MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BANYUWANGI


GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 76 TAHUN 2012

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BELITUNG

Angkutan Jalan a) Jaringan Pelayanan Angkutan Jalan

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN DI KOTA BANJAR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR TAHUN2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESENIAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 65/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETAHANAN PANGAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

2013, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PROFIL DAN TARGET SPM BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN/KOTA : KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 061 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

GUBERNUR KALIMATAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 22/PER/M.KOMINFO/12/2010

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 8 TAHUN 2011

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN PUBLIK KAPAL PERINTIS MILIK NEGARA

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN PUBLIK KAPAL PERINTIS

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 31 TAHUN 2013

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 859 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 62 TAHUN 2011 PENGATURAN WAKTU OPERASI KENOARAAN ANGKUTAN BARANG 01 JALAN TOL OALAM KOTA 01 OKI JAKARTA

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH OTONOM BARU

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 9 TAHUN 2013

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 74

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 07 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

2016, No Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan A

MENTERI KOMUNlKASl DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KOMUNlKASl DAN INFORMATIKA NOMOR : 22 lperlm.kominf o TENTANG

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN, REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 934 TAHUN 2017 TENTANG RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2017

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

Transkripsi:

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERIPERHUBUNGAN NOMOR: PM. 81 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan melalui penyusunan Standar Pelayanan Minimal untuk menjamin akses mutu pelayanan dasar kepada masyarakat dan agar penyelenggaraan kinerja Pemerintahan Daerah tetap sejalan dengan tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa bidang perhubungan merupakan salah satu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal yang menjadi urusan wajib Pemerintahan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Daerah dan Daerah Kabupaten/; 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 7. Peraturan Pemerintah Nomer 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah Kabupaten/ (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; Berita Acara Sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) tanggal 12 Agustus 2011 yang merekomendasikan kepada Menteri untuk menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Daerah dan Daerah Kabupaten/; PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA. BABI KETENTUAN UMUM 1. Standar Pelayanan Minimal bidang selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar dalam penyediaan aksesibilitas transportasi yang merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

2. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. 3. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Pengembangan kapasitas adalah upaya meningkatkan kemampuan sistem atau sarana dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/atau SPM secara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 8. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan di bidang perhubungan. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN SPM dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ dalam penyediaan aksesibilitas transportasi yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

BAB III STAN OAR PELAYANAN MINIMAL BIOANG PERHUBUNGAN (1) Pemerintah Oaerah dan Pemerintah Oaerah Kabupaten/ menyelenggarakan pelayanan dasar di bidang perhubungan sesuai dengan SPM. (2) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jenis pelayanan, indikator kinerja, dan target Tahun 2010 - Tahun 2014 yang tercantum dalam Lampiran Peraturan ini. Oi luar jenis pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pemerintah Oaerah dan Pemerintah Oaerah Kabupaten/ tertentu wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik, dan potensi daerah. SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diberlakukan juga bagi Oaerah Khusus Ibukota Jakarta. BABIV WEWENANG PENETAPAN (1) Wewenang penetapan SPM bidang dilakukan oleh Pemerintah dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan pemerintah daerah. (2) Penetapan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan secara berkala berdasarkan evaluasi pencapaian SPM yang lebih rendah dari tahun sebelumnya. (3) Pelaksanaan SPM dapat disempurnakan dan/atau ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah.

BABV PENGORGANISASIAN (1) Gubernur dan BupatilWalikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan di bidang perhubungan sesuai SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). (2) Penyelenggaraan pelayanan di bidang perhubungan sesuai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara operasional dikoordinasikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang daerah dan daerah Kabupaten/. (3) Penyelenggaraan pelayanan di bidang perhubungan sesuai SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparatur satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. BABVI PELAKSANAAN (1) SPM yang ditetapkan merupakan acuan dalam perencanaan program pencapaian target SPM di masing-masing Daerah dan Daerah Kabupaten/ yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). (2) Pencapaian target SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Pedoman/Standar Teknis yang ditetapkan. BABVII PELAPORAN (1) Gubernur dan BupatilWalikota menyampaikan laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) kepada Menteri.

(2) Berdasarkan laporan teknis tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penerapan SPM. (3) Format laporan teknis tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri tentang Petunjuk Teknis Penerapan dan Pencapaian SPM. BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI (1) Menteri melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan dan pencapaian SPM oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat. (2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. (4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/. Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipergunakan sebagai: a. Bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam pencapaian SPM ; b. Bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM, termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang berprestasi sangat baik; dan c. Bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi khusus daerah yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan.

BABIX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM. (2) Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, mendelegasikan pembinaan dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah. (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyampaian rencana program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM. (4) Untuk mendukung penerapan dan pencapaian SPM, dilakukan penyusunan petunjuk teknis yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (1) Menteri dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dibantu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian. (2) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dibantu oleh Inspektorat berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten/. (3) BupatilWalikota melaksanakan pengawasan teknis dalam penyelenggaraan pelayanan di bidang perhubungan sesuai SPM di daerah masing-masing.

BABX PENGEMBANGAN KAPASITAS (1) Menteri dapat memfasilitasi pengembangan kapasitas melalui peningkatan kemampuan sistem, kelembagaan, personal dan keuangan, baik di tingkat Pemerintah maupun pemerintah daerah. (2) Fasilitasi pengembangan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya meliputi : a. Perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM, termasuk kesenjangan pembiayaan; b. Penyusunan rencana pencapaian SPM dan penetapan target tahunan pencapaian SPM ; c. Penilaian prestasi kerja pencapaian SPM ; dan (3) Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, dan/atau bantuan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mempertimbangkan kemampuan kelembagaan, personal dan keuangan negara serta keuangan daerah. BABXI PENDANAAN (1) Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan SPM yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN Kementerian. (2) Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/target, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tug as dan tanggung jawab pemerintahan daerah dibebankan kepada APBD.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2011 MENTERI PERHUBUNGAN, ttd Diundangkan di Jakarta pad a tanggal 7 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd UMAR RIS SH MM MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001

Nomor Tanggal PM. 81 Tahun 2011 : 25 Agustus 2011 Standar Pelayanan Minimal Batas No Jenis Pelayanan Dasar Waktu Keterangan Pencapaian Indikator Nilai 1. Angkutan a. Jaringan Tersedianya angkutan umum yang 100% 2014 Jalan Pelayanan melayani wilayah yang telah tersedia Angkutan Jalan jaringan jalan untuk jaringan jalan. b. Jaringan Tersedianya terminal angkutan 100% 2014 Prasarana penumpang tipe A pada setiap Angkutan Jalan untuk melayani angkutan umum dalam trayek. c. Fasilitas Tersedianya fasilitas perlengkapan 60% 2014 Perlengkapan jalan (rambu, marka dan guardrill) dan Jalan penerangan jalan umum (PJU) pada jalan. d. Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan 100% 2014 bagi angkutan umum yang melayani trayek Antar Dalam (AKDP).

Batas Waktu Pencapaian Keterangan e. Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada perusahaan angkutan umum, pengelola terminal, dan pengelola perlengkapan jalan. Angkutan Sungai dan Danau a. Jaringan Pelayanan Angkutan Sungai dan Danau Tersedianya angkutan sungai dan danau untuk melayani jaringan trayek antar Kabupaten/ dalam pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari. b. Jaringan Prasarana Angkutan Sungai dan Danau Tersedianya pelabuhan sungai dan danau untuk melayani kapal sungai dan danau yang beroperasi pada jaringan trayek antar Kabupaten/ dalam pada wilayah yang tersedia alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari. Terpenuhinya standar keselamatan bagi kapal sungai dan danau yang beroperasi pada trayek antar Kabupaten/ dalam. d. Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai awak kapal angkutan sungai dan danau.

Batas Waktu Pencapaian Keterangan Angkutan Penyeberangan a. Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan Tersedianya kapal penyeberangan yang beroperasi pada Iintas antar Kabupaten/ dalam yang menghubungkan jalan yang terputus oleh perairan b. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan Tersedianya pelabuhan pada setiap ibukota dan ibukota Kabupaten/ yang memiliki pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas antar Kabupaten/ dalam dan tidak ada alternatif jalan. Terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan antar Kabupaten/ dalam. d. Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai awak kapal penyeberangan dengan ukuran di bawah 7 GT.

Batas Waktu Pencapaian Keterangan a. Jaringan Pelayanan Angkutan Laut b. Jaringan Prasarana Angkutan Laut d. Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya kapal laut yang 100% beroperasi pada lintas antar Kabupaten/ dalam pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif jalan Tersedianya dermaga pada setiap ibukota dan ibukota Kabupaten/ untuk melayani kapal laut yang beroperasi pada lintas trayek antar Kabupaten/ dalam pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif angkutan jalan. Terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal yang beroperasi antar Kabupaten/ dalam. Tersedianya SDM yang memiliki kompetensi sebagai awak kapal untuk angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT.

Standar Pelayanan Minimal Batas No Jenis Pelayanan Casar Waktu Keterangan Pencapaian Indikator Nilai 1. Angkutan Jalan a. Jaringan 1) Tersedianya angkutan umum yang 75% 2014 Pelayanan melayani wilayah yang telah Angkutan Jalan tersedia jaringan jalan untuk Kabupaten/ jaringan jalan Kabupaten/ 2) Tersedianya angkutan umum yang 60% 2014 melayani jaringan trayek yang menghubungkan daerah tertinggal Kabupaten/ dan terpencil dengan wilayah yang telah berkembang pada wilayah yang telah tersedia jaringan jalan Kabupaten/. b. Jaringan 1) Tersedianya halte pada setiap 100% 2014 Prasarana Kabupaten/ yang telah Angkutan Jalan dilayani angkutan umum dalam Kabupaten/ trayek. 2) Tersedianya terminal angkutan 40% 2014 penumpang pada setiap Kabupaten/ yang telah Kabupaten/ dilayani angkutan umum dalam trayek.

Batas Standar Pelayanan Minimal No Jenis Pelayanan Casar Waktu Indikator Nilai Pencapaian Keterangan c. Fasilitas Tersedianya fasilitas perlengkapan 60% 2014 Oilaksanakan Perlengkapan jalan (rambu, marka, dan guardrill) dan oleh Oinas Jalan penerangan jalan umum (PJU) pada jalan Kabupaten/. d. Pelayanan Tersedianya unit pengujian kendaraan 60% 2014 Oilaksanakan Pengujian bermotor bagi Kabupaten/ yang oleh Oinas Kendaraan memiliki populasi kendaraan wajib uji Bermotor minimal 4000 (empat ribu) kendaraan wajib uji. e. 8umber Oaya 1) Tersedianya 8umber Oaya 50% 2014 Oilaksanakan Manusia (80M) Manusia (80M) di bidang terminal oleh Oinas pada Kabupaten/ yang telah memiliki terminal. 2) Tersedianya 8umber Oaya 100% 2014 Oilaksanakan Manusia (80M) di bidang oleh Oinas pengujian kendaraan bermotor pada Kabupaten/ yang telah melakukan pengujian berkala kendaraan bermotor. 3) Tersedianya 8umber Oaya 40% 2014 Oilaksanakan Manusia (80M) di bidang MRLL, oleh Oinas Evaluasi Andalalin, Pengelolaan Parkir pada Kabupaten/.

Batas Waktu Pencapaian 4) Tersedianya Surnber Daya 100% Manusia (SDM) yang rnerniliki kornpetensi sebagai pengawas kelaikan kendaraan pada setiap perusahaan angkutan urnurn 2. Angkutan Sungaidan Danau. a. Jaringan Pelayanan Angkutan Sungai dan Danau Terpenuhinya standar keselarnatan 100% bagi angkutan urnurn yang rnelayani trayek di dalarn Kabupaten/. 1) Tersedianya kapal sungai dan 75% danau untuk rnelayani jaringan trayek dalarn Kabupaten/ pada wilayah yang tersedia alur sungai dan danau yang dapat dilayari. 2) Tersedianya kapal sungai dan danau yang rnelayani trayek dalarn Kabupaten/ yang rnenghubungkan daerah tertinggal dan terpencil dengan wilayah yang telah berkernbang pada wilayah yang tersedia alur sungai dan danau yang dapat dilayari.

Batas Waktu Pencapaian b. Jaringan Prasarana Angkutan Sungaidan Danau Tersedianya pelabuhan sungai dan danau untuk melayani kapal sungai dan danau yang beroperasi pada trayek dalam Kabupaten/ pada wilayah yang telah dilayari angkutan sungai dan danau. Terpenuhinya standar keselamatan bagi kapal sungai dan danau yang beroperasi pada lintas antar pelabuhan dalam satu Kabupaten/. d. Sumber Daya Manusia (SDM) Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi sebagai awak kapal angkutan sungai dan danau untuk daerah yang telah melayani angkutan sungai dan danau. Angkutan Penyeberangan a. Jaringan Pelayanan Angkutan Penyeberangan 1) Tersedianya kapal penyeberangan yang beroperasi pada lintas dalam Kabupaten/ pada wilayah yang telah ditetapkan Iintas penyeberangan dalam Kabupaten/.

Batas Waktu Pencapaian b. Jaringan Prasarana Angkutan Penyeberangan 2) Tersedianya kapal penyeberangan 100% yang beroperasi pada lintas dalam Kabupaten/ untuk menghubungkan daerah tertinggal dan terpencil dengan wilayah yang telah berkembang pada wilayah yang telah ditetapkan lintas penyeberangan dalam kabupaten/. Tersedianya pelabuhan penyeberangan pada Kabupaten/ yang memiliki pelayanan angkutan penyeberangan yang beroperasi pada lintas penyeberangan dalam Kabupaten/ pada wilayah yang memiliki alur pelayaran. Terpenuhinya standar keselamatan kapal penyeberangan dengan ukuran di bawah 7 GT dan kapal penyeberangan yang beroperasi pada lintas penyeberangan dalam Kabupaten/.

Standar Pelayanan Minimal Batas No Jenis Pelayanan Dasar Waktu Indikator Nilai Pencapaian Keterangan d. 8umber Daya Tersedianya 8umber Daya Manusia 50% 2014 Manusia (8DM) (8DM) yang mempunyai kompetensi sebagai awak kapal penyeberangan dengan ukuran di bawah 7 GT atau yang beroperasi di lintas penyeberangan dalam Kabupaten/ Kabupaten/ 4. Angkutan Laut a. Jaringan 1. Tersedianya kapal laut yang 90% 2014 Pelayanan beroperasi pada lintas dalam Angkutan Laut Kabupaten/ pada wilayah Kabupaten/ yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif angkutan jalan. 2. Tersedianya kapal laut yang 100% 2014 beroperasi pada lintas atau trayek dalam Kabupaten/ untuk Kabupaten/ menghubungkan daerah tertinggal dan terpencil dengan wilayah yang telah berkembang pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif angkutan jalan.

Batas Waktu Pencapaian b. Jaringan Prasarana Angkutan Laut Tersedianya dermaga pada setiap ibukota Kecamatan dalam Kabupaten/ untuk melayani kapal laut yang beroperasi pada trayek dalam Kabupaten/ Oilaksanakan oleh Oinas pada wilayah yang memiliki alur pelayaran dan tidak ada alternatif angkutan jalan. Terpenuhinya standar keselamatan kapal dengan ukuran di bawah 7 GT yang beroperasi pada lintas dalam Kabupaten/. Oilaksanakan oleh Oinas d. Sumber Oaya Manusia (SOM) Tersedianya Sumber Oaya Manusia (SOM) yang mempunyai kompetensi sebagai awak kapal angkutan laut dengan ukuran di bawah 7 GT Oilaksanakan oleh Oinas Salinan sesuai denga Kepala Biro H (t MENTERI PERHUBUNGAN, ttd FREDDY NUMBERI UMAR 5 SH MM MH Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19630220 198903 1 001