Oleh : RIKI GUSTIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa yang besar ini.dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dua jenis, laki-laki dan perempuan. Untuk mengikat kedua jenis. dan seluruh keluarga kedua belah pihak.

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

Beberapa Pertanyaan Mendasar

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan generasi penerus bangsa indonesia, mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia sebagai makluk sosial tidak luput dari permasalahan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

Transkripsi:

PENERAPANN SANKSI PIDANA ADAT DAN PIDANAA KUHP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ZINA (Studi Kasus : Kenagarian Inderapura Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan) SKRIPSI Oleh : RIKI GUSTIAN 06940087 FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

PENERAPAN SANKSI PIDANA ADAT DAN PIDANA KUHP TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ZINA (Study kasus di Kenagarian Inderapura, Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan ) ( RIKI GUSTIAN, Bp 06 940 087, Fakultas Hukum Universitas Andalas Program Reguler Mandiri, 2011, 66 Halaman ) ABSTRAK Hukum adat mempunyai akar nilai yang kuat terhadap tingkah laku sosial dan pola budaya masyarakat. Sehingga dalam prakteknya, masyarakat lebih cenderung mengunakan hukum adat dalam menyelesaikan perkara serta di jadikan pedoman dan materi norma dalam mengatur hubungan hukum. Indonesia yang terdiri dari berbagai macam adat istiadat sangat terlihat keberadaan bahwa hukum adat dan hukum pidana adat masih hidup di masing-masing daerahnya. Khusus di Sumatera Barat hukum pidana adat masih di gunakan oleh masyarakat dalam menyelesaikan tindak pidana zina. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian sebagai Karya ilmiah dalam berbentuk skripsi dengan judul Penerapan Sanksi Pidana Adat Dan Pidana KUHP Terhadap Pelaku Tindak Pidana Zina di Kenagarian Inderapura, Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan penjabaran diatas yang telah penulis temukan maka terdapatlah beberapa permasalahan yaitu : pertama bagaimana proses penyelesaian tindak pidana zina menurut hukum pidana adat. Kedua apa sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku zina. Ketiga bagaimana kedudukan putusan pidana adat dalam kasus tindak pidana zina. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan yuridis empiris ( sosiologis ) yakni pendekatan terhadap masalah dengan melihat norama hukum yang berlaku, di hubungkan dengan fakta-fakta yang di dalam permasalahan yang ditemui. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari permasalahan ini yaitu, Proses penyelesaian tindak pidana zina menurut hukum pidana adat dilakukan dengan cara menegur dan menasehati si pelaku, apabila teguran tersebut tidak membuat si pelaku jera, maka proses penyelesaian akan dibawa ke pengadilan adat, apabila musyawarah yang dilakukan antar pihak tidak mencapai kata sepakat maka kepada si pelaku dapat diberikan sanksi berupa teguran, denda adat, pemenuhan kewajiban adat, buang sepanjang adat dan buang tingkarang. Saran yang diberikan penulis yaitu dalam penyusunan KUHP Nasional nantinya mengenai ketentuan tindak pidana kesusilaan khususnya perbuatan zina agar dapat disesuaikan dengan hukum yang berlaku di masyarakat adat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota dan di desa. Keragaman itu menjadi suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum dan masyarakat merupakan dua hal yang yang tidak dapat dipisahkan. Ibi ius ibi societas, dimana ada masyarakat,disitu ada hukum. Oleh karena itu dibutuhkan suatu aturan hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat demi mencapai ketertiban umum. Aturan hukum tersebut ada yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Berlaku secara nasional maupun kedaerahan, di dalam lapangan hukum publik maupun hukum privat. 1 Indonesia adalah sebuah negara hukum (rechtsaat), dimana setiap ketentuan yang berlaku selalu berpedoman kepada suatu sistem hukum yang berlaku secara nasional. Namun disamping berlakunya hukum nasional di tengah masyarakat juga tumbuh dan berkembang suatu sistem hukum, yang bersumber dari kebiasaan yang ada di masyarakat tersebut. Kebiasaan ini lah yang nantinya berkembang menjadi suatu ketentuan yang disebut dengan hukum adat. Secara etimologis istilah hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan adat. Hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma dan Paramitha, hal 5 1 Soepomo. 1967. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta:Penerbit PT.Paradnya.

sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara. Sedangkan adat merupakan pencerminan dari kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Dalam ranah pemikiran Arab Kontemporer adat atau tradisi diartikan sebagai warisan budaya, pemikiran, agama, sastra, dan kesenian yang bermuatan emosional dan ideologis. Oleh karena itu, pengertian hukum adat menurut Prof. Dr. Soepomo, SH. adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif meliputi peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan oleh peraturanperaturan tersebut, mempunyai kekuatan hukum. 2 Adat di Minangkabau memiliki ciri khas tersendiri dengan adat suku-suku lain di Indonesia. Tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan itu terutama disebabkan karena masyarakat Minangkabau menganut sistem garis keturunan menurut Ibu atau Matrilineal. Kekhasan lain yang sangat penting ialah adat Minangkabau merata dipakai oleh setiap orang di pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan rajaraja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat. Adat mengatur interaksi dan hubungan antara sesama anggota msyarakat Minagkabau, baik dalam hubungan formal maupun yang tidak formal. 3 2 Ibid, hal 8-9 3 Ibid, hal 10

Di masa pemberlakuan otonomi daerah saat ini, dimana setiap daerah diberi kewenagan menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dan harus berdasarkan pada prinsip -prinsip antara lain otonomi yang bertanggung jawab menekankan pada demokrasi, menunjang aspirasi, peran serta masyarakat dan potensi daerah maupun keanekaragaman daerah. Tiap daerah tersebut memiliki kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, sosial budaya serta politik yang berbeda-beda sehingga tidak menutup kemungkinan dalam menyelesaikan masalahnya menggunakan cara yang berbeda pula, termasuk dalam lapangan hukum publik karena didasari oleh latar belakang yang berbeda pula. 4 Antara hukum dengan kehidupan masyarakat memang berkaitan erat, hukum berperan besar dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan aman. Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang maka peran hukum dapat dilihat secara lebih konkrit. Di dalam lapangan hukum pidana, ada dua hukum yang berbeda yang digunakan oleh masyarakat yaitu hukum pidana yang bersumber pada peraturan tidak tertulis lainya dan hukum yang bersumber pada KUHP serta peraturan yang tertulis ataupun kebiasaan yaitu Hukum pidana adat. 5 Hukum pidana adat mengatur tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup di tengah masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat. Untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut, maka terjadi reaksi adat. 6 4 Ibid, hal 11 5 Topo SAntoso, 1990. Pluralisme Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT.Ersesco, hal 5-6 6 Ibid, hal 9

Keberadaan Hukum Pidana Adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki Hukum Pidana Adat yang berbeda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak tertulis ataupun terkodifikasikan. 7 Begitu juga halnya di Sumatera Barat, khususnya di Minangkabau, disamping berlakunya KUHP sebagai payung hukum pidana, juga terlihat pada aspek -aspek tertentu dalam kehidupan bermasyarakat, penerapan hukum adat yang bersifat pidana dalam bentuk pemberian sanksi berupa sanksi denda, diusir dari kampung, serta dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Masyarakat mengakui sanksi tersebut memiliki kekuatan berlaku yang sama dengan hukum pidana dalam KUHP, sebab sanksi tersebut merupakan kesepakatan yang telah di tetapkan oleh pemuka-pemuka adat sebelumnya. Pemuka adat tersebut tergabung dalam suatu lembaga adat baik yang bersifat formal seperti Kerapatan Adat Nagari, maupun yang non formal. 8 Lembaga-lembaga adat tersebut memiliki kewenangan dalam masyarakat, baik itu dalam lapangan hukum privat, maupun dalam lapangan hukum publik. Kewenangan tersebut berupa sebagi penengah ( arbiter ) dalam penyelesain suatu sengketa adat dan juga memiliki suatu kewenangan istimewa dalam proses penegakan hukum pidana, dimana dalam hal terjadi tindak pidana ringan, penyidik harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari pemuka adat ( ninik mamak ) sebelum melakukan penahan terhadap tersangka. 9 7 Chairul Anwar, 1997. Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta:Rineka Cipta, hal 11 8 Ibid, hal 15 9 Ibid, hal 18

Khusus mengenai delik perzinaan diatur dalam Pasal 284 yang mana KUHP merumuskan bahwa hubungan seksual di luar pernikahan hanya merupakan suatu kejahatan ( delik perzinaan ) apabila para pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang telah terikat perkawinan. Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang yang belum terikat perkawinan maka menurut KUHP mereka tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidan perzinahan. KUHP juga menetapkan bahwa delik perzinahan termasuk ke dalam salah satu delik aduan absolut. Artinya meskipun telah terjadi perzinaan sebagaimana diatur dalam pasal 284 KUHP, maka pelakunya tidak dapat dituntut pidana apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan. Sesungguhnya yang menjadi masalah dalam delik perzinahan KUHP ini tidak semata- mata terletak pada aspek delik aduan absolut. Rumusan tentang deliknya pun tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang regilius dan mayoritas memeluk agama Islam. Dalam agama islam delik perzinahan dirumuskan sebagai hubungan seksual (persetubuhan) antara pria dengan wanita yang tidak terikat oleh perkawinan yang sah yang dilakukan secara sengaja. 10 Jadi menurut agama Islam, agama-agama yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia, delik perzinaan merumuskannya bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berkeluarga saja, tetapi juga di lakukan oleh orang 10 Abdul Aziz Dahlan Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.6, ikhtiar Baru van Houve, Jakarta, 1996, hal 2026, lihat pula Abdurrahman bin Muhammad bin Sulaiman, Majma ul Anhur fi Syarhil Multaqal Abhur, jld. I, Ulan Masydar, 1319, hal. 585, juga dapat dilihat dalam ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jld. II, hal. 585.

yang belum/ tidak bekeluarga asalkan sudah mukallaf (dewasa). Islam memandang hubungan seksual di luar pernikahan sebagai perbuatan yang sangat keji dan merupakan jalan yang sesat. Kalau kita lihat secara garis besar sistem penerapan hukum adat bersumber dari UU darurat No 1 tahun 1951, dalam hukum adat pada dasarnya tidak membedakan lapangan hukum seperti yang dikenalkan oleh hukum Eropa. Dalam hukum pidana adat terdapat sebuah asumsi jika suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengganggu keseimbangan kehidupan dari kehidupan kelompok masyarakat adat, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai sebuah perbuatan pidana menurut adat, dan biasanya di berikan sanksi adat berdasarkan bentuk perbuatan yang telah dilakukan. Pemberian sanksi adat (reaksi adat) tersebut bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat akibat dari perbuatan tersebut. Memperhatikan hal tersebut, maka penulis bermaksud untuk membahas bagaimanakah tindak pidana zina menurut hukum adat Minangkabau dalam perbandingannya dengan pengaturan tindak pidana zina di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan judul skripsi Perbandingan Penerapan Pidana Adat dan Pidana KUHP Terhadap Pelaku Tindak Pidana Zina. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah konsep tindak pidana zina menurut Hukum pidana adat dan KUHP?

2. Bagaimanakah proses penyelesaian tindak pidana zina menurut Hukum pidana adat dan KUHP? 3. Bagaimana kedudukan putusan pidana adat dalam hukum pidana adat itu sendiri? C. Tujuan Penelitian 1. Agar mengetahui konsep zina menurut Hukum Adat dan KUHP. 2. Agar mengetahui proses penyelesaian terhadap pelaku perzinaan menurut Hukum Adat dan Hukum Pidana ( KUHP ). 3. Agar mengetahui bagaimana kedudukan putusan pidana adat tersebut di dalam hukum pidana adat itu sendiri. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala berpikir serta sarana pengembangan dan pendalaman ilmu pengetahuan bagi penulis, terutama dalam bidang ilmu hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana perzinaan akhir-akhir ini dirasa perlu dalam menciptakan perkawinan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan keilmuan yang berkelanjutan, terarah, dan terdepan baik di Fakultas Hukum Reguler Mandiri pada khususnya, dan lingkungan keilmuan Universitas Andalas pada umumnya dan juga dapat memberikan

sumbangsih pemikiran dan informasi yang positif bagi semua elemen masyarakat atau pihak-pihak yang sedang mendalami mengenai tindak pidana perzinaan. E. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka teoritis Teori receptio in complex ini dikembangkan oleh. W.C Van den Berg, Guru besar di Delf dan Penasihat bahasa-bahasa Timur dan Hukum Islam pada Pemerintah Kolonial Belanda 11. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan menurut ajaran ini hukum pribumi ikut agamanya, karena jika memeluk agama harus juga mengikuti hukum agama itu dengan setia Tegasnya menurut teori ini, kalau suatu masyarakat itu memeluk suatu agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya itu. Kalau ada hal- hal yang menyimpang dari hukum agama yang dipeluknya, maka hal ini dianggap sebagai suatu Pengecualian/penyimpangan Pandangan para tokoh mengenai hukum adat itu sangat kompleks. Banyak pendapat tentang hukum adat yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pandangan Van Vollenhoven tentang hukum adat merupakan tingkah laku manusia yang mempunyai sanksi yang sangat ditaati oleh semua pihak, walaupun tidak terkodifikasi atau tidak tertulis dalam perundang-undangan di Indonesia karena sanksi merupakan hukuman 11 Soepomo. Op. cit. hal 23

atas pelangaran yang dilakukan oleh seseorang. Selain Van Vollenhoven, Ten Haar BZN mendefenisikan hukum merupakan keputusan yang sesuai dengan hukum adat dari kepala rakyat hingga keseluruh rakyat yang menjadi aturan bagi masyarakat baik tertulis ataupun tidak tertulis. Selain Van Vollenhoven dan Haar BZN, Prof.Djojodigoeno mengungkapkan bahwa hukum adat merupakan karya dari masyarakat tertentu untuk mendapatkan keadilan dalam kehidupan manusia. Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat- istiadat dan hukum adat. Suatu adat istiadat yang hidup (menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum ( Hukum Adat ). Tentang bagaimana perubahan itu sehingga menimbulkan hukum adat dapat dikemukakan beberapa pendapat sarjana, antara lain : Van Vollenhoven Dikatakan olehnya bahwa suatu peraturan adat, tindakan-tindakan ( tingkah laku) yang oleh masyarakat hukum adat dianggap patut dan mengikat para penduduk serta ada perasaan umum yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para Kepala Adat dan petugas hukum lainnya, maka peraturan adat itu bersifat hukum. Ter Haar Dikatakan olehnya bahwa hukum adat yang berlaku hanya dapat diketahui dari penetapan-penetapan petugas hukum seperti Kepala Adat,

hakim, rapat desa dan lain sebagainya yang dinyatakan di dalam atau di luar persengketaan. Saat penetapan itu adalah eksistensial momen saat lahirnya hukum adat tersebut. Prof.Soepomo Mengatakan bahwa suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia ( rule of behavior ) pada suatu waktu mendapat sifat hukum, ketika petugas hukum yang bersangkutan mempertahankannya terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau ketika petugas hukum bertindak untuk mencegah pelanggaran peraturan -peraturan itu. Selanjutnya dikatakan oleh Prof. Soepomo bahwa setiap peraturaan adat adalah timbul, berkembang dan selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru. Demikian pula dengan peraturan baru ini yang juga akan berkembang dan selanjutnya lenyap karena tergantikan oleh peraturan baru yang sesuai dengan perubahan perasaan keadilan yang hidup dalam hati nurani masyarakat hukum adat pendukungnya.. Dasar hukum berlakunya hukum adat yaitu : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 1 tahun 1951, peradilan pribumi dan peradilan swapraja telah dihapuskan sehingga tugas menyelesaikan perkara hukum beralih kepada peradilan umum. Sementara peradilan desa tetap berjalan sebagaimana biasa menurut hukum adat masingmasing daerah. 2. Yurisprudensi / Putusan Mahkamah Agung tentang delik adat kesusilaan yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 1644 K / Pid / 1988 tanggal 15

mei 1991 yang menegaskan bahwa sanksi adat yang telah dijatuhkan oleh kepala adat terhadap pelaku delik adat kesusilaan diakui dan tidak dapat lagi dikenakan pidana apabila sanksi adat tidak dilasanakan. 3. Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dimana hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. 2. Kerangka Konseptual Selain didukung dengan kerangka teoritis, penulisan ini juga didukung oleh kerangka konseptual yang merumuskan defenisi-defenisi tertentu yang berhubungan dengan judul yang diangkat. Yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut : 1) Pengertian hukum pidana adat dan hukum adat a) Hukum adat adalah hukum yang menunjukan peristiwa atau perbuatan yang harus diselesaikan (dihukum) dikarenakan peristiwa dan perbuatan itu telah mengganggu keseimbangan masyarakat. b) Hukum pidana adat adalah tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat. Untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan, maka terjadi reaksi adat. 2) Pengertian zina. Zina menurut hukum pidana adat adalah perbuatan bersenggama seorang lelaki dengan seorang perempuan yang bukan istrinya atau belum mempunyai ikatan perkawinan yang syah.

3) Penghulu andiko atau mamak andiko adalah seorang lelaki tertua menurut garis keturunan ibu dalam sebuah keluarga yang menjadi pimpinan bagi keluarga (paruik) 4) Penghulu kaum adalah pimpinan dari lingkungan keturunan yang lebih luas yang terdiri dari beberapa paruik. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang digunakan adalah dengan sosiologis, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris dan undang-undang untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan berlakunya ataupun efektivitas berlakunya hukum di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini adalah untuk efektivitasnya penerapan Pidana Adat 12. 2. Jenis dan Sumber data a. Data primer Data yang diperoleh langsung dari lapangan untuk mendapatkan data yang kongkret menganai materi yang dibutuhkan dan diperoleh melalui wawancara yang di lakukan dengan : 1. Ninik mamak penghulu adat, sebanyak 3 orang. 2. Pemuka masyarakat, sebanyak 5 orang. 3. Pengurus kerapatan adat nagari (KAN) Inderapura Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan, sebanyak 3 orang. 12 Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Hal 118

4. Ketua kerapatan adat nagari (KAN) Inderapura Kecamatan Pancung soal Kabupaten Pesisir Selatan. 5. Kanit reskrim Kepolisian Sektor Kecamatan Pancung soal. b. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan diperoleh melalui studi kepustakaan. data sekunder terdiri dari: 1. Bahan hukum Primer, merupakan bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari: a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana b) Undang undang tahun 1981 tentang kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana c) Undang Undang darurat No 1 tahun 1951. 2. Bahan Hukum sekunder yaitu: a) Buku-buku yang ditulis para ahli tentang Hukum Pidana Adat b) Buku-buku yang ditulis para ahli tentang Hukum Pidana c) Bahan-bahan yang dimiliki oleh kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) 3. Bahan hukum tersier yaitu: a) Kamus-kamus Hukum. b) Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI). c) Bahan hukum yang diambil dari Internet.

3. Metode Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Studi Dokumen Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui dokumen yang ada serta juga data yang tertulis. Dalam hal ini dilakukan guna memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dan berkaitan dengan peran pengurus KAN dan badan penegak hukum. b. Wawancara. Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan melakukan komunikasi antara satu orang dengan orang lainnya untuk mendapatkan suatu informasi yang jelas dan lebih akurat. Dalam hal ini dengan menanyakan langsung secara lisan kepada pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kabupaten Pesisir Selatan, Kecamatan Pancung Soal yang berpedoman pada daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan terhadap narasumber. 4. Teknik pengolahan data Setelah melakukan teknik pengumpulan data, selanjutnya penulis melakukan teknik pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing. Editing adalah pemiilhan data yang diperoleh sehingga menjadi terstruktur untuk memastikan data tersebut sudah lengkap untuk diolah dan dianalisis. b. Coding. Coding adalah pemberian kode terhadap data yang telah dikumpulkan dengan memberikan tanda ceklis untuk data yang dibutuhkan. 5. Analisis data Data yang dikumpulkan melalui kuisioner yang disebarkan kepada responden akan dikelompokkan sesuai dengan pengelompokannya, kemudian diolah secara kuantitatif, yaitu suatu tata cara penelitian dengan melakukan penyorotan terhadap masalah serta usaha untuk pemecahannya, yang mana dilakukan dengan upaya-upaya yang lebih banyak didasarkan pada pengukuran yang memecahkan objek penelitian ke dalam unsurunsur tertentu, untuk kemudian ditarik suatu generalisasi seluas mungkin ruang lingkupnya. Sedangkan data yang diperoleh dari wawancara akan diolah secara kuantitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analisis, yaitu berupa apa yang dinyatakan oleh responden yang terkait baik secara tertulis ataupun lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam penyusunan dan menguraikan skripsi ini sehingga menjadi lebih terarah dan lengkap serta dapat pula ternilai menjadi yang paling baik diantara yang baik, maka sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah BAB I Membahas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis Dan Konseptual, Metode Penelitian, Jenis Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Analisis Data, Sistematika Penulisan BAB II Menjelaskan tinjauan umum pengertian Zina Menurut undang- undang dan Islam tentang Hukum Pidana Adat dan penerapan sangsi terhadap delik zina menurut hukum pidana adat dan hukum pidana, serta kategori zina menurut hukum pidana adat dan hukum pidana. BAB III Menjelaskan tentang, Bagaimana konsep zina menurut Hukum Adat dan KUHP. Bagaimana proses penyelesaian terhadap pelaku perzinaan menurut Hukum Adat dan hukum pidana(kuhp)bagaimana penerapan sangsi terhadap pelaku perzinaan menurut hukum pidana adat dan hukum pidana (KUHP). BAB IV Berisikan kesimpulan dari penulisan ini, berikut saran-saran penulis tentang aturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia khususnya dalam hal tindak pidana zina yang tidak memenuhi kebutuhan hukum masyarakat atau tidak sesuai dengan nilai yang berlaku didalam masyarakat.

BAB IV PENUTUP Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memberi beberapa kesimpulan dan saran-saran guna merangkitkan kembali pembahasan yang dikemukakan dalam batasan-batasan ruang lingkup judul skripsi ini. A. Kesimpulan Dari uraian terdahulu, ada beberapa yang dapat di tarik sebagai kesimpulan akhir dari penelitian ini, yaitu : 1. Zina menurut pasal 284 KUHP, memiliki pengertian yang berbeda dengan pengertian yang di berikan oleh hukum pidana adat, menurut pasal 284 KUHP, seseorang yang melakukan perbuatan zina salah satu pihaknya musti terikat perkawinan yang syah dengan orang lain. Sedangan menurut hukum pidana adat, tindak pidana zina mengandung pengertian yang lebih luas, dimana setiap orang yang melakukan hubungan suami istri tanpa memiliki hubungan perkawinan yang syah di kategorikan sebagai perbuatan zina, tidak perlu salah satu pihak tersebut telah menikah atau belum. 2. Proses penyelesaian pebuatan sumbang salah menurut hukum pidana adat di lakukan dengan prisip bajanjang naiak batanggo turun. Setiap permasalahan adat, termasuk tindak pidana zina, sebelum para pelaku di

hadapkan kedepan persidangan adat, terlebih dahulu di cari upaya penyelesaiannya melalui perundingan antara kedua belah pihak. Pengadilan baru akan di gelar apabila perundingan antara kedua belah pihak tidak menemukan hasil atau terhadap pelakunya memang kedapatan tertangkap tangan atau terjadi hamil di luar nikah. Dalam pengadilan adat dimana hakim adat bertindak sebagai penengah bagi kedua pihak untuk mencapai perdamaian bagi semua pihak. Pengadilan dilakukan dengan cara sederhana dan lebih efisien, karena bukti-bukti yang menunjukan terjadinya tindak pidana tersebut telah di dapatkan secara lengkap yaitu adanya dua kali peringatan dari warga, terjadi hamil di luar nikah atau memang kedapatan tertangkap tangan oleh masyarakat. 3. Sanksi yang di jatuhkan oleh pengadilan adat terhadap pelaku tindak pidana zina bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang telah terganggu akibat dari perbuatan yang telah di lakukan. Hukum adat tidak mengenal adanya sanksi badan, sanksi yang di jatuhkan oleh pengadilan adat hanya berupa denda adat dan pemenuhan kewajiban adat dan sanksi di buang sepanjang adat. Disamping itu, setiap putusan adat terhadap pelaku zina juga mengharuskan pelaku untuk menikah, hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan, karena hukum adat berpotensi kepada agama yang di anut oleh masyarakat. 4. Putusan hukum pidana adat dalam tindak pidana zina diakui oleh hukum karena dalam proses penyelesaiannya telah tercapai perdamaian dari kedua belah pihak, dan apabila salah satu pihak yang tidak puas terhadap putusan

adat tersebut maka proses penyelesaiannya bisa di lanjutkan dengan membuat pengaduan kepada Kepolisian untuk di mulainya tahapan penyidikan. B. Saran Setelah penelitian yang di lakukan penulis terhadap perbandingan penerapan hukum pidana adat dalam kasus tindak pidana zina, dan juga dengan melihat kesimpulan-kesimpulan yang dapat dari hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk terciptanya pelaksanaan hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, penulis menyarankan agar dalam penyusunan KUHP Nasional nantinya mengenai ketentuan tindak pidana kesusilaan khususnya perbuatan zina seharusnya memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, dengan kata lain pengertian zina tersebut sesuai dengan rumusan tindak pidana zina menurut hukum pidana adat, kerena ketentuan mengenai perbuatan zina yang di atur di dalam KUHP sekarang yang merupakan warisan budaya barat yang tidak sesuai budaya bangsa Indonesia. 2. Berlakunya hukum pidana adat di samping hukum pidana nasional menyebabkan terjadinya dualisme hukum pidana di Indonesia khususnya di Sumatra Barat. Dengan berlakunya kedua hukum tersebut secara berdampingan akan memberikan dampak positif dimana akan lebih menjamin setiap kejahatan dapat di jerat oleh kedua sistem hukum tersebut, oleh karena itu hendaknya terhadap pengadilan adat musti di

pertahankan eksistensinya dan di jaga kewibawaanya sehingga penerapan nya didalam kehidupan dapat berjalan langgeng dan tidak terkikis seiring dengan perubahan zaman. 3. Selanjutnya adalah mengenai sanksi yang di jatuhkan oleh pengadilan adat terhadap pelaku kejahatan zina atau sumbang salah. Menurut ketentuan adat, salah satu sanksi yang dijatuhkan adalah mengharuskan pihak pelaku untuk memenuhi kewajiban adat yaitu berupa menjamu makan masyarakat dan penghulu adat dengan memotong hewan ternak sebagai tanda permintaan maaf, Dalam sanksi ini terkandung suatu makna dimana setelah terjadinya pelangaran adat kepada sipelanggara dituntut untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukanya, baik itu kepada pihak yang dicemarkan maupun kepada masyarakat yang ikut menerima aib karena perbuatannya. Menurut penulis sanksi yang seperti itu di darasakan perlu di terapkan dalam suatu bentuk sanksi baru didalam KUHP nasioal, sebab selama ini tidak ada hukum yang menerapkan sanksi semacam ini. Dalam terjadi setiap kejahatan,walaupun pelakunya telah di jatuhi hukuman namun tanpa adanya suatu permintaan maaf dari pihak pelaku kepada pihak korban keadilan belum seutuhnya tercapai karena pada prinsipnya pihak korban masih merasakan ketidak puasan dan ketidak relaan atas kejahatan yang menimpanya.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Adami Chazawi, 2008. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PT. Rajaa Grafindo Persada. Amiruddin, 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Andi Hamjah, 1991, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Penerbit : PT. Rineka cipta. Bambang, Sunggono, 2003. Metodologi penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Chairul Anwar, 997 Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta. Eman Sulaeman, 2008. Delik Perzinaan.Semarang : Wali songo Press. Hilman Adi Kusuma, 1985. Hukum Pidana Adat. Bandung : Penerbit Pustaka Diklat Alumni. I Made Widyana, 1993. Kapita Selekta Hukum Pidana Adat. Bandung : Pennerbit PT.Eresco Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) Keputusan Ninik Mamak Nan Duo Pulah Di Nagari Inderapura. Khudzaifah Dimyati, 1945-1990. Teorisasi Hukum.yogyakarta : Publising. Genta KUHP, Terjemah Moelyanto. KUHP, Terjemah R.Soesilo. Moeljatno. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Jakarta : PT Bumi Aksara. Surat Keputusan Mahkamah Agung No.8 athun 1980 tentang pasal 284 KUHP.

Tasjrif Aliumar, 1998. Kekuatan Penguasa Adat Dalam Perkara Pidana Adat Di Sumatra Barat. Padang, Penerbit : Pusat Penelitian Universitas Andalas www.google.com www.pidanaadat.com