PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 62/Permentan/OT./140/12/2006 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 13/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 18/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 52/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PERSYARATAN TAMBAHAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTANSI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/5/2006 TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN DI LUAR TEMPAT PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 271/Kpts/HK.310/4/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 358/Kpts/OT.140/9/2005 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 264/Kpts/OT.140/4/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG. No KODE NAMA FORMULIR DITANDATANGANI OLEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 43/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

MENTERI PERTANIAN. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 41/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/6/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 39/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK ALAT DAN MESIN PERTANIAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 09/Permentan/OT.140/2/2009

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGUJIAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 21/MEN/2006 TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN DALAM HAL TRANSIT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97/Permentan/PD.410/9/ /9/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

2017, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 200

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.15/MEN/2003 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 73/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 47/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 18/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 32/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 60/Permentan/HK.060/8/2007 TENTANG UNIT PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTALASI DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG

- 1 - RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.26/MEN/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.10/MEN/2012 TENTANG KEWAJIBAN TAMBAHAN KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 31/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 12/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

TENTANG TINDAKAN KARANTINA IKAN OLEH PIHAK KETIGA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER. 20/MEN/2007 TENTANG

Nama Perusahaan :... A l a m a t. Sebagai produsen atau pembuat pakan dengan bahan pakan :...

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.28/MEN/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Menetapkan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lemb

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2011 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMENTAN/KR.120/5/2017 TENTANG DOKUMEN KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDONESIA NOMOR 229/Kpts/PK.230/4/2016 TENTANG PEMBUKAAN PEMASUKAN UNGGAS DARI NEGARA JERMAN KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 5

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 62/Permentan/OT./140/12/2006 TENTANG PENGAWASAN DAN TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN BAHAN PATOGEN DAN/ATAU OBAT HEWAN GOLONGAN SEDIAAN BIOLOGIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahawa pembawa penyakit hewan karantina yang tergolong benda lain memiliki potensi merusak kelestarian sumberdaya alam hayati yang dapat membahayakan kesehatan hewan dan manusia; b. bahwa bahan patogen dan obat hewan golongan sediaan biologik merupakan media pembawa penyakit hewan tergolong benda lain, yang pemasukan dari luar negeri dan lalu lintas antar area perlu dilakukan pengawasan melalui tindakan karantina; c. bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tersebut di atas, serta untuk menindaklanjuti Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan, maka dipandang perlu mengatur pengawasan dan tindakan karantina terhadap pemasukan bahan patigen dan/atau obat hewan golongan sediaan biologik; : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomo 3509); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negaran Nomor 4002); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Pertanian (Lembaran negara Tahun 2002 Nomor 92, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 4224), juncto Peraturan Perintah Nomor 7 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4362); 6. Keputusan Presiden nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negaran Republik Indonesia, juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 9. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 422/Kpts/LB.720/6/1988 tentang Peraturan Karantina Hewan, juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/LB.730/8/2001; 10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 695/Kpts/ TN.260/8/96 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran dan Pengujian Mutu Obat Hewan; 11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/ TN.530/3/2003 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan karantina Pengelolaan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/ OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/ OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;

Memperhatikan : 1. Terrestrial Animal Helath Code Office International Des Epizooties; 2. Notifikasi Wolrd Trade Organization (WTO) Nomor G/SPS/N/IDN/29; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENGAWASAN DAN TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN BAHAN PATOGEN DAN/ATAU OBAT GOLONGAN SEDIAAN BIOLOGIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Media Pembawa hama Penyakit Hewan Karantina adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina. 2. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut Hama Penyakit Hewan Karantina dan disingkat HPHK adalah semua hama, penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masarakat veteriner yang dapat digolongkan menutut tingkat risikonya. 3. Benda Lain adalah Pembawa yang bukan tergolong hewan, bahan asal hewan dan Hasil bahan asal hewan yang mempunyai potensi penyebaran HPHK. 4. Bahan Patogen adalah bahan yang berasal dari biologik yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan hewan. 5. Obat Hewan Golongan Sediaaan Biologik yang selanjutya disebut Bahan Biologik adalah bahan yang dihasilkan melalui proses biologik pada hewan atau jaringan hewan untuk menimbulkan kekebalan, mendiagnosa suatu penyakit hewan, atau menyembuhkan penyakit hewan dengan imunologi. 6. Pemasukan adalah kegiatan memasukan media pembawa dari luar negeri ke dalam wilayah negaran Republik Indonesia atau ke suatu area dari area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

7. Pengeluaran adalah kegiatan megeluarkan media pembawa ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari suatu area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia. 8. Area adalah seraha dalam suatu pulau atau atau pulau atau kelompok pulau di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran HpHK. 9. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui terhadap lalulintas bahan patogen dan/atau biologik yang berpotensi menyebarkan HPHK. 10. Tindakan Karantina Hewan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui terhadap lalulintas bahan patogen dan/atau bahan biologik yang berpotensi menyebarkan HPHK. 11. Kemasan adalah bahan yang diunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus bahan patogen dan/atau bahan biologik baik yang bersentuhan langsung maupun tidak. 12. Badan usaha adalah badan usaha milik negara atau daerah, swasta atau koperasi. 13. Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disingkat SPP adalah keputusan pemberian persetujuan (izin) yang diberikan oleh Menteri Pertanian kepada badan usaha tertentu sebelum melaksanakan kegiatan pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik. 14. Instalasi karatina Hewan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta saranama pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina. 15. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina. Pasal 2 (1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi petugas karantina dalam melaksanakan pengawasan dan tindakan karantina terhadap pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik. (2) Tujuan pengaturan ini untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK melalui bahan patogen dan/atau bahan biologik. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan ini meliputi Pengawasan Pemasukan, Tindakan Karantina, Lalu Lintas Antar Area, Jasa Tindakan Karantina, dan Pelapor.

BAB II PENGWASAN PEMASUKAN Bagian Kesatu Persyaratan Pemasukan Pasal 4 (1) Pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri dapat dilakukan oleh badan usaha. (2) Pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila penyakitnya telah ada di Indonesia. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan memasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri harus memiliki Surat Persetujuan Pemasukan (SPP) yang diterbitkan oleh Menteri. (4) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berisi : a. nama perusahaan; b. nomor izin usaha obat hewan; c. alamat/tempat kedudukan bahan usaha; d. nama dan negara produsen; e. maksud dan tujuan; f. jumlah dan jenis; g. tempat pengeluaran; h. tempat pemasukan; i. deskripsi produk; j. pelaporan; k. sanksi dan masa berlakunya SPP; (5) Untuk pemasukan bahan biologik selain memiliki SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga harus memiliki nomor pendaftaran obat hewan; Pasal 5 (1) Bahan patogen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) anatara lain dapat berupa darah, jaringan, organ, bangkai (cadaver) atau embrio. (2) Bahan biologik sebabgaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) antara lain dapat berupa vaksin, sera, anti sera atau bahan diagnosa biologik. Pasal 6

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) tidak berlaku terhadap pemasukan bahan biologik untuk kepentingan penelitian, pengujian diagnosa atau pendidikan, dan tidak diharuskan memiliki nomor pendaftaran obat hewan. (2) Badan usaha yang akan memasukan bahan biologik untuk kepentingan penelitian, pengujian diagnosa atau pendidikan sesebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri. Pasal 7 Pemasukan bahan biologik untuk kepentingan pengujian mutu dan uji lapang dalam rangka pendaftaran tidak diwajibkan memiliki nomor pendaftaran obat hewan. Bagian Kedua Tata Cara Pemasukan Pasal 8 (1) Badan usaha untuk dapat memasukan bahan petogen dan/atau bahan biologik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Pertanian. (2) Permohonan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri keterangan : a. nama dan alamat/tempat kedudukan Badan Usaha; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. nomor izin usaha obat hewan; d. nama dan alamat/tempat kedudukan produsen; e. deskripsi produk; f. jumlah dan jenis bahan patogen dan/atau bahan biologik; g. tempat pengeluaran; h. tempat pemasukan. Pasal 9 (1) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja telah menerbitkan SPP. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) yang telah lengkalp dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diterbitkan SPP dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dancukai dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan di tempat pemasukan.

(3) Permohonan yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) ditunda, dan akan diberitahukan kepada pemohon secara tertulis dengan disertai alasannya untuk segera dapat melengkapi kekurangannya. (4) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) permohonan belum atau tidak dapat melengkapi kekurangan persyaratan, permohonannya dianggap ditarik kembali. (5) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada pemohon secara tertulis dengan disertai alasan penolakan. BAB III TINDAKAN KARANTINA Pasal 10 Bahan patogen dan/atau bahan biologik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), yang dimasukkan harus : a. Dilengkapi surat keterangan asal yang diterbitkan oleh produsen, tempat pengumpulan atau pengelolaan dari negara asalnya; b. Dilengkapi SPP; c. Melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan; d. Dilalporkan dan diserahkan kepada petugas karantina ditempat pemasukan; e. Dilakukan metode pengamanan untuk menjamin bahan patogen dan/atau bahan biologik tidak menyebarkan HPHK serta mencegah terjadinya kerusakan, kebocoran dan kontaminasi. Pasal 11 Laporan dan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 d dilakukan 1 (satu) hari sebelum kedatangan dengan menunjukan SPP asli untuk persiapan pelaksaan tindakan karantina. Pasal 12 (1) Tempat-tempat pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, yaitu: a. Bandar Udara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta. b. Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. c. Bandar Udara Juanda, Surabaya. d. Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

(2) Tempat-tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah didasarkan pada pertimbengan teknis dan pengamanan maksimum antara lain meliputi sarana dan prasarana, laboratorium serta Sumber Daya Manusia. (3) Perubahan tempat-tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri. Pasal 13 (1) Setiap pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologik dilakukan tindakan karantina berupa pemeriksaan yaitu pemeriksaaan keabsahan, kebenaran dan kecocokan antara dokumen yang menyertainya dengan kemasan bahan patogen dan/atau bahan biologik yang tercantum dalam Air Way Bill atau Bill Lading. (2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi syarat dan tidak meragukan, diterbitkan sertifikat pelepasan karantina oleh petugas karantina setempat. (3) Penerbitan sertifikat pelepasan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) jam terhitung sejak selesainya pemeriksaan. Pasal 14 (1) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya atau terdapat kerusakan kemasan, dilajutkan dengan pemeriksaan fisik isi kemasan koli atau palet secara sampling. (2) Apabila hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud paday ayat (1) tidak ditemukan penyimpangan, diterbitkan sertifikat pelepasan. (3) Apabila hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud ayat (1) ditemukan adanya penyimpangan dilakukan penolakan atau pemusnahan sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku. Pasal 16 Apabila hasil pemeriksaan dokumen ditemukan adanya ketidaksesuaian atau diragukan kebenaran dan keabsahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) atau penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) petugas karantina paling lambat dalam jangka waktu 2 x 24 jam harus melaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan setempat.

BAB IV LALU LINTAS ANTAR AREA Pasal 17 (1) Bahan patogen da/atau bahan biologik yang berasal dari dalam negeri dan/atau dari luar negeri dapat dilalulintaskan antar area oleh pemilik/kuasa pemilik. (2) Bahan patogen da/atau bahan biologik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dilalulintaskan antar area hanya berlaku untuk penyakit hewan yang telah ditetepkan oleh Menteri. (3) Pemilik/kuasa pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat melalulintaskan bahan petogen dan/atau bahan biologik antar area harus mengajukan permohonan kepada petugas karantina ditempat pengeluaran dengan melampirkan surat keterangan asal. Pasal 18 (1) Petugas karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) melakukan pemeriksaan dokumen dan kesesuaian fisik kemasan. (2) Apabila hasil pemeriksaan dokumen dan kesesuaian fisik kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempat pengeluaran telah memenuhi syarat dan tidak ditemukan penyimpangan, dalam waktu paling lambat 2 (dua) jam telah diterbitkan Surat Keterangan Pengeluaran oleh petugas karantina. (3) Apabila hasil pemeriksaan dokumen dan kesesuaian fisik kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempat pemasukan telah memebuhi syarat tidak ditemukan penyimpangan, dalam waktu paling lambat 2 (dua) jam telah diterbitkan Sertifikat Pelepasan oleh petugas karantina. Pasal 19 (1) Apabila hasil pemeriksaan dokumen dan kesesuaian fisik kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) ditempat pengeluarkan ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dokumen, dilakukan penolakan. (2) Apabila hasil pemeriksaan dokumen dan kesesuaian fisik kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) di tempat pemasukan ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dokumen dengan isi kemasan dilakukan penahanan. (3) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk pelaksanaan tindakan karantina hewan lebih lanjut.

BAB V JASA TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP BAHAN PATOGEN DAN/ATAU BAHAN BIOLOGIK Pasal 20 (1) Untuk memperoleh sertifikat pelepasan atau surat keterangan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 17 dan Pasal 18 pemilik/kuasa pemilik wajib membayar jasa tindakan karantina berdasarkan peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Pertanian, juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004. (2) Penghitungan jasa tindakan karantina terhadap pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah kemasan yang tercantum dalam air way bill untuk pengangkutan melalui udara atau bill of loading untuk pengangkutan melalui laut. (3) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dalam suatu koli atau palet. BAB VI PELAPOR Pasal 21 Setiap pemasukan bahan patogen dan/atau bahan biologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus dilaporkan secara berkala setiap 1 (satu) bulan esekali oleh Kepala Unti Pelaksana Teknis tempat-tempat pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 kepada Kepala Badan karantina Pertanian dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan. BAB VII KETENTUAN LAIN Pasal 22 Pemasukan obat hewan dalam bentuk sediaan farmasetik dan premiks sebagaimana dimaksud dalam peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan tidak dikenakan tindakan karantina, karena tidak termasuk sebagai media pembawa HPHK.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 7 Desember 2006 MENTERI PERTANIAN, ttd ANTON APRIYANTONO SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri keuangan; 3. Menteri Kesempatan; 4. Menteri Dalam Negeri; 5. Menteri Perdagangan; 6. Menteri Perindustrian; 7. Menteri Perhubungan; 8. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan; 9. Direktur Jenderal perdagangan Luar Negeri, departemen Perdagangan; 10. pejabat Eselon I di lingkungan departemen pertanian; 11. Gubernur Propinsi Seluruh Indonesia; 12. Kepala Dinas propinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan di seluruh Indonesia.