Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan

dokumen-dokumen yang mirip
JAKARTA (22/5/2015)

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Kelautan

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BUPATI BANGKA TENGAH

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA) Amin, S.Pd., M.Si*)

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI KALIMANTAN SELATAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 Tentang : Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah membuat

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

Apakah terumbu karang?

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan Faizal Kasim **) *) *) Makalah Penyuluhan Kemah Bhakti UNG Desa Olele, 27 November 2011 **) Dosen Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fak. Pertanian UNG 1 Pendahuluan Sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting. Kekayaan nilai dalam ekosistem terumbu karang menyumbang manfaat yang sangat besar dan beragam dalam pembangunan kelautan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya yang dilakukan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat di sekitar terumbu karang berada, termasuk sumberdaya terumbu karang itu sendiri dan eksosistimnya. Pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang berada merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya. Sebaliknya, kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir. Diperlukan upaya di tiap tingkat kebijakan (daerah hingga nasional) maupun tiap komponen (pengelola, pemanfaat, dan pihak terkait lainnya) untuk menjaga dan melestarikan keberadaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistimnya, di samping upaya menghentikan laju degradasi terumbu karang sehingga degradasi terumbu karang sehingga tidak semakin luas. Kesemuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan kelautan yang berkelanjutan. 2 Pengertian 2.1 Terumbu Karang dan Pembentukannya Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami pengertiannya. Istilah terumbu karang ini merupakan terjemahan langsung bahasa Inggris dari kata coral reefs. Menurut ensiklopedi dari situs htttp://dict.die.net/reef/, reef atau terumbu adalah serangkaian struktur keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. 1

Sedangkan coral atau karang, merupakan salah satu organisme laut yang tidak bertulang belakang (invertebrate), berbentuk polip yang berukuran mikroskopis (Gambar 1a), namun mampu menyerap kapur dari air laut dan mengendapkannya sehingga membentuk timbunan kapur yang padat. Gambar 1 (a) Polip karang; (b) koloni karang; (c) struktur kerangka karang Sekumpulan besar polip ini kemudian menyusun suatu koloni (Gambar 1b) sehingga membentuk suatu struktur kerangka menurut jenisnya (Gambar 1c). Struktur ini secara bersama-sama dengan struktur koloni karang yang lain turut mengendapkan kapur dan berkonstribusi besar dalam membentuk struktur terumbu yang padat. Seiring dengan waktu, selanjutnya terumbu ini akan menjadi substrat baru bagi kolonikoloni karang berikutnya. Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermartipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan plankton zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Bengen, 2002). 2.2 Klasifikasi Terumbu Karang dan Jenis Pertumbuhan Karang Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang dibedakan menjadi tujuh kategori utama, yaitu : karang bercabang (branching coral), karang masif/padat (massive coral), karang submasif/semi-padat (submassive coral), karang jamur/soliter (mushroom coral), karang meja (tabulate coral), karang lembaran (folious coral), dan karang menjalar (encrusting coral) (Coremap II, 2007). Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung pada kondisi lingkungannya, yang pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal dari alam atau aktivitas menusia. Menurut Dahuri (1996) bahwa terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakkan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi. 2

Gambar 2 Beberapa bentuk pertumbuhan koloni karang: (a) karang bercabang; (b) karang masif/padat; (c) karang submasif/semi-padat; (d) karang jamur/soliter; (e) karang meja; (f) karang lembaran; dan (g) karang menjalar. 2.3 Fungsi Terumbu Karang Terdapat setidaknya tiga fungsi utama dan fungsi lain ekosistim terumbu karang, yaitu (Anonim, 2006 ; Riyantini, 2008): A Benteng Alam Terumbu karang menjaga pantai dan masyarakat pesisir dari erosi gelombang dan badai. Terumbu karang adalah benteng alam yang melindungi pelabuhan dan pantai dari hantaman ombak. B Habitat Terumbu karang berfungsi sebagai tempat bertelur, berkembang, mencari makan dan berlindung lebih dari 2000 jenis satwa dan tumbuhan. Terumbu karang sebagai sumber protei dan mata pencaharian bagi manusia; 1 Km 2 terumbu karang sehat dapat memproduksi ±30 ton ikan per tahun. Biota laut penghuni terumbu karang dapat diolah menjadi obat untuk obat kanker kulit, tumur dan leukemia, jenis karang teretentu digunakan untuk anti-virus. C Pariwisata Industri wisata termasuk ekowisata, lebih banyak memberikan ancaman ketimbang sumbangan terhadap kelestarian terumbu karang dan lingkungan laut lainnya. Pembuangan sampah dan air limbah; kerusakan akibat jangkar kapal dan penyelam. Ketidak pedulian terhadap kerusakan lingkungan, dapat mengancam kelestarian lingkungan laut. D Fungsi Lain Fungsi lain yang nilainya tidak kalah penting misalnya sebagai sumber 'natural product', dan juga sebagai tempat pendidikan dan penelitian. 3

3 Permasalahan Pengelolaan Terumbu Karang Berdasarkan fungsi terumbu karang maka keberadaan terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung, yakni sebagai tempat penangkapan biota laut konsumsi dan biota hias, sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur, sebagai bahan perhiasan dan sebagai bahan baku farmasi. Berbagai penelitian dan pengamatan terhadap pemanfaatan sumberdaya terumbu karang menunjukkan bahwa secara umum terjadinya degradasi terumbu karang ditimbulkan oleh dua penyebab utama, yaitu akibat kegiatan manusia (anthrophogenic causes) dan akibat alam (natural causes). Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara lain: (1) Penambangan dan pengambilan karang, (2) Penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan metoda yang merusak, (3) Penangkapan yang berlebih, (4) Pencemaran perairan, (5) Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan (6) Kegiatan pembangunan di wilayah hulu (Gambar 3). Sedangkan degradasi terumbu karang yang diakibatkan oleh alam antara lain: pemanasan global (global warming), bencana alam seperti angin taufan (storm), gempa teknonik (earth quake), banjir (floods) dan tsunami serta fenomena alam lainnya seperti El-Nino, La-Nina dan lain sebagainya. Gambar 3 Beberapa bentuk eksploitasi yang sangat merusak. Dalam dasawarsa terakhir, pemanfaatan ekosistem terumbu karang cenderung mengarah kepada tindakan eksplotasi yang berlebih dan merusak. Mulai dari pengambilan koloni karang yang masih muda untuk sebagai bahan bangunan, penangkapan ikan karang dengan menggunakan sianida dan bom, merupakan beberapa contoh jenis eksploitasi yang sangat merusak, karena laju pertumbuhan karang tidak sejalan dengan laju eksploitasinya. Adapula jenis pemanfaatan melalui bidang pariwisata, hal ini pun juga tetap mengandung resiko terjadinya kerusakan walaupun dalam tingkat atau skala yang lebih kecil, antara lain pengambilan karang dan organisme lain sebagai souvenir, dan pematahan karang oleh penyelam pemula atau yang belum berpengalaman dan buangan sampah (Gambar 4). Ancaman manusia terhadap terumbu karang, indikasi yang timbul, dan beberapa kemungkinan penanganan yang bisa dilakukan tampak di Tabel 1. 4

Gambar 4 Beberapa tindakan yang tidak ramah lingkungan pada bidang pariwisata. Tabel 1 Ancaman manusia terhadap terumbu karang, indikasi yang timbul, dan beberapa kemungkinan penanganan yang bisa dilakukan 5

Beberapa bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab tersebut merupakan satu dari sekian faktor yang harus ditangani secara bersama. Dalam pengelolaan terumbu karang ini, tidak dapat dilihat dari satu kepentingan saja, tetapi harus mempertimbangkan terutama kepentingan dari penduduk atau masyarakat dimana ekosistem terumbu karang tersebut berada. Pengelolaan terumbu karang merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatur terumbu karang melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan atau pengawasan, evaluasi dan penegakan hukum (DKP-COREMAP, 2004). Jadi dalam hal ini melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat dari tingkat bawah (grass root) hingga pemangku pengambil kebijakan tertinggi serta seluruh pihak terkait lain. Apabila tidak ada upaya dari segenap pihak untuk menghentikan mengatur ekosistim ini maka dikhawatrikan akan meningkatkan laju degradasi terumbu karang. 4 Pelestarian Terumbu Karang bagi Pembangunan Kelautan Daerah Dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka kesempatan masyarakat lokal untuk memperoleh hak dalam mengelola sumberdaya alam yang terdapat di wilayahnya, dalam hal ini sumberdaya terumbu karang menjadi semakin besar. Namun harus disadari pula bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dan pemerintah setempat selain memberikan peluang juga menuntut adanya tanggung jawab dari masyarakat dan pemerintah daerah. Dengan diberikannya menuntut hak atau legitimasi terhadap pengelolaan sumberdaya terumbu karang di masing-masing daerah, maka pemerintah dan masyarakat seyogyanya juga harus bisa menerima dan menjalankan kewajiban atau tanggung-jawab masing-masing untuk mengelola sumberdaya tersebut secara berkelanjutan. Kewajiban atau tanggung jawab tersebut mempunyai arti bahwa pemerintah daerah dan masyarakat harus dapat turut memikul beban yang diperlukan untuk memulihkan kembali sumberdaya tersebut agar tetap lestari. Bagi pemerintah daerah, beban pengelolaan yang harus dipikul tersebut dapat meliputi berbagai hal seperti; penyediaan infrastruktur pengelolaan, pelaksanaan penegakan hukum, pemantauan kualitas sumberdaya, pengurangan unit-unit penangkapan ikan, pengurangan daerah-daerah penangkapan ikan, berkurangnya pendapatan dalam waktu tertentu, bantuanbantuan teknis, administrasi, penciptaan berbagai alternatif mata pencaharian, dan lain sebagainya. Bagi masyarakat lokal beban tersebut dapat mencakup peningkatan partisipasi berupa kesadaran dan pemahaman bersama serta konsistensi terhadap perubahan perilaku yang mendukung pengelolaan bersama terumbu karang secara berkelanjutan. Termasuk dalam maksud ini yaitu dukungan masyarakat baik nelayan, ibu-ibu rumah tangga, tokoh masyarakat, serta siswa-siswi dan anak nelayan dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk mengorganisir diri 6

dalam prilaku menjaga komitmen yang menjadi kebijakan bersama kegiatan pelestarian ekosistim terumbu karang secara khusus dan lingkungan pesisir dan perairan secara umum. Dengan upaya bersama ini dari pemerintah daerah, masyarakat lokal, maupun pihak terkait lain diharapkan program pengelolaan pembangunan kelautan daerah dapat tercipta dalam sumbangsih pelestarian lingkungan dan pembangunan yang optimal dan berkelanjutan bagi generasi sekarang dan akan datang. 5 Penutup Melestarikan terumbu karang dapat berupa upaya melestarikan eksosistim terumbu karang berdasarkan fungsinya yang sangat vital bagi kehidupan dan menyelematkannya dari kehancuran sebagai sebuah sumberdaya penting lingkungan pesisir dalam upaya pembangunan kelautan. Pemanfaatkan sumberdaya terumbu karang dalam pembangunan kelautan hakikatnya merupakan upaya kegiatan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya ini bagi kelangsungan pembangunan kelautan. Upaya kegiatan ini merupakan tanggung jawab semua komponen baik pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain. Dalam implementasinya tanggung jawab dapat dilakukan dengan kondisi masing-masing pihak serta kondisi keberadaan terumbu karang dan tingkat pemanfaatannya yang beragam di tiap lokasi dan daerah. PUSTAKA Anonim. 2006. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang. Coremap Fase Ii Kabupaten Selayar Yayasan Lanra Link Makassar, Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 Bengen DG. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Coremap II. 2007. Pengenalan Karang Family Merulinidae, Buletin Coremap II Vol. 2, ISSN : 1907-7416, Jakarta. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. DKP-COREMAP. 2004. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Departemen Kelautan dan Perikanan-Coral Reef Rehabilitation and Management Program, Jakarta. Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya Konservasi. Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran Diving Club" FPIK. Bandung, 25 November 2008 7