BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

Uji Antagonis Gliocladium sp dalam... Syamsul Rizal...Sainmatika...Volume 14...No 2 Desember

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

Pengendalian Hayati Penyakit Hawar Daun Tanaman Kentang Dengan Agens Hayati Jamur-jamur Antagonis Isolat Lokal. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Cabai Budidaya Tanaman Cabai

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

TINJAUAN PUSTAKA. maupun subtropika. Negara penghasil pisang dunia umumnya terletak di daerah

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Teknologi Pengendalian Penyakit Antraknos Pada Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sheldon (1904), penyakit layu Fusarium dapat diklasifikasikan

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mengenal Penyakit Busuk Batang Vanili. Oleh : Umiati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman

UJI ANTAGONIS 5 ISOLAT TRICHODERMA DARI RIZOSFER

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

POTENSI AGENS HAYATI Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI. Nurmasita Ismail, Andi Tenrirawe

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Latin. Salah satu spesies tanaman stroberi, Fragaria chiloensis L telah

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah

Transkripsi:

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas cabai merah hanya 5.67 ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2005), padahal potensi produksi cabai merah dapat mencapai 12-20 ton/ha (Duriat, 1996). Cabai (Capsicum annum L) salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya terdapat zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Sun dkk., (2007) melaporkan cabai mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Kandungan terbesar antioksidan ini adalah pada cabai hijau. Cabai juga mengandung lasparaginase dan capsaicin yang berperan sebagai zat anti kanker (Kilham 2006; Bano & Sivaramakrishnan 1980). Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas cabai adalah kehilangan hasil yang tinggi disebabkan oleh penyakit Antraknosa (Colletotrichum spp) yang menimbulkan kerugian mencapai 70% (Kusandriani dan Permadi 1996).

3 Penyakit pada tanaman cabai merah sering disebabkan oleh C. gloeosporioides (Sherf dan Macnab 1986 dalam Suhardi 1989) dengan menunjukkan gejala bintik kecil yang berwarna kehitaman dan berlekuk serta dikelilingi warna kuning dan makin lama semakin membesar pada buah cabai. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerahan dan bagian tengahnya semakin hitam sehingga mengakibatkan buah layu, mengkerut, kering, dan busuk (Semangun, 1996). Serangan pada biji menyebabkan biji gagal berkecambah (Suryaningsih dan Suhardi, 1993). Menurut Duriat (1990), penyakit ini dapat terjadi kapan saja, terutama bila curah hujan tinggi. Hama penyakit menjadi masalah penting dalam pembudidayaan tanaman sayuran ini. Penyakit yang ditakuti petani cabai dan tanaman buah lainnya adalah penyakit antraknosa. Patogen penyakit ini tidak hanya menyerang buah buahan yang di pertanaman, tetapi juga mengancam buah hasil panen. Penyakit ini berkembang selama proses penyimpanan. Pengendalian biologis pada pasca panen merupakan salah satu alternatif pengendalian yang efektif. Sampai saat ini untuk mengendalikan penyakit antraknosa, petani umumnya menggunakan fungisida secara intensif. Penggunaan pestisida secara berlebihan tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, tetapi juga mengakibatkan resiko kesehatan petani dan konsumen, serta kerusakan lingkungan (Syukur dkk, 2007). Arwiyanto (2003) menyatakan bahwa penggunaan agen hayati berbahan baku biocendawansida menjadi alternatif yang tepat untuk mengendalikan mikroba patogen penyebab penyakit pada tanaman budidaya.

4 Agensia hayati meliputi organisme dan substansi yang dihasilkan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu yang merugikan (Anonim, 1996 dalam Marwoto, 2001). Salah satu jenis biopestisida adalah biofungisida berbahan aktif mikroorganisme sel cendawan antagonis yaitu Trichoderma harzianum. Trichoderma harzianum yaitu cendawan penghambat pertumbuhan cendawan patogen penyebab penyakit tanaman budidaya yang diharapkan efektif mengendalikan serangan cendawan patogen Colletotricum gloeosporioides pada buah cabai serta aman bagi tanaman budidaya sebagai tanaman bukan sasaran (Purwantisari, 2008) Cendawan Trichoderma harzianum dapat diisolasi dari tanah lokal, termasuk cendawan selulolitik sejati karena mampu menghasilkan komponen selulase secara lengkap. Cendawan tanah ini terdiri dari sembilan jenis yaitu Trichoderma piluliferum, Trichoderma polysporum, Trichoderma koningii, Trichoderma auroviride, Trichoderma amantum, Trichoderma harzianum, Trichoderma longibrachiatum, Trichoderma pseudokoningii, dan Trichoderma viride (Rifai, 1969 dalam Salma & Gunarto, 1999). Menurut Kloepper dkk, (1989) cendawan-cendawan antagonis tanah isolat lokal seperti Trichoderma harzianum. dilaporkan mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap cendawan patogen. Mekanisme hiperparasitisme dan antibiosisnya efektif menghambat pertumbuhan cendawan patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya. Dinding sel cendawan patogen menjadi rusak kemudian mati melalui aktivitas enzim kitinasenya. Beberapa

5 enzim kitinolitik hanya toksik pada cendawan patogen penyebab penyakit tanaman budidaya tetapi tidak membahayakan mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang (Purwantisari, 2008). Trichoderma harzianum merupakan salah satu jenis yang memiliki aktivitas antifungal yang tinggi, karena T. harzianum dapat memproduksi enzim litik dan antibiotik antifungal. Selain itu T. harzianum juga dapat berkompetisi dengan patogen dan dapat membantu pertumbuhan tanaman. T. harzianum memiliki kisaran penghambatan yang luas karena dapat menghambat berbagai jenis fungi. (Anonim, 2007). Sifat antagonis cendawan Trichoderma harzianum telah diteliti sejak lama, karena potensi cendawan Trichoderma harzianum sebagai agensia pengendali hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman sudah tidak terbantahkan. Spesies Trichoderma yang telah dilaporkan sebagai agensia hayati adalah Trichoderma harzianum, Trichoderma viridae, dan Trichoderma konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan aplikasi cendawan Trichoderma sp. Diantaranya adalah busuk pangkal batang pada tanaman panili yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Cendawan Akar Putih (JAP) yang menyerang tanaman lada. Menurut Salma dan Gunarto (1999), Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase sehingga dapat merusak dinding sel cendawan patogen pada kelompok cendawan famili Pythiaceae seperti Phytophthora

6 infestans. Selain itu cendawan tanah Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan melakukan perlilitan dan penetrasi hifa patogen serta menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin bagi patogen lawannya (Dennis & Webster, 1971 dalam Salma dan Gunarto, 1999). Mekanisme antibiosis dilakukan dengan menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin untuk membunuh P. infestans. Menurut Yuliani (2002), keunggulan penggunaan biofungisida tersebut adalah mudah dimonitor dan mampu berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia. Biofungisida tidak menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah atau terakumulasi di dalam makanan hasil budidaya pertanian. (Purwantisari, 2008). Maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh konsentrasi Trichoderma harzianum terhadap penyakit antraknosa pada buah cabai. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh Trichoderma harzianum dalam pengendalian penyakit antraknosa. 2. Pada konsentrasi berapa Trichoderma harzianum dapat mengendalikan penyakit antraknosa.

7 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan cendawan Trichoderma harzianum sebagai agen pengendali hayati untuk mengendalikan penyakit Antraknosa pada buah cabai. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pemanfaatan cendawan Trichoderma harzianum dalam mengendalikan penyakit antraknosa. 1.5 Batasan Masalah Penulis membatasi permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Isolasi cendawan Trichoderma harzianum yang digunakan yaitu bibit cendawan Trichoderma harzianum koleksi laboratorium, sedangkan isolasi antraknosa digunakan yaitu isolasi cendawan Colletotrichum gloeosporioides yang sudah disimpan di laboratorium Hama dan Penyakit, Balitsa-Lembang. 2. Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama Dan Penyakit Balitsa (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), Lembang.

8 1.6 Kerangka Pemikiran Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai Indonesia adalah gangguan hama dan penyakit (Semangun, 2000). Beberapa penyakit yang dominan menyerang cabai adalah antraknosa, hawar Phytophthora, layu bakteri dan virus (Yoon, 2003). Antraknosa merupakan penyakit utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia (Suryaningsih dkk., 1996). Antraknosa pada cabai disebabkan oleh genus Colletotrichum, yang digolongkan menjadi enam spesies utama yaitu Colletotrichum gloeosporioides, Colletotrichum Acutatum, Colletotrichum dematium, Colletotrichum capsici dan Colletotrichum coccodes (Kim dkk., 1999). Menurut Suryaningsih (1996), di Indonesia, patogen antraknosa yang paling banyak dijumpai menyerang tanaman cabai adalah Colletotrichum capsici dan Colletotrichum gloeosporioides. Populasi Colletotrichum gloeosporioides di lapangan 5-6 kali lebih banyak dari pada populasi Colletotrichum capsici dan menyebabkan kerusakan lebih parah (J. Agron, 2007). Gejala yang timbul cendawan Colletotrichum gloeosporioides yaitu pada buah terdapatnya bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, yang selanjutnya menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang terdiri dari sekelompok seta dan konidium cendawan. Serangan yang berat dapat menyebabkan buah mengering dan keriput sehingga yang seharusnya berwarna merah menjadi seperti jerami (Semangun, 2000).

9 Maka dari itu diperlukan agen pengendalian hayati dengan menggunakan mikroorganisme antagonis, salah satunya yaitu dengan menggunakan cendawan Trichoderma harzianum. Pemanfaatan cendawan Trichoderma harzianum juga dilaporkan berpotensial sebagai agen pengendali hayati karena bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tanaman, seperti Fusarium sp, Rhizoctonia solani, Rhyzopor sp, dan phytium sp (Mukerji dan Grag, 1988 dalam Anaf, 2009). Endokitinase merupakan enzim cendawan Trichoderma harzianum yang mempunyai aktifitas lisis dan anticendawan yang paling tinggi dibandingkan dengan tipe enzim kitinase lainnya (de La Cruz dkk., 1993; Lorito dkk., 1996 dalam Widyastuti, 2007). Isolat Trichoderma harzianum yang telah matang mampu secara ekologi dapat berkompetisi dengan mikroorganisme lain dalam jangka panjang. Selain itu, Trichoderma harzianum juga mampu mengkolonisasi bidang infeksi yang potensial, misalnya akar yang tumbuh, bagian tumbuhan yang luka, atau jaringan di sekitar perakaran. Metode pengendalian penyakit yang tidak lengkap dan berubah-ubah hanya akan berhasil jika formulasi dan jadwal aplikasi lebih menguntungkan agen antagonis dibandingkan patogen yang akan dikendalikan. Selain sebagai agen antagonis, Trichoderma harzianum juga dapat meningkatkan produksi senyawa penting bagi tumbuhan untuk pertahanan terhadap patogen. Menurut Hadar dkk (2007) membuktikan bahwa Trichoderma harzianum hanya menyerang R. Solani dan Pythilum aphanidermatum. Trichoderma harzianum

10 dapat mengurai miselia R. Solani sebagai akibat adanya kitinase yang dihasilkan Trichoderma harzianum pada bagian yang berinteraksi (Widyasturi, 2007). 1.7 Hipotesis Penelitian Terdapat pengaruh konsentrasi cendawan Trichoderma harzianum terhadap penyakit antraknosa pada buah cabai.