BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

dokumen-dokumen yang mirip
HAMANG UTAN SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN KONFLIK (STUDI BUDAYA PADA MASYARAKAT DI WILAYAH ADAT NAPAULUN KECAMATAN ILE APE KABUPATEN LEMBATA) SKRIPSI

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Khalid Saifullah Fil Aqsha, 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. pertanyaan-pertanyaan penelitian, yang menjadi fokus penelitian. Selanjutnya,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Pola Asuh Orang Tua Anak Usia Dini Di Kampung Adat Benda Kerep

pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kebudayaan R.I. Fuad Hasan berpendapat bahwa, "Sebaik apapun kurikulum jika

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

Nilai dan Norma Sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

TRIANI WIDYANTI, 2014 PELESTARIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

Hakikat Sosialisasi Politik

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan normanorma

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. majemuk. Sebagai masyarakat majemuk (plural society) yang terdiri dari aneka

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka terhadap budaya yang dipangkunya karena budaya merupakan landasan filosofi yang mendasari setiap perilaku manusia itu. Sehingga dengan demikian seringkali manusia secara tidak sadar bersikap tertutup terhadap kemungkinan perubahan dalam nilai-nilai budaya yang dipangkunya. Mereka juga sering merasa bahwa nilai-nilai yang selama ini dimilikinya merupakan yang terbaik, dan karenanya harus dipertahankan. Menurut para ahli, kebudayaan dapat diartikan sebagai cara hidup menyeluruh sekelompok orang. Dari definisi itu dapat dipahami bahwa kebudayaan suatu komunitas masyarakat selalu memberikan legitimasi identitas bagi setiap individu ketika berhadapan dengan komunitas lain. Legitimasi tersebut akan membuat seseorang merasa sebagai bagian dari komunitasnya sehingga kemudian memunculkan fanatisme yang berlebihan dan pada akhirnya dapat menimbulkan konflik sosial diantara kelompok. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa budaya merupakan faktor pembentuk identitas setiap masyarakat kesukuan akan tetapi budaya seringkali mengalami degradasi dalam perkembangan selanjutnya bahkan kehilangan kekuatannya ketika bertemu dengan budaya lain. 13

Di dalam kehidupan manusia di masyarakat terdapat dua potensi yang saling bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya yaitu potensi konflik dan potensi damai. Kedua potensi itu bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya. Jadi potensi konflik dan damai menyatu dalam kehidupan masyarakat yang sewaktu-waktu dapat muncul silih berganti. Potensi konflik akan muncul lebih kuat apabila manusia terlalu mengutamakan kepentingan individu sehingga terjadi persaingan untuk mencapai tujuan. Sebaliknya, potensi damai akan lebih dominan bilamana manusia lebih mengutamakan kepentingan kelompok yang dilandasi oleh nilai dan norma sosial yang pada gilirannya akan menciptakan suatu kedamaian. Konflik sosial dalam masyarakat seringkali diperparah dengan anggapan bahwa hanya budayanya sendiri yang paling baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila identitas budaya mendominasi identitas kesukuan namun tidak dibarengi semangat persatuan yang tinggi maka konflik akan dengan mudah dapat terjadi. Hal ini juga disebabkan karena setiap individu menempati ruang dan waktu yang berbeda dan sistem budaya yang berbeda pula. Kepribadian yang dimaksud menunjukkan cara-cara khusus individu berpikir, merasa dan berlaku yang diatur oleh seperangkat sistem norma. Sistem norma untuk mencapai tujuan atau tendensi sentral masyarakat yang dipandang penting atau secara formal sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu pokok kegiatan manusia oleh Horton dan Hunt (1993 : 244) dinamakan lembaga. 14

Oleh karena sistem nilai atau norma dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang dianggap penting maka setiap gerak perubahan masyarakat sebagai akibat dari inovasi kebudayaan luar yang dirasa mengancam tatanan nilai dan norma-norma masyarakat perlu mendapat perhatian semua pihak. Fungsi manifes maupun fungsi laten dari lembaga-lembaga kemasyarakatan tidak boleh diabaikan begitu saja. Seperti diketahui bahwa masyarakat dewasa ini menjadi lebih terbuka menerima nilai-nilai baru yang berorientasi ke masa depan sehingga ada kecenderungan nilai-nilai budaya atau kearifan lokal diabaikan. Peran dan fungsi lembaga kemasyarakatan sebagai sosial kontrol mengalami degradasi. Sejalan dengan itu para ahli ilmu sosial mengatakan bahwa gerak perubahan masyarakat akan langsung menyentuh lembaga-lembaga kemasyarakatan sehingga mengaburkan fungsi lembaga terutama fungsi manifes seperti menyelesaikan konflik. P. Wehr (Candra, 1992 : 29) mengatakan bahwa konflik tidak perlu dipandang sebagai hal yang buruk dan secara mutlak harus dihindarkan. Konflik itu harus ada dan wajar dalam kehidupan sosial. Sejalan dengan pemikiran di atas dapat dikemukakan bahwa konflik itu akan senantiasa mewarnai kehidupan sosial suatu masyarakat karena setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut dilingkupi oleh berbagai kepentingan. Dalam kaitan dengan model kehidupan sosial yang demikian maka diperlukan suatu lembaga yang berfungsi menyelesaikan konflik. 15

Konflik bisa juga berawal dari perencanaan yang tidak mengadopsi aspirasi warga, sehingga terkesan pemaksaan oleh sikap pemimpin yang berkuasa. Fenomena seperti ini sering terjadi di wilayah desa adat yang kehidupan masyarakatnya masih mengedepankan sosok pemimpin ''abadi'' dengan menganut pemimpin yang mentradisi secara turun temurun berdasarkan garis keturunan. Ada kalanya di beberapa desa adat, model kepemimpinan seperti ini mampu menjalankan roda kehidupan desa adat dengan mulus, tanpa memunculkan konflik. Tetapi hal ini secara tidak disadari telah memasung hakhak warga untuk berinovasi, bebas berpendapat dan menghambat kaderisasi sebagai bagian dari pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di desa adat tersebut. Dibalik posisinya yang sangat strategis, tidak jarang pula lembaga desa adat dibelit oleh ketidakmampuan masyarakatnya mengatasi konflik-konflik internal yang muncul. Walaupun fenomena ini dialami hanya sebagian kecil dari desa adat di Ile Ape, kesan yang muncul tetap mengindikasikan ketidakberdayaan pengurus atau tokoh adat yang berwenang, bersama-sama warganya untuk menyelesaikan konflik-konflik yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Wilayah adat Napaulun yang mencakup wilayah pemerintahan Desa Bungamuda dan Napasabok di Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata, memiliki suatu kebiasaan yang berlaku turun-temurun dan dikenal dengan istilah Hamang Utan yang dalam bahasa setempat diartikan sebagai pesta makan kacang (Hamang : Tarian, Utan : Kacang). Lembaga Hamang Utan ini, 16

merupakan perangkat aturan atau norma yang diwariskan oleh leluhur. Tujuannya untuk mengikat hubungan persaudaraan antar warga di wilayah adat Napaulun. Hubungan persaudaraan ini ditunjukkan lewat acara makan kacang bersama yang bahan dasarnya berasal dari kacang nasi berwarna merah dan telah disembahyangkan. Hamang Utan ini merupakan pranata adat yang mula-mula terbentuk dan melembaga dalam masyarakat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (Wujud Tertinggi yang menciptakan dan mempunyai bumi), serta benda-benda peninggalan nenek moyang yang mengandung nilai pengajaran akan pentingnya hidup bersama. Benda-benda peninggalan atau simbol adat berupa perlengkapan dapur yang dipakai untuk acara ritual makan bersama seluruh warga pada saat itu merupakan gambaran perilaku masyarakat yang sangat menjunjung kebersamaan (Liliweri, 1997 : 130). Dalam upaya mencermati permasalahan ini, penulis mendapatkan informasi dari masyarakat adat Napaulun bahwa generasi sebelum tahun 1980-an menjalankan kehidupan sosialnya dalam suasana yang begitu harmonis. Konflikkonflik yang pernah terjadi antar warga di wilayah adat Napaulun sebelumnya seperti masalah batas tanah, harta warisan serta belis dapat diselesaikan lewat ritual Hamang Utan yang rutin digelar setiap tahun. Namun sepanjang tahun 1987-2008, ritual ini menjadi tidak rutin dan bahkan jarang digelar karena karena pemimpin adat yang tidak menjalankan fungsi kepemimpinannya dalam menyelenggarakan ritual Hamang Utan. Akibatnya konflik-konflik yang terjadi baik antar kampung, suku maupun individu yang harus diselesaikan dalam kurun 17

waktu setahun, misalnya masalah batas tanah, harta warisan serta belis dibiarkan begitu saja. Menurut kepercayaan adat masyarakat setempat, apabila Hamang Utan tidak digelar maka konflik dalam masyarakat selama rentang waktu setahun terus bertambah. Bagi para kepala suku bisa kembali menikmati hasil panen kacang baru, karena selama setahun melakukan pantangan makan kacang. Selain itu ritual ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil panen juga penghormatan terhadap leluhur. Masyarakat adat Napaulun mempercayai Hamang Utan ini sebagai sebuah lembaga adat untuk menyelesaikan konflik. Dampak nyata yang dirasakan masyarakat sekarang adalah terpecahpecahnya golongan suku besar menjadi suku-suku kecil. Lebih dari itu adalah adanya tuntutan antar suku akan harta warisan. Salah satu contoh mengenai konflik perebutan harta warisan (gading) yang juga merupakan belis dalam adat perkawinan masyarakat setempat antara kelompok masyarakat suku Kolimaking dengan suku Lemanuk diselesaikan melalui lembaga Hamang Utan. Adanya keinginan masyarakat untuk mengembalikan fungsi manifes lembaga Hamang Utan masih jelas dari sikap hidup masyarakat yang tetap telaten merawat simbolsimbol lembaga berupa benda peninggalan. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk mengembalikan fungsi lembaga warisan leluhur ini terasa sulit terpecahkan, untuk itu penulis merasa tertarik mengkaji masalah ini dengan judul : Hamang Utan Sebagai Lembaga Penyelesaian Konflik Studi Budaya Pada Masyarakat Di Wilayah Adat Napaulun Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata. 18

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan Lembaga Hamang Utan dalam menyelesaikan konflik antar warga di wilayah adat Napaulun Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata tidak dapat dilaksanakan? 2) Bagaimana strategi untuk menghidupkan kembali lembaga yang telah melemah perannya ini? 1.3 Tujuan dan Kegunaan 1.3.1 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat pelaksanaan ritual Hamang Utan tidak dapat dilaksanakan. b. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam menghidupkan kembali lembaga yang telah melemah perannya ini. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini dibedakan atas aspek teoritis dan aspek praktis. Kegunaan teoritis berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan sedangkan kegunaan praktis berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dari berbagai pihak yang memerlukannya. a. Kegunaan Teoritis 19

Dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi akademik bagi pengembangan ilmu sosial pada umumnya dan ilmu komunikasi khususnya, yaitu : - Bagi almamater, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam melengkapi kepustakaan ilmu sosial umumnya di universitas ini dan kepustakaan ilmu komunikasi khususnya di lingkungan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. - Bagi penulis/peneliti dan para peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sarana peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang lembaga-lembaga kemasyarakatan di desa dan sebagai informasi atau masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama. b. Kegunaan Praktis Secara praktis hasil penelitian ini bisa berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya. - Bagi pemerintah Kabupaten Lembata terutama instansi-instansi terkait tentang pentingnya memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk mempertahankan sistem-sistem norma yang berlaku dalam masyarakat. - Bagi warga masyarakat di wilayah adat Napaulun, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat 20

untuk sama-sama berupaya mengembalikan fungsi lembaga Hamang Utan. 1.4 Kerangka Pikir dan Asumsi 1.4.1 Kerangka Pikir Penelitian Dalam kehidupan bermasyarakat manusia selalu memperlihatkan sifat yang paradoks dengan lingkungan serta norma-norma yang diberlakukan. Hal ini lebih disebabkan karena satu pihak dia menjadi anggota dari jenisnya, tetapi di pihak lain dia juga menjadi makhluk sosial dan diatur oleh norma-norma yang membatasi cara berpikir, pengungkapan perasaan serta tindakan. Sebagai individu dia bertindak dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial dia harus bertindak sesuai aturan yang telah melembaga dalam masyarakat, dan mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat. Oleh karena itu di wilayah adat Napaulun Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata memiliki sebuah lembaga adat yang diyakini dapat mengatur pola hidup serta dapat menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Pola hidup masyarakat yang mengalami perubahan (peningkatan) ternyata turut mempengaruhi keberadaan lembaga ini. Bergesernya nilai-nilai sosial yang berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku masyarakat perlu tetap diantisipasi. Untuk lebih mempermudah penulis melakukan penelitian, maka ditetapkan beberapa variabel penelitian sebagai berikut : 21

Fungsi Lembaga Hamang Utan : a. Fungsi Manifes atau fungsi utama menyelesaikan konflik. b. Fungsi Laten atau fungsi tambahan/terselubung yaitu mempertahankan struktur Penerapan pola wewenang tradisional yang tidak relevan dengan realitas kehidupan masyarakat sekarang praktis membuat macetnya fungsi lembaga ini secara keseluruhan. Untuk mengatasi kondisi ini, penulis merasa sangat penting diadakan suatu penelitian demi menyelamatkan keberadaan lembaga ini, lewat penelitian ini diharapkan dapat tercipta hubungan sosial : a. Meningkatkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan. b. Meningkatkan partisipasi masyarakat. Untuk lebih jelas, dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 01. Skema Kerangka Pikir Penelitian Fungsi Lembaga Hamang Utan Fungsi Manifes/ Utama : Menyelesaikan Konflik Fungsi Laten/ Tambahan : Mempertahankan Struktur Dampak sosial 1. Meningkatkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan 2. Meningkatkan partisipasi 22

1.4.2 Asumsi Penelitian Asumsi penelitian merupakan proposisi-proposisi anteseden dalam penalaran yang tersirat pada kerangka pemikiran yang dijadikan sebagai pegangan penelitian untuk sampai pada kesimpulan penelitian. Adapun asumsi yang dipegang oleh peneliti sebelum melakukan penelitian ini yaitu konflik dapat dihindari jika Hamang Utan rutin digelar setiap tahun. 23