMEN NO. 231 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPMEN NO. 16 TH 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 225 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTITT

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KEPMEN NO. 224 TH 2003

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 227 TH 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-03/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 225 /MEN/2003 TENTANG

KEPMEN NO. 234 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT KOTA TEGAL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 92 TH 2004

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 228 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPMEN NO. 234 TH 2003

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 355/MEN/X/2009 TENTANG

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NO. 06 TH 2005

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KOTA SURAKARTA WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

2017, No Kerja dan Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-14/MEN/IV/2006 TENTANG TATA CARA PELAPORAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang :

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BK) merupakan wadah konsultasi dan komunikasi masalah ketenagakerj aan bidang konstruksi;

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

8. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri KEP.564/MEN/92 " 115 Tahun 1992 Ketenagakerjaan Daerah;

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Menimbang Mengingat MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA : a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, maka perlu mengefektifkan kelembagaan yang terbentuk dari unsur tripartite; b. bahwa sejalan dengan perkembangan hubungan industrial dewasa ini dan serikat pekerja/serikat buruh yang ada pada saat ini belum dapat menetapkan perwakilan unsur pekerja/buruh dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, maka dipandang perlu pemerintah mengatur keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dalam Kelembagaan Hubungan Industrial; c. bahwa untuk menetapkan keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha dan pemerintah yang akan duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. : 1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internatsional Nomor 98 Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak-hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lebaran Negara RI Nomor 1050); 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3346); 3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3989); 4. Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 144 Tahun 1976 mengenai Konsultasi Tripartit untuk meningkatkan Pelaksanaan Standar Perburuhan Internasional; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 228 Tahun 2001. Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 9 Oktober 2001; 2. Kesepakatan Bersama Sidang Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional Tanggal 30 Oktober 2001; 3. Hasil Pertemuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Para Pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Tanggal 7 Nopember 2001. Kep-201/MEN/2001 Halaman 1

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Kelembagaan Hubungan Industrial adalah lembaga ketenagakerjaan yang terbentuk dari unsur serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan instansi pemerintah. 2. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang terbentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 3. Organisasi pengusaha adalah wadah persatuan dan kesatuan bagi pengusaha Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan tujuan, aspirasi, strata kepengurusan, atau ciri alamiah tertentu. 4. Instansi pemerintah adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 5. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Pasal 2 Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dapat dibentuk di tingkat Kabupaten / Kota, Propinsi dan Nasional sebagai berikut : a. Kelembagaan Hubungan Industrial tingkat Kabupaten / Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten / Kota; b. Kelembagaan Hubungan Industrial tingkat Propinsi berkedudukan di Ibukota Propinsi; c. Kelembagaan Hubungan Indusrial Tingkat Nasional berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB II KETERWAKILAN SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH Pasal 3 Serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Kabupaten/Kota dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai sekurang-kurangnya 10 unit kerja/serikat pekerja/serikat buruh di Kabupaten bersangkutan ; atau b. Mempunyai sekurang-kurangnya 2.500 anggota pekerja/buruh di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Kep-201/MEN/2001 Halaman 2

Pasal 4 Serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Propinsi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Kabupaten / Kota yang berada di Propinsi dan salah satunya berkedudukan di Ibu Kota Propinsi yang bersangkutan; atau b. Mempunyai sekurang-kurangnya 30 unit kerja/serikat pekerja/serikat buruh di Propinsi yang bersangkutan ; atau c. Mempunyai sekurang-kurangnya 5.000 anggota pekerja/buruh di Propinsi yang bersangkutan. Pasal 5 Serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya yang telah tercatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk di Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Nasional dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai jumlah kepengurusan Propinsi sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Propinsi di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau b. Mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau c. Mempunyai sekurang-kurangnya 150 unit kerja/serikat pekerja/serikat buruh di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau d. Mempunyai sekurang-kurangnya 50.000 anggota pekerja/buruh di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 6 Serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 wajib memiliki kantor dan alamat yang jelas di tempat kedudukan masing-masing. Pasal 7 (1) Penetapan dan pembagian jumlah wakil serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 ditentukan secara proporsional sesuai jumlah anggota serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan hasil audit atau vertifikasi keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh. (2) Untuk memperoleh seorang wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, ditetapkan atas dasar pembagian dari jumlah seluruh pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana simaksud dalam pasal 3, dan pasal 5 dibagi dengan jumlah wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial yang dibutuhkan pada tingkat masing-masing, yang selanjutnya disebut angka pembagi tetap. Pasal 8 (1) Wakil serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya dalam Kelembagaan Hubungan Industrial ditetapkan atas dasar hasil bagi kelipatan angka pembagi tetap terhadap jumlah anggota dari masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. Kep-201/MEN/2001 Halaman 3

(2) Apabila terdapat sisa anggota serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya dari hasil bagi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka sisa anggota tersebut diserahkan pada serikat pekerja/serikat buruh baik secara sendiri maupun gabungannya yang mempunyai urutan sisa terbanyak dan yang belum memperoleh wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial. Pasal 9 (1) Keanggotaan pekerja/buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh dibuktikan dengan kartu anggota asli atau surat pernyataan anggota secara autentik yang dibuat oleh pekerja/buruh sendiri. (2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mencantumkan nama dan alamat perusahaan/tempat kerja dimana pekerja/buruh bekerja. BAB III KETERWAKILAN ORGANISASI PENGUSAHA Pasal 10 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industrial (KADIN) dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Kabupaten/Kota dengan ketentuan mempunyai jumlah anggota sekurangkurangnya 10 perusahaan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Pasal 11 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industrial (KADIN) dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Propinsi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Kabupaten/Kota yang berada di Propinsi dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Propinsi yang bersangkutan; atau b. Mempunyai anggota sekurang-kurangnya 100 perusahaan di Propinsi yang bersangkutan. Pasal 12 Organisasi pengusaha yang khusus membidangi ketenagakerjaan dan telah terakreditasi oleh Kamar Dagang dan Industrial (KADIN) dapat mencalonkan wakilnya untuk duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di tingkat Nasional dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai jumlah kepengurusan Propinsi sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Propinsi di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau b. Mempunyai jumlah kepengurusan Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 20% dari jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia dan salah satunya berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau c. Mempunyai anggota sekurang-kurangnya 1.000 perusahaan di seluruh Indonesai. Pasal 13 (1) Penetapan dan pembagian jumlah wakil organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan pasal 12 ditentukan secara proporsional sesuai jumlah anggota organisasi pengusaha. Kep-201/MEN/2001 Halaman 4

(2) Untuk memperoleh seorang wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, ditetapkan atas dasar pembagian dari jumlah seluruh perusahaan yang menjadi anggota organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan pasal 12 dibagi dengan jumlah wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial yang dibutuhkan pada tingkat masing-masing, yang selanjutnya disebut angka pembagi tetap. Pasal 14 (1) Wakil organisasi pengusaha dalam Kelembagaan Hubungan Industrial ditetapkan atas dasar hasil bagi kelipatan angka pembagi tetap terhadap jumlah anggota dari masing-masing organisasi pengusaha. (2) Apabila terdapat sisa anggota organisasi pengusaha dari hasil bagi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka sisa anggota tersebut diserahkan kepada organisasi pengusaha yang ditunjuk oleh Kamar Dagang dan Industrial dan yang belum memperoleh wakil dalam Kelembagaan Hubungan Industrial. Pasal 15 Dalam hal tidak ada organisasi pengusaha yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan pasal 12, maka : 1. Beberapa organisasi pengusaha bergabung agar dapat memenuhi syarat; atau 2. Di wakili oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) setempat. Pasal 16 Organisasi pengusaha sebagaimana simaksud dalam pasal 10, pasal11, pasal 12 wajib memiliki kantor dan alamat yang jelas ditempat kedudukan masing-masing. BAB IV KETERWAKILAN PEMERINTAH Pasal 17 Instansi pemerintah yang duduk dalam Kelembagaan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 di Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional diwakili oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan serta instansi lain yang bidang tugasnya terkait dengan bidang ketenagakerjaan. BAB V VERIFIKASI KEANGGOTAAN Pasal 18 (1) Pembuktian keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, dilakukan melalui verifikasi oleh Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota. (2) Verifikasi sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setiap tahun. (3) Laporan hasil verifikasi disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk diteruskan kepada Gubernur dan Menteri. (4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus sudah sampai kepada Menteri selambat-lambatnya bulan September setiap tahunnya. Pasal 19 Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota belum terdapat Lembaga Kerjasama Tripartit Kabupaten/Kota, maka verifikasi sebagaimaan dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dilakukan oleh Lembaga Kerjasama Tripartit Propinsi. Kep-201/MEN/2001 Halaman 5

Pasal 20 (1) Untuk yang pertama kali, verifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dilakukan oleh tim verifikasi beranggotakan unsur tripartit yang dibentuk dan diangkat oleh Bupati/Walikota. (2) Tim verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pembentukannya. (3) Laporan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak tim verifikasi menyelesaikan tugasnya. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 21 Bagi daerah Kabupaten/kota yang belum terdapat serikat pekerja/serikat buruh dan atau organisasi pengusaha yang memenuhi syarat keterwakilan dalam Kelembagaan Hubungan Industrial, maka pembentukan Kelembagaan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota mempertimbangkan saran Kelembagaan Hubungan Industrial di Propinsi. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 (1) Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka ketentuan mengenai keanggotaan yang menyangkut keterwakilan dalam berbagai Kelembagaan Hubungan Industrial harus disesuaikan dengan ketentuan dalam keputusan ini. (2) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Desember 2001 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA JACOB NUWA WEA Kep-201/MEN/2001 Halaman 6