Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 1 Oleh: RB Sularto

dokumen-dokumen yang mirip
PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

TENTANG. 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 6 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

- 1 - GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT KURANG MAMPU

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 62 TAHUN 2008 TENTANG

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah officer of the court. Sebagai Officer of the court,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Re

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 2 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PUTUSAN Nomor 88/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

JURNAL ILMIAH PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA YANG DIBERIKAN OLEH ADVOKAT KEPADA MASYARAKAT YANG KURANG MAMPU

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh : PROF.DR.H.M. SAID KARIM, SH. MH. M.Si. CLA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR Nomor 7 Tahun 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 1 Oleh: RB Sularto A. Pendahuluan Pemilihan tema kegiatan ini sebagaimana tersurat dalam Kerangka Acuan Kegiatan yang diberi judul Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Rangka Pencegahan Pelanggaran Hukum dilatarbelakangi adanya temuan terkait banyaknya terjadi kekeliruan dan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Kekeliruan dan ketidaktransparanan yang berupa penyalahgunaan prosedur dan penyalahgunaan dana merupakan permasalahan hukum yang cukup berat mengingat sumber pendanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika terjadi penyalahgunaan prosedur dan penyalahgunaan dana APBN, pada umumnya dalam ranah hukum hal ini akan menjadi perkara tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang dipandang luar biasa dan penanganannya mendapat prioritas dari berbagai lembaga penegakan hukum. Pada tingkat penyelidikan dan penyidikan saja terdapat tiga institusi yang berkompeten yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Demikian pula dalam proses persidangan, semua perkara korupsi disidangkan dalam pengadilan khusus yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada pengadilan negeri yang berada di masing-masing ibukota provinsi. Dengan adanya pemberantasan tindak pidana korupsi yang demikian gencarnya, maka diperlukan sikap kehati-hatian yang tinggi dalam pengelolaan kegiatan yang mempergunakan dana yang bersumber dari keuangan negara (APBN). Sikap ketidakhati-hatian dalam pengelolaan suatu kegiatan sering menampakkan perwujudan berupa penyalahgunaan prosedur. Meskipun tidak terdapat penyalahgunaan dana tetapi jika terjadi kesalahan prosedur yang mengakibatkan kerugian pada keuangan negara, kondisi ini tetap dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. 2 Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila Rapat Koordinasi ini bertujuan untuk mengeleminir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masyarakat dengan memberikan bekal pemahaman dan pencegahan terhadap pelanggaran hukum. 1 Disampaikan dalam acara Rapat Koordinasi Teknis PNPM Mandiri Perkotaan Oversight Consultans Region V Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Hotel Plaza Semarang tanggal 11 Juli 2012. 2 Tindak pidana korupsi yang banyak diterapkan berasal dari UU No. 31/1999 Jo UU No. 20/2001 terutama Pasal 2 yang mengatur perbuatan korupsi berupa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Demikian pula Pasal 3 UU yang sama mengatur perbuatan berupa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. 1

B. Advokasi dan Pendampingan Program PNPM Mandiri Perkotaan Ruang lingkup pelanggaran hukum dalam pelaksanaan kegiatan Program PNPM Mandiri Perkotaan dapat berupa pelanggaraan hukum perdata, hukum administrasi (tata usaha) negara ataupun hukum pidana. Sedangkan jika terjadi pelanggaran hukum, pelaku pelanggaran hukum tersebut dimungkinkan tidak saja pemilik pekerjaan (pelaku PNPM Mandiri Perkotaan) dan penyedia jasa/barang tetapi juga anggota masyarakat penerima manfaat sebagai sasaran kegiatan ini. Jika terjadi pelanggaran hukum, memang tidak mudah untuk diselesaikan sendiri dan seringkali dibutuhkan advokasi dan pendampingan dari pihak lain, khususnya kalangan pemberi bantuan hukum. Hak untuk mendapatkan advokasi dan pendampingan bagi setiap orang yang menghadapi permasalahan hukum merupakan hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Penegasan dalam UUD 1945 tersebut sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. Pemberian bantuan hukum dilaksanakan menurut cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Bagi kalangan masyarakat miskin, landasan memperoleh bantuan hukum merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut mencantumkan antara lain pengaturan tentang definisi, ruang lingkup pemberian bantuan hukum serta hak dan kewajiban penerima bantuan hukum, yaitu : 1. Pasal 1 : a. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum (Angka 1). b. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin (Angka 2). c. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini(angka 3) 2. Pasal 4 a. Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum {Ayat (1)}. b. Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi {Ayat (2)}. c. Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum {Ayat (3)}. 2

3. Pasal 5 Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri {Ayat (1)}. 5. Pasal 12 Penerima Bantuan Hukum berhak: a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa; b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Pasal 13 Penerima Bantuan Hukum wajib: a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum. Sedangkan untuk kalangan di luar masyarakat miskin, termasuk pada pemilik pekerjaan (pelaku PNPM Mandiri Perkotaan) dan penyedia jasa/barang, pemberian bantuan hukum dapat dilayani oleh advokat yang bekerja dengan landasan hukum yang merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat tersebut yang menjelaskan definisi, hak dan kewajiban serta honorarium advokat antara lain sebagai berikut : 1. Pasal 1 a. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini (Angka 1). b. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (Angka2). c. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat (Angka 3). 2. Pasal 18 Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. 3. Pasal 21 a. Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya {Ayat (1)}. 3

b. Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak {Ayat (2)}. 4. Pasal 19 a. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang {Ayat (1)}. b. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat {Ayat (2)}. Sudah menjadi rahasia umum, pemberian layanan bantuan hukum oleh kalangan advokat seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar, bahkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum tersebut bisa melebihi nilai kerugian yang sebenarnya diderita oleh negara. Kondisi ini sering dirasakan cukup memberatkan bagi orang-orang yang sedang menghadapi permasalahan hukum. Untuk mengantisipasi kendala pembiayaan terkait dengan pemberian bantuan hukum tersebut, perlu dipertimbangkan kehadiran lembaga bantuan hukum yang dikelola oleh perguruan tinggi ataupun yayasan. Perguruan tinggi memberikan layanan bantuan hukum yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diletakkan dalam kerangka Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Pada Masyarakat. Demikian pula yayasan mengelola lembaga bantuan hukum yang dipandang sebagai aktualisasi dari pendiriannya sebagai badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. 3 Beranjak dari kehadiran lembaga bantuan hukum yang dikelola oleh yayasan dan perguruan tinggi, maka kebutuhan untuk pelayanan bantuan hukum bagi pelaku PNPM Mandiri Perkotaan yang terkena permasalahan hukum perlu difasilitasi oleh Satker (APBN/APBD) dalam struktur organisasi PNPM Mandiri. Bentuk fasilitas yang dibangun tentunya di dalam kerangka kerja sama Perguruan Tinggi/Yayasan dengan Kementerian atau Lembaga atau Pemerintah Daerah sebagai pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan. Salah satu skema yang bisa dipikirkan adalah pemberian hibah (block grant) kepada Lembaga Bantuan Hukum Perguruan Tinggi/Yayasan untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pendampingan pelaku PNPM Mandiri Perkotaan. C. Penutup Secara teoritis di kalangan akademis sendiri telah dikenal upaya penanggulangan kejahatan tidak hanya semata-mata dapat dilakukan dengan mengedepankan sarana hukum pidana (penal) tetapi harus juga 3 Lihat Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan dan lebih lanjut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. 4

disinergikan dengan penggunaan sarana lain di luar hukum pidana (non penal) yang banyak bersifat sebagai pencegahan (preventive). Pada dasarnya upaya-upaya yang bersifat preventif untuk mengurangi penyimpangan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan memegang peranan yang sangat penting. Upaya preventif ini sangat tepat antara lain melalui media Rapat Koordinasi di antara pelaku PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana terjadi dalam forum ini. ****** CURRICULUM VITAE A. Nama : Dr. RB Sularto, SH., M.Hum. B. Tmpt/Tgl. Lahir : Garut/1 Januari 1967 C. NIP : 19670101 199103 1 005 D. Pangkat/Gol : Pembina/IV A E. Jabatan : Rektor Kepala F. Alamat : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jalan Prof. Sudarto, SH Tembalang, Semarang G. Email : sularto_rb@yahoo.com H. Telepon : 024-76918205/08157746216 I. Riwayat Pendidikan 1. Formal : a. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1990) b. Progam Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegro (1997) c. Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (2010) 2. Informal : a. Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi Semarang (1993) b. Salzburg Law School on International Criminal Law, Humanitarian Law and Human Rights Law, Salzburg Austria (2009) c. Sandwichlike Program pada Raoul Wallenberg Institute Lund University, Lund Sweden (2009-2010) J. Riwayat Pekerjaan 1. Fungsional : a. Dosen Tetap Program S1, S2, & S3 Fakultas Hukum UNDIP (sejak 1991) b. Dosen Tidak Tetap Akademi Kepolisian/Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian RI (sejak 1993) c. Dosen Tidak Tetap Program Magister Ilmu Hukum UNS (2012) 2. Non Struktural: a. Ketua Program Studi S1 Reguler II Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (2011- sekarang) b. Ketua Panitia/Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (2006-sekarang) c. Sekretaris Badan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (2006-2011) 5