BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar. Pemahaman konsep

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risma Nurul Auliya, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evy Aryani Sadikin, 2013

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan masalah jika mereka menemui masalah dalam kehidupan. adalah pada mata pelajaran matematika.

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia karena selalu digunakan dalam

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mulyati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. segala aspek kehidupan. Pendidikan tidak akan terlepas dari proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MODEL LEARNING CYCLE 5E SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan pengetahuan yang bersifat universal dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Amam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan siswa berpikir logis, rasional, kritis, ilmiah dan luas. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan. Pembelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006). Tujuan pembelajaran matematika diajarkan di sekolah pada butir pertama mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep marupakan syarat untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sejalan dengan pendapat Sumarmo (2003) menyatakan bahwa pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kehidupan masa kini.

2 Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa, namun hasilnya masih belum maksimal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi jawaban soal tampak siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal untuk pemahaman relasional. Studi yang dilakukan Priatna (2003) mengenai kemampuan pemahaman, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan pemahaman konsep berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol belum tuntas secara klasikal. Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kecemasan matematika siswa. Penelitian Anita (2011) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering disebut mathematics anxiety. ketakutan Kecemasan matematika menurut Reys, dkk (dalam Dahlan, 2011) adalah terhadap matematika atau prasangka negatif tentang matematika. Nugraha (dalam Dahlan, 2011) memberikan pengertian bahwa cemas pada matematika berarti cemas pada mata pelajaran matematika dan yang berhubungan dengannya, seperti cemas tidak mengerjakan soal, cemas pada saat ditanya oleh guru. Matematika sering dianggap sebagai momok, dipersepsikan sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian anak. Anak merasa deg-degan, cemas dan takut setiap kali mengikuti pelajaran matematika di sekolah. Bahkan ada anak yang karena begitu takutnya terhadap matematika, sampai mandi keringat ketika diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang hampir pernah dialami oleh semua siswa. Ketika kecemasan matematika itu sudah berlebihan, maka akan menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan kemampuan matematisnya. Kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian, khususnya yang terjadi pada siswa di Indonesia. Berdasarkan data PISA 2006, yang mengatakan bahwa jumlah siswa di Asia yang mengalami kecemasan

3 matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Anita (2011) dalam penelitiannya tentang kecemasan matematika siswa SMP juga menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika. Artinya kecemasan matematika pada diri siswa sangat menghawatirkan. Mengingat cukup tingginya tingkat kecemasan siswa pada pelajaran matematika Sumardyono (2011) menyarankan bahwa perlu dilakukan penelitian yang komprehensif terkait dengan kecemasan matematika karena gejala ini merupakan umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa. Banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan matematika pada siswa. Trujillo & Hadfield (dalam Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu faktor kepribadian, lingkungan dan faktor intelektual. Faktor kepribadian misalnya kepercayaan diri yang rendah, perasaan takut akan kemampuan dirinya. Faktor lingkungan misalnya kondisi saat proses belajar mengajar yang tegang, orang tua yang memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika. Selanjutnya adalah faktor intelektual. Timbulnya kecemasan matematika juga disebabkan oleh pandangan negatif terhadap matematika. Cockrof (dalam Wahyudin, 1999) menyatakan bahwa pandangan negatif ini menjadikan matematika masih dianggap pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kecemasan matematika memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ma (dalam Zakaria & Nordin, 2007) ada hubungan antara kecemasan matematika dengan prestasi siswa dalam matematika. Senada dengan pendapat di atas Clute & Hembree (dalam Vahedi & Farrokhi, 2011) menemukan bahwa siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang rendah. Selanjutnya, kecemasan matematika merupakan salah satu faktor yang memiliki hubungan negatif dengan prestasi belajar siswa. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Daneshamooz, Alamolhodaei & Darvishian (2012) mengemukakan bahwa kecemasan matematika berkorelasi negatif dengan kinerja matematika.

4 Hellum-Alexander (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa kecemasan matematika berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa dan termasuk didalamnya adalah kemampuan pemahaman matematis. Sejalan dengan itu, Arem (dalam Zakaria dkk, 2012) menyatakan bahwa siswa dengan kecemasan matematika yang tinggi cenderung kurang percaya diri dalam memahami konsep matematis. Penelitian Zakaria dkk (2012) juga menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi memiliki tingkat kecemasan matematika yang rendah, sedangkan siswa yang kurang berprestasi memiliki kecemasan matematika yang tinggi. Hal ini dikarenakan siswa berprestasi memiliki pemahaman matematis dan kepercayaan diri yang lebih baik dibandingkan siswa yang kurang berprestasi. Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemampuan pemahaman siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah dan tingkat kecemasan matematika siswa sangat tinggi serta adanya korelasi negatif antara kemampuan pemahaman dan kecemasan matematika, perlu diadakannya suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Upaya-upaya peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran, seperti cara guru mengajar, cara menyajikan materi, pendekatan pembelajaran, jenis soal yang biasa diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, keterlibatan siswa dalam pembelajaran, serta faktor-faktor lainnya. Turmudi (2009) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya meniru dan menghafal apa yang disampaikan guru tanpa adanya pemahaman, sehingga pada saat siswa diberi suatu permasahan lain dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa bingung dan tidak paham. Sebagian besar siswa masih belum mampu menyelesaikan masalah matematika dikarenakan kemampuan pemahamannya belum berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini diungkapkan oleh Abdi (dalam Hendriana, 2009) bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa tidak

5 berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam memahami dan menyerap konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru. Hal ini berkaitan dengan cara mengajar guru dikelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, model pembelajaran yang digunakan guru juga cenderung monoton dan tidak bervariasi. Kemampuan pemahaman matematis hanya dapat berkembang dan penurunan kecemasan siswa berkurang jika proses pembelajaran mendukung keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana Zakaria & Iksan (2006) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan adalah apa yang disediakan oleh guru dan sangat bergantung pada apa yang guru lakukan di ruang kelas. Artinya, mempersiapkan siswa hari ini untuk menjadi individu yang sukses esoknya, guru sains dan matematika butuh untuk menjamin bahwa mereka mengajar dengan efektif. Guru harus memiliki pengetahuan bagaimana siswa belajar sains dan matematika dan bagaimana mereka mengajar dengan cara yang terbaik. Mengubah cara kita mengajar dan apa yang kita ajarkan dalam sains dan matematika adalah sebuah perhatian profesional yang berkesinambungan. Usaha yang dilakukan harus mempresentasikan pembelajaran sains dan matematika yang berjalan dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang berpusat kepada siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, hendaknya kegiatan pembelajaran yang ditampilkan adalah guru lebih bersifat membimbing, mengarahkan, dan menyediakan, bukan menuntut atau menekan siswa melalui penyampaian informasi yang bersifat satu arah dari guru kepada siswa dan juga kental dengan dominasi guru. Namun, justru hal inilah yang kerap terjadi di berbagai Sekolah Menengah Pertama di Rokan Hulu. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung cenderung merupakan kegiatan rutin yang hanya sebatas transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Akibatnya, suasana belajar yang tercipta adalah suasana belajar yang kurang dapat merangsang kemampuan pemahaman matematis dan kurang dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Selain itu guru juga jarang mengorganisasikan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga interaksi antarsiswa dalam pembelajaran semakin kurang terlaksana dengan baik.

6 Salah satu cara atau upaya yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa dan mengurangi tingkat kecemasan matematika adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan dengan saran dari Miller & Mitchell (dalam Zakaria & Nurdin, 2007) menyatakan bahwa untuk mengurangi kecemasan matematika dan meningkatkan prestasi siswa, guru haruslah menciptakan lingkungan belajar yang positif yang bebas dari ketegangan dan memungkinkan timbulnya rasa malu. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Kosko & Wilkins (2010) mengemukakan bahwa diskusi antar siswa adalah kesempatan dalam memperdalam pemahaman konsep selain interaksi sosial. Benner (2010) dalam penelitiannya diungkap bahwa mendorong siswa untuk bekerja kelompok, merupakan salah satu strategi untuk membantu siswa mengatasi kecemasan matematika. Dengan bekerja secara berkelompok, siswa akan saling membantu mengatasi kesulitan mereka. Selanjutnya, hasil Lavasani (2011) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan matematika pada siswa SMA. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep matematika yang sulit dengan bertanya pada teman sebayanya, sehingga mereka lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam belajar matematika, serta dapat mengurangi kecemasan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Millis (dalam Lavasani, 2011) bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengurangi kecemasan matematika pada siswa pendidikan tinggi. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Sanjaya (2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu prinsip ketergantungan positif,

7 tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, serta partisipasi dan komunikasi. Sementara itu, Lie (2007) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif (keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya); (2) Tanggung jawab perseorangan (merupakan dampak dari hubungan saling ketergantungan positif); (3) Tatap muka (setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) Komunikasi antar anggota (keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat); dan (5) Evaluasi kerja kelompok (penjadwalan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif). Kelima unsur tersebut merupakan unsur-unsur yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya. Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai keunggulan unsur-unsur dan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, sangat diharapkan terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa dan penurunan tingkat kecemasan matematika siswa. Peneliti mengajukan model pembelajaran kooperatif tipe the power of two sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan the power of two dikarenakan inti dari pembelajaran ini siswa dapat saling berinteraksi, bekerja sama, mengkontruksi pengetahuan serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Unsur-unsur yang terdapat pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat di dalam tipe the power of two, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi tumpang tindih kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two mempunyai prinsip bahwa berfikir berdua jauh lebih baik dari pada berfikir sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muqowin (2007) menyatakan bahwa strategi belajar kekuatan berdua (the power of two) adalah kegiatan dilakukan untuk meningkatkan belajar

8 kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua orang itu tentu lebih baik dari pada satu orang. Pada dasarnya, penerapan the power of two dalam pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan secara berpasangan dan lebih mengutamakan kerjasama. Kerja sama yang diwujudkan dalam bentuk diskusi menitikberatkan pada aktivitas bertanya, menjawab, bertukar pikiran tentunya membutuhkan pemahaman ketika masing-masing individu harus mengemukakan alasan-alasan logis dalam mencapai suatu kesimpulan. Kemudian dengan adanya aktivitas bertanya, menjawab dan saling bertukar pikiran dalam penerapan model pembelajaran the power of two diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 2. Apakah kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 3. Apakah terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa?

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Perbedaan kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa Penelitian ini dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika yang merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pembelajaran matematika, serta sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. 2. Bagi guru Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan untuk mengatasi kecemasan matematika siswa. 3. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas serta memperluas wawasan peneliti terkait dengan prestasi belajar dan kecemasan matematika.