PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

PERSEPSI ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA DI LINGKUNGAN XVII KELURAHAN TANJUNG REJO, MEDAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,

Pendidikan Agama Katolik

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarwono, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNINTENDED PREGNANCY PADA REMAJA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

Transkripsi:

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Phone: 085270728029 E-mail: julianamarpaung62@yahoo.com Abstrak Pendidikan seks penting bagi remaja untuk dapat mengerti akan dirinya dan seksualitasnya. Banyak hal yang menyebabkan anak-anak di masa remaja melakukan penyimpangan seksualitas atau seks bebas sebagai cara pelarian dari berbagai persoalan serta kurangnya kemampuan anak untuk mengendalikan diri dari emosinya. Penelitian ini dilakukan di wilayah jalan Tangkul Kelurahan Sidorejo Hilir Kecamatan Medan Tembung pada November sampai Desember 2011. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Jumlah partisipan sebanyak lima orang yang dipilih secara purposive sampling dan menggunakan wawancara mendalam. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode Collaizi dengan pendekatan interpretative (menafsirkan) dan hasil analisa data ditampilkan dalam bentuk tertulis. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pandangan remaja terhadap pendidikan seks diartikan remaja sebagai reproduksi dan berbicara tentang masalah kesehatan seks yang terjadi pada remaja, sumber pendidikan seks diperoleh remaja berasal dari sumber yang bersifat formal dan informal dimana sumber yang bersifat formal seperti sekolah dan sumber yang bersifat informal seperti teman sebaya, orangtua dan media masa. Pengalaman remaja dalam pendidikan seks bermanfaat untuk menambah pengetahuan remaja dalam mengalami perubahan-perubahan yang perilaku yang menyimpang yang terjadi pada remaja saat sekarang ini dan hambatan remaja dalam menerima pendidikan seks dikarenakan pendidikan seks tabu untuk dibicarakan. Kata kunci : Remaja, Pendidikan seks PENDAHULUAN Masa remaja adalah tahap antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Istilah ini memperlihatkan awal dari masa pubertas menuju masa kematangan seksual. Hal ini terjadi biasanya pada usia 14 tahun pada pria dan 12 tahun pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari suatu budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orangtua mereka (Kozier, 2005). Masa ini merupakan masa ujian, masa penuh tantangan, sukar dimengerti dan masa yang penuh dengan gelora (Agus, 2003). Biasanya masa remaja terjadi sekitar dua tahun setelah masa pubertas, menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosional mendalam. Perempuan dan laki-laki menjadi matang, tanggung jawab mereka meningkat, dan harapan tentang dirinya berkembang lebih besar, baik itu di ukur dari dirinya sendiri maupun dari diri orang lain. Pada saat yang sama perubahan sosial memainkan peran utama dalam masa remaja, sebagaimana aktivitas laki-laki dan perempuan menjadi lebih bervariasi dan individual (Nugraha, 2004). Diantara perubahan-perubahan pada remaja, yang dapat mempengaruhi hubungan orangtua dan remaja adalah pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran yang idealis dan meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan disekolah, dengan teman sebaya. Beberapa peneliti telah menunjukan bahwa konflik antara 35

orangtua dan remaja, terutama antara ibu dan anak laki-laki, adalah yang membuat paling tertekan, selama masa puncak pubertas (Soetjiningsih, 2004). Banyak remaja putra dan putri saling mempengaruhi secara sosial melalui teman sebaya yang dimilikinya baik dalam kelompok formal maupun informal, namun melalui kontak serius antara dua orang yang berlainan jenis kelamin muncul (Christina, 2007). Peningkatan masalah-masalah remaja seperti kehamilan remaja, pemerkosaan yang terjadi pada saat berkencan, dan penyakit seksual yang menular membuat hubungan romantik pada masa awal kehidupan ini menjadi dimensi yang penting dalam perkembangan individu (Adrienzens, 2008). Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya, mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Hurlock, 2004). Keengganan para orangtua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Nugraha, 2002). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Nugraha, 2002). Fenomena yang sering terjadi di kalangan masyarakat adalah adanya penyimpangan-penyimpangan seksual di kalangan remaja, misalnya hamil diluar nikah dan pemerkosaan, dimana remaja masih mencari jati diri mereka. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks. METODE Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2005). Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, pengambilan sampel yang menjadi partisipan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, partisipan berjumlah 5 orang dan telah memiliki pengalaman dalam menerima pendidikan seks. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode Collaizi dengan pendekatan interpretative (menafsirkan) dan hasil analisa data ditampilkan dalam bebtuk tertulis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini dikelompokkan dalam empat kategori: makna pendidikan seks bagi remaja, sumber pendidikan seks yang diperoleh remaja, manfaat pendidikan seks bagi remaja dan hambatan remaja dalam menerima pendidikan seks. Pembahasan Desain penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Kelima partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan sebelum wawancara dimulai. Para partisipan adalah para 36

remaja yang telah mendapat pendidikan seks. Jenis kelamin partisipan terdiri dari 3 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. Umur kelima partisipan berkisar antara 11-18 tahun. Satu orang partisipan berusia 11 tahun, dua orang berusia 14 tahun, satu orang berusia 15 tahun dan satu orang berusia 18 tahun. Kelima partisipan terdiri dari tiga orang partisipan beragama Kristen Protestan dan dua orang beragama Islam. Pendidikan terakhir partisipan terdiri dari 1 orang berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), 3 orang berpendidikan terakhir Sekolah Mengah Pertama (SMP) dan 1 orang berpendidikan terakhir Sekolah Mengah Pertama (SMA). Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks meliputi makna pendidikan seks bagi remaja, sumber pendidikan seks, manfaat pendidikan seks dan hambatan bagi remaja dalam menerima pendidikan seks. Berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini ditemukan bahwa partisipan mengidentifikasikan pendidikan seks berhubungan dengan reproduksi dan berbicara tentang perilaku seksual. Pengertian seksualitas adalah integrasi dan perasaan, kebutuhan dan hasrat yang membentuk kepribadian unik seseorang, mengukapkan kecenderungan seseorang untuk menjadi pria atau wanita. Sedangkan seks biasanya hanya didefinisikan sebagai jenis kelamin (pria atau wanita), atas kegiatan atau aktivitas dari hubungan fisik seks itu sendiri (Ratna, 2002). Pendidikan seks adalah membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar dan legal. Pendidikan seks dapat dibedakan antara instruksi seks dan pendidikan seks. Intruksi seks ialah menerangkan tentang perubahan seperti pertumbuhan rambut pada ketiak dan mengenai biologi dari reproduksi yaitu proses berkembang biak melalui hubungan untuk mempertahankan jenisnya. Termasuk di dalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan. Pendidikan seks meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi dan pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual seksual serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik (Gunarsa, 2004). Sumber pendidikan seks bagi remaja banyak cara remaja memperoleh pendidikan seks baik itu bersifat formal maupun informal. Formal misalnya saja dari sekolah dan sumber informal seperti dari teman sebaya remaja yang merasa nyaman jika mereka berbicara tentang seks atau dari media masa yang diperjualbelikan dan siapa saja dapat membelinya mulai usia anak-anak, remaja dan dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resminawaty dan Triratnawati (2006), yang mengungkapkan bahwa sumber informasi tentang pendidikan seks dari media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku dan film akan mempengaruhi remaja dalam tingkah lakunya. Beberapa partisipan memperoleh pendidikan seks dari orangtua akan tetapi orangtua tidak memberikan penjelasan yang terlalu jauh tentang pendidikan seks karena bagi orangtua, itu merupakan hal yang tabu untuk diperbincangkan. Persepsi orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja sangat berpengaruh terhadap perkembangan seksual anak, dimana orang tua atau lingkungan keluarga merupakan landasan dasar dalam membentuk kepribadian anak (Gunarsa, 2004). Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri (Resminawaty dan Triratnawati, 2006). Pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah, peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus dipahami sebagai pelengkap pengetahuan dari rumah dan institusi lain yang berupaya keras untuk mendidik anak-anak tentang seksualitas (Christina, 2007). 37

Manfaat pendidikan seks bagi remaja berdasarkan hasil wawancara pada penelitian ini peneliti menemukan bahwa partisipan memperoleh manfaat dari pendidikan seks yang diberikan. Manfaat pendidikan seks bagi partisipan adalah untuk menambah pengetahuan dan menghindari kecenderungan berperilaku menyimpang. Pendidikan seks merupakan upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis dan psikososial sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan menanamkan nilai moral, etika dan komitmen agama (Thera, 2005). Pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks dari pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks itu sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada setiap orang selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya (Widyastuti, Rahmawati & Purnamaningrum, 2006). Hasil wawancara dari penelitian ini menemukan bahwa hambatan partisipan dalam menerima pendidikan seks adalah beranggapan pendidikan seks itu tabu untuk dibicarakan dan disampaikan pada remaja. Tabu menurut kamus bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dilarang yang melanggar peraturan norma. Tabu disebut juga dengan pantangan adalah sesuatu pelanggaran sosial yang kuat terhadap informasi yang kuat terhadap informasi yang akan disampaikan dan sesuai dengan waktu dan tempat penyampainya (Monks, 2004). SIMPULAN DAN SARAN Pengalaman remaja dalam menerima pendidikan seks, meliputi makna pendidikan seks menurut remaja, sumber remaja memperoleh pendidikan seks, manfaat pendidikan seks dan hambatan remaja dalam menerima pendidikan seks. Sebaiknya remaja tidak hanya mendapat pendidikan seks dari orangtua, formal dan informal yang bertanggung jawab dalam pemberian pendidikan seks. Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang perilaku remaja terhadap pendidikan seks dalam tingkah laku sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Adriezens. (2008). Upaya penanggulangan seks dikalangan remaja. Diakses dari web.http://wwwmahkota s.com. Agus, W. D. (2003). Pertumbuhan dan perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga. Christina, A., (2007). Peran sekolah dalam memberikan penngetahuan kesehatan reproduksi remaja pada siswa. Surabaya: Universitas Airlangga. Gunarsa, H.S. (2004). Sumber pendidikan seks remaja. Jakarta: Bintang Permata. Hurlock, B. E. (2004). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kozier. (2005). Masa perkembangan remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Jakarta: Remaja Rosdakarya Monks, J.F., dkk. (2004). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nugraha, D. B. (2002). Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta: Bumi Aksara. Nugraha. (2004). Perubahan sosial remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. Ratna. (2002). Pendidikan seks dan kegiatan. Jakarta: Bintang Permata. Resminawaty dan Triratnawati. (2006). Pendidikan seks dari orangtua. Jakarta: Rineka Cipta. Thera S. Y. (2005). Pendidikan seks dan perilaku. Jakarta: Erlangga. 38

, (2008b). Tanya jawab kesehatan reproduksi remaja. Diakses http: //v3. Bhawikarsu.net/article shawall. Pada 3 desember 2008. Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum (2006). Manfaat pendidikan seks bagi remaja. Diakses dari web.http://idshvoong.com. 39