Materi E-Learning Perpajakan

dokumen-dokumen yang mirip
22/06/2013. Materi Kuliah SUBJEK PAJAK. Definisi Subjek Pajak. Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008)

PPh Pasal 26. Pengantar

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

2/26/2015. PPh. Pajak yang dikenakan : Terhadap subjek pajak Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Administrasi Pajak Bisnis Asuransi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-01/PJ/2015 TENTANG

MAKALAH PERPAJAKAN. Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

3) Penundaan atau Perpanjangan Penyampaian SPT

PA JAK PENGHASILAN F INAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh), karena dalam PPh ada Perampungan yang dilakukan setiap akhir tahun

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

Pemotongan/PemungutanPPh

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

Penghitungan PPh Akhir Tahun

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

medika BUKU INI UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN MEDIA informasi PERPAJAKAN UNTUK DOKTER SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

PP 46/1996, PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAU DISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut:

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Kata kunci:pph Final Pasal 4 ayat (2) atas Sewa Tanah dan Bangunan, Tata CaraPerhitungan, Penyetoran dan Pelaporan serta Pemungutan

Transkripsi:

Kompilasi Materi Teori Perpajakan : 1. Bentuk Usaha Tetap 2. Norma Perhitungan Penghasilan Netto 3. Pajak Penghasilan Final 4. Utang Pajak dan Penagihan Pajak Sumber : Seri Perpajakan www.pajak.go.id BENTUK USAHA TETAP Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : 1. tempat kedudukan manajemen; 2. cabang perusahaan; 3. kantor perwakilan; 4. gedung kantor; 5. pabrik; 6. Bengkel; 7. Gudang; 8. ruang untuk promosi dan penjualan; 9. pertambangan dan penggalian sumber alam; 10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; 11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; 13. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; 14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; 15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung

risiko di Indonesia;dan 16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Contoh BUT : adalah Perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU maka untuk membangun PLTU tersebut perusahaan dari China mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, setelah selesai maka BUT tersebut bubar dan mengajukan penghapusan NPWP. Dasar Hukum : Pasal 2 UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO Dasar Hukum 1. Pasal 14 UU Nomor 36 Tahun 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 2. KEP-536/PJ/2000 (berlaku sejak tahun pajak 2001) tentang Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) untuk Wajib Pajak (WP) yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan 3. PER-4/PJ/2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi WP Orang Pribadi (OP)

Besarnya Norma 1. Norma yang digunakan adalah norma berdasarkan kota wilayah usaha 2. Yang dimaksud 10 ibukota propinsi: Medan, Jakarta, Palembang, Bandung, Semarang, Surabaya, Manado, Makassar, Denpasar, Pontianak. 3. Kota propinsi lainnya adalah ibukota propinsi selain 10 yang disebutkan. 4. Daerah lainnya adalah daerah selain yang dimaksud diatas. Yang Dapat Menggunakan Norma Penghitungan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Kewajiban 1. Menyampaikan surat perberitahuan penggunaan norma kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. (Pasal 14 ayat (2) UU PPh). Bagi yang tidak menyampaikan dianggap memilih menggunakan pembukuan. (UU PPh Pasal 14 ayat 4). 2. Menyelenggarakan pencatatan Peredaran Usaha sesuai format Lampiran I PER- 4/PJ/2009. Sanksi Menggunakan Norma Penghitungan Tanpa Pemberitahuan Bagi yang tetap menggunakan Norma padahal tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan. Pasal 3 ayat 2 KEP-536/PJ./2000 Norma Petugas Dinas Luar Asuransi, Distributor MLM/Direct Selling 1. Petugas dinas luar asuransi = norma untuk pekerjaan bebas bidang profesi lainnya a. 10 ibukota pripinsi = 50% b. Kota propinsi lainnya = 47,5 %

c. Daerah lainnya = 45% 2. Distributor perusahaan MLM/direct selling diklasifikasikan menjadi 2 jenis : a. penghasilan atas penjualan barang = norma untuk Pedagang eceran barang hasil indistri pengolahan. 10 ibukota pripinsi = 30% Kota propinsi lainnya = 25 % Daerah lainnya = 20% b. penghasilan atas pengembangan jaringan : Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya. 10 ibukota pripinsi = 50% Kota propinsi lainnya = 47,5 % Daerah lainnya = 45% Pajak Penghasilan Final Penghasilan, berdasarkan ketentuan, terdiri dari penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Cara pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang objek pajak dilakukan dengan dua cara. Pertama, dikenakan PPh secara umum dengan menggunakan tarif umum (tarif Pasal 17) dan pengenaannya dilakukan di SPT Tahunan. Kedua, dikenakan PPh secara final. Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang

memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilanpenghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh. Pemajakan atas jenis penghasilan tertentu diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh. PPh terutang dihitung dengan menerapkan tarif tertentu (tariff tunggal) terhadap penghasilan bruto dan bersifat final. Adapun besarnya PPh terutang untuk masing-masing jenis penghasilan adalah sebeagai berikut : a. Bunga tabungan, deposito, sertifikat Bank Indonesia PPh terutang = 20% x jumlah bruto b. Penghasilan saham di bursa efek PPh terutang = 0,1% x penghasilan bruto c. Sewa tanah dan bangunan PPh terutang = 10% x penghasilan bruto d. Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan PPh terutang = 5% x penghasilan bruto e. Penjualan saham perusahaan modal ventura PPh terutang = 0,1% x penghasilan bruto f. Bunga/diskonto obligasi di Bursa Efek PPh terutang = 20% x jumlah bruto atau selisih harga jual g. Hadiah undian PPh terutang = 25% x penghasilan bruto/pasar

h. Transaksi derivative di bursa PPh terutang = 2,5% x penghasilan bruto i. Bunga simpanan koperasi kepada anggota lebih dari Rp 240.000 per bulan PPh terutang = 10% x penghasilan bruto j. Bunga/diskonto obligasi - Bunga kupon : WPDN/BUT 15%, WPLN 20% dari bruto - Diskonto kupon : WPDN/BUT 15%, WPLN 20% dari selisih harga jual - Diskonto obligasi tanpa bunga : WPDN/BUT 15%, WPLN 20% dari selisih harga jual - Bunga/diskonto diterima reksadana : tahun 2009-2010 = 0% (bebas), tahun 2011-2013 = 5%, mulai 2014 =15% k. Jasa konstruksi - Pelaksana konstruksi : o Kualifikasi kecil =2% x bruto o Non kualifikasi = 4% x bruto o Kualifikasi menengah dan besar = 3% - Perencanaan konstruksi: o Kualifikasi = 4% x bruto o Non kualifikasi = 6% x bruto