KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN REHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TUGAS DAN FUNGSI KABINET KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGHEMATAN ANGGARAN JILID II

Sistem Pembagian Kekuasaan Negara

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 165 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TUGAS DAN FUNGSI KABINET KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); MEMUTUSKAN:

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2006 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG TIM NASIONAL PERSIAPAN PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN. BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Kemen

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

MASUKAN UNTUK DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PENASEHAT PRESIDEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG KOORDINASI STRATEGIS LINTAS SEKTOR PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN : : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TE NTANG KEMENTERIAN NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Perjanjian Perdagangan Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis untuk meningkatka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 74 Tahun : 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republ

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Transkripsi:

KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA Oleh: Zaqiu Rahman Naskah diterima : 07 November 2014; disetujui : 14 November 2014 Postur Kabinet Pemerintahan yang Baru Pada tanggal 20 Oktober 2014 Presiden Terpilih Joko Widodo (Presiden Jokowi) dan Wakil Presiden Terpilih Muhammad Yusuf Kalla (JK) resmi dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti 2014-2019. Keduanya terpilih secara demokratis melalui pemilu presiden (pilpres) tahun 2014, walaupun tidak bisa dipungkiri banyak dinamika yang mengiringi perjalanannya. Pemerintahan yang baru saja terbentuk ini membawa harapan baru bagi bangsa Indonesia akan kehidupan bernegara yang jauh lebih baik untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk dapat segera menjalankan roda pemerintahannya, Presiden Jokowi dituntut untuk segara menentukan postur kelembagaan kementerian yang merupakan perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan menunjuk serta mengangkat menteri-menteri pembantu Presiden yang profesional dan memiliki integritas dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk memimpin bidang kementerian tertentu. Pembentukan kementerian dan penunjukkan menteri tersebut tentu saja harus disesuaikan dengan janji-janji politik Presiden pada saat kampanye terdahulu. Walaupun jumlah kementerian tidak mengalami perubahan (tetap 34 kementerian), berbeda dengan postur kelembagaan kementerian pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Jokowi merubah sebagian struktur kelembagaan kementerian yang telah ada, yaitu pertama, semula Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat, kemudian digabung menjadi satu kementerian yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; kedua, semula Kementerian Pariwisata dan Ekomomi Kreatif, kemudian menjadi Kementerian Pariwisata; ketiga, semula Kementerian Pendidikan dan Kementerian Riset dan Teknologi, kemudian dipecah menjadi 2 (dua) kementerian, yaitu Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; keempat, semula Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, kemudian digabung menjadi satu kementerian yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; kelima, semula Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, kemudian dirubah menjadi Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; dan keenam, semula Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Sesaat setelah pelantikannya, Presiden Jokowi berjanji akan mengumumkan struktur kementerian sekaligus orang-orang yang akan menduduki posisi di masing-masing

kementerian tersebut satu sampai dua hari setelah pelantikannya, walaupun menurut ketentuan Pasal 16 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) mengatur pembentukan kementerian dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji. Hal ini pun dipertegas dengan pernyataan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang berjanji akan mengumumkan susunan kabinetnya tidak lama setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan. Akan tetapi setelah dua hari dari pelantikannya, pengumuman susunan kabinet belum juga dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan: pertama, terdapat beberapa masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberikan catatan merah kepada 8 (delapan) dari 43 (empat puluh tiga) nama-nama kandidat menteri yang dimintakan pendapatnya mengenai track record-nya dalam kasus-kasus perkara korupsi. Catatan tersebut membuat Presiden Jokowi harus memperhatikannya secara seksama, sehingga membuat kemungkinan terjadinya kembali perombakan terhadap struktur kabinet yang telah dipersiapkan dan disusun sebelumnya. Kedua, belum adanya pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai perubahan beberapa kelembagaan kementerian yang berimplikasi kepada penggabungan atau penambahan kementerian dari yang sudah ada sebelumnya, walaupun pada tanggal 21 Oktober 2014 Presiden telah mengirimkan surat resmi untuk meminta pertimbangan DPR terkait dengan perubahan beberapa kementerian. Akhirnya Presiden Jokowi pada hari Minggu tanggal 26 Oktober 2014 resmi mengumumkan susunan kabinetnya dengan nama Kabinet Kerja, yang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) orang menteri. Hal ini berarti pengumuman kabinet Presiden Jokowi dilakukan 6 (enam) hari setelah pelantikkannya, lebih cepat 8 (delapan) hari dari batas akhir yang ditentukan oleh UU Kementerian Negara yaitu 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji (Pasal 16 UU Kementerian Negara). Poin krusial yang menjadi permasalahan terkait dengan ketentuan pertimbangan atau persetujuan DPR yang diatur di dalam UU Kementerian Negara adalah mengenai perubahan nomenklatur kementerian, hal ini yang menjadi alasan utama penundaan pengumuman namanama kabinet. Ekpsektasi dan harapan yang besar dari masyarakat membuat mereka ingin segera mengetahui siapasiapa orang yang akan duduk menjadi pembantu Presiden di kabinet pemerintahan Jokowi. Di sisi lain, hal tersebut baru bisa dilaksanakan paling cepat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelantikannya, karena harus terlebih dahulu meminta pertimbangan dari DPR. Sementara ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Presiden tidak perlu menunggu pertimbangan DPR, karena petimbangan atau persetujuan baru dapat dilakukan apabila perubahan atau pembubaran kementerian dilakukan pada saat atau di tengah masa jabatan Presiden, sedangkan pada saat awal Presiden dilantik dianggap belum ada kementerian, sehingga pengumuman mengenai susunan kabinet seharusnya dapat lebih cepat untuk dilakukan. Hal pemberian pertimbangan atau persetujuan inilah yang pada akhirnya menimbulkan tafsir dan polemik tersendiri di masyarakat. Untuk itu perlu diketahui kapan pertimbangan atau persetujuan mengenai pembentukan, perubahan, atau pembubaran kementerian dilakukan, apakah dilakukan pada masa awal

pemerintahan seorang Presiden atau di tengah masa jabatan Presiden. Ketentuan Pertimbangan dan Persetujuan dalam UU Kementerian Negara Pengaturan mengenai kementerian negara tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), yang menyatakan: (1) Presiden dibantu oleh menterimenteri negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang. Kemudian sebagai pelaksanaan amanat dari Pasal 17 ayat (4) UUD NRI 1945 maka dibentuklah UU Kementerian Negara, yang di dalamnya mengatur segala hal yang berkaitan dengan kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi serta tata cara pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara. Terkait dengan apa yang dimaksud dengan pertimbangan dan persetujuan di dalam UU Kementerian Negara dapat diuraikan: pertama, terkait dengan pemberian pertimbangan, dilakukan apabila Presiden ingin melakukan pengubahan sehingga berakibat pemisahan atau penggabungan kementerian maka dilakukan dengan pertimbangan DPR paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima. Kemudian apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja DPR belum menyampaikan pertimbangannya, DPR dianggap sudah memberikan pertimbangan (Pasal 19 UU Kementerian Negara). Pertimbangan DPR juga diperlukan dalam hal Presiden akan membubarkan kementerian urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD NRI 1945 yaitu urusan hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan. Serta urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, yaitu urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal (Pasal 4 ayat (2) huruf b dan huruf c, Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 13, dan Pasal 21). Walaupun perubahan nomenklatur tertentu sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden, tetapi DPR perlu memberikan pertimbangan agar Pemerintah dapat memperhitungkan secara matang kebijakan penggabungan dan pemisahan kementerian karena menyangkut masalah pembiayaan yang harus tepat sasaran dan dampak sosial politiknya. Perubahan nomenklatur kementerian berdampak pada kebijakan anggaran dan program kementerian/lembaga (kebijakan aksi), juga berdampak pada aspek efisiensi dan efektivitas, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian dan

keterpaduan pelaksanaan tugas, serta implikasi anggaran. Konsekuensi tersebut sepenuhnya harus diantisipasi oleh pemerintah, mengingatkan dengan terbentuknya kementerian-kementerian, DPR akan menyesuaikan pembagian tugas-tugas komisi sebagai mitra kerja penyelenggara pemerintahan dalam mekanisme check and balances. Kedua, terkait dengan pemberian persetujuan, dilakukan apabila Presiden ingin melakukan pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan maka harus meminta persetujuan DPR (Pasal 21 UU Kementerian Negara). Ini berarti Presiden tidak dapat melakukan pembubaran terhadap 4 (empat) kementerian dimaksud tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR, mengingat kementerian tersebut merupakan kementerian yang sangat penting dan strategis dalam suatu pemerintahan. Adapun kementerian luar negeri, kementerian dalam negeri, dan kementerian pertahanan tidak dapat diubah atau dibubarkan oleh Presiden ( Pasal 17 dan Pasal 20 UU Kementerian Negara). Pendapat Pakar tentang Ketentuan Pertimbangan atau Persetujuan dalam UU Kementerian Negara Walaupun di dalam UU Kementerian Negara dijelaskan bahwa batas waktu pembentukan kabinet oleh Presiden adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak dirinya dilantik, tetapi pada hari ke-6 (enam) akhirnya Presiden Jokowi telah dapat mengumumkan susunan kabinetnya. Sebelumnya, karena tingginya ekpektasi masyarakat terhadap pemerintahan yang baru sehingga sebagian ada yang mendesak agar Presiden sesegara mungkin mengumumkan susunan kabinetnya, tanpa perlu menunggu pertimbangan atau persetujuan terlebih dahulu dari DPR. Di sisi lain juga terdapat pihak yang berpendapat bahwa pengumuman susunan kabinet harus dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh pertimbangan atau persetujuan DPR karena terdapat perubahan 9 (sembilan) kementerian yang berubah atau bergabung dan perubahan 1 (satu) menteri koordinator. Adapun pihak yang menyatakan bahwa Presiden tidak perlu menunggu pertimbangan DPR sebelum mengumumkan susunan kabinetnya adalah seperti yang disampaikan Prof. Yusril Ihza Mahendra, beliau berpendapat bahwa Presiden Jokowi tak perlu meminta pertimbangan DPR untuk membentuk kabinetnya, sekalipun ada perubahan nama kementerian. Menurutnya, UU Kementerian Negara juga tidak akan jadi penghalang perubahan itu selama bukan berupa perubahan nomenklatur dan tetap mencantumkan kementerian yang diamanatkan konstitusi. Yusril menyatakan Presiden Jokowi tidak perlu minta pertimbangan DPR, pembentukan kabinet apa pun namanya (kementerian) merupakan hak prerogatif Presiden, perubahan nama kementerian tidak masuk kategori perubahan nomenklatur sebagaimana definisi pengubahan kementerian dalam UU Kementerian Negara. Terlebih lagi, UU Kementerian Negara tidak menyebutkan secara rinci mengenai ketentuan soal pengubahan kementerian ini. Aturan tegas soal kementerian negara di Undang- Undang ini hanya untuk tiga kementerian, sebagaimana amanat UUD NRI 1945, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan, yang diatur dalam Pasal 17 dan Pasal 20 UU Kementerian Negara. Oleh karena itu, Yusril berpendapat,

Jokowi baru diwajibkan meminta pertimbangan DPR jika perubahan nomenklatur kabinet dilakukan di tengah jalan atau di tengah masa pemerintahannya, bukan pada masa awal pemerintahannya. Sedangkan di sisi lain pihak yang menyatakan bahwa Presiden harus meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada DPR sebelum membentuk kabinetnya dalam hal terdapat perubahan kementerian adalah seperti yang dinyatakan oleh Prof. Saldi Isra dalam acara Indonesian Lawyer Club (ILC) di TV One pada hari Selasa tanggal 21 Oktober 2014. Beliau berpendapat bahwa sebelum Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinetnya maka terlebih dahulu ia harus meminta pertimbangan dari DPR, ini merupakan perintah dari Pasal 19 dan Pasal 21 UU Kementerian Negara. Hal senada pun ditegaskan juga oleh pakar hukum tata Negara yang lain yaitu Refly Harun, mengingat pada struktur kementerian yang telah disusun Presiden Jokowi melakukan perubahan terhadap 9 (sembilan) kementerian dan 1 (satu) menteri koordinator sehingga berimplikasi terjadi perubahan atau penggabungan beberapa kementerian serta merubah satu orang menteri koordinator. Apabila Presiden Jokowi tidak terlebih dahulu meminta pertimbangan DPR sebelum mengumumkan kabinetnya maka ia bisa dinyatakan melanggar undang-undang. Harapan ke Depan Walaupun susunan kabinet dengan nama Kabinet Kerja telah diumumkan oleh Presiden Jokowi pada hari Minggu tanggal 26 Oktober 2014, terkait dengan perdebatan apakah seorang Presiden harus meminta pertimbangan atau persetujuan DPR dalam hal akan melakukan pembentukan, pengubahan, dan pembubaran segera setelah dia dilantik atau pada masa di tengah pemerintahannya maka ini perlu dijadikan pelajaran berharga agar ke depan perbedaan interpretasi waktu mengenai pemberian pertimbangan atau persetujuan DPR terhadap pembentukan kementerian oleh Presiden terpilih tidak menjadi perdebatan kembali di masa yang akan datang. Menjadi catatan penting ke depan, hendaknya setiap Presiden yang akan mengumumkan susunan kabinetnya terlebih dahulu meminta pertimbangan atau persetujuan kepada DPR apabila terdapat perubahan kelembagaan kementerian dari Presiden sebelumnya, karena: pertama, untuk menjaga hubungan baik dan keharmonisan antara legislatif dan eksekutif, sekaligus juga menciptakan tradisi politik baru yang sehat dan saling menghargai dalam kerja sama antar lembaga negara. Kedua, tidak ada satu pun ketentuan yang mengatur secara jelas apakah pertimbangan atau persetujuan kepada DPR dilakukan sebelum membentuk kabinet atau di tengah masa pemerintahan seorang Presiden. Hal ini akan menimbulkan multi tafsir sehingga berpotensi menimbulkan gonjang-ganjing politik yang dapat mengarah ke pemakzulan (impeachment) karena Presiden dianggap telah melanggar UU Kementerian Negara apabila tidak meminta pertimbangan atau persetujuan DPR terlebih dahulu sebelum mengumumkan susunan kabinetnya, padahal Presiden telah melakukan perubahan yang berimpilikasi kepada perubahan lembaga kementerian. Ketiga, sebagian kelembagaan kementerian sudah terlebih dahulu ada sebelum Presiden yang baru dilantik memutuskan untuk membentuk, mengubah, atau membubarkannya. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 9 UU Kementerian Negara yang mengatur susunan oganisasi

kementerian, yang tidak hanya terdiri dari menteri, tetapi antara lain meliputi sekretariat jenderal, direktorat jenderal, inspektorat jenderal, badan dan/atau pusat, dan seterusnya. Artinya walapun seorang Presiden yang baru dilantik belum mengumumkan kelembagaan kementerian dan menteri yang baru, tetapi susunan kelembagaan kementerian dari Presiden terdahulu masih tetap ada sebelum Presiden yang baru dilantik selanjutnya membentuk, mengubah, atau membubarkan kementerian yang sudah ada, karena struktur organisasi kementerian yang terdahulu masih diisi oleh pegawai negeri yang tetap dan tidak mengenal demisioner, kecuali terhadap jabatan menteri yang bersifat politis yang otomatis berhenti apabila Presidennya habis masa jabatannya.