Pajak Penghasilan Pasal 21/26

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian Pajak Penghasilan 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II LANDASAN TEORI

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

AGENDA. PPh Pasal 26

DASAR-DASAR PERPAJAKAN


BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) DENGAN SISTEM MEMBER

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

Pajak Penghasilan psl 21

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ./2000 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

PENGHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II LANDASAN TEORI

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI. pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

b. PPh 21 seminggu = PPh 21 sebulan dibagi empat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara.

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2012 TENTANG

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DAN PASAL 26

Menglngat : l. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan

BAB II BAHAN RUJUKAN

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

PERTEMUAN 3 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PEGAWAI TETAP YANG MENERIMA TUNJANGAN PAJAK

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING

Transkripsi:

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI, UPAH, DLL YANG SEJENIS - HONORARIUM - PEMBAYARAN LAIN DGN NAMA APAPUN WP DN WP LN PPh PASAL 21 PPh PASAL 26

(1) PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA / KEGIATAN DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI WAJIB DILAKUKAN OLEH: a. PEMBERI KERJA YANG MEMBAYAR GAJI, UPAH, HONORORARIUM, TUNJANGAN, DAN SUBJEK PEMBAYARAN PAJAK LAIN DAN SEBAGAI NON IMBALAN SUBJEK SEHUBUNGAN PAJAK. DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI ATAU BUKAN PEGAWAI; b. BENDAHARA PEMERINTAH YANG MEMBAYAR GAJI, UPAH, HONORORARIUM TUNJANGAN, DAN PEMBAYARAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN. JASA, ATAU KEGIATAN ; c. DANA PENSIUN ATAU BADAN LAIN YANG MEMBAYARKAN UANG PENSIUN DAN PEMBAYARAN LAIN DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN DALAM RANGKA PENSIUN. d. BADAN YANG MEMBAYAR HONORORARIUM ATAU PEMBAYARAN LAIN SEBAGAI IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA TERMASUK JASA TENAGA AHLI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS ; e. PENYELENGGARA KEGIATAN YANG MELAKUKAN PEMBAYARAN SEHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN SUATU KEGIATAN.

OBJEK PPh Pasal 21 A. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur. 1. gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium 2. premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, 3. tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;

OBJEK PPh Pasal 21 B. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap; C. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;

OBJEK PPh Pasal 21 D. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;

OBJEK PPh Pasal 21 E. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : 1. Tenaga Ahli, 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang Iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator 5. pengarang, peneliti, dan penerjemah

OBJEK PPh Pasal 21 6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial; 7. agen iklan; 8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat; 9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; 10. peserta perlombaan; 11. petugas penjaja barang dagangan;

OBJEK PPh Pasal 21 12. petugas dinas luar asuransi; 13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai; 14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan

BUKAN OBJEK PPh 21 pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun, yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan iuran JHT kepada JAMSOSTEK yang dibayar oleh Pemberi Kerja penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dengan nama dan bentuk apapun yang diberikan oleh Pemerintah kenikmatan berupa pajak yang ditanggung Pemberi Kerja zakat yang diterima OP yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN DALAM MENGHITUNG PPh Pasal 21 1. Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto dengan catatan: 1. jumlah maksimum yang diperkenankan Rp. 6.000.000 setahun atau 2. Rp500.000,00 sebulan; 3. Untuk penerima pensiun teratur maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp2.400.000,00 setahun atau Rp200.000,00 sebulan.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NO.250 / PMK.03 / 2008 BESARNYA BIAYA JABATAN ATAU PENSIUN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEGAWAI TETAP ATAU PENSIUN BIAYA JABATAN - Sebesar 5 % dari penghasilan bruto, setinggi tingginya - Rp.6.000.000,- setahun atau - Rp. 500.000,- sebulan BIAYA PENSIUN - Sebesar 5 % dari penghasilan bruto, setinggi tingginya - Rp.2.400.000,- setahun atau - Rp. 200.000,- sebulan MULAI BERLAKU TANGGAL 1 JANUARI 2009 11 0

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN DALAM MENGHITUNG PPh Pasal 21 2. luran yang terkait dengan gaji. Dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN DALAM MENGHITUNG PPh Pasal 21 UNTUK LAKI-LAKI 3. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) Rp. 15.840.000 untuk diri wajib pajak Rp. 1.320.000 tambahan untuk status kawin Rp. 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga (max 3), dengan syarat: 1. Sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, 2. Anak angkat, dengan syarat

PERHITUNGAN PPh Pasal 21 UNTUK PENERIMA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN DAN UANG SAKU HARIAN Apabila jumlahnya tidak lebih dari Rp.150.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) sehari, tidak dipotong PPh Pasal 21 sepanjang jumlah penghasilan bruto tersebut dalam satu bulan tidak melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) dan tidak dibayarkan secara bulanan.

PERHITUNGAN PPh Pasal 21 UNTUK PENERIMA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN DAN UANG SAKU HARIAN Apabila jumlahnya lebih dari Rp150.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) sehari tetapi dalam satu bulan jumlahnya tidak melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah menerapkan tarif 5% (lima persen) dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp150.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) tersebut.

PERHITUNGAN PPh Pasal 21 UNTUK PENERIMA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN DAN UANG SAKU HARIAN Apabila penghasilan dalam satu bulan jumlahnya melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah), maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

Penghitungan PPh Pasal 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UPAH HARIAN, MINGGUAN, SATUAN, BORONGAN, DAN UANG SAKU HARIAN Tdk termasuk Honorarium atau Komisi yg diterima Penjaja barang & Petugas dinas luar TIDAK LEBIH DARI Rp 150.000,- DIBAYAR HARIAN LEBIH DARI Rp 150.000,- DIKURANGI Rp 150.000,- TIDAK DIPOTONG PPh Ps.21 DIPOTONG PPh TARIF 5% PMK NO.254/PMK.03/2008 MULAI TANGGAL 1 JANUARI 2009 11 6

PERHITUNGAN PPh 21 UNTUK 8 PROFESI Atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan neto sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan bruto.

CARA PERHITUNGAN PPh Pasal 21 UNTUK PEGAWAI TETAP PENGHASILAN BRUTO: 1. GAJI 2.. 3.. PENGURANGAN: 1.. 2.. - PENGHASILAN NETTO 1 BULAN X 12 PENGHASILAN NETTO 1 TAHUN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PPH PASAL 17 X PPh PASAL 21 1 TAHUN PPh Pasal 21 bulanan : 12

PERHITUNGAN PPh 21 BUKAN PEGAWAI TETAP 1. Obyek yang dikenakan: Honorarium Uang Saku Hadiah atau Penghargaan Komisi (termasuk yang diterima Agen WP OP, Penjaja Barang Dagangan, dan Petugas Dinas Luar Asuransi) Bea Siswa Jasa Produksi yang Diterima Mantan Pegawai Honorarium Komisaris 2. PPh 21 Terutang = Tarif PPh x Penghasilan Bruto

Tarif Pajak Pcnghasilan Pasal 21 atas penghasiian berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50,000-000,00 (lima puluh juta rupiah} sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah]; sebesar 15% [lima belas persen) atas pcnghasilan bruto di atas Rp 100.000,000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah),

Contoh perhitungan Pajak Pcnghasilan Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa uang Pesangon dengan jumlah Rp 175,000,000,00. Pajak Penghasilan Pasal 21 terhutang 0% x Rp50.000.000,00 = Rp 0.00 5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15% x Rp75.000.000,00 = Rp 11.250.000.00 (+) Rp 13,750.000,00 Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya: Bulan Desember 2009 Rp 50.000.000,00 Bulan April 2010 Rp 125.000.000,00 (+) Jumlah Rp175,000.000,00 Perhitungan pemotongan Pajak Pcnghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp 175.000.000,00

KEWAJIBAN PEMOTONG PPh Pasal 21 Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut dalam ayat (2) sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

TARIF UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG TIDAK PUNYA NPWP 1. BESARNYA TARIF UNTUK WPOP YANG TIDAK BERNPWP ADALAH LEBIH TINGGI 20% DARIPADA TARIF NORMAL BERDASARKAN PASAL 17. 2. Misalnya bapak A mempunyai Penghasilan Kena Pajak Rp. 75.000.000. Pajak Penghasilan apabila mempunyai NPWP adalah: 5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000 15% x Rp. 25.000.000 = Rp. 3.750.000 Jumlah = Rp. 6.250.000

3. Apabila Bapak A tidak mempunyai NPWP, PPh yang harus dipotong adalah: 5% x 120% x Rp. 50.000.000 = Rp. 3.000.000 15% x 120% x Rp. 25.000.000 = Rp. 4.500.000 Rp. 7.500.000 4. Artinya ada selisih sebesar Rp. 1.250.000 antara punya NPWP dan tidak punya NPWP.

Pemotongan PPh 21 bagi orang pribadi yang berstatus subjek pajak luar negeri Dasar pengenaan PPh pasal 26 dari jumlah penghasilan bruto Dikenakan tarif PPh pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia

Michael Learns (WNA Malaysia) datang ke Indonesia atas kontrak kerja sebagai konsultan keuangan pada PT ABC selama 60 hari. Atas jasa tersebut, Michael Learns mendapatkan honorarium sebesar $ 25,000. Kurs Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah1 US$ = Rp. 10.500. PPh Pasal 26 terhutang atas penghasilan ini adalah: Honorarium $ 25,000 Kurs Rp 10,500 DPP Rp 262,500,000 PPh pasal 26 Rp. 262.500.000 x 20% Rp 52,500,000

Penghasilan pegawai tetap yang diterima bulanan Joko Sutrisno adalah pegawai tetap PT Indah Kiat Industri (PT IKI) sejak tanggal 1 Januari 2009. Setiap bulan menerima gaji Rp. 4.000.000, tunjangan transport Rp 500.000. Joko membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000 sedangkan iuran pensiun dibayarkan oleh PT IKI Rp. 150.000. PT IKI mengikutsertakan setiap karyawannya sebagai peserta JAMSOSTEK dan membayarkan setiap bulan untuk setiap karyawannya termasuk Joko, asuransi kematian Rp. 100.000 dan asuransi kecelakaan kerja Rp. 50.000. Joko Sutrisno menikah dan mempunyai satu orang anak. PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan atas penghasilan Joko adalah:

Penghasilan bruto Gaji Rp 4,000,000 Tunjangan transport Rp 500,000 Asuransi kematian Rp 100,000 Asuransi kecelakaan kerja Rp 50,000 Jumlah penghasilan bruto Rp 4,650,000 Pengurang p enghasilan Biay a jabatan Rp 232,500 Iuran pensiun Rp 100,000 Jumlah p engurang p enghasilan Rp 332,500 Penghasilan neto satu bulan Rp 4,317,500 Penghasilan neto satu tahun Rp 51,810,000 PTKP Wajib Pajak Rp 15,840,000 Kawin Rp 1,320,000 Tanggungan 1 orang Rp 1,320,000 Jumlah PTKP Rp 18,480,000 PKP Rp 33,330,000 PPh pasal 21 terhutang Rp 1,666,500 PPh pasal 21 terhutang 1 bulan Rp 138,875

Dengan menggunakan kasus Joko di atas, jika PT IKI memberikan bonus prestasi kepada Joko untuk tahun 2009 sebesar Rp. 20.000.000. PPh Pasal 21 atas bonus tersebut adalah: Penghasilan Bruto Gaji Rp 48,000,000 Tunjangan transport Rp 6,000,000 As urans i kematian Rp 1,200,000 As urans i kecelakaan kerja Rp 600,000 Bonus prestasi Rp 20,000,000 Jumlah Penghas ilan Bruto Rp 75,800,000 Pengurang penghasilan Biaya jabatan Rp 3,790,000 Iuran pensiun Rp 1,200,000 Jumlah pengurang penghasilan Rp 4,990,000 Penghasilan netto Rp 70,810,000 Penghasilan Tidak Kena Pajak Wajib Pajak Rp 15,840,000 Kawin Rp 1,320,000 Tanggungan 1 Rp 1,320,000 Jumlah Penghas ilan Tidak Kena Pajak Rp 18,480,000 Penghasilan Kena Pajak Rp 52,330,000 PPh Pas al 21 terutang 5% Rp 50,000,000 Rp 2,500,000 15% Rp 2,330,000 Rp 349,500 PPh Pasal 21 terutang dengan bonus Rp 2,849,500 PPh Pasal 21 terutang tanpa bonus Rp 924,000 PPh pasal 21 untuk bonus prestasi Rp 1,925,500

Jika upah yang diterima per hari kurang dari Rp. 150.000 Joko Budiono (belum menikah) bekerja sebagai buruh harian dengan upah per hari Rp. 140.000. Joko bekerja selam 5 hari. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas penghasilan Joko adalah: Upah 1 hari Rp 140,000 Batas Upah Tidak Kena Pajak Rp 150,000 Pengasilan Kena Pajak Nihil Take home pay per hari Rp 140,000

Jika upah yang diterima per hari lebih dari Rp. 150.000, tetapi jumlah yang diterima dalam satu bulan kurang dari Rp. 1.320.000. Joko Budiono (belum menikah) bekerja sebagai buruh harian dengan upah per hari Rp. 200.000. Joko berkerja selama 5 hari. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas penghasilan Joko adalah: Upah 1 hari Rp 200,000 Batas Upah Tidak Kena Pajak Rp 150,000 Pengasilan Kena Pajak Rp 50,000 PPh terhutang Rp 2,500 Take home pay per hari Rp 197,500

Jika upah yang diterima per hari lebih dari Rp. 150.000, dan jumlah yang diterima dalam satu bulan lebih dari Rp. 1.320.000. Joko Budiono (belum menikah) berkerja sebagai buruh harian dengan upah per hari Rp. 300.000. Joko bekerja selam 5 hari. PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas penghasilan Joko adalah: Upah 1 hari Rp 300,000 Batas Upah Tidak Kena Pajak Rp 150,000 Pengasilan Kena Pajak Rp 150,000 PPh terutang hari ke-1 Rp 7,500 Take home pay hari ke-1 Rp 292,500 PPh pasal 21 yang dipotong sampai dengan hari ke-4 sama dengan perhitungan PPh pasal 21 hari ke-1 demikian juga untuk take home pay. Upah sampai hari ke-5 1,500,000 Rp PTKP 5 hari Rp 220,000 PKP Rp 1,280,000 PPh terutang Rp 64,000 PPh sudah dipotong hari ke-1 s/d hari ke-4 Rp 30,000 PPh Pasal 21 hari ke-5 34,000 Take home pay hari ke-5 266,000

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan perempuan. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan perempuan sama dengan laki-laki. Yang berbeda untuk PTKP Adinda adalah pegawai tetap PT Indah Kiat Industri (PT IKI) sejak tanggal 1 Januari 2009. Setiap bulan menerima gaji Rp. 5.000.000, tunjangan transport Rp 500.000. Adinda membayar iuran pensiun sebesar Rp. 100.000 sedangkan iuran pensiun dibayarkan oleh PT IKI Rp. 150.000. PT IKI mengikutsertakan setiap karyawannya sebagai peserta JAMSOSTEK dan membayarkan setiap bulan untuk setiap karyawannya termasuk Adinda, asuransi kematian Rp. 100.000 dan asuransi kecelakaan kerja Rp. 50.000. Adinda menikah dan mempunyai satu orang anak. PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan atas penghasilan Adinda adalah:

Penghasilan Bruto Gaji Rp 5,000,000 Tunjangan transport Rp 500,000 Asuransi kematian Rp 100,000 Asuransi kecelakaan kerja Rp 50,000 Jumlah Penghasilan Bruto Rp 5,650,000 Pengurang penghasilan Biaya jabatan Rp 282,500 Iuran pensiun Rp 100,000 Jumlah pengurang penghasilan Rp 382,500 Penghasilan netto Rp 5,267,500 Penghasilan netto setahun Rp 63,210,000 Penghasilan Tidak Kena Pajak Wajib Pajak Rp 15,840,000 Penghasilan Kena Pajak Rp 47,370,000 PPh Pasal 21 terutang 5% Rp 47,370,000 Rp 2,368,500 PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 197,375

Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. dr. Joko merupakan dokter spesialis penyakit dalam yang melakukan praktek di rumah sakit Husada Jaya. Sesuai dengan perjanjian, atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien, akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit dan sisanya menjadi milik dr. yang akan dibayarkan setiap bulan. Jasa setiap bulan yang dibayarkan kepada dr. Joko adalah: Januari Rp. 30.000.000 Februari Rp. 30.000.000 Maret Rp. 25.000.000 April Rp. 40.000.000 Mei Rp. 30.000.000 Juni Rp. 25.000.000 Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari s/d Juni adalah:

Jasa dokter yang Dasar Dasar Tarif Pasal PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pemotongan PPh Bulan dibayar pasien Pasal 21 Pasal 21 17 terutang (1) (2) (3) (4) (5) (6) 50%x2 Januari Rp 30,000,000 Rp 15,000,000 Rp 15,000,000 5% Rp 750,000 Februari Rp 30,000,000 Rp 15,000,000 Rp 30,000,000 5% Rp 750,000 Maret Rp 25,000,000 Rp 12,500,000 Rp 42,500,000 5% Rp 625,000 April Rp 15,000,000 Rp 7,500,000 Rp 50,000,000 5% Rp 375,000 Rp 25,000,000 Rp 12,500,000 Rp 62,500,000 15% Rp 1,875,000 Mei Rp 30,000,000 Rp 15,000,000 Rp 77,500,000 15% Rp 2,250,000 Juni Rp 25,000,000 Rp 12,500,000 Rp 90,000,000 15% Rp 1,875,000 Jumlah Rp 180,000,000 Rp 90,000,000 Rp 367,500,000 Rp 8,500,000

PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang tidak merangka sebagai pegawai tetap, mantan pegawai yang menerima jasa produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta Program Pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik Dana Pensiun. 5% x Rp 50,000,000 Rp 2,500,000 15% x Rp 5,000,000 Rp 750,000 PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 3,250,000

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk non pegawai atau bukan pegawai, yaitu orang pribadi yang menerima penghasilan dari pekerjaan, jasa dan atau kegiatan selain pegawai seperti tertulis dalam angka 3 di atas, dikenakan tarif pasal 17 untuk wajib pajak orang pribadi dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan. Jika penerima penghasilan hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja saja, PPh pasal 21 dihitung dengan cara tarif pasal 17 untuk wajib pajak orang pribadi dikalikan 50% dan dikurangi dengan PTKP sebulan. Dario, mempunyai NPWP memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.500.000. Dario mempunyai penghasilan dari sumber lain. PPh Pasal 21 terhutang adalah: Honorarium 1,500,000 DPP 50% x Rp. 1.500.000 750,000 PPh Pasal 21 terhutang 5% x Rp. 750.000. 37,500

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan adalah tarif pasal 17 dikalikan dengan penghasilan bruto. Doni adalah pemain bulutangkis profesional yang bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp. 200.000.000. PPh pasal 21 terhutang adalah: Hadiah Rp 200,000,000 DPP Rp 200,000,000 Tarif Pasal 17 5% x Rp. 50.000.000 = Rp 2,500,000 15% x Rp. 150.000.000 = Rp 22,500,000 PPh Pasal 21 terhutang Rp 25,000,000