Unnes Journal of Public Health

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

ABSTRACT. Keywords: Perception, Availability of Information Media, Courageous Risk Behavior Literature: 42 ( )

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRA NIKAH PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Remaja dalam Mencegah Hubungan Seksual (Intercourse) Pranikah di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin Tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

ABSTRACT. :Perception, PKPR, Adolescents Participation.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

Unnes Journal of Public Health

Jurnal Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. antara 10 hingga 19 tahun (WHO). Remaja merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Usia mahasiswa berkisar antara tahun. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU REMAJA TENTANG SEKS PRA NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI DESA MARGOSARI KECAMATAN LIMBANGANKABUPATEN KENDAL

Nizaar Ferdian *) *) mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Koresponden :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahap akhir pematangan sosio biologis manusia dalam mata rantai tumbuh kembang anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

Transkripsi:

UJPH 4 (3) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PERILAKU SEKSUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBUTUHAN LAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI LINGKUNGAN KAMPUS (STUDI KASUS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG) Intan Zainafree Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima Maret 2015 Disetujui Maret 2015 Dipublikasikan Juli 2015 Keywords: sexual behavior, student, services, reproductive health Abstrak Jenis penelitian ini termasuk explanatory research dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini 26.486 orang, dengan minimal sample size 380 orang yang kemudian didistribusikan pada tiap-tiap fakultas secara proporsional. Sebagian besar mahasiswa memiliki perilaku seksual pranikah yang kurang berisiko terhadap PMS dan KTD. Adapun yang perilaku seksualnya kategori berisiko PMS dan KTD adalah 12,1%. Banyak mahasiswa yang menilai bahwa layanan kesehatan reproduksi remaja adalah penting untuk diselenggarakan. Akses kebutuhan layanan kesehatan reproduksi oleh di kalangan mahasiswa dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka yaitu persepsi kerentanan terhadap PMS dan KTD, keparahan/keseriusan akibat PMS dan KTD, manfaat layanan kesehatan reproduksi remaja, serta hambatan yang dihadapi bila mengakses layanan kesehatan reproduksi remaja di kampus. Disarankan universitas membentuk dan mengembangkan pusat layanan kesehatan reproduksi remaja di lingkungan kampus agar mahasiswa dapat akses layanan terkait kesehatan reproduksi remaja, baik informasi, edukasi, terapi atau dukungan psikososial yang berbasis Friendly Health Services Abstract This research is explanatory research with a quantitative approach. This study uses a cross sectional survey. The population 26 486 people, with a minimum sample size 380 people who then distributed on each faculty proportionally. Most students have premarital sexual behavior is less risk of STDs and KTD. As for the category of risky sexual behavior and STDs KTD was 12.1%. Many students believed that the adolescent reproductive health services is essential to be held. Access to reproductive health care needs among students is influenced by their perceptions that the perception of vulnerability to STDs and KTD, severity / seriousness due to PMS and KTD, adolescent reproductive health care benefits, as well as the obstacles faced when accessing adolescent reproductive health services on campus. Advised universities to establish and develop adolescent reproductive health center on campus so that students can access to adolescent reproductive health related services, good information, education, treatment or psychosocial support based Friendly Health Services 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: intan_zainafree@yahoo.com ISSN 2252-6528 1

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui seorang individu. Masa ini dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya (BKKBN, 2003). Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah remaja di Indonesia adalah 62.594.200 jiwa atau sekitar 30,41 % dari total seluruh penduduk Indonesia (BPS, 2005). WHO mendefinisikan remaja sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan oleh Departemen Kesehatan, definisi remaja yang digunakan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sementara menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi), batasan usia remaja adalah 10 sampai 19 tahun (BKKBN, 2001). Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity). Karena didorong rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang menjelajah segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain didorong juga oleh keinginan menjadi seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan orang dewasa termasuk yang berkaitan dengan masalah seksualitas. Oleh karena itu, seksualitas dianggap sebagai masalah utama dalam perkembangan kehidupan remaja (Ali, 2006). Perkembangan jaman saat ini, ikut mempengaruhi perilaku seksual dalam gaya berpacaran remaja. Hal ini misalnya dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan oleh remaja pada beberapa tahun yang lalu, seperti berciuman dan bercumbu kini telah dibenarkan oleh remaja sekarang. Bahkan ada sebagian kecil dari mereka setuju dengan free sex. Perubahan terhadap nilai ini misalnya pandangan remaja tentang hubungan seks sebelum menikah. Pada era globalisasi yang didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini telah mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat terutama remaja. Menurut Wimpie Pangkahila, sejak lebih dari satu dekade terakhir ini, telah terjadi perubahan dalam pandangan dan perilaku seksual masyarakat, khususnya kalangan remaja di Indonesia (Purwati, 2004). Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan karena perilaku seksual remaja sekarang ini sudah melebihi batas dan cukup mengkhawatirkan terutama pada masa remaja akhir. Sekarang ini remaja cenderung bersikap permisif terhadap seks bebas. Hal ini disebabkan terbukanya peluang aktifitas pacaran yang mengarah kepada seks bebas. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai-nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal penyimpangan perilaku seksual merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu. Hasil studi kasus tentang perilaku seksual mahasiswa yang dilakukan oleh Pusat Informasi dan Pelayanan Remaja (PILAR) PKBI Jawa Tengah pada bulan Juni-Juli 2006, diketahui bahwa dari 500 responden mahasiswa di Semarang, 31 orang (6,2%) menyatakan pernah melakukan intercourse, 111 orang (22%) pernah melakukan petting (PKBI, 2006). Penelitian yang pernah dilakukan di UNNES oleh Unnes Sex Care Community (UseCC) tahun 2007 di salah satu fakultas di UNNES, dengan mengambil 97 responden, didapatkan 29 orang pernah melakukan kissing, 2 orang pernah necking, 2 orang pernah melakukan petting, 2 orang pernah intercourse, dan 57 orang melakukan pacaran di kampus. Hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) yang tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menunjukkan bahwa remaja yang setuju melakukan hubungan seks jika akan menikah mencapai 16,2%, saling mencintai sebanyak 12,0% dan suka sama suka 12,3%. Meskipun jumlahnya tidak terlalu besar, namun sikap 2

permisif ini bisa menjadi faktor pendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (BPS, 2004). Fakta-fakta di atas disebabkan oleh banyak faktor, antara lain masih rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai seksualitas. Selain itu, meskipun banyak remaja mengetahui tentang seks akan tetapi faktor budaya yang melarang membicarakan mengenai seksualitas di depan umum karena dianggap sesuatu yang tabu, akhirnya akan dapat menyebabkan pengetahuan remaja tentang seks tidak lengkap, di mana para remaja hanya mengetahui cara dalam melakukan hubungan seks tetapi tidak mengetahui dampak yang akan muncul akibat perilaku seks tersebut. Menurut PKBI, kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat perilaku tersebut dapat menyebabkan Kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang selanjutnya memicu praktik aborsi yang tidak aman, penularan PMS dan HIV/AIDS, bahkan kematian (PKBI, 2000). Data lain yang diperoleh dari PILAR PKBI Jawa Tengah, menyebutkan bahwa pada tahun 2010, telah tercatat 123 orang berkonsultasi karena kasus kehamilan tidak dinginkan (KTD). Dari jumlah tersebut, 78% di antaranya adalah kasus tersebut dialami oleh remaja yang belum menikah. Dilihat dari pendidikannya, kasus KTD tersebut 54,5% dialami oleh remaja SMA dan 11,4% remaja dalam status sebagai mahasiswa (PKBI, 2010). Sedangkan pada tahun 2011 data PILAR PKBI menyebutkan telah terdapat 146 kasus KTD yang berkonsultasi di PILAR PKBI, 73% dialami oleh remaja belum menikah. Jika dilihat dari pendidikannya, 37% dari pasien KTD tersebut adalah mahasiswa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus KTD yang dialami remaja dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Demikian juga proporsi kasus KTD yang dialami oleh mahasiswa juga mengalami peningkatan. Masalah seksualitas merupakan masalah yang pelik bagi remaja, karena masa remaja merupakan masa di mana seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah baik itu masalah perkembangan maupun lingkungan. Tantangan dan masalah ini akan berdampak pada perilaku remaja, khususnya perilaku seksualnya. Masalah ini menjadi bahan yang menarik untuk diteliti dan dibahas, karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama serta latar belakang sosial ekonomi. Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak baik orang tua, pengajar, pendidik maupun orang dewasa lainnya. Banyak fenomena tentang perilaku seksual di kalangan mahasiswa sekarang ini. Jika dikritisi masalah seks tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mahasiswa, karena seks sudah menjadi sebagian kecil kebutuhan mahasiswa dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Selain itu, jauhnya mereka dari pengawasan orangtua dan rendahnya kontrol sosial dari masyarakat setempat di mana mahasiswa tersebut bertempat tinggal, membuat mereka merasa bebas untuk bisa melakukan perilaku seks tersebut. Budaya global sekarang ini secara positif memiliki muatan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial dan kebudayaan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi yang mempertontonkan unsur-unsur seksualitas melalui media majalah, surat kabar, tabloid, buku-buku, televisi, radio, internet, film-film dan video. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang benar sangat penting dipahami oleh remaja, agar tidak menjerumuskan mereka dalam tindakan melakukan hubungan seksual secara bebas pranikah, sehingga mengakibatkan terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), peningkatan aborsi, PMS, HIV/AIDS. Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi, memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Majalah, buku dan film pornografi dan pornoaksi memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab dan resiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga mempelajari seks dari internet. Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu 3

kini sudah melakukan hubungan seks di usia dini, yakni 13-15 tahun (BKKBN, 2004). Data PILAR PKBI Jawa Tengah, menyebutkan bahwa pada bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2011, telah tercatat 79 orang berkonsultasi masalah kehamilan tidak diinginkan (kehamilan pra nikah) dan 847 orang di antaranya berkonsultasi seputar kesehatan reproduksi. Di antara dari mereka adalah berusia 20-24 tahun dengan tingkat pendidikan yaitu perguruan tinggi atau berstatus sebagai mahasiswa (PILAR, 2011). Data ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2010, telah tercatat 111 orang berkonsultasi karena kasus kehamilan tidak dinginkan (KTD). Dari jumlah tersebut, 78% di antaranya adalah kasus tersebut dialami oleh remaja yang belum menikah (PILAR, 2010). Data tersebut menunjukkan penurunan akses informasi kesehatan reproduksi oleh remaja sehingga yang ditakutkan adalah pencarian informasi dari sumber-sumber yang salah dan tidak bertanggungjawab semakin banyak terjadi. Penurunan akses tersebut mungkin disebabkan karena masih minimnya pusat-pusat layanan kesehatan reproduksi remaja, belum maksimalnya fasilitasi layanan serta masih rendahnya kesadaran akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja. Keadaan ini berbanding terbalik dengan kasus masalah kesehatan reproduksi remaja yang semakin hari semakin mengalami peningkatan. Ini menunjukkan informasi dan pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang penting bagi remaja, tidak dibarengi dengan fasilitas layanan yang memadahi dan sesuai dengan kebutuhan remaja. Berdasarkan cut of point yang telah ditetapkan oleh WHO di atas, serta berdasarkan program pelayanan dari Departemen Kesehatan dan BKKBN, maka mahasiswa dapat dikategorikan sebagai salah satu kelompok remaja. Oleh karena itu kehidupan dan perilaku seksual mahasiswa tidak terlepas dari kehidupan remaja secara umum sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak termasuk dalam aspek layanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran bagaimana perilaku seksual di kalangan mahasiswa serta implikasinya terhadap kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja bagi mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Negeri Semarang. METODE Penelitian ini adalah explanatory research yang menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas Negeri Semarang usia remaja (18-24 tahun) yang berjumlah 26.486 orang. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus minimal sample size, didapatkan sampel 380 orang. Sampel tesebut kemudian didistribusikan pada tiap-tiap fakultas secara proporsional. Pengambilan sampel dilakukan secara random. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perilaku Seksual Berisiko pada Mahasiswa Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki perilaku seksual pranikah yang kurang berisiko terhadap PMS dan KTD. Adapun yang perilaku seksualnya kategori berisiko PMS dan KTD adalah 12,1%. Perilaku berisiko ini pada awalnya ditandai dengan pernahnya melakukan aktivitas seksual berupa kissing, necking dan petting dan pada akhirnya perilaku-perilaku tersebut mendorong terjadinya perilaku seksual berisiko PMS dan KTD yaitu dengan melakukan intercourse. Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja khususnya mahasiswa adalah dikarenakan masa remaja adalah masa yang penuh gejolak dan mengalami perubahanperubahan baik fisik, emosi maupun sosial. Dalam masa ini mahasiswa memasuki masa peralihan dari masa remaja akhir menjadi dewasa muda. Salah satu perubahan terpenting 4

dengan matangnya alat kelamin sekunder tadi mereka tertarik kepada lawan jenisnya. Kenikmatan tentang cinta dan seks yang ditawarkan oleh berbagai informasi, baik berupa majalah, film, internet yang mengakibatkan fantasi-fantasi seks mereka berkembang dengan cepat, dan bagi mereka yang tidak dibekali dengan nilai moral dan agama yang kukuh, fantasi-fantasi seks tersebut ingin disalurkan dan dibuktikan melalui perilaku seks bebas maupun perilaku seks pranikah saat mereka pacaran (Thornburg, 1982). 2. Kebutuhan Akses Layanan Kesehatan Reproduksi Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang menilai bahwa layanan kesehatan reproduksi remaja adalah penting. Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di Indonesia bisa dipahami karena masyarakat umumnya masih menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Secara umum, meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden adalah memiliki perilaku seksual yang kurang berisiko terhadap PMS dan KTD yang artinya sebagian besar mahasiswa masih bersikap tidak permisive terhadap perilaku seksual pranikah, ternyata justru mereka tersebut menyatakan bahwa layanan kesehatan reproduksi remaja dinilai penting untuk diberikan di lingkungan mahasiswa. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah remaja mahasiswa tersebut tidak terjerumus dan mencari informasi-informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, dari penelitian ini juga diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki perilaku berisiko cenderung menilai bahwa layanan kesehatan reproduksi remaja tidak penting karena mahasiswa bisa mengakses informasi secara bebas melalui media massa maupun internet. Selain itu, mahasiswa juga menganggap masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi adalah hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal inilah yang justru menyebabkan makin rumitnya permasalahan yang dihadapi oleh remaja karena tidak terdapat penanganan terhadap masalah tersebut. Perilaku seksual adalah hal yang sangat sensitif, sehingga tidak jarang mereka menutup-menutupinya meskipun itu bermasalah. Minimnya pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh terbatasnya akses informasi dan advokasi remaja, tidak adanya akses pelayanan yang ramah terhadap remaja, belum adanya kurikulum kesehatan reproduksi remaja di sekolah, serta masih terbatasnya institusi di pemerintah yang menangani remaja secara khusus dan belum ada undang-undang yang mengakomodir hak-hak remaja merupakan kumpulan permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi oleh remaja (Depkes, 2003). Regulasi perundangan dan budaya juga menyebabkan remaja semakin kesulitan secara terbuka mendapatkan pengetahuan mengenai seksualitas dan reproduksi. Undang-Undang masih membatasi dan menyebutkan melarang pemberian informasi seksual dan pelayanan bagi orang yang belum menikah. Hal itu telah membatasi ruang pendidikan dan sosial untuk memberikan pengetahuan pada remaja mengenai seksualitas (Depkes, 2003). Selain itu, budaya telah menyebabkan remaja tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Ketika itu terjadi, akhirnya jalan lain yang berdampak negatif terhadap perkembangan remaja di pilih dan yang terjadi akhirnya banyak remaja yang memuaskan rasa keingintahuannya melalui berbagai macam sumber informasi mengenai seksualitas media massa dan internet (WHO, 2002). 3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebutuhan Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja bagi Mahasiswa di Lingkungan Kampus a. Persepsi kerentanan terhadap PMS dan KTD 5

kerentanan terhadap PMS dan KTD yang tinggi, banyak yang menganggap bahwa kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja adalah hal yang penting dibandingkan mereka yang persepsi kerentanannya rendah. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi kerentanan terhadap PMS dan KTD dengan kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja dengan p value = 0,000 (<0,05) Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Health Belief Model (Rosenstock, 1982), yang menyatakan bahwa seseorang memiliki perceived susceptibility (kerentanan terhadap suatu masalah). Artinya persepsi individu tentang kemungkinan terjadinya suatu penyakit akan mempengaruhi perilaku mereka khususnya untuk melakukan pencegahan atau mencari pengobatan. b. Persepsi keparahan yang mungkin ditimbulkan akibat PMS dan KTD keparahan terhadap PMS dan KTD yang tinggi, banyak yang menganggap bahwa kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja adalah hal yang penting dibandingkan mereka yang persepsi keparahannya rendah. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi keparahan terhadap PMS dan KTD dengan kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja dengan p value = 0,000 (<0,05). Hasil penelitian ini sesuai denga teori Health Belief Model (Rosenstock, 1982). Dalam teori ini dijelaskan bahwa dalam melakukan tindakan dalam mencegah terjadinya suatu penyakit maupun mencari pengobatan dipengaruhi oleh perceived severity yaitu persepsi keparahan yang mungkin dirasakan bila menderita suatu penyakit. c. Persepsi tentang manfaat layanan kesehatan reproduksi manfaat layanan kespro yang tinggi, banyak yang menganggap bahwa kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja adalah hal yang penting dibandingkan mereka yang persepsi manfaatnya rendah. Sebaliknya, mereka yang persepsinya rendah banyak yang menganggap bahwa kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja adalah hal yang tidak penting. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi keparahan terhadap PMS dan KTD dengan kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja dengan p value = 0,000 (<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu akan mempertimbangkan apakah alternatif itu memang bermanfaat dan dapat mengurangi ancaman penyakit, persepsi ini juga berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya sehingga tindakan ini mungkin dilaksanakan. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan tekanan dari kelompoknya. Ini sesuai dengan teori Health Belief Model (Rosenstock, 1982) yang menyatakan dalam melakukan suatu tindakan pencegahan maupun pengobatan penyakit akan dipengaruhi oleh perceived benefit (persepsi tentang manfaat bila melakukan tindakan). d. Persepsi tentang hambatan VCT hambatan rendah, banyak yang menganggap bahwa kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja adalah hal yang penting dibandingkan mereka yang persepsi hambatannya tinngi. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi hambatan dengan kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja dengan p value = 0,007 (<0,05). Hasil penelitian ini sesuai denga teori Health Belief Model (Rosenstock, 1982) yang menyatakan bahwa dalam melakukan tindakan pencegahan maupun pengobatan HIV/AIDS dipengaruhi oleh perceived cost yaitu merupakan persepsi terhadap biaya/aspek negatif yang 6

menghalangi individu untuk melakukan tindakan kesehatan termasuk dalam akses kebutuhan layanan kesehatan reproduksi remaja oleh mahasiswa. Misalnya mahal, bahaya, pengalaman tidak menyenangkan, rasa sakit, harus menyediakan waktu, tempat jauh, rasa takut dan malu dengan bila permasalahan kesehatan reproduksinya diketahui petugas kesehatan/orang lain, dan lain-lain. SIMPULAN Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Sebagian besar mahasiswa memiliki perilaku seksual pranikah yang kurang berisiko terhadap PMS dan KTD. Adapun yang perilaku seksualnya kategori berisiko PMS dan KTD adalah 12,1%. Perilaku berisiko ini pada awalnya ditandai dengan pernahnya melakukan aktivitas seksual berupa kissing, necking dan petting dan pada akhirnya perilaku-perilaku tersebut mendorong terjadinya perilaku seksual berisiko PMS dan KTD yaitu dengan melakukan intercourse. 2) Banyak mahasiswa yang menilai bahwa layanan kesehatan reproduksi remaja adalah penting untuk diselenggarakan. 3) Akses kebutuhan layanan kesehatan reproduksi oleh di kalangan mahasiswa dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka yaitu persepsi kerentanan terhadap PMS dan KTD, keparahan/keseriusan akibat PMS dan KTD, manfaat layanan kesehatan reproduksi remaja, serta hambatan yang dihadapi bila mengakses layanan kesehatan reproduksi remaja di kampus. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. 2006. Psikologi Remaja. Bandung. Bumi Aksara. BKKBN dan Yayasan Mitra Inti. 2001. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta. BKKBN dan Yayasan Mitra Inti. BKKBN Propinsi Jawa Tengah. 2003. Membantu Remaja Memahami Dirinya. Semarang. BKKBN Propinsi Jawa Tengah. BPS. 2004. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia. Jakarta. BPS. BPS. 2005. Sensus Penduduk 2000. Jakarta. BPS. Depkes. 2003. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jakarta: Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. PKBI. 2000. Remaja, Kesehatan Reproduksi, Resiko Reproduksi dan Perkembangan Seksualitas. Jakarta. PKBI. PKBI Jawa Tengah. 2010. Info Kasus PILAR. Semarang : PKBI Jawa Tengah. PKBI Jawa Tengah. 2011. Info Kasus PILAR. Semarang : PKBI Jawa Tengah. Purwati, Endang dkk. Studi Perbandingan Sikap dan Tindakan Remaja Terhadap Seksualitas Pada Siswa SMU Negeri 2 Makasar Dengan Siswa SMU Kartika VII-I Makasar Tahun 2004. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Nomor 1, Volume 1, Tahun 2004. Rosenstock. 1982. Historical Origins of the Health Belief Model. In : Becker, Marshall H. Eds. The Health Belief Model and Personal Health Behavior. Charles B. Slack Inc, Thorofare, New Jersey. Thornburg D.H. Development in Adolescence. Second Edition. California: Brook Cole Publishing Co. 1982 WHO. 2002. Adolescent Friendly Health Services. Geneva: WHO BKKBN dan Yayasan Mitra Inti. 2001. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja bagi petugas KB. Jakarta. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. 7