SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PADA PELUNCURAN SURAT EDARAN BERSAMA PERCEPATAN PELAKSANAAN PUG MELALUI PPRG Jakarta, 5 Maret 2013 Yth. Menteri Bappenas Yth. Menteri Keuangan Yth. Menteri Dalam Negeri Yth. Para Pejabat Eselon I Hadirin yang saya hormati. Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua, Pertama kali, marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan berkah dan rahmat-nya serta mengizinkan kita dalam lindungan-nya untuk hadir dalam kesempatan yang baik ini. 1
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan penghargaan kepada Kementerian Bappenas yang telah menginisiasi penyusunan Surat Edaran Bersama tentang Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender. Penghargaan juga ingin saya sampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri yang telah memberikan komitmennya dengan mendukung pelaksanaan dari kesepakatan bersama tersebut. Diharapkan melalui kesepakatan bersama ini maka pelaksanaan pembangunan yang adil melalui perencanaan dan penganganggaran yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan,dapat terwujud seperti yang kita harapkan. Upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan telah dilakukan sejak lama. Banyak upaya yang telah dilakukan baik oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat maupun kalangan perguruan tinggi dan semua mempunyai tujuan yang sama, yaitu mensejahterakan masyarakat Indonesia. Kita semua menyadari bahwa perwujudkan masyarakat yang adil dan makmur tidak terlepas dari upaya seluruh unsur dalam setiap bangsa. Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari peran masyarakat. Bila dilihat dari jumlah penduduk usai produktif, maka tampak bahwa pada penduduk usia produktif (15 64 tahun), jumlah perempuan hampir sama dengan jumlah laki-laki. Data menunjukkan bahwa dari 100 perempuan ada sebanyak 66 orang berusia produktif sementara dari 100 laki-laki ada 65 orang berusia produktif (Susenas, 2011). Potensi sumber daya manusia tersebut dapat menjadi modal utama pembangunan bila mereka mempunyai kualitas yang baik,yang tercermin pada kualitas pendidikan, status kesehatan dan peran mereka dalam pembangunan ekonomi. 2
Dalam bidang pendidikan, pencapaian kualitas pendidikan formal bagi perempuan yang terus meningkatsetiap tahunnya, hal ini tidak terlepas dari keberhasilan upaya pelaksanaan wajib belajar. Kualitas pendidikan, baik laki-laki dan perempuan terus meningkat pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Namun bila dilihat dari kepemilikan ijazah maka masih ditemui sebanyak 25 persen penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas yang tidak memiliki ijazah sedangkan dari 100 laki-laki berumur 15 tahun ke atas, sebanyak 18 orang diantaranya tidak memiliki ijazah. Peran perempuan dalam pembangunan ekonomi juga telah mengalami kemajuan yang ditunjukkan dengan peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan yang terus meningkat setiap tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan pada tahun 2011 mencapai sebesar 52,44 persen dan TPAK laki-laki sebesar 84,30 persen (Sakernas, 2011). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan sebesar 7,62 persen lebih tinggi dibandingkan dengan TPT laki-laki sebesar 5,90 persen.jumlah perempuan yang bekerja di sektor perdagangan dan jasa relatif sama dengan laki-laki, sedangkan perempuan yang bekerja di sektor pertanian separuhnya dari laki-laki.namun jumlah perempuan yang mempunyai status pekerja keluarga/tidak dibayar masih cukup tinggi. Dari 100 penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dengan status pekerja keluarga/tak dibayar, 72 adalah perempuan dan 28 adalah laki-laki. Bila dilihat kondisi upah secara nasional rata-rata upah pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan upah pekerja laki-laki, baik di sektor pertanian maupun non pertanian.rasio upah pekerja perempuan pada sektor pertanian sebesar 68,66 persen sedangkan rasio upah pekerja perempuan pada sektor non pertanian lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian, yaitu sebesar 76,69 persen. Peran perempuan dalam bidang usaha, khususnya usaha kecil dan mikro ternyata cukup potensial untuk dikembangkan.persentase 3
perempuan sebagai pengusaha kecil dan mikro sebesar 44,38 persen dan laki-laki sebesar 55,62 persen (Sakernas 2011).Namun kondisi tersebut tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang memadai. Perempuan pengusaha mikro dan kecilyang berpendidikan dibawah SDmasih cukup besar, yaitu sebanyak74,59 persen. Peningkatan peran perempuan pengusaha pada tingkat pengusaha mikro dan kecil sudah pasti dapat membantuperekonomian keluarga dan mengurangi kemiskinan dalam masyarakat dan sudah tentu hal ini dapat membantu pencapaian target pertama dari MDG. Dalam bidang kesehatan, kemajuan yang dicapai adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan perempuan dan anak yang terus membaik, walaupun data statistik tahun 2011 menunjukkan bahwa kurang lebih 66 persen penduduk lebih suka untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami.salah satu indikator kesehatan masyarakat yang penting adalah angka kematian ibu.data menunjukkan bahwa dari 100 kelahiran, 17 kelahiran ditolong oleh dokter, 64 kelahiran oleh bidan dan tenaga medis lain, dan 19 kelahiran oleh tenaga non medis. Rendahnya kesadaran penduduk untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang telah disediakan perlu menjadi perhatian kita bersama. Upaya menurunkan angka kematian ibu merupakan salah satu tujuan MDGs yang memerlukan kerja keras kita semua. Beberapa faktor penyebab antara lain masalah medis, seperti pendarahan, keracunan kehamilan, aborsi tidak aman dan infeksi, namun tingginya AKI juga didasari oleh masalah ketidaksetaraan gender. Kadang ditemui dalam masyarakat dimana suami sebagai kepala rumah tangga tidak dapat memutuskan dengan tepat tindakan yang perlu diambil bila istri mengalami komplikasi pada saat kehamilan maupun proses melahirkan. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman suami tentang resiko yang mungkin dialami pada proseskehamilan dan melahirkan.oleh karena 4
itu pemahaman seluruh anggota keluarga tentang resiko yang mungkin dihadapi oleh ibu yang hamil dan melahirkan perlu dilakukan. Disamping angka kematian ibu, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian bersama adalah HIV/AIDS, sesuai dengan target ke 6 darimdg. Jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat, khususnya pada kelompok risiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Bila dilihat dari rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan ternyata jumlah laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Bila kasus AIDS terjadi pada 100 laki-laki maka banyaknya perempuan yang mengalami kasus AIDS sebanyak 40 orang. Dari berbagai laporan diketahui bahwa persentase kasus HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun, yaitu sebesar 73,7 persen, diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebanyak 15,0 persen dan kelompok umur diatas 50 tahun sebanyak 4,5 persen. Rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1 berbanding 1. Sedangkan persentase kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 40,7 persen, diikuti kelompok umum 20-29 tahun sebanyak 29,0 persen dan kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 17,3 persen. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2 berbanding 1. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah melakukan kerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDs Nasional untuk menerapkan PPRG dalam penanggulangan HIV/AIDs pada beberapa provinsi terpilih. Dalam upaya mempercepat pencapaian tujuan pembangunan, yaitu mensejahterakan seluruh masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, maka sejak tahun 2000 telah diterbitkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Sejak saat itu upaya untuk mengintegrasikan aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan 5
dalam proses perencanaan, penganganggaran dan pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi terus dilakukan. Prinsip pengarusutamaan gender juga telah diamanatkan sebagai salah prinsip dalam pelaksanaan RPJMN Tahun 2010 2014. Keberhasilan ini mendorong implementasi pengarusutamaan gender oleh kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan pembangunan. Capaian lain yang cukup signifikan adalah terbitnya Peraturan Kementerian Keuangan yang mengamanatkan penyusunan anggaran responsif gender melalui penyusunan Gender Budget Statement yang dimulai sejak tahun 2009 hingga saat ini. Adanya peraturan Kementerian Keuangan tersebut mempercepat proses penyusunan anggaran yang berkeadilan yang sebetulnya merupakan bagian dari penyusunan anggaran berbasis kinerja. Pada tingkat pusat, sudah banyak kementerian dan lembaga yang telah mencoba untuk melaksanakan anggaran yang responsif gender melalui penyusunan GBS. Sejak tahun 2009 uji coba pelaksanaan PPRG telah dimulai di 7 Kementerian/Lembaga, dan jumlah tersebut terus meningkat sampai dengan 33 Kementerian/Lembaga pada tahun 2013. Percepatan pelaksanaan PUG melalui PPRG ini didukung dengan adanya kesepakatan antara kementerian dan lembaga dengan Kementerian PP dan PA yang tertuang dalam Memorandum of Understanding. Sampai saat ini telah ada sebanyak 21 kesepakatan dengan kementerian/lembaga untuk melaksanakan pembangunan perberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang didalamnya menyangkut pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender dan penerapan anggaran yang responsif gender. Kementerian PP dan PA juga telah melakukan pendampingan dalam penyusunan Pedoman PPRG pada kementerian/lembaga untuk dapat digunakan dalam menyusun rencana kegiatan dan anggaran yang dapat memberikan dampak yang adil bagi laki dan perempuan. 6
Disamping keberhasilan yang telah dicapai dalam pelaksanaan PUG, masih banyak tantangan yang perlu mendapatkan perhatian. Hasil evaluasi yang dilakukan pada K/L dan provinsi serta kabupaten/kota menunjukkan bahwa implementasi pelaksanaan pengarusutamaan gender serta penerapan penganggaran yang responsif gender sangat bervariasi diantara kementerian dan lembaga. Pada beberapa kementerian dan lembaga telah menunjukkan kemajuan yang cukup pesat sedangkan pada kementerian lainnya masih menghadapi kendala dalam implementasi. Faktor yang paling berpengaruh adalah komitmen pada tingkat pimpinan tertinggi sampai dengan pemahaman dalam melakukan analisa gender pada pelaku ditingkat teknis. Analisa gender sebagai metode untuk mengidenfitikasiaspirasi, kebutuhan dan peran laki dan perempuan sebagai pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan dirasakan masih belum dipahami secara utuh,disamping terbatasnya data terpilah berdasarkan jenis kelamin serta informasi untuk mengidentifikasi permasalahan serta kebutuhan yang diperlukan oleh laki-laki dan perempuan. Salah satu komponen penting dari pelaksanaan PUG adalah kelembagaan pelaksanaan PUG yaitu Pokja PUG,yang telah dibentuk pada beberapa kementerian dan lembaga sebagai unit yang memfasilitasi pelaksanaan PUG termasuk PPRG. Pada beberapa kementerian/lembaga,pokja PUG dapat berfungsi dengan baik sebagai pendamping para perencana dalam pelaksanaan PUG dan penerapan PPRG, namun sebagian besar Pokja PUG tersebut belum dapat berjalan secara optimal. Keterbatasan fasilitator yang mampu mendampingi Kementerian/Lembaga juga menjadi salah satu kendala yang sering ditemui. 7
Dalam upaya mendukung pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah, Kementerian PP dan PA telah melakukan sosialisasi dan fasilitasi serta pendampingan pada seluruh provinsi dan beberapa kabupaten/kota. Pada tingkat daerah, kerjasama dilakukan dengan Badan/Kantor/Biro Pemberdayaan Perempuan serta Badan Perencanaan Daerah. Beberapa provinsi telah melakukan inisiatif untuk melaksanakan PPRG dengan terlebih dahulu menyusun peraturan perundangan untuk mendukung pelaksanaannya. Dengan difasilitasi oleh Badan/Kantor/Biro Pemberdayaan Perempuan, beberapa SKPD telah berupaya untuk menerapkan PPRG dengan memodifikasi format GBS yang terdapat dalam peraturan kementerian keuangan.dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, kurang lebih ada 15 Provinsi telah melakukan inisiasi menerapkan PPRG. Seperti yang terjadi pada kementerian dan lembaga, kemajuan setiap provinsi dan kabupaten dalam melaksanakan PUG dan menerapkan PPRG sangatlah bervariasi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan komitmen dari pimpinan daerah serta kemampuan SDM dalam SKPD dalam memahami permasalahan serta kebutuhan yang dihadapi oleh masyarakat, baik laki-laki dan perempuan dan bagaimana mereka menggunakan analisa gender untuk mengidentifikasi hal tersebut. Ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin yang dapat menggambarkan kondisi dan situasi yang dihadapi laki-laki dan perempuan sangat penting sehingga sumberdaya pembangunan yang terbatas dapat dimanfaatkan secara adil bagi seluruh masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Pada tingkat kabupaten dan kota, Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah memberikan dana bantuan secara bertahap kepada setiap provinsi untuk membantu mereka melakukan fasilitasi pada kabupaten/kota dalam melaksanakan PUG serta penerapan PPRG. Namun disadari bahwa tantangan yang dihadapi masih cukup besar. Luasnya wilayah serta isu gender atau isu yang 8
dihadapi oleh laki dan perempuan pada setiap wilayah/kota sangat spesifik sudah tentumembutuhkan penanganan yang spesifik pula. Adanya keinginan dari daerah untuk melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan serta anggaran yang berkeadilan perlu mendapat dukungan dari Kementerian Dalam Negeri, baik melalui peraturan perundangan yang sesuai maupun peningkatan komitmen bagi pimpinan daerah.untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan melalui penerapan PPRG diperlukan komitmen dan peran aktif dari semua pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Diharapkan melalui kesepakatan dan rencana kegiatan yang tertuang dalam Surat Edaran Bersama tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender maka berbagai tantangan yang dihadapi dapat dicarikan solusi yang sesuai. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan beberapa harapan dan upaya yang perlu dilakukanantara lain: Diharapkan peran dari Tim Penggerak dalam hal ini Kementerian Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dapat meningkatkan sinergi dalam memfasilitasi Kementerian dan Lembaga dalam melaksanakan anggaran yang berkeadilan. Pada tingkat pusat, kementerian/lembaga yang telah menerapkan PPRG dengan baik dapat melakukan tukar pengalaman pada kementerian dan lembaga lainnya. 9
Membentuk Sekretariat Bersama yang dapat berfungsi sebagai unit yang dapat memfasilitasi Kementerian danlembaga dalam pelaksanaan PUG serta menerapkan PPRG serta memonitor pelaksanaan dari SEB. Diharapkan Tim Penggerak dapat melaksanakan rencana kegiatan yang telah disusun dan disepakati. Kementerian PP dan PA akan mengembangkan mekanisme pendampingan pada K/L dan Daerah dengan mengoptimalkan fasilitator yang telah ada di Kementerian/Lembaga, LSM, Perguruan Tinggi, baik yang berada di pusat maupun di daerah. Melalui kerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara, Kementerian PP-PA akan mengintegrasikan materi tentang isu gender dalam pembangunan padapendidikan dan pelatihan bagi pegawai negeri. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi perempuan dan laki-laki memberikan penyadaran bahwa penanganan permasalahan tersebut tidak dapat dilakukan oleh Kementerian PP dan PA. Oleh karenanya, dibutuhkan dukungan dan kerjasama antar seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah, agar kondisi tersebut dapat ditangani secara baik dan menyeluruh. Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk tetap berkomitmen untuk mencapai kesejahteraan bersama sebagai bentuk tanggung jawab kita kepada masyarakat Indonesia. 10
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih atas segala perhatiannya. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing setiap langkah kita semua. Amin. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Linda Amalia Sari, S.IP 11