MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II. A IG beraw al pada tahun 1919 ketika Cornelius Vander Starr m endirikan

Bank Indonesia Sumber

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB II. DESKRIPSI PERUSAHAAN PT. IALK JAKARTA

ANALISIS DAN PERANCANGAN WEBSITE SEBAGAI MEDIA INFORMASI DAN PROMOSI PADA PENJAHIT TRENDY DI CILACAP. Naskah Publikasi

Walaupun AADK melaksanakan kempen dan mengambil langkah-langkah lain menangani isu ini. NO. SOALAN: 29 TAR IKH 17 M A C 2016

hakikat manajemen pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menghendaki agar peserta didik dapat berkembang sesuai

B A B I P E N D A H U L U A N

UNDANG- UNDANG REPUBLI K I NDONESI A NOMOR 1 4 TAHUN TENTANG KETERBUKAAN I NFORMASI PUBLI K

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

PENGARUH KEMAMPUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN, SUPERVISI, DAN LINGKUNGAN KERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MBS PADA SMP DI SURAKARTA

KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang telah diajarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. pendidikan. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab dalam proses

PER A T U R A N D A ER A H KA BU PA T EN SER D A N G BED A G A I

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah mempercepat pencanangan millenium development goals,

Nomor : 01/CV-AA/SGHN/II/2017 Manado, 20 September 2017 Lamp : - Perihal : Sanggahan

KATA PENGANTAR. Tim Peneliti. iii

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BUPATI POHUWATO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOM OR4 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

RAKOR UN & UJIAN SEKOLAH 2017

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI MANAJEMEN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK

MENULIS MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat mengedepankan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil Ujian Nasional 2016 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional). Pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih mengalami

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL

HUBUNGAN ANTARA PENILAIAN GURU TERHADAP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SAINS (PA) SMP NEGERI DI KABUPATEN SUKOHARJO RINGKASAN TESIS

Majalah METODIKA, terbit di Jakarta, Edisi IV Oktober 2006

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN DISCOVERY

Nomor : 0090/SDAR/BSNP/I/ Januari 2018 Lampiran : 7 lembar Perihal : Penambahan Mata Pelajaran dan Kisi-kisi USBN SMA Tahun Pelajaran 2017/2018

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL PADA MATA PELAJARAN PAI KELAS XI SMK NURUL UMMAH PANINGGARAN

No : 0067/SDAR/BSNP/I/ Januari 2016 Lampiran : satu berkas Perihal : Ujian Nasional bagi Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

Administrasi dan Supervisi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

PEM BERITAHUAN PERTANYAAN BAGI JAW AB LISAN DEW AN R AKYAT D A R IPADA : DR. HAJAH SITI MARIAH BINTI M A H M U D [KOTA RAJA] TA R IKH : 14 MAC 2016

OLIMPIADE MATEMATIKA DAN IPA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya,

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 13 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh bangsa kita adalah

ANALISIS HASIL UJIAN NASIONAL PENDIDIKAN KESETARAAN TAHUN 2015

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Bahwa pada hari ini Kamis tanggal Dua puluh dua bulan Septem ber tahun Dua Ribu Enam Belas

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI BAHASA PENGANTAR DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA KELAS X IMERSI SMA NEGERI 4 SURAKARTA

C UN MURNI Tahun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: WIDIHASTUTI, S.PD. (Dosen FT Universitas Negeri Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan model-model tertentu sehingga orang dapat memperoleh. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC),

I. PENDAHULUAN. sehingga memerlukan penyesuaian, peningkatan sarana dan prasarana yang. diperlukan untuk mendukung terselenggaranya roda pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

INDONESIAKU 9/17/2013 NEGERI SURGA YANG TER DI MUKA BUMI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data maka penelitian ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. menitikberatkan pada konsep risiko (Sumarsono, 2013). Kemudian pada abad 18

Denah Rumah Adat. Tampak depan. Keterangan : 1. Berendo 2. Umeak danea 3. Pedukuak. 5. R.menyambei 6. Dapur 7. Ga- ang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah melahirkan suatu

proposal PTK tematik SD

UNIT 7 : PELAKSANAAN KEGIATAN KKG DAN MGMP

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

STUDI TENTANG PENERAPAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam

Studi Pengurangan Bilangan Asam, Bilangan Peroksida dan Absorbansi dalam Proses Pem urnian Minyak Goreng Bekas dengan Zeolit Alam Aktif

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi professional para guru dan pengelola sekolah. pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan fungsinya, pengawas sekolah sering berhadapan

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report tahun 2011 menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan aktifitas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI MANAJEMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan mutu pendidikan dan oleh karena guru sendiri wajib memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 10 TAHUN 2005 LAMPIRAN : 2 (dua) berkas TENTANG

BAB V PENUTUP 5.1 Pendahuluan 5.2 Kesimpulan Peta Kompetensi Siswa 1) Kelompok IPA

BUPATI POHUWATO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

NOVYANA PUSPITASARI A

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan. pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan materi, energi,

Transkripsi:

MODEL PELATIHAN PROFESIONAL DALAM PEMBINAAN GURU PENDIDIKAN DASAR Disampaikan pada Rapat Lintas Sektoral Bidang Pendidikan, 4 Januari 2003 di Pekanbaru A. Rasional Berbicara soal pendidikan di Indonesia adalah berbicara dalam suatu lingkaran setan, karena m asalah pendidikan bisa penyebab atau sebab dari penyebab. Sem entara m asalah pendidikan sendiri tidak bisa dilihat dari satu sudut saja, karena di dalamnya m erupakan sebuah gua yang tak sem barang orang dapat m engetahui isinya tanpa m asuk ke dalam nya, sem estara orang di dalam nya tak dapat bisa berbuat banyak karena hanyut dengan segudang permasalahan pula. Maka pem ecahan m asalah pendidikan tidak akan berhasil kalau hanya dibebankan oleh orang pendidikan sendiri. Bertapa rumitnya m asalah pendidikan, dapat dilihat dari data berikut ini. Diakui atau tidak bahwa survei yang dilakukan Hum an Developm ent Index (HDI) tahun 2003 m endudukkan Indonesia pada ranking 112 dari 175 negara di dunia, term asuk ke dalam kelom pok m edium hum an development, di bawah South Africa dan di atas Tajikistan. Hal itu dilihat dari indikator (1) Usia harapan hidup, (2) Angka m elek huruf orang dewasa, (3) Rata-rata lam a pendidikan, dan (4) Pengeluaran per kapita. Menurut suatu penelitian (IEA, Tahun 2000) bahwa kemampuan membaca siswa Sekolah Dasar nemempati ranking 38 dari 39 negara; penguasaan materi matematika m enem pati ranking 39 dari 42 negara; dan penguasaan Materi IPA siswa SKTP menempati ranking 40 dari 42 negara. Data di atas jelas sangat memperihatinkan, tapi bukan pula berarti negara kita tidak m elakukan apa, m eskipun fasilitas pendidikan m ulai dilengkap dan canggih, nam un karena tidak ditunjang oleh kualitas guru, m aka proses perbaikan juga m engalam i keterlam batan. Menurut beberapa ahli pendidikan ada lima faktor yang sangat m em pengaruhinya kualitas guru, yaitu (1) adanya kewenangan yang benar-benar diserahkan kepada guru, (2) kualitas atasan dalam m engawasi dan m engontrol perilaku guru, (3) kebebasan yang diberikan kepada guru (baik di dalam m aupun di luar kelas), dan hubungan guru dengan m uridnya, (4) pengetahuan guru (yang hal. 1

akan mempengaruhi kepercayaan dirinya). Kewenangan guru di Indonesia selam a ini sangat dilematis, m ereka tidak m em punyai kewenangan (atau keberanian?) untuk m em utuskan (apalagi m enolak). Guru hanya berperan hanya sebagai pelaksana (buruh). Banyak contoh, guru harus melakukan pekerjaan diluar kewenangannya hanya karena harus m enghargai atasan, di m ana pada waktu yang bersam aan ia harus m erelakan m uridnya tidak belajar, kadang-kadang m urid terpaksa dibawanya bersama. Hal ini jelas membuat guru menjadi tertindas dari sudut m oral dan profesionalisme. Masalah kesejahgteraan juga ternyata m enjadi isu penting yang selalu dibawa oleh guru sebagai benteng mempertahankan diri, dan ini memang benar bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat m em prihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan sem akin tam pak bila dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand gaji guru berkisar Rp 20 juta (222,00 dolar Amerika) di Vietnam sebesar Rp 10 juta (111,00 dolar Am erika), di Laos, Burm a, dan Pakistan sebesar Rp 700 ribu (77,00 dolar Am erika). Apalagi bila dibandingkan dengan gaji guru di negara maju. Di Belanda misalnya berkisar Rp 11 juta - Rp 17 juta (2.500,00-4.000,00 gulden), di Am erika sebesar Rp 27,5 juta - Rp 36 juta (30.000,00-40.000,00 dolar Am erika), dan di Jepang berkisar Rp 18 juta (200 ribu yen). Di negara maju, gaji guru um um nya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya. Di Selandia Baru misalnya, gaji guru 185% lebih besar dari gaji pegawai administrasi. Di Finlandia dan Swedia, 235% lebih besar dari gaji di sektor industri (Adiningsih, Internet). Kalau di atas data tentang kualitas siswa, m aka berikut adalah data tentang kualitas guru (Adiningsih, Internet). Saat ini kem am puan guru bidang studi dalam m enguasai m ateri pengajaran m asih sangat rendah. Sebagaim ana yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Yahya Umar (1999). Mereka m em perlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi m atem atika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Sementara itu, untuk bidang studi yang lain adalah fisika (27,35), biologi (44,96), kim ia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% agar seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hal yang lebih m em prihatinkan, hasil penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) mem perlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA m engajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Bisa dibayangkan kalau guru bidang studinya saja tidak m enguasai m ateri, apalagi yang bukan guru bidang studi. Dengan kem am puan pengetahuan yang hal. 2

sedem ikian terbatas dan kepekaan kreativitas yang sangat m inim m aka sangatlah sulit bagi guru untuk m enerapkan pola pengajaran berbasis kom petensi yang saat ini sedang disosialkan. Bukankah pola pengajaran ini sangat m enonjolkan "keberanian" berpraktik dan bereksperimen? Sebuah penelitian di Kota Pekanbaru, terhadap 347 guru SDN kelas 4-5 dan 6, SD di Kota Pekanbaru, dengan m ateri EBTANAS ditem ukan 50% (174 orang) yang menguasai 66% materi Matematika, 74% peserta yang menguasai materi IPA, dan hanya 58% peserta yang m enguasai m ateri IPS. Hanya 10 orang (3%) dari peserta yang m enguasai m ateri m atematika sam pai 95%, sedangkan untuk m ateri IPA 90% dan hanya 68% yang menguasai materi IPS. Penelitian ini m enem ukan juga bahwa rata-rata guru yang menguasai m ateri sampa 95% hanya mereka yang berumur diatas 42 tahun, sedangkan umur dibawahnya kurang dari itu, nam un kem auan untuk berubah (berkem bang,lebih baik) lebih besar pada guru-guru dibawah usia 42 tahun ( Samad, dkk, 2000). Data di atas jelas sangat m encengangkan, namun selam a ini sudah disadari, usaha-usaha pem baharuan m elalui pendidikan dan pelatihan telah dilakukan, tapi lebih banyak m enyentuh guru-guru di daerah perkotaan, terutam a yang dekat dengan ibu kota propinsi dan negara (Jakarta). Penyetaran guru-guru pada pendidikan dasar, terutama SLTP dengan sistem tatap m uka lebih banyak m enyentuh guru-guru yang dekat dengan Universitas Riau, seperti Kabupaten Kam par dan Bengkalis, sem entara di daerah lain hanya m enerim a penyetaraan separuh hati dari penyelenggara penyataraan. Selain itu, kekurangan guru m enjadi pengham bat usaha peningkatan m utu guru di daerah-daerah pedesaan, selain m ereka tinggal di daerah sulit, juga harus m engerjakan sendiri pekerjaan-pekerjaan adm inistratif. Diakui atau tidak, semua persoalan diatas dialamatkan kepada guru, namun yang perlu diingat bahwa guru hidup dalam suatu lingkungan sosial pendidikan yang sangat luas, dan di dalam lingkungannya sendiri, ia m em punyai atasan, yaitu kepala sekolah dan pengawas, dan di luar ia guru harus berhadapan dengan orang tua siswa dan m asyarakat. Jadi persoalan yang di hadapi guru adalah suatu lingkasan setan. Usaha-usaha bantuan terhadap guru untuk mem ecahkan m asalah pendidikan telah banyak dilakukan, nam un pelatihan yang dengan m ateri yang sam a tidak pula dim engerti oleh atasan guru, orang tua dan masyarakat maka usaha ini sering gagal. Pelatihan yang dilakukan selam a ini terhadap guru, m em ang banyak m endapatkan kritikan yang keras dari berbagai kalangan. Di suatu pihak kritikan itu benar, hanya m enghabishabiskan uang, tetapi dipihak lain ada salahnya, karena berbeda indikator, di suatu pihak hal. 3

menggunakan indikator keberhasilan pelatihan, di lain pihak menggunakan indikator hasil belajar siswa, yaitu NEM yang masih jauh. Menurut hemat penulis, pelatihan selama ini m elenceng dari cara, isi dan tujuan, karena sangat perpusat pada guru yang m engajar (teacher center) bukan pada siswa yang belajar (student center). Materinya tidak m enyentuh persoalan yang terjadi di kelas, sedangkan tujuan yang ingin dicapai terlalu umum. Padahal setiap sekolah berbeda dalam semua hal, mana mungkin sekolah yang satu m em enangkan suatu pertandingan sem entara pem ainnya (guru) tidak cukup. Kalau kita katakan pelatihan selam a ini sem uanya tidak ada gunanya, juga salah, paling kurang pelatihan selam a ini dapat berm anfaat bagi peningkatan penguasaan materi. Hal ini dapat dilihat bila guru menguasai materi, ia menjadi lebih aktif berceramah di kelas, dan kalau ia membuat soal (tugas), maka dia sendiri yang menjawabnya. Sistem pem binaan profesional yang dilakukan m elalui gugus-gugus PKG (Pem antapan Kerja Guru), KKG (Kelom pok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan sejenisnya telah m ulai dikem bangkan di Sekolah Dasar sampai ke sekolah m enengah, yang m erupakan langkah inovatif dalam pembinaan guru yang dilakukan m elalui pendidikan dalam jabatan dan pelatihan dalam jabatan). Menurut Supriyadi (1999) bahwa dari sejum lah studi m engenai sistem gugus, Edcucational Leadership (1986) menyimpulkan Usaha profesionalisasi m elalui dialog dan kolaorasi antara guru m em punyai pengaruh yang sangat positif terhadap hubungan antara sesam a guru dan antara para guru dengan kepala sekolah. Pengalam an FEQIP (Frim ary Education Quality Improvem ent Project) dalam peningkatan m utu pendidikan dasar di enam propinsi ( Aceh, Sumatera Barat, Yokyakarta, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Utara) menunjukkan bahwa sistem ini mampu meningkatkan kemampuan dan motivasi m engajar guru yang diikuti oleh m akin m eningkatnya m utu pendidikan pada tataran sekolah. Dari sem ua hal yang diungkapkan di atas, bukan pula pelatihan adalah satusatunya suatu obat yang m ujarab, sebab akar persoalan guru, seperti yang tekah disebutkan berkait banya pula dengan kepala sekolah dan pengawas, dan hal-hal lain yang sangat berkaitkelindan (signifikan). Untuk itu diperlukan suatu usaha bantuan yang profesional, terpadu, m enyeluruh dan standard, m elalui pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berjenjang, dengan tidak m engganggu kedudukan guru dalam proses belajar m engajar di kelas. Selain itu, pelatihan yang sam a juga harus diberikan kepada sem ua orang yang terlibat baik secara langsung atau tidak langsung di sekolah, dan diujung-ujungnya, harus ada perubahan terhadap kedudukan (prestise) dan kesejahteraan guru. hal. 4

Dengan otonom i pendidikan yang sedang begulir sekarang. Maka diharapkan usaha perubahan yang berorientasi dari bawah (bottom up) akan m em berikan angin baru bagi pem binaan profesional guru, karena dengan konsep SBM (School Based Managem ent) atau Manajem en Berbasis Sekolah peran serta sekolah sendiri sangat m em bantu pem ecahan m asalah. Dalam konsep, MBS ada em pat kom ponen utam a menuju perbaikan, yaitu (1) kepemimpinan yang kuat, (2) Kesediaan sumber dan sarana pem belajaran; (3) Kom itm en m asyarakat terhadap sekolah, dan (4) fokus atau konsentrasi pada pembelajaran. Kertas kerja ini hanya m em fokuskan diri pada butir 4, yang dikhaskan pada pem binaan profesional guru m elalui pelatihan profesional yang banyak diterapkan di negara-negara m aju, sehingga akar m asalah bersum ber dari guru dapat dipecahkan di mana guru itu berada. Sebab apa yang senarnya terjadi di dalam kelas, hanya guru yang tahu, atau tidak tahu, dem ikian pula apa yang sebenarnya terjadi dalam diri siswa ketika ia belajar, mungkin hanya siswa itu sendiri yang tahu, atau juga tidak tahu, maka dengan pendekatan ini diharapkan akan m endekatkan usaha perbaikan langsung ke lubuknya, yaitu di kelas. B. Syarat-Syarat M enuju M odel Pelatihan Profesional Berdasarkan uraian di atas, m aka perlu ditetapkan syarat-syarat yang akan m endukung m odel Pelatihan Profesional guru, yaitu: 1. Guru tidak boleh m eninggalkan tugas pokok di sekolah; 2. Pelatihan harus m enyentuh perm asalahan yang dihadapi guru di kelas; 3. Pelatihan harus diberikan oleh tenaga profesional, baik dari kalangan guru sendiri; m aupun konsultan yang sudah terlatih secara profesional; 4. Tenaga pelatih (tutor) dari kalangan guru harus mendapat pengakuan akadem is oleh pihak yang berwenang. 5. Pelatihan dilaksanakan dalam kelompok kecil, atau gugus. 6. Bagi daerah-daerah sulit dihadapkan m engem bangkan pelatihan dengan sistem jarak jauh. C. Tujuan Pelatihan Guru Berdasarkan uraian di atas, m aka tujuan pelatihan guru adalah untuk m eningkatkan m utu proses dan hasil belajar di kelas secara terus menerus hal. 5

(rutin). D. Strategi Pelaksanaan Pelatihan Sesuai dengan uraian di atas, m aka di strategi yang harus diterapkan dalam menunjang model ini adalah: 1. Pemetaaan sekolah. 2. Pembentukan gugus sekolah Pembentukan gugus sekolah selain jumlah, juga harus m em perhatikan tingkat kesulitan tem pat dan waktu. Bagi daerah yang tidak m em ungkinkan adanya gugus dalam arti fisik, dapat m enggunakan gugus dengan sistem jarak jauh, yaitu gugus perairan dan gugus pedalam an, yang dapat menggunakan teknologi komunikasi jarah jauh. 3. Menseleksi dan m enetapkan pelatih (tutor), dan konsultan (technical assistent). Seleksi dilakukan di m asing-m asing-m asing kabupaten, setelah itu m ereka m endapatkan pelatihan, konsultan direkrut dari perguruan tingggi. 5. Iventarisasi m asalah proses dan hasil belajar di sekolah yang dilakukan oleh kelom pok profesional di m asing-m asing gugus. 6. Penulisan Buku Pedom an. 7. Penyusunan materi dan ladwal pelatihan Bagi guru SD di kenal dengan KKG (Kelompok Kerja Guru) Bagi guru SLTP dikenal dengan MGMP (Majlis Guru Mata Pelajaran) Untuk Menunjang keberhasilan ini maka dilakukan pula kegiatan gugus bagi kepala Seklolah dengan nam a Kelom pok Kerja Kepala Sekolah (KKS), dan Kelompok Kerja Pengawas (KKPS) bagi pengawas 8. Pelatihan di gugus. 9. Pelaksanaan di kelas 10. Evaluasi di kelas E. Kriteria Keberhasilan Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses pem belajaran, yang berusaha m engubah perilaku sasaran. Perubahan perilaku itu m encakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan pada ketiga aspek tidak mudah diamati tanpa m engetahui apa (what) yang diukur dan (How) bagaim ana mengukurnya. hal. 6

Dalam pelatihan ini, aspek yang diam ati adalah aspek afektif dan psikomotorik yang diamati melalui observasi, wawancara dan dom um entasi kelas. Di mana evalutor harus langsung m asuk kelas. Diaharapkan dengan mengamati ke semua aspek di atas akan terjadi perubahan perilaku siswa dalam m utu proses dan hasil belajar secara tidak semu, artinya perubahan yang bukan direkayasa hanya untuk kepentingan pencapaian target kurikulum. DAFTAR PUSTAKA Ahm ad, Said Suhil, dkk. (2000). Studi Gugus Perairan di Kabupaten Kepulauan Riau. Peneltian. Pekanbaru, Lem baga Penelitian Universitas Riau. Adningsih, Utami, Kualitas dan Profesionalism e Guru. Internet. Depdikbud. (1983). Dasar Ilmu Pendidikan.Buku II A, Akta Mengajar V. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.. 1996-1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbu. (1997-1998). Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Melalui Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbud. Duta Hari Murthi Consultants, PT. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Duta Hari Murthi Consultants, PT. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Modul Manajemen Berbasis Sekolah. Badung. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Kakanwil Depdikbud Riau. (1991). Petunjuk Operasional Peningkatan Mutu Pendidikan. Pekanbaru. Kakanwil Depdikbud Riau Nurholis. (1991). Hakekat Desenteralisasi Model MBS. Pendidikan Networ: internet. Sinar Grafika. (1991). Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika. Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Suarabaya: Usaha Nasional. Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Edisi kedua. Yokyakarta: Mitra Gama W idya Usm an, Uzer. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rem aja Rasda Karya. hal. 7

hal. 8