ANALISIS KERUGIAN BANJIR DAN BIAYA PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DALAM MENGATASI BANJIR DI DKI JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

EVALUASI DAN ANALISIS CURAH HUJAN SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB BENCANA BANJIR JAKARTA

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

EVALUASI HASIL PENELITIAN PENGUJIAN EFEK BAHAN SEMAI CaO UNTUK MENGURANGI CURAH HUJAN DI DAS SAGULING JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 1999/

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS BANJIR ACEH SELATAN DAN SIMEULUE TANGGAL 8 JUNI 2015 Oleh Theresia Grefyolin Simbolon, A.Md Stasiun Klimatologi Indrapuri Aceh

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

12/12/2013 L/O/G/O.

MINIMALISASI KONSENTRASI PENYEBARAN ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN METODE MODIFIKASI CUACA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

PENGARUH KONSEP SISTEM DAN LINGKUNGAN DALAM MODIFIKASI CUACA TERHADAP PENINGKATAN CURAH HUJAN DAN KETERSEDIAAN AIR DI DAS CITARUM

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA BANJIR KAB. ACEH SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

ANALISIS CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI WILAYAH KAB. SUMBAWA TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISA. Ciliwung Daerah DKI Jakarta pada beberapa stasiun pengamatan, maka datadata

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS BANJIR DI WILAYAH SUBULUSSALAM TANGGAL 20 SEPTEMBER 2015

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009

ANALISA CUACA BANJIR DI ACEH UTARA TGL FEBRUARI 2016

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA

STASIUN METEOROLOGI KLAS I SERANG

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISA CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KEC. SUMBAWA DAN LABUHAN BADAS WILAYAH KABUPATEN SUMBAWA (29 JANUARI 2017)

TINJAUAN KLIMATOLOGIS BANJIR DI KABUPATEN MEMPAWAH 14 MEI 2016

ANALISIS BANJIR BANDANG DAN TANAH LONGSOR DI SEKITAR BEDUGUL (BULELENG) DAN KINTAMANI (BANGLI) TANGGAL 9 FEBRUARI 2017

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN I - 1

PROPINSI ACEH, 22 SEPTEMBER Oleh : Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Buku 1 EXECUTIVE SUMMARY

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MATARAM DAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TANGGAL JUNI 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

TINJAUAN KLIMATOLOGIS KEJADIAN BANJIR DI KOTA PONTIANAK TANGGAL 15 FEBRUARI 2017

ANALISIS KLIMATOLOGI KEJADIAN HUJAN EKSTRIM YANG BERDAMPAK BENCANA DI BALI TANGGAL 1-11 FEBRUARI 2017

KESEIMBANGAN LINGKUNGAN ANTARA KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN AIR MELALUI TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA

BAB I PENDAHULUAN I-1

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

ANALISIS KEJADIAN KABUPATEN SEKADAU, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 19 FEBRUARI 2017

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI KAB. KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 11 NOVEMBER 2017

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SERAM BAGIAN BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

ANALISIS CURAH HUJAN SAAT KEJADIAN BANJIR DI SEKITAR BEDUGUL BALI TANGGAL 21 DESEMBER 2016

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

Gbr1. Lokasi kejadian Banjir dan sebaran Pos Hujan di Kabupaten Sidrap

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Transkripsi:

Analisis Kerugian Banjir dan Biaya penerapan TMC (S. Lestari) 155 ANALISIS KERUGIAN BANJIR DAN BIAYA PENERAPAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA DALAM MENGATASI BANJIR DI DKI JAKARTA Sri Lestari 1 Intisari Banjir yang melanda Jakarta pada bulan Februari 2002 menimbulkan kerugian sebesar Rp 6,7 trilyun. Sebetulnya banjir tersebut dapat diantisipasi jika penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan sebelum kejadian banjir. Biaya operasionalnya hanya sekitar Rp 70 juta perhari. Kegiatan penerapan TMC untuk pengendalian banjir ternyata dapat menurunkan tinggi muka air (TMA) di Pesanggrahan sebesar 51,6 cm (dari 149,9 cm menjadi 98,3 cm), di Ciliwung 85,5 cm (dari 234,2 cm menjadi 148,7 cm) dan di Sunter 32,3 cm (dari 124,5 cm menjadi 92,2 cm). Dari evaluasi jumlah curah hujan menunjukan bahwa kegiatan modifikasi cuaca dapat menurunkan jumlah curah hujan sebesar 13,4 mm (sebelum kegiatan rata-rata per hari sebesar 27,9 mm dan selama kegiatan menjadi 14,5 mm). Abstract Heavy floods occurred in Jakarta and vicinity in February 2002. The floods caused in catastrophe to both community and local government and destroyed infrastructure within the area. The lost was estimated of about 6.7 trillion rupiahs. Actually, the floods might be anticipated should weather modification technology be applied before the floods became too severe. The cost to carry out weather modification activity was only about 70 million rupiahs per day. Weather modification activity to manage rainfall intensity in order to control floods could decrease water level at Pesanggrahan of about 51.6 cm (from 149.9 cm became 98.3 cm), Ciliwung of about 85.5 cm (from 234.2 cm became 148.7cm) and Sunter of about 32.3 cm (from 124.5 cm became 92.2 cm). Evaluation on total rainfall over the area indicated that during the activity the average of daily rainfall decreased of about 13.4 mm, in which before the activity was 27.9 mm while during the activity was 14.5 mm. Kata kunci : Banjir, intensitas curah hujan, teknologi modifikasi cuaca 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banijr yang hampir setiap tahun melanda wilayah DKI Jakarta, disebabkan karena faktor alami dan faktor non alami seperti kondisi topografi yang lebih rendah dengan permukaan laut, seringnya kejadian hujan dengan intensitas curah hujan yang sangat tinggi dan pelanggaran Rencana Tata Ruang. 1. Peneliti Muda di UPT Hujan Buatan BPP Teknologi, Telp 3168836 Dalam menghadapi persoalan banjir tersebut sepertinya pemerintah provinsi DKI Jakarta Raya belum mengetahui betull penyebab banjir itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari jenis usaha yang dilakukan dalam mengantisipasi dan pengendalian banjir yang hanya menekankan pada pembuatan kanal, tanggul dan saluran drainase. Padahal dari hasil kajian ternyata penyebab utama banjir tersebut tidak lain adalah kejadian hujan dengan intensitas curah hujan yang sangat besar, baik yang terjadi di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun hujan yang terjadi di daerah Cibinong, Bogor, Puncak dan sekitarnya. Hujan yang sekonyongkonyong deras dalam waktu singkat menyebabkan

156 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 155-159 alilran permukaan tidak lancar, untuk mencapai saluran drainase atau sungai yang telah tersedia. Dari data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, kejadian banjir di DKI Jakarta pada akhir Januari hingga pertengahan Februari 2002 termasuk paling parah hingga saat ini, baik ditinjau dari lama dan tinggi genangan maupun besarnya kerugian sehingga digolongkan sebagai bencana nasional. Evaluasi dampak ekonomi dari musibah banjir di DKI Jakarta, kerugian material diperkirakan mencapai Rp 6,7 trilyun (Komet, 2002) akibat adanya kerusakan aset negara dan masyarakat, kerusakan infrastruktur dan sistem informasi, serta tidak efisienya tenaga kerja. Usaha pengendalian banjir dengan menerapkan TMC baru pertama kali dilakukan dengan lama kegiatan 5 (Lima) hari, dari tanggal 15 s.d 19 Februari 2002. Dari hasil evaluasi kegiatan, ternyata dapat diperoleh angka penurunan TMA di ketiga stasion pengamatan TMA. Penurunan TMA di stasion Pesanggrahan sebesar 51,6 Cm, di Ciliwung 85,5 Cm dan di stasion Sunter sebesar 32,3 Cm. Demikian juga mengenai data curah hujan wilayah, Rata-rata curah hujan harian pada tanggal 1-14 Februari 2002 (sebelum kegiatan penerapan TMC) sebesar 27,9 mm, sedangkan rata-rata curah hujan harian selama kegiatan hanya 14,5 mm. Dengan menurunnya jumlah curah hujan berarti lama genangan berkurang dan luas genangan menjadi menyempit, akibatnya dapat memperkecil kerugian. Bila dibandingkan besarnya kerugian akibat banjir selama 14 hari sebesar Rp 6,7 trilyun atau Rp 480 milyard perhari dengan biaya yang dikeluarkan untuk operasional TMC per hari sekitar Rp 70 juta dan hasil kegiatan yang ternyata dapat mengurangi intensitas curah hujan dan menurunkan TMA, maka dapatlah disimpulkan bahwa sebetulnya penerapan TMC sangat cocok untuk mengatasi banjir di DKI Jakarta. 1.2. Tujuan Penelitian a. Menerangkan tentang beberapa elemen banjir di wilayah DKI Jakarta. b. Menyajikan hasil kegiatan operasional pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca dalam mengatur intensitas curah hujan di wilayah DKI Jakarta. c. Mengevaluasi/menganalisis biaya, hasil dan manfaat dari kegiatan penerapan TMC dengan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kejadian banjir. 1.3. Metodologi Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode observasi lapangan dan kajian pustaka. Observasi lapangan yang dilakukan adalah: a. Melakukan penyemaian awan dengan tujuan membuyarkan awan dan mempercepat turunnya hujan. b. Mencermati dampak dan efek dari kegiatan pengendalian banjir dengan penerapan TMC. c. Mengevaluasi hasil penyemaian awan dengan cara memantau pertumbuhan awan di wilayah DKI Jakarta. d. Melakukan monitoring, pencatatan dan pengu kuran kejadian hujan di daerah Jakarta, Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Sedangkan kajian pustaka yang dilakukan adalah mengadakan studi perbandingan untuk mengetahui penyebab banjir, mengevaluasi besarnya kerugian yang diakibatkan banjir tersebut. 2. ELEMEN BANJIR Secara makro terdapat tiga elemen fenomena banjir DKI Jakarta yaitu, (1) sifat hujan, (2) keadaan DAS dan (3) sifat aliran s ungai. 2.1. Sifat hujan Dilihat dari lokasi daerah DKI Jakarta, sebelah utara adalah pantai dan sebelah selatan merupakan kaki gunung Gede ( 2910 M) sehingga pengaruh cuaca lokal lebih dominan dari pada cuaca skala sinop dan global. Hujan yang terjadi banyak berasal dari awan-awan konvektif dan orografik. Pada siang hari, uap air yang berasal dari laut dibawa angin menuju ke dar atan yang lebih tinggi sehingga karena ada penurunan suhu akibat faktor ketinggian maka segera terbentuk awan yang kemudian turun hujan. Pada umumnya, hujan yang terjadi berasal dari awan orografik dengan intensitas yang tinggi, biasanya berlangsung sekitar jam 14.00 sampai jam 16.00 menjelang sore. Dari tabel 1, dapat dilihat, perubahan besarnya curah hujan, dari Tanjung Priok (0 m) hanya sebesar 1771 mm, makin ke arah selatan di sekitar Depok (95m), curah hujannya makin besar, yaitu 3655 mm. 2.2. Keadaan DAS Tabel 1. Rerata jumlah curah hujan per tahun Stasion Tinggi (meter) Jumlah CH (mm) Tj Priok 0 1771 BMG-Jkt 7 1957 Halim 30 2693 Ps Minggu 30 3136 Pondokgede 28 2645 Depok 95 3655

Analisis Kerugian Banjir dan Biaya penerapan TMC (S. Lestari) 157 Wilayah DKI Jakarta termasuk Sub DAS Ciliwung bagian hilir. Bentuk DAS Ciliwung yang runcing dari hulu sampai hilir menyebabkan luas daerah resapan sangat kecil sehingga perjalanan hujan dari hulu ke hilir relatif cepat. Hal ini sangat tidak menguntungkan terutama dalam hal pengelolaan aliran sungai. Apalagi pada saat ini, di bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung telah terjadi perubahan tata guna lahan. Luas hutan makin berkurang dan makin banyaknya bangunan perumahan sehingga daerah resapan semakin sempit. Kondisi lingkungan tersebut menyebabkan air hujan tidak dapat meresap dan tertahan dulu di bagian hulu melainkan langsung menuju sungai. 2.3. Sifat Aliran Sungai Sebagian besar wilayah DKI Jakarta termasuk daerah hilir sungai Ciliwung dimana kecepatan aliran airnya semakin lambat karena dasar sungai sudah mulai landai. Sifat aliran sungainya mulai dipengaruhi oleh pasang surut permukaan air laut. Kota Jakarta merupakan kota metropolitan dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Untuk memenuhi berbagai kepentingan dalam menjalani kehidupannya maka terpaksa melakukan perubahan morfologi sungai Ciliwung. Pembelokan atau pelurusan, membagi alur sungai atau menggabungkan dengan sungai lain dilakukan dengan tujuan untuk mengamankan dari bahaya banjir. Padahal bila ditinjau dari segi pengelolaan sungai, tindakan merubah morfologi sungai justru malah merugikan, karena dapat merusak pelestarian lingkungan sungai. 3. IMPLEMENTASI TMC DALAM PENANGGULANGAN BANJIR DI DKI JAKARTA Kegiatan operasional penerapan TMC dalam pengendalian banjir di DKI Jakarta bertujuan untuk mengurangi dan mengatur intensitas curah hujan khususnya di daerah Jabotabek. Lama kegiatan ini semula direncanakan 10 hari namun pada realisasinya hanya 5 hari yaitu dari tanggal 15 sampai dengan 19 Februari 2002. Hal ini disebabkan karena dari hasil analisa prakiraan cuaca sesudah dekade ketiga bulan Februari 2002 tidak akan terjadi hujan yang bersifat ekstrim dan deras. Dalam operasional kegiatan TMC ini menggunakan fasilitas penerbangan yang ada di Lanuma Halim Perdanakusuma sebagai Pos Komando (POSKO) dan 5 (lima) buah posmet yang tersebar di Gedung BPPT Jakarta, Ciapus Bogor, Cariu Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. 3.1. Strategi Penyemaian Awan Strategi penerapan TMC yang telah ditetapkan adalah dengan tujuan untuk mengurangi dan mengatur intensitas hujan di wilayah DKI Jakarta. Dengan kecilnya intensitas curah hujan diharapkan tidak akan terjadi genangan air. Sistem penerapan TMC yang dilakukan adalah dengan mengupayakan menurunkan hujan lebih awal dari awan -awan cumulus (Cu) yang berpotensi tumbuh menjadi awan cumulonimbus (Cb), dengan harapan agar intensitas curah hujan khususnya di daerah pertumbuhan awan tersebut berkurang. Dalam hal ini strategi penyemaian bahan seeding sangat dipengaruhi oleh kondisi dan jenis awan-awan yang tumbuh di sekitar daerah target. Untuk membuyarkan awan-awan cumulus digunakan bahan semai Kalsium Oksida (CaO). Efek dari CaO bila bereaksi di dalam awan akan menimbulkan panas sehingga kumpulan awan-awan tersebut akan pecah dan membuyar yang akhirnya akan hilang terbawa angin. Sedang untuk mempercepat turunnya hujan dari awan yang sedang mulai tumbuh dan berpotensi menjadi awan comulonimbus menggunakan bahan semai garam dapur (NaCl). Sebelum menentukan lokasi penyemaian diperlukan beberapa kajian kondisi cuaca permukaan dan kondisi cuaca di lapisan udara atas baik yang bersifat skala global, sinop maupun lokal, sehingga diperoleh gambaran kondisi cuaca yang mungkin terjadi pada hari yang bersangkutan. Adapun informasi data cuaca yang dibutuhkan adalah tekanan udara, kelembaban relatif, arah dan kecepatan angin, analisis angin gradient, suhu udara dan data pertumbuhan awan yang diambil dari satelit cuaca maupun dari hasil observasi awan dalam radius 180 km dari Cengkareng. 3.2. Efek Penyemaian Awan Tujuan utama penerapan TMC adalah untuk mengurangi resiko terulangnya kejadian banjir di wilayah DKI Jakarta dengan cara mengurangi dan mengatur intensitas curah hujan di sekitar DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Modifikasi cuaca yang dilakukan adalah dengan menyemai awanawan cumulus agar menjadi buyar atau cepat turun hujan. Penyemaian bahan seeding dilakukan dengan 2 pesawat Cassa, rata- rata jumlah sorti per hari adalah 5-6 sorti. Penyemaian dilakukan pada

158 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 155-159 ketinggian 10.000 kaki hingga 12.000 kaki. Jenis bahan semai Kalsium Oksida (CaO) dan garam dapur (NaCl). Lokasi penyemaian dilakukan di daerah pertumbuhan awan cumulus yang berada di sekitar Bogor, Cianjur, Sukabumi dan Bekasi. Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis di lokasi posmet Gedung BPPT, dapat dilaporkan bahwa selama kegiatan: - Angin dominan berasal dari barat daya. - Suplai awan dari laut Jawa terjadi dari pagi hingga malam, sehingga terjadi penumpukan awan di sekitar daerah Depok hingga Bogor. Dari data hidrologi dan curah hujan harian, yang berhasil dipantau ternyata akibat dari penyemaian awan dapat menurunkan TMA dan intensitas curah hujan, lihat Tabel 2 dan Tabel 3. Dari kedua tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa akibat penerapan TMC, rerata curah hujan harian, menurun. Penurunan yang paling besar adalah di Cekareng sebesar 27,6 mm dan di Bekasi sebesar 24,3 mm. 4. KERUGIAN AKIBAT BANJIR DAN MANFAAT PENERAPAN TMC 4.1. Jumlah Kerugian Akibat Banjir Dan Anggaran Penanganan Pasca Banjir Lama genangan ai r akibat banjir di wilayah DKI Jakarta pada bulan Februari 2002 hampir 2 (dua) minggu dan merendam 500.000 rumah atau sekitar 2 juta orang yang terkena secara langsung dan 9 juta orang penduduk lainnya terganggu dan merasakan dampak tidak langsung atas musibah banjir tersebut. (Repubilka, 2002). Dari hasil perhitungan SNA (System of National Account) yang merupakan suatu perangkat untuk analisis ekonomi makro yang konsisten dengan analisis ekonomi mikro, diperoleh besarnya kerugian akibat banjir adalah Rp 6,7 trilyun, akibat adanya : a. Kerusakan/hilangnya harta -benda milik masyarakat yang terkena musibah banjir secara langsung. b. Gangguan kegiatan ekonomi, yang mencakup penurunan efektifas karyawan, pendistribusian produk terganggu dan biaya yang membengkak. c. Kerusakan yang terjadi pada bangunan, jalan, dan infrastruktur lunak seperti sistem informasi. Usaha Pemda DKI Jakarta untuk merehabilitasi pasca banjir adalah segera menyusun program kerja penanganan pasca banjir disertai dengan pengucuran dana dari APBD. Menurut Republika (2002), alokasi dana tersebut antara lain meliputi: - Program pemberdayaan masyarakat yang dibagikan kepada kelurahan - Program pemulihan kesehatan Tabel 2. Perbandingan TMA sebelum dan sesudah kegiatan. Nama Sungai RerataTMA sbl TMC tgl 1-14 Feb 2002 (cm) - Program perbaikan rumah dan lingkungan masyarakat - Program pemulihan pendidikan dasar - Program perbaikan sarana kota seperti perbaikan jalan dan drainase. 4.2. Biaya Operasional TMC Dalam kegiatan operasional TMC, memerlukan biaya per hari sekitar Rp 70 juta yang terdiri dari biaya jam terbang, harga bahan semai dan lumpsum SDM. Komponen biaya terbesar diserap oleh pemakaian jam terbang pesawat. Biaya pesawat terbang per jamnya adalah sebesar USD 1000, sehingga bila dalam operasional diperlukan 6 sorti dimana rata-rata lama terbang per sorti 1 jam maka biaya jam terbang setiap harinya adalah sekitar USD 6000. 4.3. Efek Intensitas Curah Hujan TMA selamatmc 15-20 Feb 2002 (cm Pesanggrahan 149,9 98,3 Ciliwung 234,2 148,7 Sunter 124,5 92,2 Tabel 3. Perbandingan curah hujan (CH) harian sebelum dan sesudah kegiatan CH Periode 1 CH Periode l Stasion s.d.14 Feb 02 15 s.d. 20 Feb 2002 Tj. Priok 32,6 6,9 BMG Pusat 33,6 21,9 Pakubuwono 20, 4,8 Halim Pk 25,9 18,8 Depok 28,5 11,8 Cengkareng 31,6 4 GeoTangerang 24 27,4 Bekasi 33,5 9,2 Tambun 27,1 25 Kedoya 27,1 17,4 Citeko Bogor 24,1 14,6 Darmaga Bgor 18,6 6,5 Gunung Mas 27,8 20,6 Rata -rata hran 27,9 14,5

Analisis Kerugian Banjir dan Biaya penerapan TMC (S. Lestari) 159 Masalah banjir di DKI Jakarta sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Hal ini dibuktikan dengan usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan membuat master plan pembangunan kanal banjir bagian barat dan timur yang bertujuan untuk mengatur aliran sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane agar tidak sempat meluap menggenangi wilayah DKI Jakarta. Dari hasil pengamatan ternyata pemicu utama banjir di DKI Jakarta adalah adanya hujan dengan intensitas yang tinggi, baik hujan yang berlangsung di Jakarta sendiri maupun hujan yang terjadi di kawasan Bopuncur (Bogor, Puncak dan Cianjur). Dengan melihat permasalahan tersebut maka solusi pemecahan yang paling tepat adalah dengan penerapan TMC yang bertujuan mengurangi intensitas curah hujan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa kenyataan antara lain : - TMC mampu membuyarkan awan-awan Cu yang berpotensi menjadi awan Cb - TMC mampu mengurangi intensitas curah hujan yaitu dengan mempercepat turunnya hujan dari awan-awan cumulus yang sedang tumbuh. - Pertumbuhan awan Cb bermula dari awan Cumulus didukung dengan kondisi atmosfer yang tidak stabil oleh karena itu sebelum menjadi awan Cb, awan-awan tersebut dimungkinkan untuk dapat dimodifikasi. 5. KESIMPULAN Hujan dengan intensitas tinggi baik yang terjadi di wilayah DKI Jakarta maupun di sekitarnya merupakan penyebab banjir di wilayah DKI Jakarta. Laju pembangunan di wilayah DKI Jakarta yang cepat berdampak menimbulkan banjir. Untuk antisipasi, perlu dilakukan penerapan TMC yang bertujuan untuk mengatur dan mengurangi intensitas curah hujan. Dari evaluasi kegiatan penerapan TMC untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta, ternyata selama kegiatan modifikasi cuaca dapat menurunkan intensitas curah hujan harian sebesar 13,4 mm, yang semula 27,9 mm menjadi 14,5 mm. Ditinjau dari aspek biaya, kegiatan penerapan TMC hanya sekitar Rp 70 juta per hari dan ternyata dapat mengurangi luas genangan serta lama genangan sehingga dapat memperkecil kerugian akibat banjir yang diperkirakan mencapai Rp 6,7 trilyun. Oleh karena itu, penerapan TMC untuk pengendalian banjir di wilayah DKI Jakarta perlu dipertimbangkan untuk tahun-tahun mendatang. DAFTAR PUSTAKA.., 2002, Siapkan Dana Untuk Penanganan Pasca Banjir, Harian Republika, tanggal 18 September 2002, Komet Mangiri DR, 2002, Dampak Ekonomi Musibah Banjir di DKI Jakarta, Harian Kompas 03 Februari 2002. UPT-HB, BPPT, 2002, Laporan Evaluasi Teknologi Modifikasi Cuaca Untuk Pengendalian Banji di DKI Jakarta. Biodata Penulis SRI LESTARI. Pendidikan terakhir S1 Jurusan Geografi. Mulai Masuk BPPT tahun 1980. Jabatan terakhir Peneliti Muda Bidang Modifikasi Cuaca