II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIKLUS HIDROLOGI 2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI

AKIBAT PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PEMBANGUNAN KAWASAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE SKRIPSI. Oleh : LISMA SAFITRI F

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISARUA, KABUPATEN BOGOR ABDUL AZIZ

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Gadjah Mada

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Surface Runoff Flow Kuliah -3

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

The water balance in the distric X Koto Singkarak, distric Solok. By:

DASAR-DASAR ILMU TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR ILMU TANAH

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

ANALISIS KAPASITAS SIMPAN AIR DI WILAYAH KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR SKRIPSI. Oleh: SEKAR DWI RIZKI F

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehilangan air pada suatu sistem hidrologi. panjang, untuk suatu DAS atau badan air seperti waduk atau danau.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SIMPAN AIR PADA DAS CISADANE HULU, JAWA BARAT ARRASYID MAULANA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yaitu mulai dari proses evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air, dan evaporasi kembali. Gambaran mengenai proses lengkap siklus hidrologi ditunjukkan pada Gambar 1. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lan-lain) jauh ke atas vegetasi, batuan gandul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai. Air yang jatuh pada vegetasi disebut intersepsi. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage) yang kapasitasnya bergantung pada tekstur, jenis tanah dan jenis tanaman. Sebagian lagi bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah dan menjadi air tanah (groundwater). Air ini secara perlahan berpindah melalui aktifer ke saluran-saluran sungai yang disebut limpasan air tanah (groundwater runoff). Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan (subsurface runoff atau interflow). Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen. Air yang mengalir ini disebut limpasan permukaan (surface runoff). Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke laut dan selanjutnya berevaporasi. Selanjutnya, air ini kembali lagi ke permukaan bumi sebagai presipitasi.

Evaporasi Presipitasi Lautan dan Samudra Aliran sungai Debit mata air Intrusi garam Perembesan air tanah Aliran air tanah Cadangan air tanah Perkolasi Kenaikan kapiler Cadangan permukaan (danau, sungai, kanal, dan lain- Cadangan lengas tanah Leburan Salju Limpasan permukaan Infiltrasi Detensi permukaan dan cadangan depresi Cadangan salju Salju Evaporasi Presipitasi Evaporasi Presipitasi tanah Evaporasi Evaporasi Intersepsi Transpirasi Curah hujan Uap air di atmosfer Gambar 1. Bagan Alir Daur Hidrologi (Seyhan, 1990) 6

2.2 Neraca Air Menurut Mori (2006), dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air. Seyhan (1990) mendefenisikan persamaan neraca air sebagai persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih cadangan. Dalam perhitungan neraca air, penentuan jenis masukan dan keluaran air disesuaikan dengan ruang lingkup dimana neraca air akan dianalisis. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), pada suatu daerah tangkapan, perhitungan neraca air dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1). P = ET + St (1) dimana : P = presipitasi (mm/bulan) ET = evapotranspirasi (mm/bulan) St = perubahan cadangan air (mm/bulan) Presipitasi merupakan sumber utama pemasukan air pada suatu lahan yang masuk ke lahan dengan berbagai cara, misalnya dengan intersepsi dari tumbuhtumbuhan atau jatuh langsung ke tanah. Evapotranspirasi adalah hasil akumulasi dari semua jenis kehilangan air pada suatu lahan tertentu. Selisih antara nilai presipitasi dan evapotranspirasi pada suatu daerah tangkapan disebut cadangan air yang berarti jumlah masukan air total pada keseluruhan luas lahan yang dianalisis, yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan pada lahan tersebut (Parapat, 1997). Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus air, dan defisit air. Dalam proses analisis neraca air dengan persamaan Thornthwaite, diperlukan data curah hujan bulanan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis atau tekstur tanah, serta letak lintang daerah tersebut. Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran curah hujan lebih (CH lebih ) dan defisit air pada suatu kawasan. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), 7

kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CH lebih. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CH lebih dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. Selanjutnya, CH lebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. Surplus air dapat ditentukan dengan persamaan (2). S = P ETP - St (2) dimana : S = Surplus/ CH lebih (mm/bulan) Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotrasnpirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA) yang ditunjukkan dengan persamaan (3). D = ETA - ETP.. (3) dimana : D = defisit air (mm/bulan) Menurut Thornthwaite and Mather (1957), mayoritas stasiun iklim hanya memiliki satu jenis musim, musim kering atau musim basah. Pada wilayah kering, curah hujan tidak cukup untuk mengembalikan lengas tanah pada kapasitas maksimum. Pada wilayah ini, selalu terjadi defisit air pada akhir periode. Sebaliknya, pada daerah daerah basah, nilai defisit air selalu nol pada akhir periode. 2.2.1 Presipitasi Mori (2006) mendefenisikan presipitasi sebagai uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dalam satuan mm/bulan. Seyhan (1990) menyatakan bentukbentuk presipitasi vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju). Sifat-sifat hujan yang penting sehubungan dengan proses terjadinya adalah jumlah dan intensitas hujan, lama hujan, serta pola distribusi hujan. Sifat-sifat tersebut mempengaruhi debit dan volume aliran permukaan (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja dalam Parapat, 1997). Untuk mempelajari keadan suatu daerah 8

tangkapan sehubungan dengan curah hujannya, data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan daerah yang ditentukan dari beberapa stasiun di daerah tersebut. 2.2.2 Evapotranspirasi Peristiwa air atau es menjadi uap dan naik ke udara disebut penguapan. Penguapan terjadi pada permukaan air, permukaan tanah, padang rumput persawahan, hutan, dan lain-lain pada tiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap. Kecepatan dan jumlah penguapan tergantung dari suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan tekanan atmosfer (Mori, 2006). Menurut Eagleson dalam Seyhan (1990), tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung berinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan tanah. Sebagian dari total presipitasi, secara langsung atau setelah memenuhi simpanan permukaan dan bawah permukaan, hilang dalam bentuk evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses dimana air menjadi uap, sedangkan transpirasi adalah proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Mori, 2006). Ada dua istilah evapotranspirasi yang umum digunakan yaitu evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual adalah air yang dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan kelembaban relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah sejumlah air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang terbatas. Pendugaan besarnya evapotranspirasi dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode keseimbangan energi, metode Penman, metode korelasi dengan pengukuran evaporasi dan metode radiasi. Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang 9

memuaskan. Pendugaan nilai evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan persamaan (4). ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)].. (4) dimana : ETo = evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari) W = suhu-berhubungan dengan faktor pembobot Rn = lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari) F(u) = faktor kecepatan angin Ea-ed = perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata c = faktor penyesuaian Untuk mengetahui nilai ET tanaman tertentu, ETo dikalikan dengan nilai Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman. Perhitungan nilai ETc dapat dilihat pada persamaan (5). Nilai ETc dapat dikonversi kedalam satuan mm/ bulan dengan cara mengalikan nilai ETc (mm/hari) dengan jumlah hari tertentu dalam suatu bulan. ETc = Kc. ETo (5) dimana : ETc = Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari) Kc = koefisien pertanaman 2.2.3 Simpanan Air (Water Storage) Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Bagi suatu daerah perakaran, bila dipandang sebagai ruang tempat terjadinya proses neraca air, besarnya cadangan lengas tanah maksimum adalah hasil perkalian antara jumlah air yang tersedia dengan kedalaman zona perakaran (Parapat, 1997). Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Sebagai contoh, tanah 10

berpasir hanya dapat menahan air sekitar satu sampai dua cm tiap 30 cm, sedangkan untuk tanah liat dapat menahan lebih dari 10 cm tiap 30 cm. Selain itu, perbedaan jenis tanaman juga menentukan kedalaman akar yang dapat dicapai oleh tanaman tersebut. Tanaman sayuran seperti bayam, buncis, dan lain-lain hanya dapat menyimpan air dalam jumlah kecil sesuai dengan kedalaman akar yang dangkal. Sebaliknya tanaman seperti pohon, perdu, rumput dapat menyimpan air dalam jumlah yang jauh lebih besar sesuai kedalaman akarnya dibanding tanaman sayuran. Namun, jenis tanaman yang sama pun akan menghasilkan kapasitas cadangan lengas tanah yang berbeda pula jika ditanam pada jenis tanah yang berbeda. Menurut Zelfi dalam Parapat (1997), besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban pada zona perakaran. Menurut Thonthwaite and Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (6) STo = (KL fc KL wp )x dz (6) dimana : KL fc = kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp = kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dz = kedalaman jeluk tanah (mm) Dalam estimasi cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran tertentu untuk periode tertentu, penentuan nilai daya menahan air oleh tanah adalah suatu hal yang sulit karena ditentukan oleh dua faktor yaitu klasifikasi tanaman dan tektur tanah (Thonthwaite and Mather, 1957). Untuk itu Thornthwaite and Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 1. Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (7). ST = ST i ST (i-1) (7) ST i = cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan) 11

Tabel 1. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada beberapa kombinasi tekstur tanah dan klasifikasi tanaman Klasifikasi tanaman Tanaman berakar dangkal Tanaman berakar sedang Tanaman berakar dalam Tanaman buahbuahan Tekstur tanah Air tersedia (mm/ m) Daerah perakaran (m) Cadangan lengas tanah (mm) Pasir halus 100 0.50 50 Lempung berpasir halus 150 0.50 75 Lempung berdebu 200 0.62 100 Lempung berliat 250 0.40 100 Liat 300 0.25 75 Pasir halus 100 0.75 75 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.00 200 Lempung berliat 250 0.80 200 Liat 300 0.50 150 Pasir halus 100 1.00 100 Lempung berpasir halus 150 1.00 150 Lempung berdebu 200 1.25 250 Lempung berliat 250 1.00 250 Liat 300 0.67 200 Pasir halus 100 1.50 150 Lempung berpasir halus 150 1.67 250 Lempung berdebu 200 1.50 300 Lempung berliat 250 1.00 250 Liat 300 0.67 200 Tanaman hutan Pasir halus 100 2.50 250 Sumber : Thornthwaite and Mather, 1957 Lempung berpasir halus 150 2.00 300 Lempung berdebu 200 2.00 400 Lempung berliat 250 1.60 400 Liat 300 1.17 350 Thonthwaite and Mather (1957) telah mengembangkan suatu metode penghitungan neraca air yang lebih kompleks daripada metode aljabar sederhana terdahulu. Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai cadangan lengas tanah, kehilangan air, CH lebih dan defisit cadangan air, limpasan dan pertambahan muka air tanah (dangkal) pada lokasi tersebut untuk setiap bulannya. Perhitungannya memerlukan 12

keterangan mengenai jenis tanaman, tekstur tanah dan kapasitas cadangan lengas tanah. Hasil perhitungannya akan memberikan gambaran kondisi neraca air tahunan yang lengkap untuk suatu lokasi dan dapat dijadikan acuan untuk perencanaan selanjutnya. Kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang terjadi. Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya melalui permukaan dan secara vertikal. Sedangkan laju infiltrasi (infiltration rate) adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm/ jam. Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi (Arsyad, 2006). Menurut Lee (1988), air yang berinfiltrasi ke dalam tanah dapat mengalir secara cepat sebagai aliran dalam (interflow), berperkolasi ke lapisan batuan di bawahnya dan reservoir air tanah, atau disimpan sementara waktu sebagai lengas tanah. Lengas tanah memainkan fungsi-fungsi yang vital dalam melarutkan unsur-unsur hara dan menyokong kehidupan tanaman. Akan tetapi secara hidrologis, lengas tanah merupakan suatu reservoir simpan yang naik turun secara cepat akibat penyerapan air oleh akarakar tanaman untuk transpirasi dan evaporasi langsung dari permukaan. Setelah kapasitas pada daerah perakaran terpenuhi, air akan mengalami perkolasi dan menjadi air tanah. Menurut Schwab et al (1960), air tanah (groundwater) merupakan air yang tersedia di bawah permukaan. Air tanah dihasilkan dari presipitasi yang mencapai batas jenuh air bawah permukaan melalui infiltrasi dan perkolasi. Air tanah dipergunakan untuk banyak hal antara lain sumur, sumber mata air dan sumber penampungan air. Di banyak wilayah, air tanah merupakan sumber air utama sehingga penggunaan atau penarikan air jauh lebih cepat dibanding pengisiannya melalui infiltrasi dan perkolasi. Hal ini yang penting diperhatikan dalam konservasi air. Air yang bergerak di tanah melalui bawah perakaran tanaman menuju lapisan batuan bawah disebut perkolasi dalam. Sebagian besar air yang mengalami perkolasi akan mencapai batas jauh di bawah wilayah perakaran dan akan mengisi cadangan air tanah. Proses ini disebut pengisian air tanah. Air tanah terdiri dari kurang lebih 4% dari total air yang ada dalam siklus air (Ward and Trimble, 1995). 13

2.2.4 Limpasan Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Bila kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Seyhan (1990) mendefenisikan limpasan sebagai bagian presipitasi yang terdiri atas gerakan gravitasi air baik kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan yang nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Menurut Schwab, et al (1981), limpasan (run off) adalah bagian dari presipitasi yang mengalir menuju saluran saluran, sungai, danau dan laut. Dalam hal ini, limpasan pada permukaan juga termasuk ke dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan terdiri dari dua hal utama yaitu presipitasi dan daerah aliran sungai (DAS). Durasi, intensitas serta sebaran curah hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan. Faktor-faktor DAS yang mempengaruhi limpasan antara lain ukuran, bentuk, arah, topografi, geologi dan tutupan permukaan. Laju dan volume limpasan meningkat sebandingan dengan peningkatan luas DAS. DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. Karakteristik limpasan dalam sebuah DAS dalam kaitannya dengan penutupan vegetasi ditunjukkan pada Tabel 2. Mori (2006) mengklasifikasikan limpasan ke dalam tiga bentuk yaitu limpasan permukaan, limpasan bawah permukaan dan limpasan air tanah. Limpasan permukaan adalah bagian limpasan yang melintas di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Limpasan bawah permukaan adalah bagian dari limpasan permukaan yang disebabkan oleh presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak secara lateral melalui horison-horison tanah bagian atas menuju sungai (Chow dalam Seyhan, 1990). Limpasan air tanah adalah air tanah yang bergerak sedikit demi sedikit muncul ke permukaan pada daerah yang lebih rendah. 14

Tabel 2. Karakteristik hasil limpasan Karakteristik DAS Penutupan Lahan Limpasan yang dihasilkan 100 (ekstrim) 75 (tinggi) 50 (normal) 25 (rendah) tidak ada penutupan tanaman yang efektif ; lahan gundul, penutupan yang jarang Sumber : Schwab et al(1981) buruk menuju cukup; areal pertanian murni, miskin akan pentutupan vegetasi alami, kurang dari 10% dari wilayah drainase berada dalam kondisi tidak baik Cukup menuju baik ; sekitar 50% wilayah drainase terdiri dari komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya, serta tidak lebih dari 50% areal lahan merupakan areal pertanian murni baik menuju sangat baik ; sekitar 90% area drainase merupakan komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya. Menurut Troeh et al (2004), limpasan DAS (meliputi limpasan permukaan dan bawah permukaan) pada penelitian di benua Amerika memiliki kisaran antara 2,4-57%. Limpasan dipengaruhi oleh intensitas hujan, sifat-sifat tanah, susunan lahan, dan tutupan vegetasi. Limpasan yang melebihi 75% dari total curah hujan merupakan limpasan karena miskinnya vegetasi. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu kawasan, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefenisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk daerah urban tertera pada Tabel 3. 2.3 Konservasi Tanah dan Air Menurut Arsyad (2006), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak serta menjaga ketersediaan air agar tetap cukup pada waktu musim kemarau. 15

Tabel 3. Koefisien aliran permukaan (C ) untuk daerah urban Macam Daerah Koefisien C 1. Daerah perdagangan : - Pertokoan (down town) 0.70-0.90 - Pinggiran 0.50-0.70 2. Pemukiman : - Perumahan satu keluarga 0.30-0.50 - Perumahan berkelompok, terpisah pisah 0.40-0.60 - Perumahan berkelompok, bersambungan 0.60-0.75 - Suburban 0.25-0.40 - Daerah apartemen 0.50-0.70 3. Industri : - Daerah industri ringan 0.50-0.80 - Daerah industri berat 0.60-0.90 4. Taman, pekuburan 0.10-0.25 5. Tempat bermain 0.20-0.35 6. Daerah stasiun kereta api 0.20-0.40 7. Daerah belum diperbaiki 0.10-0.30 8. Jalan 0.70-0.95 9. Bata : - Jalan, hamparan 0.75-0.85 - Atap 0.75-0.95 Sumber : Schwab, et al (1981) Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya (Arsyad, 2006). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning). Hasil evaluasi lahan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2006). Menurut Suripin (2004), strategi konservasi tanah harus mengarah pada beberapa hal antara lain melindungi tanah dari hantaman air hujan dengan penutup permukaan tanah, mengurangi aliran permukaan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi, meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mengurangi kecepatan aliran permukaan dengan meningkatkan kekasaran permukaan lahan. Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama yaitu secara agronomis, mekanis dan kimia. 16

Metode agronomis adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat dan penyiapan topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan yang erosif dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah. Konservasi secara mekanis mempuyai fungsi untuk memperlambat aliran permukaan, menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak, memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah serta menyediakan air bagi tanaman. Menurut Arsyad (2006), aliran permukaan pada tanah terbuka (tanpa tumbuhan) setelah hujan dan tanpa hujan sehari sebelumnya jauh lebih besar dari tanah yang tertutup hutan atau padang rumput. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air pada suatu kawasan. Menurut Troeh, et al (2004), tanaman dapat menahan (intersepsi) air hujan sehingga memudahkan penyerapan air oleh tanah. Dengan begitu, air hujan akan dapat terinfiltrasi lebih banyak di tanah dibanding menjadi limpasan. Tanah sendiri bertindak sebagai penampung air dan ini bermanfaat bagi konservasi air. Berkurangnya limpasan sama artinya dengan konservasi tanah. Topografi tanah, kedalaman, permeabilitas, tekstur, struktur dan kesuburan adalah faktor penting yang mempengaruhi konservasi. Penutupan lahan dengan vegetasi yang berlimpah dapat membatasi laju erosi. Pengolahan lahan, penambangan, penebangan hutan, aktivitas pembangunan dan kebakaran yang mengurangi atau merusak vegetasi akan menyebabkan laju erosi meningkat. Kepadatan penutupan vegetasi merupakan salah satu jenis penutupan lahan yang penting. Zöbisch dalam Troeh et al (2004) dalam penelitiannya di Kenya menemukan titik batas penutupan vegetasi yang dapat menahan erosi yaitu 40%. Laju erosi akan meningkat seiring dengan pengurangan komposisi penutupan 17

vegatasi di bawah 40%. Duley and Kelly dalam Troeh et al (2004) membuktikan bahwa material vegetasi yang telah mati di permukaan tanah dapat meningkatkan laju infilttrasi dan menurunkan limpasan dan erosi. Kerusakan yang terjadi akibat erosi adalah kehilangan tanah, hilangnya tanah produktif, sedimentasi, polusi air dan udara dan sebagainya. Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan erosi air maupun tanah antara lain pembangunan gedung, jalan, pengoperasian tambang dan lain-lain. Penanaman vegetasi dalam proyek-proyek tersebut dapat mengurangi erosi, sedimentasi dan masalah polusi lainnya. Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan air khususnya untuk daerah urban adalah dengan memberikan komposisi tutupan vegetasi yang tepat. Tutupan vegetasi di kawasan perumahan dapat dimodifikasi dalam bentuk ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Oesman (2007), ruang terbuka hijau terdiri dari taman kota, taman rekreasi, lapangan olah raga, pemakaman, cagar alam, suaka margasatwa, kebun raya, taman hutan rakyat, sempadan sungai, danau, waduk dan pantai. 2.3.1 Kondisi Ideal Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Asdak (2007), dalam suatu DAS, perubahan indikator hidrologis dapat disebabkan oleh faktor input alamiah dan input artifisial atau buatan. Paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum-minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila : 1. koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya) 2. angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%) 3. angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun) Menurut Falkenmark and Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah 18

dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) Daerah iklim Zona Curah hujan (mm/ tahun) Limpasan (mm/tahun) Air tanah (mm/tahun) Total Evapotrasnpirasi (mm/tahun) Subtropical dan tropical Desert Savanna Dry subhumid savanna 300 18 2 280 1000 100 30 870 Wet savanna 1850 360 240 1200 Subartic temperate Tundra 370 70 40 260 Taiga 700 160 140 400 Mixed Forest Wooded 750 150 100 500 Equatorial Steppes 650 90 30 530 Wet evergreen equatorial forest 2000 600 600 800 Sumber : L vovich dalam Falkenmark and Rockström (2004) 19