KAJIAN ERGONOMI TENTANG LINGKUNGAN FISIK PADA STASIUN KERJA Veronica Tuka*; Suharyo Widagdo**, A. M. Wibowo* ABSTRAK : KAJIAN ERGONOMI TENTANG LINGKUNGAN FISIK PADA STASIUN KERJA. Manusia sebagai pemakai produk industri harus dipelajari seutuhnya dari pola tingkah laku sampai pada ukuran dan kekuatan fisiknya. Apa, siapa dan bagaimana manusia itu hendaknya dijadikan sebagai matra pertama dalam konsep perancangan produk maupun stasiun kerjanya. Makalah akan membicarakan kajian ergonomi tentang lingkungan fisik pada stasiun kerja agar operator merasa nyaman dalam melakukan tugasnya karena ternyata faktor manusia memegang peranan penting pada dunia industri terutama pada masalah keselamatan instalasi. ABSTRACT : ERGONOMIC STUDY OF PHYSICAL ENVIRONMENT IN THE WORK STATION. Human as the user of product should be studied comprehensively. Human race should be used as the first paradigm in the design concept of a product and it s work station. The paper will discuss ergonomic study of physical environment in the work station in order to make the operator feel comfort since many evidences show us the important role of human factor in the installation safety, *) Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir BAPETEN **) Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN 1
BAB I PENDAHULUAN Mc Cormick & Sanders (1) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien. Konsep tersebut adalah desain untuk realibilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan dalam pemakaian dan efisien dalam pemakaian. Lebih lanjut, dalam mendesain suatu produk haruslah berorientasi pada production friendly, distribution friendly,installation friendly, operation friendly dan maintenance friendly. Jadi dalam mendesain suatu produk hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suatu desain yang berpusat pada manusia pemakainya (Human Centered Design) dimana manusia diperlakukan sebagai pusat sistem. Karena manusia sebagai pusat sistem, maka semua perancangan sistem kerja harus diarahkan pada perancangan yang sesuai dengan manusia itu sendiri agar setiap desain produk baik secara fungsi, teknis, ekonomis, estetis maupun secara ergonomis sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Reaktor nuklir, sebagai produk teknologi, adalah salah satu contoh sistem manusia mesin yang terbuka untuk terjadinya musibah. Perbedaannya dengan produk teknologi lain terletak pada risiko yang dapat terjadi dan harus ditanggung jika terjadi musibah. Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari musibah yang menimpa reaktor TMI 2 serta Chernobyl adalah bahwa faktor manusia sangat berperan dalam menunjang peningkatan keselamatan / keamanan operasi suatu instalasi. Dengan perkataan lain untuk meningkatkan keselamatan operasi instalasi tidak dapat dilakukan hanya dengan mempercanggih sistem instrumentasi saja. Sejalan dengan munculnya kesadaran akan arti pentingnya faktor manusia, para pendisain reaktor mengikutsertakan ilmu rekayasa manusia dalam desain stasiun kerjanya. Tujuan utama penyertaan ilmu rekayasa manusia ini adalah untuk memperkecil beban kerja operator sehingga keamanan dan keselamatan instalasi itu dapat dipertinggi lagi. Adanya ungkapan the man behind the gun yang menyatakan bahwa berbahaya tidaknya senjata sangat bergantung pada 2
orang yang mengawakinya menunjukkan arti pentingnya penyertaan faktor manusia pada proses pendisaianan Dalam makalah ini dibahas hasil studi pustaka tentang prinsip prinsip ergonomika yang harus dipenuhi dalam pembuatan kondisi lingkungan fisik stasiun/tempat kerja agar memberi kenyamanan pada manusia penggunanya. BAB II TEORI Pada hakekatnya pertimbangan faktor manusia diperhatikan oleh setiap orang yang membuat peralatan untuk kebutuhan hidupnya sebab naluri kita selamanya berupaya mencari solusi yang lebih baik sehingga peralatan yang dibuat itu lebih efektif kerjanya. Dapat dikatakan naluri ergonomi telah berada pada diri kita masing masing. Namun peralatan yang dibuat berdasar naluri ergonomis seseorang tidak selalu bernilai ergonomis bagi orang lain. Aman, nyaman dan efektifnya suatu produk industri tidak mungkin didekati sematamata dengan naluri ergonomis semata, melainkan harus melalui suatu penelitian namun selama ini litbang (penelitian dan pengembangan) lebih terpusat pada dunia instrumentasi dan mekanik saja tanpa penyertaan di bidang faktor manusia atau ergonomi. 2.1. Interaksi Dalam Sistem Kerja Setiap sistem kerja mengandung berbagai komponen kerja yang masingmasing saling berinteraksi satu dengan yang lain. Corlet & Clarck (2) menyatakan bahwa ergonomi selalu berkepentingan (concern) dengan interface dan interaksi antara operator dengan komponenkomponen kerja serta pengaruh dari interaksi itu pada unjuk kerja sistem. Hubungan atau interaksi antara operator dengan komponen kerja dapat dilihat pada Gambar 1 sedangkan Tabel 1 menunjukkan komponen komponen dalam siatem kerja. 3
PERANGKAT LUNAK PERANGKAT KERAS OPERATOR LINGKUNGAN FISIK ORGANISASI Dari gambar itu kita dapat melihat bahwa kondisi lingkungan fisik ikut memberi beban tersendiri pada manusia dalam melakukan pekerjaannya sehingga Gambar 1. Interaksi Dalam Sistem Kerja (2) Tabel 1. Komponen Dalam Sistem Kerja (2) manusia harus melakukan usaha usaha pengaturan pada beban yang diberikan lingkungan agar ia merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Komponen Area Desain Pertimbangan Perangkat keras Desain & tata letak komponen Proses, peralatan, akses Operator Karakteristik fisik kecakapan Karakteristik tubuh, kekuatan, kapasitas kerja, kelelahan Penerima informasi & proses Panca indera, perhatian, daya ingat Karakteristik individu & sosial Umur, jenis kelamin, latar belakang budaya, suku, ketrampilan, motivasi, kepuasan kerja, kejenuhan Perangkat lunak Performansi bebas kesalahan Standar operasi, juklak, juknik Lingkungan Performansi yang aman dan selamat temperatur, kebisingan, penerangan, Organisasi Organisasi personalia / produksi Waktu kerja, istirahat, rotasi kerja, kepuasan, tanggungjawab 2.2. Faktor Lingkungan Fisik Berdasar Gambar 1 dapat kita ketahui bahwa salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha untuk mendapatkan perancangan tempat kerja yang optimum agar operator merasa nyaman dalam melakukan tugasnya adalah lingkungan fisik karena apa yang dilakukan manusia dalam menghadapi pekerjaannya banyak dipengaruhi 4
keadaan lingkungannya. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik sehingga dicapai suatu hasil yang optimal bila ditunjang oleh lingkungan fisik yang baik dimana harus meliputi segala hal yang bersangkutan dengan kelima indera manusia, yaitu : Penglihatan Pendengaran Rasa panas/dingin Penciuman Keindahan 2.2.1. Unsur Penglihatan Untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian dibutuhkan sistem pencahayaan yang baik. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kemampuan mata manusia untuk dapat melihat obyek dengan jelas adalah besar kecilnya obyek, derajat kontras obyek dengan sekelilingnya, luminesensi (brightness) dan lamanya melihat. Aspek pencahayaan lain yang harus diperhatikan adalah letak dari sumber cahaya. Penempatan sumber cahaya yang salah dapat mengakibatkan mata menjadi silau, maka sebaiknya mata tidak langsung menerima cahaya langsung dari sumbernya melainkan cahaya tersebut harus mengenai obyek yang akan dikerjakan yang selanjutnya dipantulkan oleh obyek tersebut ke mata. Sudut penglihatan horisontal, normal dan diagonal yang dilakukan selama bekerja sering berpengaruh terhadap kesehatan mata dan syaraf penglihatan. Begitu pula dengan perbedaan penglihatan pada warna warna yang kontras akan menyebabkan mata menjadi sakit. Rekomendasi untuk menjaga kesehatan mata bagi orang yang bekerja di dalam ruang adalah sebagai berikut (3) : 1. Perbandingan cahaya kontras pada bagian pusat dengan daerah sekeliling penglihatan adalah 1 : 3 2. Perbandingan obyek penyinaran dengan bagian luar, maksimal 1 : 10 3. Di tempat tempat kerja, permukaan terang diusahakan pada bagian tengah dan yang lebih gelap pada bagian luar 4. Refleksi cahaya yang bisa ditolerir adalah sebagai berikut : a. Langit langit : 80 90% 5
b. Permukaan dinding : 40 60% c. Perabot (meubel) : 25 45% d. Permukaan lantai : 20 40% 2.2.2. Unsur Pendengaran Selaput gendang akan mengalami kerusakan akibat kebisingan suara dengan intensitas melebihi 85 db. Efek lain yang dapat terjadi dari gangguan suara adalah naiknya tekanan darah, percepatan detak jantung, pengerutan pembuluh darah kulit dan bertambahnya ketegangan syaraf. Klasifikasi kebisingan yang bias ditolerir adalah sebagai berikut (3) : 1. 30 40 db : sangat sunyi 2. 50 60 db : agak sepi / mulai bising 3. 60 70 db : bising 4. 70 db : sangat bising Dari penelitian diketahui bahwa penggunaan musik yang dikaitkan dengan irama kerja mampu meningkatkan produktivitas. Selain itu musik dianggap mampu menjembatani kerja otak kiri dan kanan serta membangkitkan daya imajinasi dan emosional manusia. Stress disebabkan karena organ otak sebelah kiri bekerja terlalu berat bila dibanding dengan otak sebelah kanan. Akibatnya orang akan menjadi gelisah, cemas, takut dan jantung berdetak keras. Ketidakseimbangan tersebut harus dinormalkan kembali dan salah satu cara yang paling efektif adalah dengan mempergunakan musik. 2.2.3. Unsur Rasa Untuk menyelenggarakan aktivitasnya agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Salah satu persyaratan yang tidak kalah pentingnya adalah persyaratan akan kondisi udara di dalam ruang dimana ia berada yang tidak mengganggu tubuhnya. Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek dingin, dimana pekerja akan kedinginan atau menggigil sehingga kemampuan kerjanya menurun. Sementara suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan efek panas yang dapat mengakibatkan tubuh berkeringat dan tentu mengganggu kemampuan bekerja. Produktivitas cenderung menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Dari uraian tersebut jelas 6
bahwa di luar beberapa persyaratan lain yang diperlukan, persyaratan akan suhu ruang yang nyaman sangat diperlukan bagi tubuh manusia dalam rangka menyelenggarakan aktifitasnya agar berjalan dengan baik. Untuk mencapai kenyamanan fisik maka keadaan udara direkomendasikan sebagai berikut (4) berdasarkan suhu kulit optimal sebesar 33,5 o C: Suhu udara : 20 s.d. 23 o C Kelembaban udara : 50 60% Kecepatan angin : 0,02 0,04 m/det 2.2.3.1. Suhu udara Suhu udara merupakan faktor yang paling berpengaruh pada kondisi nyaman manusia. Percobaan yang dilakukan Hoppe, seperti pada Gambar 2, memperlihatkan bahwa suhu kulit manusia akan naik ketika suhu ruang dinaikkan hingga sekitar 22 o C. Kenaikan lebih lanjut pada suhu ruang tidak akan menyebabkan suhu kulit naik akan tetapi menyebabkan kulit berkeringat. Pada suhu ruang sekitar 20 o C suhu nyaman untuk kulit tercapai. Percobaan ini dilakukan pada suhu radiasi rata rata, T mrt, 20 o C, kelembaban 50%. 3 5 3 4 T K u l i t ( C e l c ) 3 3 3 2 3 1 1 5 1 7 1 9 2 1 2 3 2 5 2 7 T R u a n g a n ( C e l c ) T R a t a = 2 0 C, v = 0, 0 5 m / s Gambar 2. Kaitan antara suhu kulit rata rata, T sk, dengan suhu udara rata rata, T a. (3) 2.2.3.2. Kelembaban Udara Relatif Secara umum, pengaruh kelembaban udara terhadap suhu kulit, 7
T sk, tidaklah sebesar pengaruh suhu udara, T a,. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 3 berikut : 3 4, 5 3 4 T K u l i t ( C e l c ) 3 3, 5 3 3 3 2, 5 3 2 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 R H ( % ) T R a t a = 2 0 C, v = 0, 0 5 m / s Gambar 3. Kaitan antara suhu kulit, T sk, dan kelembaban udara, RH (3). 2.2.3.3. Kecepatan Angin Pengaruh kecepatan angin terhadap kenyamanan termal berbeda jika kita bandingkan dengan faktor faktor iklim lain. Semakin besar nilai kecepatan angin akan berpengaruh terhadap semakin rendahnya suhu kulit, T sk. Ketika kecepatan angin meningkat sebesar 0,2 m/det, nilai T sk akan turun sebesar 2 o C. Hal in dapat kita lihat pada Gambar 4. 3 4, 5 3 4 T K u l i t ( C e l c ) 3 3, 5 3 3 3 2, 5 3 2 0 0, 0 1 0, 0 2 0, 0 3 0, 0 4 0, 0 5 0, 0 6 0, 0 7 0, 0 8 0, 0 9 0, 1 0, 1 1 0, 1 2 0, 1 3 0, 1 4 0, 1 5 0, 1 6 0, 1 7 0, 1 8 0, 1 9 0, 2 0, 2 1 V a ( m / s ) T R a t a = 2 0 C, R H = 5 0 % Gambar 4. Kaitan antara suhu kulit, T sk dan kecepatan angin, V a Standar suhu nyaman yang saat ini banyak dipakai di negara atau wilayah ASHRAE 55 1992 adalah 21 o C 2 o C untuk musim dingin, serta 24 o C 2 o C yang belum memiliki standar suhu untuk musim panas. Angka terakhir ini nyaman adalah ASHRAE 55 1992 (5). Suhu nyaman yang direkomendasikan sering digunakan di Indonesia untuk menetapkan suhu nyaman suatu ruang 8
yang berpengkondisi udara..kelemahan standar ini ditemukan adanya kekurangsesuaian suhu nyaman yang diharapkan bagi manusia Indonesia pada umumnya. Banyak ditemukan bahwa dengan menggunakan standar ini, sangat sering terjadi keluhan suhu ruang yang terlalu rendah bagi para pemakai ruang itu. Hal ini dapat terjadi mengingat standar tersebut dikembangkan di A.S. melalui penelitian laboratorium terhadap terhadap sejumlah manusia yang tinggal di A.S. Untuk itu seharusnya dilakukan di Indonesia. BAB III PEMBAHASAN Perhatian utama ergonomika adalah pada manusia dan interaksinya dengan produk, perlengkapan, fasilitas, prosedur serta lingkungan tempatnya bekerja atau tinggal karena ergonomika mempunyai dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjanya. Termasuk di sini adalah meningkatnya produktivitas dan berkurangnya terjadinya kesalahan kerja. Tujuan yang kedua adalah meningkatnya keselamatan, keamanan, kepuasan bekerja dan kualitas hidup serta mengurangi kelelahan dan stres. Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus diperhatikan pada perancangan tempat/ruang kerja. Suhu di tempat kerja, misalnya. Kenyataan menunjukkan bahwa suhu ruang kerja yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek dingin dan membuat pekerja di ruang itu merasa kedinginan, sehingga kemampuan kerjanya menurun. Sementara suhu ruang kerja yang terlalu tinggi akan mengakibatkan efek panas dan membuat tubuh pekerja di ruang itu berkeringat sehingga membuatnya tidak merasa nyaman dimana pada akhirnya membuat kemampuan kerjanya menurun. Menurunnya kemampuan kerja jelas mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas. Kenyataan kenyataan itu menunjukkan pentingnya kenyamanan termal agar seorang pekerja dapat menyelenggarakan aktifitasnya dengan baik atau dengan kata lain agar kemampuan kerjanya tetap terjaga baik Ilmu Ergonomi memang relatif masih baru di Indonesia, itupun baru diperkenalkan dan diaplikasikan secara sporadis di lingkungan tertentu. Terlebih lagi dalam dunia perancangan, kenyataan menunjukkan betapa kesadaran ergonomis belum tertanam. Kasus kasus kecelakaan yang terjadi di sektor perhubungan, industri dsb. lebih 9
banyak disebabkan oleh salahnya pendekatan desain, termasuk desain lingkungan kerja, yang tepatnya adalah masalah ergonomi. Permasalahan mengaplikasikan ergonomi ke dalam desain itu ternyata tidak mudah, dalam pengertian seringkali implementasi ergonomi mempengarui faktor harga jual produk. Bila faktor harga tidak menjadi masalah, maka persoalan akan selesai. Namun jika tidak, maka akan terjadi dilema.. Misalnya dalam mendesain produk untuk orang cacat, kriteria ergonominya sangat tinggi namun karena pertimbangan biaya produksinya, mau tidak mau harus dikompromikan dengan daya beli.meskipun demikian, ini bukanlah suatu excuse untuk tidak memperhatikan faktor ergonomi. BAB IV KESIMPULAN Manusia, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, merupakan faktor kunci dalam keselamatan instalasi. Faktor manusia memegang peranan penting pada masalah keselamatan instalasi dan salah satu cara meningkatkan kinerja adalah dengan memperhatikan aspek lingkungan fisiknya..hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja manusia pemakainya sehingga mereka merasa nyaman dengan pekerjaannya. Secara fundamental, ergonomi merupakan studi tentang penyerasian antara pekerja dengan pekerjaannya untuk meningkatkan performansi dan melindungi kehidupan. Lingkungan fisik yang nyaman sangat dibutuhkan pekerja agar dapat bekerja secara optimal. Karena itu lingkungan fisik harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang nyaman. DAFTAR PUSTAKA 1. Mc Cormick and Sanders, 2001, Maynard s Industrial Engineering, Mc Graw Hill, New York, USA, 2. Corlett & clarck,, Work design: Industrial Ergonomy, Grid Publishing, Columbus, Ohio, 2000, 3. Olgyay, V., 1999, Design with Climate: Bioclimatic Approach to Architectural Regionalism, 10
Princeton University Press, Princeton, 4. ANSI / ASHRAE 55 1992, ASHRAE Standard Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy, ASHRAE Inc., Atlanta, USA, 5. Hoppe, P., 1988, Comfort Reqirements in Indoor Climate, Energy and Buildings. 11